Kemilau tidak bisa tidur. Bagaimana mungkin? Siapa juga orang normal yang bisa tidur di dalam kolam renang yang hanya berselimutkan langit kelam seperti ini? Seluruh permukaan kulitnya terasa dingin. Perutnya juga lapar seharian tidak diisi. Setiap detik dia ketakutan akan segalanya. Takut hujan akan turun, takut ada mahluk halus, takut semuanya. Dia sangat siaga mengawasi sekeliling. Berjaga-jaga kalau Nadya mengirim yang aneh-aneh lagi lewat saluran air. Tak sedetikpun gadis itu memejamkan matanya. Jika sebelumnya Kemilau mengira dia akan sanggup melewati ujian kehidupan yang Allah titipkan lewat keluarga suaminya, malam ini dia kehilangan seluruh kekuatan tersebut. Dia baru menyadari kalau semua orang yang ada di rumah ini tidak memiliki hati nurani. Nadya, Radinka, Greta, semuanya. Termasuk maid. Tidak mungkin tidak ada dari mereka yang tau kalau Kemilau terjebak di dalam kolam renang. Dia sangat yakin para maid tidak berani bertindak karena patuh pada Nadya. Memang tidak bisa di
Kemilau sudah sangat senang ketika dia mengira akan mati dan bisa bertemu dengan ayah ibunya sekarang. Toh rasa-rasanya sudah tidak ada gunanya dia hidup. Sudah tidak ada lagi yang bisa dia harapkan di dunia ini. Studi, keluarga panti asuhan, cita-citanya menjadi pengacara, semuanya sudah raib, menghilang dari genggaman. Sudah tidak ada lagi hal menjanjikan yang membuatnya semangat untuk hidup.Dan Kemilau harus kecewa ketika menyadari dia masih hidup. Dia masih bernapas dan masih bisa membuka kedua matanya. Penderitaannya sama sekali belum berakhir. Gadis itu juga merasakan kalau sekarang dia sedang berbaring di atas kasur. Sedikit lebih empuk. Mungkin ini bukan kamarnya? Entahlah, Mila mengesampingkan dulu dugaannya. Kedua matanya masih terpejam untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya.Ingatannya kembali ke kejadian itu. Entah kapan, karena Mila tidak tau sudah berapa lama dia tidak sadarkan diri. Satu-satunya yang dia ingat hanyalah ketakutan yang dia rasakan saat tubuhnya berusaha
“Devara??” Ekspresi wajah Kemilau tidak bisa berbohong kalau dia sangat terkejut melihat Deva ada di sini. Di depan mata! Oh Tuhan! Rasanya seperti sudah lama tidak bertemu, padahal dia baru menikah tiga hari yang lalu. Merasa senang karena tidak sengaja meet up dengan seseorang yang dia anggap ‘keluarga’, Mila refleks memeluk Deva begitu saja.“Ya ampun, Dev, kangen gue sama lo,” ucapnya serius dan begitu dalam. Dia memang merindukan orang-orang yang ada di circle-nya dulu. Baru seminggu lebih di kediaman Saskara, Mila sudah merasa seperti jauh dari peradaban. “Gue juga, Mil. Lo … baik-baik aja, Mil? Kok pakai baju ini?” Deva ternyata menyadari pakaian yang dikenakan Kemilau. Sepertinya dia sangat mengenali modelan seragam yang seperti itu, seringnya dipakai oleh pembantu di rumah-rumah orang kaya.Kemilau yang lupa kalau dia masih memakai seragam maid-nya, langsung menarik diri dari Devara lantaran malu. Dia pasti sangat kucel dan jelek.“E—h. Gue … baik-baik aja kok." Mila berusa
Rasa-rasanya Kemilau terlalu banyak tidur akhir-akhir ini. Ya, tidur karena pingsan lebih tepatnya. Seperti sekarang, setelah beberapa jam tak sadarkan diri, akhirnya kedua matanya terbuka. Sekujur tubuhnya langsung merasakan sakit akibat cambukan Radinka tadi.Kemilau mengingat hari sudah gelap saat dia diseret ke gudang ini tadi. Dan semakin gelap karena mungkin ini sudah tengah malam. Belum lagi lampu gudang dalam keadaaan mati. Mungkin memang tidak pernah dinyalakan kalau memang tidak ada yang penting di dalam sini. Gadis itu sama sekali tidak bisa bergerak. Persendiannya kaku setelah tidur selama berjam-jam di lantai gudang yang dingin dan kotor. Sama seperti kemarin pagi, ketika dia disuruh untuk membersihkan kolam renang.Sekarang Mila sedang menerka-nerka seperti apa penampakan bekas cambukan itu di tubuhnya. Apakah sekarang betis, punggung dan tangannya banyak bekas merah? Kalau iya, bagaimana Mila akan menyembuhkannya? Jangankan obat, makanpun dia tidak berhak di rumah ini. K
Tidak hanya memanggil petugas body massage untuk melakukan perawatan terhadap Kemilau yang begitu lusuh dan kucel, Nadya sudah menyiapkan MUA untuk merias menantunya juga. Yang jelas mereka tidak ingin Roni mengetahui kalau Mila tidak sejahtera di sini. Dari pagi sampai siang, Mila melakukan treatment khusus seperti lulur di seluruh tubuh dan juga masker di wajah. Cream bath rambut dan meni pedi. Sekalipun ini merupakan upaya yang dilakukan mama mertuanya untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan selama beberapa hari ini, Kemilau merasa beruntung bisa merasakan treatment mahal seperti ini, untuk yang pertama kalinya di dalam hidup.Tak hanya itu, Nadya juga membelikan pakaian baru yang jelas berasal dari brand mahal untuknya. Wanita itu sengaja memilih dress dengan model tali spaghetti dan panjang rok yang menutupi sampai ke mata kaki. Jelas, agar bekas cambukan tadi malam tidak terlihat. Sebagai atasan, ada cardigan berlengan panjang yang juga bertujuan untuk menutupi semua bekas
Radinka tiba di rumah dan langsung bergegas menuju kamar ibunya. Di sana sudah ada dokter keluarga yang sedang memeriksa kondisi perempuan berusia enam puluh tahun tersebut.“Bagaiman kondisi ibu saya, Dok?” Radinka masuk dan menghampiri dokter yang sedang berbicara dengan Greta di sisi kasur Nadya.“Tensinya terlalu tinggi, Pak Radin. Disarankan supaya tidak terlalu banyak pikiran dulu. Obatnya sudah diresep dan sebentar lagi pihak rumah sakit akan antar ke sini.” Dokter memberi tahu. “Terima kasih, Dok. Apa ada gejala lain, Dok?”“Tidak ada, Pak. Mungkin ibu Nadya hanya butuh istirahat. Emosinya dikontrol. Sama dijaga pola makannya, Pak. Karena usia ibu Nadya sudah termasuk masa lanjut usia. Jadis harus mulai hati-hati supaya hal seperti ini tidak kejadian lagi.”Orang suruhan dokter akhirnya datang membawa obat dari apotek rumah sakit. Saat itu juga Nadya langsung mengkonsumsi sejumlah obat agar tubuhnya lebih cepat pulih. Setelah itu dokter pamit untuk pergi, diantar oleh Radinka
Beruntunglah Mila karena semua kamar di rumah ini kedap suara. Teriakan-teriakannya sepanjang penyiksaan tadi rupanya sama sekali tidak terdengar sampai ke bawah. Sehabis mandi, dia mengeringkan rambutnya dengan menggunakan pengering rambut. Yang pasti dia berusaha mengembalikan penampilannya persis seperti saat dia keluar dari kamar mandi maid tadi. Walau area intimnya sangat sakit sekarang, Mila masih melanjutkan pekerjaannya. Dari pada menjadi sasaran pertanyaan orang-orang, mending dia mencari kesibukan sendiri.Sambil menyikat kamar mandi, air mata Kemilau masih tetap bercucuran. Rasanya dia sudah tidak sanggup lagi menanggung semua ini. Tiba-tiba saja terbersit dalam benaknya untuk kabur dari neraka ini. Dia sangat muak melihat semua orang. Apalagi Radinka yang sudah merampas kehormatannya dengan cara yang lebih keji dari seekor binatang.Ya ... Mila akan kabur. Tekadnya sudah bulat.***Malam harinya tidak ada acara makan malam karena Nadya masih belum bisa bangkit dari kasur.
Radinka langsung bangkit dari kasur. Darahnya langsung kocar-kacir melihat grafik yang terpampang di layar iPad. Belum pernah kejadian saham mereka anjlok dan tiba-tiba begini. Apa yang terjadi??Laki-laki itu dengan sigap mengambil ponselnya dan menelepon bagian direksi yang berwenang dalam mengawasi pergerakan saham mereka. Berbicara sejenak dengan suara yang dipenuhi rasa khawatir.“Benar, Pak Radin. Ini faktor internal kita, Pak. Ada sejumlah investor yang menjual semua saham mereka dalam kurun waktu tiga jam terakhir. Jadi kita menyesuaikan harga saham dengan permintaan yang cukup rendah.”Radinka mengusap pelipisnya. “Apa alasan mereka menjual sahamnya?”“Apa Pak Radin belum membuka portal berita hari ini?”Radinka pun langsung menyambar iPad-nya lagi. Apa yang dia lewatkan? Memang sejak Kemilau keluar dari kamarnya tadi, dia menghabiskan waktu dengan tidur untuk menghilangkan perasaan janggal di dalam hatinya. Sama sekali belum menyentuh gadget. Dan ... oh shit!! Apa Greta pun
Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka