Kemilau tidak tau kenapa dia tiba-tiba harus ke salon untuk melakukan perawatan. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada yang terlewat. Semuanya persis seperti kemarin, saat pengacara Jordhy alan datang ke rumah. Termasuk jari tangan dan kakinya yang di meni pedi. Apakah mereka akan kedatangan seseorang yang jauh lebih penting dari Roni? Karena perawatan yang Mila jalani sekarang jauh lebih banyak. Nadya juga menyarankan supaya rambutnya dipotong sampai di bawah bahu, sehingga lebih pendek. Kemudian diberi sedikit warna supaya lebih fresh. Di creambath dan juga di blow. Wajah Mila juga entah sudah berapa kali dilapisi cream wajah. Ada yang untuk peeling, ada yang untuk masker saja.Rasa curiga Mila semakin menjadi saat Nadya membawanya masuk ke dalam salah satu luxury store milik brand terkenal. Perempuan itu membelikannya baju formal dan semi formal dengan jumlah yang cukup banyak. Sepuluh potong menurut Mila sangatlah banyak. Belum selusin dalaman, tiga buah tas dengan beda
Radinka terbelalak. Hampir saja amarahnya meledak di tempat ketika Kemilau terjatuh menimpanya dan mengeluarkan isi perutnya di atas jaket mahal milik laki-laki itu. Tapi untungnya dia langsung tersadar kalau mereka sedang berada di tempat umum. Dia mendorong tubuh Mila dengan cepat, namun tetap berusaha menyamarkan gerakannya yang kasar.Pramugari yang menghadang Kemilau tadipun dengan cekatan membantu wanita itu berdiri dan membawanya kembali duduk. “Maaf ya, Bu. Sabuk pengamannya saya pasang kembali.” Radinka sudah jelas langsung membuka jaketnya. Asli, otaknya blank, tidak tau harus berkata apa kepada Kemilau sekarang. Yang pasti dia kesal dan sangat marah. Namun dilihatnya perempuan itu sedang terkulai di tempat duduknya.“Apa ibu mabuk udara?” Pramugari bertanya kepada Radinka yang dia tau adalah suami wanita muda itu. Setidaknya begitulah yang tertera di lembar daftar penumpang.“Ti—tidak.” Radinka menjawab persis seperti jawaban Kemilau tadi. Tapi sepertinya perempuan itu be
Ini adalah kali pertama Kemilau menginjakkan kakinya di pulau Bali. Pulau yang merupakan salah satu destinasi wisata terbaik di Nusantara. Sejak kecil, dia hanya bisa mendengar cerita teman-temannya yang sudah pernah datang ke tempat ini. Perekonomian keluarga Mila yang pas-pasan membuat mereka jarang liburan, apalagi ke tempat yang jauh dari kota Jakarta.Siapa sangka akhirnya dia ada di sini karena statusnya sebagai istri Radinka? Dan catat, dengan segala kemewahan yang tidak pernah dia bayangkan. Naik maskapai nomor satu di Indonesia, kelas bisnis, dibekali barang-barang branded dari ujung rambut hingga ujung kepala. Untuk kali ini, Mila memilih untuk menerima status yang dia sandang sekarang. Apalagi dia dan Radinka akan sering bersandiwara selama di sini. Alangkah baiknya kalau Mila menikmati semuanya dan melupakan sejenak kejahatan yang sudah dilakukan oleh keluarga Saskara terhadapnya. Hanya untuk beberapa hari ke depan.Akhirnya mereka sampai di vila dan sudah ada Rendy yang
Rendy membawa Radinka dan Kemilau menuju sebuah villa yang berjarak lima belas menit dari villa sebelumnya. Sepanjang perjalanan Radinka berbicara banyak dengan laki-laki itu. Tentunya tentang Bali dan segala isinya. Mungkin, dari pada canggung dengan Kemilau, Radin memilih sibuk dengan obrolan mereka. Namun tangan laki-laki itu tetap menggenggam jemari istrinya agar tetap terlihat mesra di mata Rendy.Kini mereka telah tiba di sebuah vila bergaya klasik yang cukup besar. Vila yang menunjukkan bahwa si empunya bukanlah orang sembarangan. Bahkan tempat parkirnya begitu luas. Muat puluhan mobil kalau dikira-kira. Rendy parkir dekat dengan bangunan rumah agar kedua tamunya tidak perlu berjalan jauh. Dia membukakan pintu untuk Kemilau, karena dia tau Radinka tidak masalah kalau keluar sendiri.“Terima kasih, Pak.” Kemilau berucap seraya tersenyum manis. Setelah itu dia melihat Radinka kembali berjalan ke arahnya. Tentu saja karena mereka harus berjalan berdampingan ke dalam rumah.“Ayo, Sa
“Panggil nenek saja, atau oma juga boleh.” Pratiwi menggenggam jemari Kemilau dengan erat. Dengan cara yang berbeda. Dan ternyata ‘rasa’ itu tersampaikan kepada Kemilau yang membeku beberapa detik kemudian.Oma?“Sayang?” Radinka meremas pundaknya untuk membawanya keluar dari lamunan.“Ah … ba—baik, Oma.” Kemilau tersenyum begitu manis dan penuh arti. Semoga saja firasatnya keliru.“Senang bertemu dengan Pak Amar dan Ibu Pratiwi. Terima kasih untuk fasilitas yang diberikan untuk kita. Saya dan istri merasa sangat terhormat.”“Sudah kewajiban saya, Pak Radin. Secara saya yang mengundang Bapak dan Ibu datang ke Bali. Mari mari, duduk. Kita harus menyantap makanannya sebelum keburu dingin.” Amar mempersilakan kedua tamunya duduk di kursi yang sudah tersedia di meja bundar itu. Radinka membukakan kursi untuk Mila sebelum dia duduk di kursinya sendiri. Amar memberi kode kepada para pelayan untuk mengeluarkan makanan pembuka alias appetizer. Ada potato sup plus salad sayur yang kini terhid
“Maafkan oma, ahhh, oma juga jadi sedikit baper karena ingat anak oma yang udah lama pergi.” Pratiwi juga ikut merasa bersalah karena sudah merusak suasana meja makan. Jari tangannya menepis air yang sudah menumpuk di sudut matanya yang keriput.“Nggak apa-apa, Oma. Maafkan saya yang sudah membahas hal-hal sensitif seperti tadi.” Mila memanjangkan tangannya untuk mengusap punggung tangan Pratiwi. Perempuan itu memang begitu peka dan sensitif. Dia tidak ingin orang lain merasa bersalah kepadanya.“Hm. Seharusnya saya tidak membahas kasus-kasus nggak penting itu. Sudah, lupakan. Yang pasti, saran saya, kalau bisa Ibu Kemilau harus lanjut kuliah. Sayang sekali, dia anak yang cerdas. Mungkin kelak dia bisa menjadi pengacara yang sukses dalam menangani banyak kasus.” Radinka mengangguk-angguk. Entah kenapa dia sepakat dengan Amar. Eh? Pikiran apa itu? Apakah dia juga mengakui bahwa Kemilau adalah anak yang cerdas?***Tak terasa, sudah tiga jam lamanya Radinka dan Kemilau berada di vila
“Sheza, sori, nanti saya sambung lagi.” Radinka mematikan panggilan tanpa menunggu balasan dari Sheza. Dia langsung menunduk untuk memungut sandal tersebut.Shit!! Tidak mungkin Mila pergi dan meninggalkan satu sandalnya bukan? Dan benda ini berada sekitar sepuluh meter darinya. Itu berarti Mila sudah tidak ada di belakangnya sekitar beberapa detik yang lalu. Harusnya masih ada di sekitar sini.“Kemilau!!” Radinka berteriak menyebutkan nama perempuan itu, sambil memutar kepalanya tiga ratus enam puluh derajat. Tidak ada sahutan.Shitt! Harus dari mana dia memulai? Radinka melihat apakah ada jejak telapak kaki Mila yang tertinggal di tanah. Sayang sekali tidak ada. Sial!!Radinka harus bergerak entah kemanapun itu. Laki-laki itu berlari ke salah satu arah. Lebih tepatnya ke salah satu lorong gelap yang memungkinkan orang untuk melakukan kejahatan. Dia memutar badan dan kepala saat kakiknya bergerak ke sana kemari. Sama sekali tidak ada orang yang berkeliaran di luar, jadi Radin tidak b
Gedoran Radinka semakin menjadi. Tentu saja itu membuat Mila tidak nyaman. Ada urusan apa gerangan sampai harus menggedor kamarnya seperti itu? Gadis itu tidak habis pikir. Dia terpaksa membersihkan dirinya dengan kilat. Membuang semua tanah yang ada di rambut, tangan, betis dan telapak kaki, kemudian menaburkan sabun cair di sana-sini. Jangan sampai Radinka menganiaya dia hanya karena lelet membuka pintu.Dia juga memakai baju dengan cepat. Sepasang piyama berbahan katun dia pilih karena berada di tumpukan paling atas. Rambutnya yang basah sengaja dibungkus di dalam handuk. Semoga saja Radinka tidak menganggap itu sebagai tindakan yang kurang sopan, karena mau bagaimana lagi?“Kamu ngapain aja di dalam? Sudah lima menit, Kemilau!” Suara laki-laki itu kembali terdengar, membuat Mila sangat gugup. “Se—sebentar, Tuan.” Dia menyahut sambil berlari ke arah pintu. Diputarnya kuncian sebanyak dua kali ke arah yang berlawanan. Saat itu juga gagang pintu langsung bergerak dan daun pintu terd