Share

Bab 15 (Fatma)

last update Last Updated: 2023-03-22 15:27:06
"Saya bersedia menerima tawaran Mas Reza dengan beberapa syarat. Yang pertama, Ikhda hanya boleh dibawa ketika Mas Rizki mengizinkan karena beliaulah Ayah Ikhda. Yang kedua, Ikhda tidak akan ikut bersama Anda sekalian hingga Mbak Putri bisa mengandung, tetapi dalam jangka waktu dua minggu saja. Jika belum genap dua minggu namun terjadi sesuatu pada Ikhda, misalnya sakit mungkin, maka saya akan mengambil anak saya kembali," ucapku panjang lebar. Kedua suami istri di depanku, Mas Hikam, dan Ibu menyimak ucapanku hingga selesai.

Mas Reza dan Mbak Putri saling berpandangan, lalu Mbak Putri mengangguk pada suaminya. "Baik," ucap Mas Reza padaku dengan tegas. "Kami setuju," lanjutnya.

Mas Reza memintaku untuk menghubungi Mas Rizki hari ini juga, Mas Hikam berbicara pada Ibu dan Bapak di ruang tengah karena kedua orangtua kami sepertinya belum sepenuhnya paham dengan maksudku.

"Mengapa tidak telepon saja, Mbak?" Mbak Putri terlihat tidak sabar melihatku mengetikkan sesuatu di layar handpho
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g waras banget nih si fatma. ada orang yg meminjamkan anaknya yg masih bayi pada orang lain. apa otaknya si fatma udah g berfungsi dg benar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 16 (Fatma)

    Hari keempat belas pun tiba, aku menunggu kedatangan Mbak Putri dan Mas Reza yang hari ini akan memulangkan Ikhda ke rumah kami. Bapak dan Ibu sedang mengurus sawah bersama para tetangga, sementara Mas Hikam sudah memberitahuku bahwa Ia harus mendampingi Mbak Salis periksa ke dokter. Mobil Avanza biru berhenti di halaman rumah kami disertai bunyi klakson. Aku yang sedari tadi menunggu di jendela ruang tamu bergegas keluar dan menyambut kedatangan anakku. Mas Reza membuka pintu penumpang dan anakku keluar bersama perempuan berhijab biru muda. Ikhda tampak bahagia di gendongan Mbak Putri, aku mengambilnya dengan hati-hati. "Wah, anak Bunda akhirnya pulang. Gimana belajarnya sama Tante Putri, Sayang?" Kukecup keningnya. Mbak Putri tersenyum senang. "Akhirnya saya bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki anak walaupun cuma dua minggu," ujarnya. Mas Reza mengiyakan ucapan istrinya. Setelah berbasa-basi sejenak di emperan rumah, aku menyilakan kedua tamuku masuk lalu menyuguhkan air p

    Last Updated : 2023-03-23
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 17 (Fatma)

    Setelah kejadian tidak menyenangkan itu, komunikasi antara diriku dan keluarga Mbak Putri terputus. Aku enggan menyapanya terlebih dahulu, Mbak Putri pun tidak pernah mengirimiku pesan. Seperti ada jarak di antara kami, namun tak nampak. Aku hanya sanggup berdoa semoga Mbak Putri dan Mas Reza baik-baik saja.Membesarkan anak seorang diri membuatku banyak belajar, belajar sabar dan ikhlas, belajar istiqomah menjalankan ibadah wajib dan sunah, belajar menjaga kesehatan diri sendiri dan merawat anakku, dan masih banyak lagi. Aku bekerja freelance karena Bapak dan Ibu memintaku untuk tidak meninggalkan Ikhda. "Bukannya Bapak dan Ibu tidak mau dititipin cucu, Fat. Tapi kasih sayang Ibu jauh lebih dibutuhkan oleh anak. Biarkan Ia mengenal orangtuanya lebih dekat," ucap Ibu.Berbulan-bulan aku kerja freelance, gajinya tidak seberapa tapi aku harus tetap bekerja untuk diriku sendiri. Pantang bagiku mengharapkan belas kasihan orang lain, walau terkadang aku bosan dengan makanan itu-itu saja,

    Last Updated : 2023-03-29
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 18 (Fatma)

    "Mas Rizki besok datang ke rumah, Mas," aku mengirimkan chat kepada Mas Hikam. Bagiku Ia satu-satunya keluargaku yang masih bisa berpikir logis dan netral. Mendatangkan mantan suami ke rumah orangtua bagiku sangatlah berisiko, aku berharap Mas Hikam bisa membantuku mengendalikan situasi."Ada acara apa?" Balas Mas Hikam."Dia mau nengok Ikhda," jawabku dengan lugas. "Cuma itu saja? Nggak ada yang lainnya?" "Tidak, Mas," memangnya apa lagi? Semua urusanku dengan Mas Rizki sudah selesai, perkara Mas Rizki ingin menengok anaknya itu adalah haknya sebagai seorang ayah."Apa aku perlu tunjukkan bukti percakapanku dengan Mas Rizki?""Iya," jawab Mas Hikam singkat.Aku men-screenshot percakapanku dengan Mas Rizki dan mengirimkannya kepada Mas Hikam. Sembari menunggu balasan dari Mas Hikam, aku menemani Ikhda bermain bola plastik."Ini ambigu, Ia tidak menjawab pertanyaanmu. Kalimat 'Minggu ini aku akan ke rumahmu' juga tidak dijelaskan tujuannya apa," beberapa menit kemudian balasan Mas Hi

    Last Updated : 2023-03-31
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 19 (Hikam)

    Dua tahun setelah proses hukum perceraian Fatma dan Rizki selesai, kami kembali diuji dengan takdir lain yang membuat hati kami menangis pilu siang malam …."Pemirsa, telah terjadi kecelakaan pesawat Indonesia dengan nomor N1552 di wilayah Laut Lakadewa dini hari waktu setempat. Burung besi tersebut naas jatuh bersama seratus enam puluh penumpang belum termasuk awak pesawat dikarenakan cuaca buruk. Para penumpang adalah Jemaah Haji Indonesia kloter pertama yang diberangkatkan dari Jakarta setelah sepuluh hari sebelumnya menerima pembekalan di Asrama Haji."Seluruh jemaah haji asal Indonesia korban jatuhnya pesawat N1552 tersebut masih dalam proses pencarian. Korban akan dipulangkan kepada keluarga masing-masing setelah menjalani otopsi di Rumah Sakit terdekat. Pihak maskapai penerbangan yang bersangkutan beserta pemerintah akan bertanggung jawab mengembalikan seluruh biaya haji kepada keluarga korban. Selain itu, agen resmi Pelaksanaan Haji dan Umrah yang bekerja sama dengan pemerinta

    Last Updated : 2023-04-01
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 20 (Hikam)

    Roda kehidupan terus berputar tanpa henti, peristiwa gugurnya kedua orangtuaku saat pemberangkatan ibadah haji, membuatku semakin terpacu untuk pergi ke tanah suci menghajikan mereka. Aku mendapat kompensasi tujuh puluh lima persen untuk berangkat haji tahun depan sebagai ganti rugi atas apa yang terjadi pada orangtua kami.Dengan izin Alloh, aku juga akan menghajikan Bapak dan Ibu di tanah suci. Bertahun-tahun Bapak dan Ibu menabung demi menunaikan rukun Islam yang kelima, namun ajal mendahului mereka di detik-detik yang sangat dekat. DrrrtAku meraih handphone di meja dengan hati-hati agar tidak membangunkan anak dan istriku. Fatma mengirimiku pesan, satu-satunya perempuan yang chatnya menduduki posisi paling atas di layar handphoneku setelah Salis."Assalamu'alaikum, Mas," chatnya. Ia sedang mengetik lagi."Wa'alaikumussalam, Fat. Ada apa?" Biasanya Ia akan mengatakan sesuatu yang penting jika menghubungiku malam-malam begini. Aku menyandarkan punggungku di kepala ranjang."Mas Ri

    Last Updated : 2023-04-01
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 21 (Hikam)

    "Fatma, terimakasih sudah menerima Rizki kembali, Nak," Umi merangkul Fatma seusai acara seserahan. Rizki menyanggupi proses persiapan pernikahan dilaksanakan dengan cepat. Aku sendiri yang meminta hal itu untuk membuktikan apakah Ia serius atau tidak. Hari ini Abah dan Umi mendampingi Rizki pada acara seserahan. Awalnya mereka meminta agar persiapan dilaksanakan lebih lama lagi agar bisa melaksanakan pesta yang lebih besar."Tidak usah, Umi. Menikah itu yang penting syarat rukunnya terpenuhi, bukan pestanya," tanggapku."Sekarang banyak wedding organizer yang bisa bekerja dengan cepat walaupun mahal, kalau Mas Rizki menghendaki bisa menggunakan jasa-jasa tersebut. Kita tidak perlu waktu yang lama untuk menunda akad nikah," ujar Salis menengahi.Istriku memang suka mendatangi bazar event organizer dan lebih banyak tahu dari pada diriku. Tapi mendengar kata-kata 'walaupun mahal' dari Salis aku bergidik, bagiku standar mahal versi Salis sangat jauh dari pada orang pada umumnya. Ia suda

    Last Updated : 2023-04-02
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 22 (Hikam)

    "Oh, yang menang timnya itu toh, timnya Reza yang sampai sekarang nggak punya anak?""Belum punya anak? Mandul?""Mandul? Impotensi mungkin?""Gimana toh? Terakhir dengar, katanya dia mau poligami.""Wah, hebat. Satu istri tidak cukup?""Sudah, sudah. Jangan banyak ngomongin urusan orang. Kita konsentrasi saja ke open tender berikutnya," aku berusaha menghentikan obrolan anak buahku yang menjurus ke ghibah.Aku mengerti anak-anak buahku tidak puas dengan hasil lelang barusan, seperti diriku. Nasib buruk sedang menimpaku, aku kalah telak dari timnya Reza. Kecewa? Tentu saja. Tapi aku tidak berhak menjelek-jelekkan lawan mainku, apalagi mengusik urusan rumah tangganya.Sembari berusaha ikhlas, lima hari penuh aku berkonsentrasi untuk mengikuti open tender berikutnya, riset, media presentasi, dan lain-lain kusiapkan semua. Aku terlonjak ketika handphone-ku tiba-tiba berdering, ada apa Salis menelpon tengah malam?"Hallo, Rez." Ternyata Hannan."Iya, Han?" Untuk apa Hannan telepon malam-m

    Last Updated : 2023-04-02
  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 23 (Hikam)

    Dua hari aku dan Rizki menyimpan wasiat ini, rasanya sangat berat. Kehilangan saingan bisnis sekaligus seorang sahabat membuat perasaanku seperti ada yang ganjil. Aku benar-benar membutuhkan jalan keluar untuk menyikapi hal ini. Jika wasiat itu benar-benar kami laksanakan maka salah satu di antara aku atau Rizki akan berpoligami. Jika tidak beruntung maka rumah tangga kami akan berantakan, perempuan mana yang mengikhlaskan suaminya menikah dengan perempuan lain."Mas, kita harus bagaimana? Ada titik terang?" Tanya Rizki kepadaku."Kita selesaikan dulu hajatmu dengan Fatma, baru kita urus yang ini," jawabku pada Rizki."Tapi Putri tidak memiliki masa 'iddah, Mas," bantahnya, kebiasaan Rizki yang menurutku susah untuk diajak bicara secara dewasa. Putri memang tidak memiliki masa 'iddah karena Ia belum pernah dicampuri oleh almarhum Reza, tapi bukan itu permasalahan yang kumaksud."Tapi itu tidak mendesak, Riz. Wasiat Reza tidak menyebutkan waktu yang spesifik. Jika Kau menunda menikahi

    Last Updated : 2023-04-03

Latest chapter

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 100 (Rizki) TAMAT

    "Masya Alloh, di sini kelihatannya terik banget dan gersang tetapi tetap adem," gumam Rizki. "Kuasa Alloh, Pak. Tumbuh-tumbuhan juga tetap subur di sini," tanggap Ustadzah Muniroh. Mereka terus berjalan menyusuri jalanan Kota Tarim yang kanan kirinya sudah penuh dengan bangunan bertingkat. Gedung-gedung tersebut mayoritas adalah tempat tinggal penduduk dan tempat menuntut ilmu. Masjid-masjid tersebar sangat banyak di penjuru kota, tetapi selalu ramai oleh jamaah. "Walaupun ada pasar dan tempat-tempat belanja tapi nggak ada yang ngiklan pakai joget-joget dan nyanyi-nyanyi. Tapi tetap laku, kenapa ya, Ustadzah?""Ya, itu 'kan budaya kita. Tapi Pak Rizki 'kan tahu kalau di Tarim hampir semua orang ahli ibadah dan sangat taat. Mereka selalu menghindari hal yang makruh, apalagi haram. Musik di sini hukumnya makruh, Pak," ucap Ustadzah Muniroh. "Oh iya ya." Rizki takjub dan bersyukur bisa menemukan tempat seperti ini, suasananya sangat berbeda dengan kehidupan pribadinya. Sejenak, ia me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 99 (Febi)

    Suara deru truk terdengar dari pintu gerbang samping, beberapa pegawai yang bertugas di gudang keluar termasuk Febi. Saat truk itu berhenti di depan pintu gudang, betapa terkejutnya Febi karena sang sopir ternyata adalah Hilal. Ia memang tahu bahwa lelaki itu kini bekerja di perusahaan milik Pak Rizki, tetapi mengapa harus lelaki itu yang mengantar barang sekarang?Para lelaki pengangkut barang membongkar setelah Hilal melakukan konfirmasi ke supervisor. Saat barang-barang itu dibongkar, Febi tak bisa mengelak lelaki itu mendekatinya. "Selamat ya, samawa," ucap Hilal padanya singkat."Hah?" Febi mengerutkan dahi, yang baru saja menjadi pengantin adalah Pak Rizki dan Ustadzah Muniroh. Namun, Hilal tiba-tiba mengucapkan selamat dengan setengah hati padanya. "Harus banget ya, gue tahu dari orang lain? Dari medsos pula," ucap Hilal. Seketika Febi baru ingat bahwa Mas Alvian memang meng-upload foto-foto pre-weddingnya. Hilal pasti sudah tahu karena kemungkinan besar lelaki itu selalu me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 98 (Hikam)

    Hikam mengembuskan napas, ia memijit pelipisnya. Ia ingin sekali saja memiliki hidup yang damai seperti dulu. Namun, kini ia sudah merasakan sendiri bahwa berpoligami tidak lah seperti di dalam dongeng. Masalah demi masalah datang saling bergantian seperti tidak akan ada habisnya. Hikam menyambar kunci mobil dan bergegas memanaskan mesinnya, ia akan menjemput istri keduanya di rumah mertuanya. Berkat banyaknya teman yang ia kenal, ia bisa tahu bahwa mobil Putri terdeteksi melewati sebuah jalan tol menuju kota kelahirannya. "Hallo, Put. Assalamu'alaikum," sapa Hikam sembari menyetir mobilnya setelah mencoba menelpon berkali-kali. "Wa'alaikumsalam," jawab Putri tanpa sepatah kata pun setelahnya."Kabarin Mama ya, aku mau datang." Hikam langsung to the point mengabarkan perjalannya. Tak ada jawaban dari Putri, mungkin wanita itu terkejut. "Mas Hikam lagi ke sini? Aku juga lagi di jalan, Mas. Ini lagi balik," ucap Putri membuat Hikam sontak mengerutkan dahinya. "Lho, lagi di jalan ju

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 97 (Salis)

    Akad nikah di rumah orangtua Muniroh berlangsung lancar, Salis dapat melihat jelas wajah-wajah sumringah keluarga teman dekatnya. Abah dan Ummi juga tidak henti-hentinya mengucapkan syukur karena akhirnya putra mereka menemukan sandaran hatinya kembali."Mohon maaf, Bapak Ibu. Yang masuk mobil hanya pengantin dan pendamping, nggih. Kita sudah ada bus yang juga nyaman yang bisa bawa Bapak Ibu sekalian," ucap Hikam dengan ramah saat mereka akan berangkat acara unduh menantu. Para kerabat dan tetangga yang tadinya berebut ingin masuk mobil pun menyahut mengerti."Pakai motor sendiri juga boleh kalau khawatir mabuk kendaraan," sambung paman Muniroh membantu Hikam menertibkan para pengiring pengantin.Ballroom telah disulap demi menyambut sepasang pengantin baru, ribuan tangkai bunga menghiasi ruangan dan menambah semerbak wangi. Musik gambus ala padang pasir beralun merdu saat Ustadzah Muniroh dan Rizki berjalan bergandengan menuju panggung pelaminan. Salis tersenyum haru, Ustadzah Munir

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 96 (Putri)

    Air mata tak bisa dibendung sepanjang perjalanan, Putri telah memutuskan untuk meninggalkan kota tempat tinggal yang membesarkan namanya. Di sampingnya, Fadhil tertidur pulas sehingga ia bisa menyetir tanpa terganggu. Dalam hati kecilnya, ia sangat berharap keluarga orangtuanya masih sudi menerimanya kembali. Pertengkarannya dengan Mas Hikam maupun dengan madunya sangat membuat perasaan Putri seperti teriris-iris. Ia merasa di dunia ini tak ada yang sudi melindunginya. Sampai saat ini, Hikam pun belum menghubunginya sama sekali. Ia tahu bahwa lelaki itu memiliki kesibukan dan juga keruwetan hidup yang tidak banyak diketahui orang lain. Tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki itu telah mengabaikan dirinya."Sudah sampai mana, Ketvira?" Suara ibunya di seberang telepon."Sebentar lagi sampai, Ma," sahut Putri. "Oke, Mama masih masak-masak. Kamu nggak usah beli makan di jalan, nanti makan di rumah saja.""Oke, Ma."Putr

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 95 (Hikam)

    "Riz, jangan lupa Ustadzah Muniroh-nya juga disiapkan." Hikam menepuk pundak Rizki saat mereka bersama-sama memantau persiapan pesta resepsi di sebuah ballroom. "Beres, Mas. Baju untuk akad sama tukang makeup sudah kuantar," jawab Rizki mengacungkan jempolnya."Akomodasi keluarganya untuk ke sini sudah?" tanya Hikam."Oh, belum. PO yang fast respon ada nggak, Mas?" Rizki pun panik, ia benar-benar lupa mengurus perjalanan keluarga calon istrinya. "Ada, ini kartunya. Lumayan mahal ongkosnya tapi ...." Hikam mengeluarkan selembar kartu nama dari dompet. "Tidak apa-apa, yang penting bisa dipakai langsung," sahut Rizki. Salah satu ballroom di sebuah hotel ternama, tengah disulap sedemikian rupa untuk menjadi saksi pernikahan Rizki. Kursi-kursi tamu undangan disiapkan mengitari meja bundar berukuran besar. Panggung pelaminan didekor dengan bunga-bunga beraneka warna. Sound system dipastikan siap digunakan.Dalam hati yang paling dalam, Hikam senang karena akhirnya Rizki menemukan pengga

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 94 (Muniroh)

    Rumah orangtua Muniroh di kampung penuh dengan tamu-tamu, baik dari kalangan kerabat maupun tetangga. Meskipun tidak mewah, keluarga Muniroh mengadakan acara selamatan. Di dapur, ibu-ibu bekerja sama memasak. Para lelaki tengah memasang tenda di halaman rumah. Acara selamatan akan diadakan sore nanti. "Bu, cabainya jangan kebanyakan.""Oke. Perlu pakai tambahin toge nggak?""Boleh, tambahi garam juga."Suasana dapur cukup ramai ketika Muniroh baru masuk untuk menyeduh air teh. "Ssst. Perempuan kok nikah tiga kali, kagak umum." Tiba-tiba terdengar bisik-bisik dari orang yang mungkin tidak menyadari kehadiran Muniroh di sekitar mereka."Iya, tapi gimana lagi. Namanya juga nasib," sahut ibu-ibu yang tak jauh dari ibu tadi. "Kalau gue mah, mending nggak usah nikah-nikahan lagi. Malu.""Lakinya kaya mungkin.""Mungkin ya."Muniroh pura-pura tidak mendengar pembicaraan barusan, ia sudah biasa mend

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 93 (Febi)

    Mas Alfian menjemput menggunakan motor seperti biasa, tetapi kali ini lelaki itu tidak membawanya ke kantor untuk berangkat kerja bersama-sama, melainkan menuju sebuah butik ternama yang menyediakan aneka gaun pengantin. "Ini butik pilihan ayah," ujar Febi setibanya di tempat parkir."Besar juga, ayahmu lumayan pandai memilih," tanggap Mas Alfian menghargai pilihan calon mertuanya."Dulu almarhumah ibuku juga fitting di sini, kata ayah," ucap Febi.Mereka pun disamput oleh pegawai butik yang sudah meluangkan kesempatan untuk Febi setelah Febi membuat janji sejak dua hari yang lalu. Berbagai model gaun pengantin dipajang di dalam etalase."Mau pilih yang mana?" tanya Mas Alfian. Ia sendiri juga ikut bingung karena di matanya semuanya bagus. "Pilih gaun untuk pengantin muslim tentunya," jawab Febi."Oh, kalau khusus untuk yang bisa berhijab di sebelah sini, Mbak. Nanti kita bisa pilih model hijabnya juga," ujar pegawai t

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 92 (Salis)

    Acara Fashion of the City yang merupakan ajang kontes kecantikan sekaligus peluncuran brand baru di sebuah mall, berlangsung sangat ramai. Salis bersama ibu-ibu muda lainnya datang beramai-ramai karena banyak diskon. Tak lupa Ia menggandeng Aghni."Mbak Salis." Salah satu temannya mengedipkan satu mata sembari melirik ke samping.Tak jauh dari rombongannya berada, ada wanita yang paling Salis hindari. Wanita itu datang seorang diri dan nampak tengah bersalaman dengan seseorang dari perwakilan brand. "Bukannya itu Mbak Putri?" bisik teman lainnya."Iya, ssst. Diam saja," balas Salis berbisik dengan lebih pelan."Gayanya, emang dia kenal sama pemilik brand ya?" Teman-teman Salis mulai mencibir, mengobarkan api di benak Salis. Mungkin saja Putri memang kenal karena wanita itu adalah seorang pengusaha ternama."Pelakor kok nggak punya malu. Ayo kita samperin saja, kita lihat nyalinya samapi mana." Salah satu teman Salis menghentakka

DMCA.com Protection Status