Aksi memukau Kemilau tadi tentu saja kembali menjadi topik obrolan anak-anak kantor. Yang ikut meeting sepertinya tidak bisa menahan diri untuk tidak membicarakan pesona wanita muda yang kini berstatus menjadi istri direktur mereka. Puji-pujian kembali berkumandang di segala arah, membuat telinga seorang Sheza Noura panas bukan main."Brengsek brengsek brengsek!!" Kakinya menendang-nendang pintu toilet yang baru saja dia masuki. Dia tidak menyangka Mila juga berhasil menyihir semua orang yang ada di sini. Bahkan rekan-rekan terdekatnya pun tidak ada yang terlihat membahas foto dia dan Radin. Malah sibuk mengomentari Kemilau dan segala kelebihannya. Lantas untuk apa dia membuka aibnya sendiri dengan mengekspos foto-foto itu??? Haish!Sheza merasakan sel-sel darahnya sedang mendistribusikan seluruh rasa marah ke seluruh tubuh. Hawa di sekitarnya berubah menjadi panas, padahal semua toilet di kantor ini dipasang air conditioner. Hufffttt! Inhale, exhale. Inhale, exhale."Ini masih permul
“Hari ini kita akan ke kampus kamu. Kamu sudah ready?” Radinka memakai kembali celananya setelah pertempuran mereka selesai. Kemilau sudah turun dari atas meja dengan kaki yang sedikit gemetar. Tadi Radin sampai harus menggendong dan menurunkannya ke lantai. Tentu saja setelah laki-laki itu membersihkan sisa percintaan mereka di area kewanitaan Mila.“Serius?” Mila yang juga sedang memakai mini dress-nya, bertanya karena tidak percaya. Sambil dia berbalik membelakangi Radin, menunjukkan zipper dres-nya yang masih berada di pangkal pinggul. Punggung putihnya terekspos dengan tambahan tali bra di bagian tengah. Laki-laki itu langsung mengerti maksud istrinya. “Kampus aku? Yang mana?” Dia masih tidak tau kampus yang mana, karena mereka baru saja sampai di Jakarta dan belum sempat membahas ini. Setelah selesai Mila kembali berbalik lagi. Melihat Radin yang juga belum selesai memakai kemejanya. Tangannya secara otomatis bergerak untuk mengusap dada bidang yang masih terpampang nyata. “M
Mila berlari memeluk Sulis yang berdiri sekitar lima meter dari mobil. Kerinduannya terhadap ibu angkat sudah terlalu besar. Air mata harunya tumpah sesaat setelah raga keduanya bersatu.“Mila kangen banget sama Ibu.” Setelah tiga puluh detik berpelukan, keduanya kembali membuat jarak. Kemilau dengan jujur mengakui kerinduannya kepada Sulis, ibu panti yang sudah dia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri. “Ibu juga kangen sama kamu, Mil. Kamu sehat ‘kan, Nak?” Sulis mengusap pipi, puncak kepala, pundak Mila secara bergantian. Matanya juga dengan cekatan melihat ke sepanjang lengannya yang terbuka, seperti ingin memastikan bukti-bukti kekerasan yang dialami oleh anak muda itu. “Sehat, Bu? Ibu sehat ‘kan?” Walau sedikit bingung, Kemilau tetap bertanya kabar Sulis sendiri. Namun sebelum perempuan paruh baya itu menjawab, Radinka sudah hadir di sebelahnya.“Apa kabar, Bu Sulis?” Laki-laki itu tersenyum ramah. Begitu kontras dengan Radinka saat kunjungan ke panti dan di acara resepsi pern
Jika dulu, Radinka menginjakkan kakinya di panti asuhan ini dengan perasaan yang jengkel dan tidak ikhlas, jauh berbeda dengan sekarang. Buah tangan yang teramat banyak menjadi bukti kalau siang ini dia datang dengan ringan hati, karena memang ingin bertemu dengan keluarga sang istri.“Yeyyy!!! Aku suka banget buku gambarnya!! Makasih Om! Makasih Kak Milaa!” Salah seorang anak berusia delapan tahun, bernama Tiara, bersorak gembira dan memeluk Kemilau Radin secara bergantian. Sejak Jordhy Saskara sakit-sakitan, memang anak-anak sudah jarang mendapat gift seperti ini. “Sama-sama, Tiara sayang. Semoga Tiara suka yah sama buku gambarnya? Nanti, kalau sudah habis, om-nya bakal beli lagi.” “Beneran, Om?”Mila memberi kode kepada Radinka, agar menyahut ucapannya. Karena anak kecil pasti butuh konfirmasi tentang janji yang diucapkan oleh orang dewasa.“Oh, pasti dong. Kalau nilai-nilai Tiara di sekolah bagus, om akan sering-sering datang ke sini untuk kasih hadiah,” sahut Radinka kemudian.
Sebelum pulang ke rumah, Radinka mengajak Kemilau ke sebuah pusat perbelanjaan. Besok istrinya sudah mulai kuliah. Sudah tentu mereka harus membeli pakaian yang pantas untuk dia pakai ke kampus. Tidak mini dress seperti yang Mila pakai sekarang."Pokoknya nggak usah yang mahal! Aku nggak mau jadi bahan obrolan." Begitulah pesan Mila, yang membuat mereka bukannya memasuki store brand besar, melainkan store brand lokal yang cukup merakyat, Ma*ahari. Radinka memilih untuk menurut saja karena Mila tau apa yang terbaik untuk dirinya sendiri.Menemani sang pujaan hati berbelanja ini dan itu, kini menjadi sebuah agenda yang menyenangkan bagi seorang Radinka. Mereka sudah sering melakukannya di Bali. Hari ini dan seterusnya pun, mereka akan semakin sering melakukannya. Satu hal yang membuat Radin merasa puas adalah, ketika dia berbesar hati mengijinkan Mila memilih apa yang dia mau, tanpa campur tangan dari Radin sendiri. Sebelumnya laki-laki itu ingin Mila mengikuti gaya hidupnya, fashion-ny
Hari pertama Kemilau kembali ke kampus. Bukan hanya dirinya yang excited, tapi Radin juga. Laki-laki itu bahkan memutuskan untuk tidak bekerja hari ini demi menemani istrinya kuliah. Awalnya Mila protes berat, tapi karena Radin bersikeras, perempuan itu akhirnya menurut saja dari pada terjadi keributan. Apalagi kemarin malam pria itu sempat ngambek lantaran Mila kelamaan kembali ke kamar. Entah apa yang dia bicarakan dengan Nadya di bawah."Saya akan ijin untuk ikut masuk ke dalam ruang kelas kamu." Radinka menambah sakit di kepala istrinya dengan permintaan yang sangat absurd. Sekarang mereka sudah tiba didi parkiran gedung perkuliahan Mila dan tentu saja di sana sangat banyak mahasiswa. Entah adik tingkat, entah kakak tingkat. Sudah pasti Kemilau akan menjadi pusat perhatian, lagi dan lagi."Kamu di sini aja, Hon. Itu banyak orang loh!"Radinka abai, malah dengan semangat melepas sabuk pengamannya. "Ayo." Dia tersenyum tanpa rasa berdosa sedikitpun. Mendapati Mila yang cemberut dan
Hari kedua Mila kuliah. Radin masih menemani namun kali ini dia menunggu di kantin fakultas. Meski takut suaminya jadi pusat perhatian, namun Mila lebih setuju demikian dari pada merusak jam perkuliahan seperti kemarin. Kemarin adalah momen paling memalukan yang pernah Mila alami seumur hidup. Entah untuk apa Radinka mengajaknya berdiri di depan kelas saat dia dimintai memberikan pidato kecil. Tak taunya laki-laki itu justru mempelonconya. Seperti kakak senior yang sedang mengerjai anak baru. Radin banyak menyinggung materi perkuliahan dasar yang hampir Mila lupakan. Dan setiap kali Mila tidak berhasil menjawab, Radin menjewer telinganya pelan. Asli, Mila malu sampai ke ubun-ubun! Jadi, lebih baik dia menunggu di kantin saja.Untungnya pagi ini mata kuliah Mila hanya satu. Setelah itu dia duduk sebentar dengan salah seorang teman yang sudah berjanji membawakan materi yang terlewat olehnya. Kemudian, jam sebelas siang, dia sudah kembali menemui sang suami yang sedang sibuk dengan iPad
Kunjungan ke kediaman keluarga Adam rupanya sudah direncanakan Radin sejak mereka kembali ke Jakarta. Selain karena harus membicarakan pembayaran ke Saska, entah kenapa, keluarga ini terkesan sangat berbeda dengan rekan-rekan bisnis mereka yang lain. Mungkin karena sudah sempat bertemu di Bali, atau karena Kemilau yang cukup dekat dengan Pratiwi, Sastri dan juga Sesil. Yang pasti, bagi Radin, mereka sudah seperti keluarga yang kebetulan menjadi rekan bisnis Saska T&G. Dan sekarang mobil Radinka sudah melaju dengan kecepatan sedang menuju salah satu kawasan perumahan elit di pusat ibu kota. Mila yang duduk di jok sebelah kemudi, terlihat sedang mengoperasikan iPad milik Radinka untuk mempelajari materi kuliah yang baru dia dapatkan tadi.Sang suami sesekali menoleh dan tersenyum melihat istrinya yang begitu serius. Dahi dan alis Mila yang kadang berkerut menandakan kalau dia sedang berpikir keras. Stylus pen yang ada dalam genggam wanita itu pun bergerak ke sana sini, memberi mark pad
Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka