“Masih jauh lagi nggak sih?” Greta melihat map yang ada di dashboard mobil Radin. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju sebuah panti asuhan. Katanya calon istri Radinka itu tinggal di sana. Satu fakta lagi yang membuat mereka semua pesimis akan sosok perempuan yang digadang-gadang alamarhum ayah mereka cukup pantas menjadi pendamping seorang penerus Saska T&G.
“Nanti mentok di depan, trus belok kiri. Sampai.” Radinka menjawab. Kata map sih begitu.“Awas aja kalau nggak ada hasil.”Sheza yang duduk di sebelah Radinka menoleh ke belakang. “Kamu beneran berhenti jadi dokter, Gre?” Dia mencoba melanjutkan obrolan yang sudah berhenti sejak lima belas menit yang lalu. By the way, Sheza lebih tua enam tahun dari Greta. Dia sudah menganggapnya sebagai adik.“Beneran, Kak. Aku trauma. Pegang papa malah ko’it.”“Nggak gitu juga, Gre. Udah takdir, mau diapain? Sayang loh ilmunya.”“Nanti deh, Kak. Aku mau rehat dulu. Mau liat calon istri mas Radin kayak apa dulu. Gatel pengen nindas.”“Hus!” Nadya mencolek lengan Greta. Hus maksudnya supaya Radinka tidak tau rencana busuk mereka.Tapi Radinka tidak bereaksi apa-apa. Laki-laki itu tetap fokus melihat jalan di depan, supaya panti asuhannya tidak sampai kelewat.“Pesan kakak, jangan lama-lama hiatusnya. Kalau dokter ‘kan makin banyak praktek, feel-nya makin bagus. Nanti kamu lupa, ‘kan sayang jadinya.”Greta mengangguk saja. Diakuinya Sheza ini cukup perhatian. That’s why dia tidak keberatan Radinka berpacaran dengannya meski penampilannya seperti penari striptease. Yah, terkadang.Tiga menit kemudian mereka benaran berhenti di depan sebuah panti asuhan. Radinka memastikan lagi dengan membuka pesan dari Roni di ponselnya. Tidak ada plang nama sebagai petunjuk. Dia mengirim foto kepada Roni dan katanya mereka berada di tempat yang benar.Semua orang melepas sabuk pengaman dan mengemasi barang. Radinka membuka pintu lalu turun. Sheza, Nadya dan Greta pun menyusul. Anak-anak panti asuhan sudah berkerumun di depan pintu sejak mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan rumah.Sulis berlarian dari belakang ke depan. Roni sudah memberi kabar padanya kalau keluarga Saskara akan datang dan sudah dalam perjalanan. Dia juga sudah sengaja menahan Mila supaya tidak pergi ke kampus dengan alasan ada tugas kelompok.“Benar dengan Panti Asuhan Sejahtera?” Radinka bertanya setelah Sulis –yang dia anggap dituakan di sana– muncul di hadapan mereka.“Benar sekali. Dari mana ya, Pak? Ada yang bisa kami bantu?” Sulis berpura-pura tidak tau.“Saya Radinka. Putra dari almarhum bapak Jordhy Saskara yang akan dijodohkan dengan salah satu anak asuh anda.” Radinka menjawab dengan malas. “Dan ini keluarga saya.”“Oh, keluarga pak Jordhy ya? Selamat datang, Pak, Bu.” Sulis tersenyum kepada tiga perempuan beda generasi di belakang Radinka. Senyumnya dibalas dengan begitu manis. Tapi terpaksa. Itu jelas.“Mari masuk. Anaknya ada di dalam.” Sulis membawa keempat tamunya ke dalam sebuah ruangan yang dikhususkan bagi tamu-tamu terhormat. Seperti donatur misalnya. Tempat ini jauh dari kebisingan anak-anak panti yang biasanya sedang bermain di jam-jam seperti ini.Radinka tetap terlihat tenang. Sheza duduk di sebelahnya, disambung Nadya dan Greta. Setelah itu Sulis pamit sebentar untuk memanggil Kemilau.“Kayaknya papa kamu terlalu banyak membuang uang ke tempat ini. Ini terlalu bagus untuk sebuah panti asuhan.” Nadya bergumam kecil kepada Greta. Matanya memindai seisi ruangan dengan tatapan tajamnya. Sofa yang mereka duduki saja terbilang terlalu oke untuk ruangan yang jarang ditempati.“Iya, AC-nya juga full gini. Padahal kayaknya nggak ada yang tempati,” timpal Greta tak ingin kalah julid.“Mungkin sengaja dinyalakan karena tau kita akan datang.” Radinka menjawab dengan dingin. Dia yakin Sulis juga berhubungan dengan Roni.“Oh ya? Tau dari mana? Siapa yang kasih tau?” Nadya penasaran.“Pak Roni pasti tektokan dengan dia. Mustahil papa meninggalkan semuanya tanpa persiapan.”Nadya tidak menjawab lagi karena sepertinya itu benar. Yang dia takutkan adalah, semoga saja Sulis itu bukan selingkuhan suaminya.Suara langkah terdengar lagi dari luar. Mereka langsung menegakkan punggung yang sempat bersandar. Ya, kecuali Radinka. Sejak tadi dia sudah duduk dengan tegak. Semua mata melihat ke arah pintu. Sangat penasaran pada wujud perempuan yang akan dinikahi Radinka dalam waktu dekat.Hingga akhirnya rasa ingin tahu mereka terjawab. Sulis masuk bersama seorang perempuan bertubuh mungil dengan wajah cantik dan kulit sedikit kecoklatan. Parasnya sangat mirip dengan artis Michelle Ziudith, pemain sinetron yang sering muncul di televisi. Rambutnya dikuncir kuda demi memberikan kesan tubuh yang sedikit lebih tinggi. Di mata Sheza, style yang dipakai gadis itu terkesan terlalu dipaksakan. Mungkin dia sengaja didandani demi pertemuan ini. Tapi baguslah, dia pasti terlihat aneh di mata seorang Radinka.“Ini Cahaya Kemilau. Panggil saja Mila.” Sulis memperkenalkan.Radinka menatap gadis bernama Kemilau itu dengan datar. Memindai tubuhnya dari atas sampai ke bawah. Sama sekali bukan tipenya. Lagian, dia ini umur berapa? Kenapa seperti anak kuliahan?“Berapa usiamu?”“D—dua puluh sa—satu, Om.”OM! Mila memanggilnya Om! Karena memang, kalau dilihat secara kasat mata, Radinka itu sudah cukup matang. Apalagi postur tubuhnya yang tinggi, besar dan berotot. Mila menebak dia sudah sekitar empat puluhan.“Saya bukan om kamu.” Radin menyoroti wajah Mila dengan tidak suka.“Mila, ini Radinka, putera tuan Jordhy yang akan menikah dengan kamu.”“APA?” Kemilau terbelalak. “Dia? Beneran dia?” Mila tidak mengira laki-laki inilah orangnya. Dia terlalu tua untuk ukuran orang yang belum menikah dan menerima perjodohan.“Saya nggak mau, Bu! Ini jelas nggak masuk akal! Saya nggak mau nikah sama om-om!” Kemilau dengan frontal menyuarakan penolakannya. Sulis pun langsung berdebar. Nggak enak sama keluarga Saskara.“Mila!” Sulis sedikit membentak. Dilihatnya mata Kemilau sudah berkaca-kaca. Setengah hatinya tidak tega, karena Mila pasti tertekan. Tapi mengingat masa depan yang dijanjikan Jordhy, Sulis harus bertahan.Nadya, Greta dan Sheza menggertakkan geraham melihat tingkah Kemilau yang dinilai sangat tidak sopan. Siapa juga yang mau menikah dengan gadis kucel seperti dia? Sheza jauh lebih unggul dilihat dari segi manapun. Tapi demi warisan, sabarrrr.Tidak jauh berbeda dengan Radinka. Laki-laki itu menatap Kemilau dengan datar dan dingin. Andai saja tidak ada amanah konyol itu, dia juga jijik harus ada di sini. Apalagi melihat tingkah gadis bernama Kemilau ini. Apa dia rasa dirinya cantik??“Besok kamu akan dijemput. Kemasi barang-barangmu.” Seperti tidak perduli dengan penolakan Mila, Radinka tetap menentukan waktu penjemputan. Laki-laki itu berusaha tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan supaya Sulis tidak bisa membaca tujuan mereka yang sebenarnya.“Bu, please.” Kemilau semakin memohon kepada Sulis agar menghentikan rencana bodoh ini. Tapi ibu asuhnya hanya diam dan membiarkan dia menangis sesenggukan.“Saya juga nggak kenal dekat sama tuan Jordhy. Kenapa saya dipaksa harus nurut dijodohkan sama laki-laki yang nggak saya kenal? Memangnya Om belum punya pacar? Kenapa Om nggak nolak aja?” Kali ini Mila berusaha meminta empati dari Radinka, laki-laki yang dia yakin tidak akan tertarik kepadanya. Bahkan perempuan di sebelahnya jauh lebih cantik. Entah siapapun dia.“Mari kita sama-sama menjalankan amanah ini. Suka atau tidak suka.” Radin bangkit berdiri pertanda sudah selesai dengan pembicaraan tak berfaedah itu. “Saya rasa sudah cukup. Kami permisi.”Sulis juga tidak tau harus berkata apa. Dia bahkan belum bertanya tentang rencana keluarga ini selanjutnya. Kenapa sudah langsung pulang? Minuman juga belum datang. Tapi dia bisa membaca ekspresi Radinka. Sepertinya pria itu juga terpaksa mengikuti perjodohan yang diatur tuan Jordhy.“Besok saya ke sini lagi, Bu. Anak saya sedang sibuk. Tolong dipahami.” Nadya berpura-pura manis di hadapan Sulis. Setidaknya sampai pernikahan itu terwujud, Sulis ini harus percaya kepada mereka. Jadi, rencana mereka tidak akan gagal.Radinka dan Sheza sudah keluar. Greta masih menunggu ibunya. Mereka sudah sepakat akan jadi sepaket. Apapun yang dilakukan Nadya, Greta akan mengikuti.“Kami pulang dulu, Mila sayang.” Nadya menyentuh kedua pundak Mila. Seolah-olah dia adalah calon ibu mertua yang paling pengertian. “Jangan bersedih terus. Kami yakin rencana ini adalah yang terbaik untuk kamu dan Radinka.”Kemilau terperangah. Sejak tadi perempuan ini diam saja. Mila mengira dia adalah salah satu tokoh antagonis di sini. Ternyata tidak. Perempuan yang merupakan ibu dari calon suaminya itu ternyata sangat lembut dan pengertian.“Iya, Mil. Eh, aku Greta, adik mas Radin. Panggil aku kakak. Kita akan jadi kakak adik kalau kamu nikah dengan mas Radin.”Lagi-lagi Mila terpukau. Apakah hanya Radinka yang jahat di keluarga ini? Karena Jordhy juga sangat baik. Eh, tapi perempuan yang satunya tadi siapa?“Sudah ya? Kami pulang dulu. Malam ini kemasi barang-barang kamu.”Setelah itu Kemilau hanya bisa tercenung. Sampai Nadya dan Greta meninggalkan panti asuhan, dia masih tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Masih belum percaya keluarga ini akan menerimanya dengan lapang dada.Ada apa sebenarnya?***“Bu, jujur sama aku. Apa pak Jordhy menyimpan rahasia lain yang aku nggak tau?” Setelah yang ada di ruangan itu hanya tinggal mereka berdua, Kemilau kembali mempertanyakan kebenarannya. Dia yakin, anggota keluarga Jordhy yang kaya raya itu, tidak mungkin menyukainya begitu saja. Dibandingkan mereka semua, Mila tak lebih dari seorang upik abu. Mustahil mereka mau menerima Kemilau sebagai menantu.“Nggak ada rahasia-rahasiaan, Mil. Tuan Jordhy itu sungguhan kagum sama kamu. Katanya kamu pantas menjadi istri untuk Radinka. Ibu juga kurang paham, Mil, tapi Ibu memilih untuk percaya saja sama omongan alamarhum.” Sulis kembali duduk di sofa. Selama lima tahun mengenal Jordhy, Sulis tau pria itu tidak pernah salah dalam menilai sesuatu. “Atas dasar apa, Bu? Aku masih muda. Bandingin om Radinka, umur aku jauh di bawah dia. Aku juga masih kuliah. Apa yang mereka harapin dari aku, Bu?” Kemilau ikut duduk dan memegang kedua tangan Sulis. Wanita ini sudah dia anggap sebagai ibu sendiri. Dia berh
“Greta?! Ayo, buruan! Pak Kirno sudah stand by di bawah.” Nadya sedikit berteriak memanggil putri bungsunya yang tak kunjung turun dari kamarnya yang ada di lantai dua. Siang ini mereka akan menjemput Kemilau, seperti janji mereka kepada Sulis kemarin. Semakin cepat pernikahan itu terlaksana, semakin cepat pula harta warisan Jordhy pindah nama menjadi milik mereka.Suara derit pintu terdengar dari atas. Lalu disusul derap langkah tergesa menuruni tangga. Itu sudah pasti Greta.“Duh, Ma. Kayak yang penting banget sih pergi ke sana? Sampai aku diburu-buru gini.” Wanita berusia tiga puluh itu ngedumel sambil memasang anting di kedua telinganya. Kini dia berhadapan dengan Nadya yang sudah menunggunya di ruang tamu.“Kita harus berjuang, Gre. Ini cuma sebentar kok. Ayo.” Nadya berdiri dan berjalan ke arah pintu utama. Greta mengekor saja tanpa berkata-kata lagi. Kedua antingnya sudah menempel sempurna di daun telinga. Clutch yang dia jepit di ketiak kini berpindah ke telapak tangan.Kirno,
Selama dalam perjalanan menuju kediaman Saskara yang berada di pusat ibu kota, Nadya dan Greta mengajak Kemilau berbicara tentang banyak hal. Mereka tidak membiarkan gadis itu kesepian. Mila juga dengan senang hati membuka diri. Dia menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh kedua orang itu. Obrolan mereka sedikit mengobati hati Mila yang sedang galau. Oke, abaikan dulu tentang firasatnya kemarin. Harapan Kemilau teramat besar, kelak Greta dan Nadya ini benar-benar bisa menjadi ibu dan saudara perempuan baginya. “Pokoknya, Mil. Apa aja yang mengganggu pikiran kamu, jangan sungkan untuk kasih tau ke kita. Kita maunya kamu nyaman di rumah. Apalagi mas Radin itu sedikit sibuk. Kamu bisa-bisa jarang ketemu sama dia. Kalau kamu nggak punya teman, cerita ke aku aja nggak apa-apa.” Greta kembali menebar racun di dalam pikiran Kemilau. “Betul banget, Mil. Kalau kamu kesepian, main aja ke kamar Greta. Dia sekarang lagi nggak kerja. Jadi, bakalan sering di rumah.” Nadya menambahi.Fix,
Kemilau masih mematung di tempat persembunyiannya. Suara desahan dua sejoli yang sedang bercinta di balkon sebelah membuat sekujur tubuhnya kaku. Punggungnya bersandar di tembok pembatas dan kepalanya tertunduk menatap lantai marmer yang ada di bawah kakinya. Radinka dan perempuan itu … ternyata mereka mempunyai hubungan khusus. Saat ke panti asuhan kemarin, mereka bahkan datang bersama menghadap ibu Sulis. Kenapa bisa? Apakah wanita itu merestui kekasihnya menikah dengan perempuan lain? Bisa dibilang, Kemilau hanyalah seorang bocah ingusan bila dibandingkan dengan dirinya. Why? Apa mereka hanya teman bercinta biasa sehingga tidak ada ikatan yang serius?Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Kemilau tersentak. Pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan di dalam kepalanya lenyap seketika. Dengan langkah pelan dia kembali masuk ke kamar dan berjalan menuju pintu. “Nona, makan malam sudah siap. Nona sudah ditunggu di meja makan.” Salah seorang maid yang ditugaskan Nadya datang untuk meny
Satu minggu berlalu tanpa terasa. Sudah satu minggu pula Kemilau tinggal di kediaman Saskara dan mengurus segala hal yang berhubungan dengan pernikahan dia dan Radinka. Laki-laki yang justru tidak pernah terlihat batang hidungnya di rumah. Pasang surut rasa sedih dan takut, berkali-kali dialami oleh gadis itu. Semakin mendekati hari pernikahan, rasanya semakin galau, berdebar, putus asa. Semuanya bercampur aduk menjadi satu.Namun seperti biasanya, Nadya dan Greta seperti dua malaikat yang selalu ada untuknya. Menghapus air matanya dan menghiburnya setiap kali dia bersedih. Menguatkan Mila dengan janji kalau pernikahan ini adalah yang terbaik untuk dia dan Radinka. Sampai-sampai Kemilau sangat percaya kalau kedua perempuan dewasa itu benar-benar menyukainya. Hari pernikahan pun tiba. Pagi harinya Mila sudah dirias dengan begitu cantik dan sudah memakai kebaya yang dibeli minggu lalu. Ibu Sulis dan suaminya sudah datang sebagai perwakilan dan saksi dari pihak keluarga Mila. Gisel dan
Satu jam kemudian Kemilau tersadar dan mendapati dirinya sudah berada di kamar hotel tempatnya dirias tadi pagi. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Mila berusaha mengumpulkan tenaganya untuk duduk di kasur walaupun kepalanya masih sangat pusing. Dia langsung teringat kalau tadi dia masih berada di ballroom hotel karena acara pernikahan dia dengan Radinka masih berlangsung.Ah, Kemilau kembali mengingat apa yang sudah terjadi sebelum dia pingsan tadi. Perbuatan Radinka yang sudah mempermalukan dia sebagai wanita yang baru saja resmi dia jadikan istri. Di hadapan semua orang, laki-laki itu malah memamerkan Sheza dan menunjukkan kekagumannya kepada kekasihnya itu. Bukan hanya itu, rasa sakit Kemilau juga seakan bertambah ketika sang ibu mertua dan kakak iparnya jelas-jelas tidak berada di pihaknya, seperti yang mereka lakukan selama satu minggu ini. Hati Kemilau berdebar begitu kencang. Apakah aslinya mereka hanya bersandiwara?Kemilau memandang cincin yang melingkar di jari manis tan
Kemilau masih belum bisa melupakan isi WC yang barusan dia bersihkan. Sampai sekarang perutnya mual dan menolak untuk memakan jatah makan malam yang diberikan Maria. Setangkup nasi, sepotong tahu dan sepotong tempe. Sangat kontras dengan makanan yang dia makan selama seminggu belakangan. Air mata Mila lagi-lagi terjatuh meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan. Bahkan menu di panti masih lebih mausiawi dari pada ini.Perut Kemilau sudah keroncongan. Sejak siang tadi dia memang belum makan. Di resepsi hanya makan sedikit. Mana bisa makan banyak kalau gaun ketat seperti itu? Dan sampai sekarang perutnya sama sekali belum terisi. Apalagi visual kamar mandi itu sudah membuat pikirannya terkontaminasi. Selera makannya hilang begitu saja. Sekarang dia memaksa kedua matanya untuk terpejam. Dipeluknya dirinya sendiri, dan lututunya ditekuk sampai ke dada. Tidak ada selimut di sini. Bahkan kasur yang diberikan kepadanya tidak ada alas. Mila tau Nadya pasti sengaja melakukan ini supaya dia te
Kemilau menjerit histeris menyadari ada seseorang yang diam-diam mengambil tangga dari sana. Siapa yang melakukannya?? Gadis itu bahkan tidak tau kalau tangga seperti itu bisa dilepas pasang. Ya Tuhan! Bagaimana caranya agar dia bisa keluar kalau benda itu tidak ada?? "Toloonggggg!" Mila berteriak meminta tolong dari dasar kolam sedalam dua meter tersebut."Pak Mus tolongggggg!" Lagi, dia berteriak kepada orang yang baru saja pergi meninggalkan tempat ini. Ah, Mila bahkan tidak tega berpikir kalau Mus lah yang mengangkat tangga itu. Pria itu terlalu baik untuk dituduh melakukan hal jahat seperti itu."Tolonngggggggg!" Kedua kaki Kemilau semakin bergetar di tempatnya saat ular sepanjang dua meter itu semakin mendekat. Air matanyapun sudah menganak sungai membanjiri pipi. Apakah dia akan mati sekarang? Please jangan! Mila masih ingin hidup meski teraniaya begini. Dia juga ingin menggapai mimpi-mimpinya."Tolonggggg!!" Mila melihat ke atas lantai dua. Dia mendapati Nadya dan Greta sedan
Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka