Dua kali?Dia memang ditenggelamkan sebanyak dua kali. Malam ini dan yang kemarin. Apa … yang waktu itu … dia juga diselamatkan oleh Radinka sendiri? Begitu? Kedua bola mata Kemilau meredup setelah menyadari arti dari ucapan tuannya. Air matanya lagi-lagi menetes karena merasa sedih. Kenapa Radin menolongnya jika dia sendirilah yang membuang Mila ke dalam air? Supaya apa? Dan sekarang dia bersikap seolah-olah dirinya sudah sangat berjasa setelah menarik Mila dari dasar kolam renang. Wanita itu sama sekali tidak mengerti apa isi kepala Radinka. Dia menunduk saja untuk menyembunyikan tangis.Radinka juga tidak berkutik. Melihat air mata gadis itu tepat di depan mata tiba-tiba saja mengusik jiwanya. Dia berdiam diri di tengah-tengah kolam dengan posisi masih menggendong perempuan itu. Entah kenapa dia belum ingin bergerak ke tepian. “Ma-af, Tuan. Bisakah … Tuan menepi?” Mila meminta dengan kepala yang masih menunduk. Sebenarnya perempuan itu merasa sangat canggung sekarang. Kedua tanga
Kelopak mata Mila menutup dan membuka secara dramatis, bagai terkena efek slow motion. Otaknya sedang mencerna apa yang terjadi sekarang. Radinka tiba-tiba menciumnya, dan hal itu membuat otak Kemilau blank seketika. Kenapa … kenapa pria itu menciumnya? Apa ada yang salah? Apa ini adalah salah satu jenis hukuman lain bagi Kemilau? Tapi karena apa? Bukankah dia sudah menurut dengan semua perintah laki-laki itu?Merasa tidak terima karena sudah dicium tanpa alasan, Mila mendorong tubuh laki-laki itu dengan kuat untuk memutuskan penyatuan bibir mereka. Radinka yang tidak menduga Mila akan melakukan hal tersebut, nyaris terjengkang ke belakang. Kemilau langsung tertunduk dan meminta maaf yang sebesar-besarnya. Entah apapun alasan Radin, dia tidak ingin tau. Yang jelas dia tidak menyukainya. “Maaf, Tuan. Ini … ini sudah malam.” Dia beralasan. Sudah tidak tau juga harus berkata apa. Sesungguhnya dia takut Radin menilainya tidak sopan. Tapi hati nuraninya benar-benar tidak terima pria itu
Mila terlihat jelas menelan saliva. Kejadian tadi malam kembali menari-nari di dalam benaknya.“Sekalian yang ini.”Radinka tiba-tiba menarik kaos oblong yang sedang dia kenakan sekarang. Kemilau yang kaget, dengan cepat menutup mata dan menundukkan kepala. Ya Tuhan, laki-laki ini sama sekali tidak punya rasa malu!“Ini.” Aduh! Apa yang harus dilakukan Kemilau? Dia tidak ingin membuka mata! Sampai matipun dia tidak mau! Perempuan itu memilih untuk memanjangkan tangannya saja, tanpa melihat ke arah yang bersangkutan. “Buka mata kamu atau baju mahal saya akan jatuh ke lantai.”Biarlah dikata tidak sopan, tapi Kemilau tidak ada pilihan. “Tolong taruh di tangan saya saja, Tuan," pintanya.Radinka rupanya begitu terhibur dengan sikap wanita itu. Dia meletakkan baju tersebut di ujung jemari Mila. Dan saat perempuan itu akan menggapainya, Radin menarik lagi dengan kuat sehingga Kemilau ikut maju.Pakaian di tangan kiri Mila terjatuh dan sekarang dia berujung menubruk dada Radinka yang keka
Kemilau meluapkan semua tangisnya di dalam bantal. Sesaat setelah kalimat itu dia ucapkan, sesungguhnya, saat itu juga dia langsung menyesal. Kenapa juga harus melontarkan kata-kata yang terkesan mengemis perhatian seperti itu? Jangan sampai Radinka mengira dia sedang menjual kesedihan di sini. Tidak ... Kemilau tidak masalah jika tetap menjadi babu, tetap dibentak, tetap disiksa. Asalkan jangan sampai dijadikan pelampiasan hanya karena dia jauh dari kekasihnya. Mila tidak menyukai Radinka dan segala hal yang berkaitan dengan laki-laki itu. Sekali Radin berani menyentuhnya, dia berjanji tidak akan diam. Radin sudah tau bahwa dia punya kemampuan bela diri. Seharusnya dia tidak berani bermain api. Satu jam cukup bagi Kemilau untuk tenggelam dalam kesedihan. Berlama-lama di kamar tentu akan semakin membuat Radinka berpikiran yang tidak-tidak. Lagian mereka akan ke pantai hari ini. Ah, apa yang akan dia kenakan? Kemarin rencana membeli baju renang sudah gagal karena kejadian itu. Tapi d
Sepanjang perjalanan menuju pantai, Kemilau hanya berdiam diri. Kata-kata Radinka di pinggir jalan tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Untuk pertama kalinya dia mendengar laki-laki itu menyebutnya sebagai ‘istri’. What happened? Kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti itu? Kemilau merasa tidak nyaman. Karena entah kenapa kini hatinya ikut-ikutan terpengaruhi. Tadi dia sama sekali tidak merasakan apapun saat Radin menggenggam tangannya. Lebih tepatnya sejak kemarin, sejak mereka mulai bersandiwara. Tapi sekarang, entah kenapa telapak tangan besar itu seperti mengirimkan aliran listrik ke dalam seluruh sel-sel tubuh Kemilau. Kali ini dia merasakan cara genggaman Radin yang berbeda dari yang sudah-sudah. Yang ini seperti lebih erat, padahal kalau dilihat-lihat, sama saja. Belum lagi lengan mereka yang saling menempel. Apakah hanya Mila yang merasakan sensasi berbeda karenanya? Atau Radinka juga? Sadar Mila! Ya Tuhan!Seakan menyadari diam istrinya, Radinka yang tadinya sibuk men
Akhirnya sampai juga di pantai. Kemilau merasa itu adalah sepuluh menit terlama dalam hidupnya. Apalagi saat Radin tiba-tiba melontarkan pertanyaan aneh seperti tadi. Mila sama sekali tidak bisa menjawab. Yang ada dia mematung karena tidak menduga Radin akan bertanya demikian. Untungnya laki-laki itu kembali bisa mencairkan suasana.Keduanya langsung menghampiri salah satu tenda kecil yang ada di bibir pantai. Dimana sudah ada Amar dan istrinya di sana, yang sedang duduk di atas kursi santai yang terlihat begitu nyaman."Oma, Opa." Kemilau menyapa duluan. Radinka sudah melepaskan tangannya."Milaaaaa, kamu cantik sekali, Sayang." Pratiwi menyambut cipika cipiki dari gadis belia itu. "Terima kasih, Oma." Mila tersenyum lembut.Radinka juga menyapa Amar dan duduk di sebelahnya. Kini dia dan Mila bagaikan berbagi tugas untuk menemani pasangan suami istri itu."Pak Radin dan Ibu Mila sudah sarapan?" tanya Amar."Sudah, Pak. Sebelum ke sini tadi. Bapak dan Ibu ... ke sini sendiri, atau ba
Kemilau terpana melihat kedua tangan Radinka yang terbentang di hadapannya. Berdamai? Apakah semua orang kaya akan melupakan semua perbuatan mereka dengan mudah? Atau apa karena Mila masih begitu muda sehingga pria ini mengira dia akan gampang dikelabui?Lalu tadi laki-laki itu juga memintanya untuk menjadi dirinya sendiri. Selama di Bali. Lalu, setelah pulang ke Jakarta apa dia diwajibkan akan menjadi babu lagi? Apa dia akan kembali disiksa dan dianiaya? Namun Mila sadar benar kalau mereka masih harus sandiwara. Keluarga Amar pasti sedang memperhatikan mereka. Perempuan itupun maju selangkah, sehingga semakin dekat dengan Radinka. Dia menatap wajah tampan itu dengan lekat."Tuan, saya sangat sadar kalau kita sedang bersandiwara. Tapi bisakah kita melakukan yang sewajarnya saja? Terus terang ... saya tidak nyaman dengan sikap Tuan yang seperti ini."Radinka terkejut mendengarnya? Jelas. Tangannya otomatis turun dengan perlahan. "Sampai kapanpun, kita tidak mungkin bisa berdamai. Ma
Sesampainya di vila, Radinka langsung masuk ke kamar tanpa berkata apa-apa. Ah, memang sejak kemarin juga seperti itu bukan? Dia selalu membiarkan Kemilau yang menutup pintu. Sekarangpun demikian, laki-laki itu tidak ingin ambil pusing. Kemilau sendiri tidak tau harus berbuat apa. Ingin senang atau bagaimana, dia bingung berat. Secara masih ada hari esok yang harus mereka lalui. Jika Radinka malah benar-benar mengabaikannya, lantas apa gunanya dia di sini? Tapi ya sudahlah. Toh ini adalah permintaan Kemilau bukan? Maka dengan ringan hati dia melangkah ke dalam kamarnya sendiri. Mandi, lalu memakai piyamanya yang lain. Setelah itu dia berniat untuk mengambil pakaian dari luar. Sudah malam, takut kembali lembab.Saat memeriksa ulang pakaiannya, Kemilau baru menyadari kalau pakaian dalam yang disebutkan Radinka tadi pagi tidak ada di sana. Bukankah tadi laki-laki itu bilang sudah memungutnya? Lalu ke mana perginya? Apa … Radinka … tidak mengembalikannya ke jemuran?Oh God!Kemilau cepa
Selama dua tahun terakhir, Bali dan segala isinya adalah momok yang sangat menakutkan bagi seorang Radinka Kevan Saskara. Setelah Mila meninggalkannya di tempat itu dengan cara yang tragis, dia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Hidupnya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Radinka kembali ke setelan pabriknya. Dingin dan tak tersentuh. Selama dua tahun memegang pemerintahan di Saska, dia berhasil menaikkan omset tahunan lima kali lipat dari jaman kejayaan ayahnya. Kepergian Mila membuatnya tidak punya pilihan selain fokus pada Saska. Radinka harus mengakui, kata-kata Mila sangat benar tentang Saska adalah tanggung jawabnya. Setelah dipikir-pikir kembali, alangkah bodohnya dia saat berniat melepaskan Saska demi hal lain yang belum tentu layak untuk diperjuangkan. Seperti Mila salah satunya. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kabar dari perempuan itu. Radinka juga tidak berusaha untuk mencari tau keberadaannya. Hati yang sudah membatu, membuat
Tidak hanya Radinka yang merasakan hati bagai tersayat-sayat. Kemilau juga sama. Sepanjang penerbangan ke London dia tidak berhenti menangis. Mengorbankan hidupnya ke dalam tangan Amar yang bahkan tidak dia kenal dengan baik, adalah satu hal besar yang sesungguhnya tidak ingin dia lakukan. Tapi dia tidak berdaya ketika Amar dan Adam selalu menerornya lewat pesan. Mengancam akan benar-benar menjatuhkan Saska jika dia tidak bersedia ikut ke London.Mila bahkan tidak tau apa tujuan sepasang orang tua ini membawanya ke sana. Bukankah itu tindakan yang terlalu berani? Sepanjang perjalanan Kemilau tidak bersuara. Sedikitpun tidak berkenan menjawab pertanyaan Amar dan Pratiwi. Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan, Mila masih betah dengan segala kebungkamannya.“Tersenyumlah. Karena itu membuatmu jauh lebih cantik.” Pratiwi mencoba menghibur cucunya. Namun jelas itu tidak penting. Kemilau tidak membutuhkannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Radinka. Entah bagaimana kabar pria
“Aku pengen jalan-jalan.” Mila sesumbar membuat permohonan saat Radika sedang memakai baju tidurnya. Wanita itu memeluknya dari belakang dan mencium tengkuknya dengan agresif.“Jalan-jalan ke mana, Baby?”“I don’t know. Mungkin Bandung, atau Bali lagi?”Radinka memutar tubuhnya dengan senyum yang sudah terlukis di wajah. “Kamu … mau honey moon sesi kedua?”Mila balas tersenyum lebar dan mengangguk dengan semangat. “Aku sumpek dengan semua yang terjadi belakangan. Pengen menghirup udara segar.”“Bali? Kapan?”“Bebas. Kamu bisa ijinin aku ke kampus ‘kan Sayangg?” Mila memohon manja.“Baiklah. Saya juga akan mengatur jadwal cuti lagi di kantor. Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa?”Lagi-lagi anggukan di kepala Mila membuat Radinka begitu yakin kalau Mila sudah memilihnya. Lusa berarti sudah melewati batas perjanjian dengan Amar. Kalau Mila sendiri yang meminta untuk jalan jauh, itu artinya Radin sudah bisa tenang.Dan Bali akan menjadi tempat yang akan Radinka benci seumur hidupnya
Nadya dan Greta sudah menanti kepulangan Radinka dan Kemilau. Meski dulu sempat tidak menyukai Mila, sekarang kedua orang itu justru tidak berharap Mila lebih memilih keluarga Amar. Sungguh nyata Allah adalah maha pembolak-balik hati. Saat Radin dan Mila muncul di ambang pintu, senyum di wajah Nadya langsung terkembang. Entah bagaimana bisa melihat sosok Kemilau ada di rumah ini terasa lebih baik dari pada tidak.Nadya menepuk kursi di sebelahnya, seperti memberi kode kepada Mila agar perempuan muda itu duduk di antara dia dan Greta. Dan Radinka membiarkan istrinya menuruti sang mama."Kami sungguh-sungguh meminta maaf." Nadya membuka pembicaraan. Memang inilah yang harus mereka bahas sekarang. Sebelum mereka kembali melanjutkan hidup dengan normal."Iya, Ma. Aku mengerti."Nadya mengambil kedua tangan Kemilau dan dia genggam begitu erat. "Maafkan semua perbuatan kami di awal-awal pernikahan kalian. Kami sungguh malu dan sangat menyesal."Lagi-lagi Kemilau harus menangis. Terpaksa. I
Setelah percintaan panas itu selesai, Mila menepati janji untuk menceritakan semuanya kepada Radinka. Mulai dari foto yang dia lihat di ruang kerja Adam, hingga obrolan Adam dan Sastri yang dia dengar kemarin siang. Kemudian tentang obrolan dia dengan Ibu Sulis saat di kampus, yang membuat dia sedikit curiga kepada Deva. Mila tidak mengurangi atau menambahi apapun. "Kenapa kamu lebih percaya kepada mas Adam dan mba Sastri? Bukan kepada saya? Kenapa kamu memilih untuk menyembunyikan ini, Sayang? Seandainya dulu kamu jujur saat saya bertanya tentang kedua orang tua kamu, mungkin urusannya tidak harus sampai sejauh ini." Kini Radinka sedang berada dalam pelukan Mila. Dia benar-benar ingin dimanja. Dia ingin Mila membelai rambutnya, wajahnya, semuanya. "Aku minta maaf. Aku masih egois dengan pemikiranku sendiri. Aku mengira ini bukanlah perkara besar. Maafkan aku." Mila tidak punya pilihan kata lain. Dengan lembut dia menyugar rambut Radinka dan melabuhkan kecupan panjang di setiap inc
*Sebelumnya maaf kalau ada typoMobil Radinka bergerak dengan cepat meninggalkan pelataran rumah Adam. Hasrat ingin melampiaskan rindu terhadap Kemilau begitu menggebu-gebu di dalam dirinya. Tangan yang tak berhenti tertaut melambangkan betapa dia sangat takut perempuan itu meninggalkan dia. Radinka sudah berjanji akan melakukan segala cara agar Kemilau memilih untuk bertahan di sisinya. Tidak perlu mempertimbangkan Amar dan keluarganya yang penghianat itu.“Sayang, aku kangen.” Mila tak sungkan-sungkan mengutarakan isi hatinya sambil meremas jemari Radin yang besar.“Kamu pikir saya enggak, hm? Kamu berhutang penjelasan tentang semuanya. Kenapa saya harus mengetahui ini dari orang lain, bukan dari kamu sendiri.”Mila menggigit bibir. “Aku akan menceritakan semuanya nanti. Dari awal.”“Better like that, Baby. Karena saya merasa bodoh ketika mengantar kamu ke kampus, lalu kamu pergi lagi tanpa sepengetahuan saya. Saya mencari kamu ke mana-mana tapi tidak ada yang tau kamu di mana. Saya
*Maaf kalau ada typoSemua orang tercengang. Nadya, Greta, Julian dan Kemilau sama sekali tidak kepikiran ke sana. Mendengar Radinka mengutarakan hal tersebut membuat mereka bertukar pandang satu sama lain. Berbeda dengan keluarga Amar yang membeku di tempat.Akhirnya … motif mereka mendekati Kemilau terbongkar sudah.“Benarkah?” Radinka mengulangi pertanyaannya dengan nada skeptis. “Apakah Sheza juga yang memberi tahu kalian bahwa Mila mendapat bagian yang begitu besar?”“Opa, benar begitu Opa?” Kemilau merasa kalau dia berhak untuk mendengar jawaban dari sang opa.“Kalau iya … bukankah niat kalian lebih busuk dari pada ayah saya? Kalian bahkan tidak perduli tentang kebakaran itu dan tentang orang tua Kemilau yang meninggal karenanya. Tapi kalian hanya peduli warisan itu? Begitu??”…“Kalian juga sengaja membuat syarat untuk kembali menguliahkan Mila. Supaya apa? Supaya saat waktunya kalian mengambil dia dari sisi saya, dia sudah siap untuk kalian jadikan robot pekerja, begitu?”“DIA
Feeling Nayda ternyata benar. Setelah mengetahui bahwa Kemilau adalah keponakan Adam, wanita itu langsung merasa bahwa ada yang tidak beres dengan keluarga Amar. Apalagi berdasarkan info dari Julian, Radinka tidak berhasil menemukan Mila di kampus. Nadia langsung tau di mana mereka bisa menemukan Mila. Dia mengajak Julian dan Greta segera pergi menyambangi rumah Adam.Bisa dibilang mereka tiba di waktu yang tepat. Persis saat Amar dan Pratiwi tiba, tapi kedua orang itu tidak menyadari kedatangan mereka. Nadya, Julian dan Greta tidak langsung masuk, memilih untuk berdiam sebentar di luar untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Dan sudah tentu ini adalah tentang peristiwa kebakaran itu.“Lantas apa yang kalian mau? Apa kalian pikir suami saya juga menginginkan kebakaran itu?” Nadya masuk menyahut ucapan bengis Amar dari ambang pintu. Hanya melihat Radinka dicecar secara verbal saja sudah membuat hatinya teriris-iris. Memang, harus diakui, menganiaya Mila seperti dulu adalah perbuat
Radinka melarikan mobilnya secepat kilat menuju rumah kediaman Adam. Sebelum orang-orang itu meracuni pikiran istrinya dengan yang tidak-tidak, lebih baik dia segera sampai. Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menbuat kekacauan di jalan raya. Namun untung saja kontrol diri laki-laki itu masih bekerja dan dirinya tidak sampai berurusan dengan pihak yang berwajib.Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Radinka turun dengan terburu-buru. Bahkan sampai pintu mobilnya terdengar berdebam keras dari dalam rumah. Adam, Sastri dan Kemilau berdiri karena kaget.“Mila!” Teriakan itu membuat tubuh Kemilau seketika dibanjiri bermacam rasa. Campur aduk. Senang tapi sedih. Rindu tapi bingung. Sosok yang sedari tadi mereka bicarakan akhirnya muncul di depan mata dengan napas yang tersengal hebat.Dua pasang mata itu saling menatap. Sama-sama ada kerinduan yang tersirat di sana. Namun, sebagaimana yang mereka sudah ketahui bersama, ada sebuah batu besar yang kini menghalangi sehingga raga mereka