Share

Selingkuh?

Author: Nandreans
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Jangan asal bicara kamu, Tami!” Arjuna mengalihkan pandangannya ke arah lain, sementara jemari tangan kirinya meremas stir mobilnya kuat-kuat. “Aku justru akan sangat bahagia kalau bisa menyaksikan pernikahan Anjas dengan Viviane. Mereka pantas bahagia. Mereka sudah seharusnya mendapatkan kebahagiaan itu.”

“Oh ya?” Viviane menarik napas dalam, kemudian menghelanya. “Aku nggak tahu masalah apa yang sedang kalian hadapi tapi apakah kamu menikahiku hanya karena takut? Maksudku, kamu takut hidup?”

Juna menggeleng, tapi itu jelas dibuat-buat. “Jangan gila, Tami. Buat apa aku melakukan hal konyol semacam itu?”

“Ya, siapa tahu saja kan?” ujar Tami dingin. “Aku kan juga nggak tahu bagaimana kondisi kalian sebenarnya. Tapi, sejujurnya aku heran, kenapa orang sebesar kamu malah kepikiran untuk menyewa perempuan menjadi istri palsu,” lanjutnya. “Kenapa kamu tidak mencari perempuan yang sungguh ingin menikahimu? Apa itu namanya kalau ..., kamu takut hidup?”

Yang dikatakan oleh Tami ada benarnya.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bukan Cinta Buta   Hubungan

    “Maksud Bapak apa?” Tatapan mata Gina seolah menandakan bahwa ada rahasia yang coba dia sembunyikan. Jelas sekali. Namun, Juna hanya tersenyum kecil sambil melanjutkan, “Kamu harus berhati-hati, Gina. Tidak banyak orang yang mau belajar pada kesalahan orang lain. Dan sepertinya, kamu telah merencanakan semua ini sejak lama. Kenapa?” “Pak Juna bicara apa?” jawab Gina gugup. Sekujur tubuhnya seolah menggigil. “Saya nggak paham.” Juna mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu tahu apa yang saya maksud. Kamu dan Ruben punya hubungan spesial kan?” “Heh?” “Kalian berdua menipu gadis itu, bukan?” “Tidak!” Gina menegaskan. “Saya sama sekali nggak punya rahasia apapun. Itu hanya perasaan Bapak saja.” Dia menyeka keringat di keningnya. “Ya sudah ya, Pak. Saya mau –” “Tami datang untuk menemui Ruben,” sela Juna. “Lebih baik kamu kembali saja.” Mendengar hal tersebut, Gina menoleh. Tatapannya redup. Kemudian, dia menghela napas panjang. Menandakan bahwasanya dia tak bisa menanggung perasaan t

  • Bukan Cinta Buta   Viviane

    Arjuna bisa melihat ibunya yang sedang berdiri di depan pintu, tepat ketika dia menghentikan mobil di pekarangan. Nyonya Anggara jelas sangat mencemaskan putra pertamanya itu. Yah, bagaimanapun juga apa yang menimpa Juna sebelumnya seolah telah merobek perasaan wanita paruh baya itu. Dia sangat mencemaskan putra sulungnya.“Tami, kamu jangan bicara apa-apa ke Mama ya?” Sekali lagi, sebelum membuka pintu mobil Arjuna memperingatkan sang istri. Suaranya tegas dan penuh penekanan. “Dann, jangan singgung apapun soal donor jantung.”Tami hanya bisa mengangguk-angguk saja. Meskipun jelas sebenarnya dia sangat tersiksa. Terlebih dia ingin semua ini cepat berakhir. Namun, mau tak mau Tami harus mengikuti arahan suaminya. Dia turun dari mobil, menarik kedua ujung bibirnya lalu menghampiri sang mertua.“Mama sudah lama?”“Nggak kok, Tam.”“Vivi mana, Ma?”“Di dalam.”“Sudah dibuatkan teh?”“Sudah.”“Ma,” Juna yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. “Aku mau ke toilet dulu ya. Mau buang air ke

  • Bukan Cinta Buta   Rencana Viviane

    “Dia mulai curiga sama kita.” Arjuna berdiri di teras sambil menikmati secangkir teh hangat, sementara Tami yang ada di sampingnya hanya bisa menghela napas panjang. Keduanya memperhatikan deburan ombak di kejauhan yang menimbulkan keindahan malam, di antara bebatuan karang, pohon kelapa berdiri kokoh meskipun diserang oleh angin kencang. “Aku nggak menyangka kalau dia bisa kepikiran sejauh itu.” “Menurutmu, kenapa dia kepikiran sejauh itu?” tanya Tami. Juna menoleh. “Mungkin karena akting kita nggak cukup meyakinkan,” jawab Juna. “Kita kurang memperlihatkan suami istri. Maksudku, bagaimana jika kita merencanakan bulan madu?” “Mas Juna gila?” “Aku serius, Tami!” Arjuna mendekati istrinya dan menatap mata cokelat Tami dalam. “Bayangkan, kita bisa mengambil ini sebagai langkah baru. Maksudku, Mama dan Vivi tak akan curiga lagi kalau kita jalan-jalan berdua. Kita bisa mengambil alasan bahwa uang tabungan kita digunakan untuk bulan madu.” “Ke mana? Bali?” “Itu sudah biasa!” ujar Juna

  • Bukan Cinta Buta   Cemas

    “Ayo, Njas! Cepat!” Nyonya Anggara panik, di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan rendah di antara lautan kendaraan. Di sampingnya, putra bungsunya terus fokus dengan jalanan, meskipun sebenarnya Anjas pun dilanda kegelisahan. Baru kemarin Juna tidak sadarkan disi dan sekarang kakaknya itu kembali jatuh pingsan. “Sabar, Ma!” ujar Juna. “Mama jangan panik ya.” “Njas!” Nyonya Anggara menyeka air mata di wajahnya. “Bagaimana mungkin Mama bisa tenang kalau harus melihat kakakmu begini? Kakakmu menderita, Njas. Mama sangat khawatir seandainya kakakmu kenapa-kenapa. Apalagi jantung Juna.” “Mama!” Anjas menyentuh pundak ibunya. “Jangan bicara buruk, Ma. Kan Mama tahu sendiri bagaimana kondisi Kakak. Kak Juna nggak akan kenapa-kenapa. Kak Juna pasti baik-baik saja. Mama sabar ya.” “Jantung kakakmu.” “Ma, jantung Kak Juna pasti kuat.” Anjas sejujurnya pun tidak yakin. “Kak Juna orang yang sangat kuat. Buktinya dia bisa bertahan sejauh ini. Hanya saja, Kak Juna memang masih perlu pe

  • Bukan Cinta Buta   Rahasia

    “Mama dulu hampir meminum racun satu botol penuh karena tak kuat menerima kenyataan bahwa Papa kamu sekarat.” Nyonya Anggara menenang masa-masa sulit itu dan menyeka air mata yang jatuh di pipinya. “Mama dulu berpikir bahwa semuanya akan berakhir saat kematian sama-sama merenggut kami berdua.”“Mama nggak pernah cerita ini sebelumnya,” kata Anjas dengan penuh duka. “Kenapa Mama merahasiakan ini kepada aku dan Kak Juna?”Nyonya Anggara tersenyum getir. “Itu luka orang tua. Sebagai anak, kalian nggak perlu tahu luka orang tua kalian. Satu-satunya yang kalian harus tahu adalah bahwa Mama mencintaimu dan kakakmu.”Anjas hanya bisa tertegun mendengar penjelasan ibunya, sebab seumur hidup dia selalu melihat ibunya sebagai orang paling tegar di dunia. Setelah keluarga mereka dilanda kegelisahan, kehilangan dan air mata bercurusan. Baru kali ini dia dengar bahwa ibunya pun bisa merasa berduka.“SAYANG!” Teriakan Viviane membuat keduanya menoleh. Sambil membawa sandal berhak tinggi, Viviane b

  • Bukan Cinta Buta   Beruntung?

    Mungkin apa yang dikatakaan oleh Vivi benar, Tami adalah orang jahat yang merencanakan sesuatu di balik kebaikannya pada keluarga ini hanya demi sesuatu. Atau lebih tepatnya demi keuntungannya sendiri. Dan, Tami tidak bisa mengelaknnya. Namun, dia juga tidak terima dituduh begini, seolah dia adalah penjahat yang kejam dan siap menerkam siapapun yang berdiri di belakangnya. Apakah ini adil?Tami menatap suaminya yang kini masih belum sadarkan diri, Juna masih terpejam. Napas pria itu amat pelan, seolah hendak berakhir sementara detak jantungnya tergambar naik turun dari monitor di samping tempat tidur.Sebagai pasangan pura-pura, entah bagaimana Tami juga merasakan sakit saat menyaksikan suaminya terbaring maca mini. Dia seolah ditusuk oleh sesuatu yang mengerikan. Mungkinkah ini takdir sebagai seorang istri? Tami pun tak paham sama sekali.“Argh!”Terdengar suara eraman di balik masker oksigen yang dikenakan oleh Juna, buru-buru Tami berdiri untuk memastikan kondisi pria itu. Benar sa

  • Bukan Cinta Buta   Kau Yang Terindah

    “Siapa dia?”Tatapan mata Viviane penuh intimidasi, jelas sekali kalau dia seolah mendapatkan kepuasan dan merasa telah berhasil membungkam Tami. “Suami lo lagi sakit, Tami. Dan, lo malah bertemu dengan pria lain entah siapa?” lanjut Viviane. “Kalian bahkan baru menikah tapi lo sudah …, atau jangan-jangan kecurigaan gue selama ini benar. Kalau lo menikahi Juna hanya karena dia akan segera mati? Lo mau warisan Juna, kan?”“Lo bicara apa sih, Vi?” Tami mencoba mengelak. “Jangan ngaco kalau bicara. Gue nggak melakukan apapun. Gue hanya bertemu sama teman, sudah itu saja. Nggak lebih.” Meskipun berusaha menutupi, tapi ekspresi ketakutan Tami masih tergambar jelas di wajah pucatnya. “Gue duluan, mau ke tempat Mas Juna.”“Sudahlah, Tam.” Senyuman Vivi mengembang, memperlihatkan kebencian dan rasa muak. “Lo pikir gue nggak tahu orang macam apa lo sebenarnya?”Langkah Tami terhenti, dia berbalik untuk menatap lawan bicaranya. “Maksudnya?”“Lo pikir gue nggak tahu kalau lo sebenarnya bukan be

  • Bukan Cinta Buta   Pulang

    Juna keluar dari rumah sakit dua hari kemudian. Tami dibantu Nyonya Anggara mempersiapkan kepulangan Arjuna, sebab Anjas tengah disibukkan oleh persiapan pernikahan. “Tami, bisa kamu banu Mama melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper?” Nyonya Anggara yang sedang menyuapi Juna sarapan langsung berkata saat menantunya keluar dari toilet di kamar perawatan Juna.Gadia cantik itu kemudian mengangguk. “Mama, aku sudah menelepon Bi Minah. Dia kelihatan cemas sekali.”“Tentu saja, dia sudah lama bekerja dengan keluarga kita. Juna juga sudah seperti anaknya sendiri. Bukan begitu, Jun?”Arjuna mengangguk. “Aku kangen juga sama Bi Minah.”“Makanya kamu harus cepat sembuh, biar nggak lama di rumah sakit.” Nyonya Anggara mengelus puncak kepala anak sulungnya lebut. “Mama harap kamu bisa dapat donor jantung. Mama mau kamu dan Tami Bahagia dan bisa hidup lebih lama. Mama nggak mau Tami menjadi seperti Mama yang kehilangan papa kamu.”Juna terdiam, matanya kosong. Yah, seandainya mamanya ta

Latest chapter

  • Bukan Cinta Buta   Bagaimana?

    Tami dan Juna saling menatap satu sama lain. Mereka tentu tidak pernah menyangka jika Ruben akan senekad itu. Mengirimkan foto dirinya dan Asya kepada Nyonya Anggara? Apa yang sebenarnya diinginkan oleh pria itu? Apakah dia memang berniat membunuh sandiwara Tami dan Juna?"Mama kayaknya nggak bakal semudah itu percaya deh, Mas." Tami menyeka keringat dingin yang membasahi tubuhnya. "Bagaimanapun juga, setelah ini Mama pasti akan mencari tahu semuanya dengan jelas. Maksudku, siapa sih orang yang bakal dengan tegas mempercayai berita kayak begini?"Juna yang menyetir mobil akhirnya menghela napas panjang. "Kamu benar, Tam.""Terus, kita harus gimana, Mas?""Bagaimana kalau kita datangi saja dia?" "Kalau menurutku jangan." Tami menjawab dengan tegas. "Ruben yang sekarang bukan Ruben yang dulu aku kenal. Dia sudah sepenuhnya disetir oleh Gina.""Maksudmu?""Mas Jun," Tami menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu mungkin akan menganggap ini omong kosong tapi dia adalah pria yang bodoh. Ruben

  • Bukan Cinta Buta   Viviane Tahu?

    "Bagaimana? Bajunya bagus, kan?" Tami menatap Viviane yang kini dibalut gaun putih pernikahan dengan kagum. Kulit putih dan badan yang tinggi jenjang itu seolah memang sengaja dirancang untuk seorang malaikat. Malaikat yang tentu saja wajar bila membuat Juna jatuh cinta. "Bagus banget, Ma." "Pilihan Mama memang nggak salah." Nyonya Anggara dengan bangga berdiri di samping Viviane. "Mama sengaja minta perancang busana ini untuk membuat gaun pernikahan kalian. Anjasmara pasti langsung kasmaran lihat kecantikan kamu, Vi." "Mama bisa saja." Viviane tertawa. Dia merangkul mertuanya. "Makasih ya Mama sudah mau menerimani aku cari gaun." "Iya, Nak." "Oh iya, Tam," Vivi menatap Tami dengan ekspresi dingin. "Kamu tolong ambilkan kain untuk seragam di depan ya. Yang warna biru." Tami mengangguk. Dia menuruti calon adik iparnya itu dengan sebaik mungkin. Sebenarnya, Tami tahu jika Vivi tak menyukainya. Barangkali Vivi sudah mengetahuinya. Soal kebohongannya. Namun, sejauh apa Vivi tahu, T

  • Bukan Cinta Buta   Kenapa?

    "Kamu kenapa sih pakai bilang begitu segala ke mereka?" Tami menerima segelas es krim dari tangan Paulino. Udara panas membakar keduanya, dari lantai dua sebuah toko es krim, kini duanya duduk berdua menyaksikan kota yang sibuk. Juna tersenyum lalu mendudukkan badannya di kursi tepat di seberang Tami. "Biar semakin meyakinkan, Tam. Kamu kan tahu sendiri kalau sekarang posisi kita makin terdesak. Mama kayaknya juga mulai curiga sama kita."Tami mengangguk. "Tapi nggak harus juga kan kamu memamerkan aku ke depan orang-orang dan ngaku aku istrimu?""Tapi, kan memang kamu istriku.""Istri sewaan!" ralat Tami. Juna diam sejenak tapi kemudian melanjutkan. "Kalau sendiri, bagaimana? Sudah mulai memikirkan mau buka laundry di mana?""Kan aku sudah bilang nggak usah.""Tami, kan aku sudah bilang kalau aku mau bantuin kamu ...." Juna kembali menekankan ucapannya. "Anggap saja ini bagian dari kewajibanku sebagai kompensasi untukmu.""Harus berapa kali aku bilang nggak usah?""Harus berapa kali

  • Bukan Cinta Buta   Ini Istri Saya

    "Kami langsung berangkat ya, Ma!" Juna mencium pipi Nyonya Anggara, kemudian menggandeng tangan Tami. Keduanya keluar dari rumah, menaiki mobil dan hanya ditatap dengan senyuman tipis di wajah wanita tua itu.Nyonya Anggara sejujurnya tidak ingin berprasangka buruk pada anak dan menantunya, hanya saja dia masih heran dengan sang menantu sebab Tami terlalu banyak menyimpan rahasia, seolah ingin menyembunyikan segalanya darinya. Padahal jelas Nyonya Anggara penasaran. Kenapa? Ya, kenapa dia seolah tidak pernah mengenali keluarga menantunya sendiri. Bahkan paman dan bibi Tami, tidak dia kenali sama sekali.Lalu, dikeluarkannya ponsel dari dalam saku. Dia hendak menghubungi Viviane tapi mobil perempuan itu telanjur datang lebih dahulu."Ma? Tami mana?" tanya Viviane. Nyonya Anggara menjawab, "Ikut Juna ke acara peluncuran buku.""Di toko buku Gramedia?""Ya.""Ya ampun!" Viviane menghela napas panjang. "Terus gimana? Mama sudah bicara sama Tami?"Nyonya Anggara mengangguk. "Tapi, katanya

  • Bukan Cinta Buta   Hiburan

    "Makan dulu," kata Juna sambil meletakkan piring berisi nasi goreng buatan ibunya ke samping ranjang Tami. "Udah nggak usah terlalu dipikirin. Nanti rumah sakit."Tami mengalihkan wajahnya dari Juna. "Enak banget kalau ngomong. Belum tahu ya rasanya disakitin, dikhianatin sampai segitunya sama pacaran dan sahabat sendiri.""Aku paham perasaan kamu. Meskipun kasus kita beda tapi rasanya tetap sama, gak beda jauh lah.""Ya bedalah, Mas. Kamu emang niat bikin mereka cemburu, kamu niat menjauhkan vivian dari kamu. Sementara aku? Semua yang kulakukan buat Ruben seolah-olah nggak ada harganya. Dia malah selingkuh di rumah kami. Kenapa sih harus sahabat aku sendiri? Cewek lain saja."Dunia tersenyum selalu menarik napas panjang. "Emangnya kalau ceweknya bukan Gina, buat kamu nggak masalah?""Ya tetap masalah sih, Mas. Tapi kan gak akan sesakit inilah saatnya.""Alasan." juna mencibir. "Terus rencana kamu sekarang apa?"Tami mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Aku bahkan gak punya bayangan a

  • Bukan Cinta Buta   Putus

    Keesokan harinya kami berangkat ke rumah lamanya, tidak lupa dia membeli beberapa barang dari minimarket bagi oleh-oleh untuk sang kekasih. Semua ini dia lakukan juga sebagai permintaan maaf karena telah menyakiti perasaan Ruben, serta ingin dia kembangkan bisnis laundry yang selama ini dikembangkannya bersama pria itu. Sementara Juna, dia berada di rumah bersama Nyonya Anggara. Untungnya Juna bisa meyakinkan sang ibu jika Tami harus pergi keluar sebentar saja untuk bertemu dengan teman-temannya. "Aku nggak mau larang Tami, kalau dia memang mau ketemu teman-temannya Kenapa harus dilarang?""Kamu benar, Juna. Mama setuju dengan keputusan kamu. Karena meskipun kamu dan Tami sudah menikah, tetap saja Tami berhak memiliki kehidupannya sendiri di luar kamu.""Jadi Mas Juna nggak keberatan?" Begitulah akting Tami dan Juna untuk mengelabuhi wanita paruh baya itu. Dan tentu saja dengan senang hati nyonya Anggara menerima tawaran sang menantu untuk menjaga putranya. Sebagai orang tua tentu

  • Bukan Cinta Buta   Uang

    “Kamu serius, Mas?”Mata Tami membelalak saat menerima uang tersebut. Lebih tepatnya, tidak percaya denga napa yang dia lihat. Juna mengangguk. “Ya. Tentu saja, Tami.”“Astaga!” Tami menggeleng tegas, lalu mendorong tangan Juna dan uang itu menjauhinya. “Aku nggak bisa menerima uang ini.”“Kenapa?”“Mas, uang ini bukan hak aku,” jawab Tami. “Uang ini jelas berada di luar kontrak kita. Aku nggak mau melanggar kontrak apapun, Mas Juna.”“Tami ini bukan pelanggaran kontrak sama sekali.” Juna terkekeh, lalu menghela napas panjang. “Anggap saja ini sebagai kompensasi atas perbuatanku selama ini. Maksudku, kerja kamu bagus. Ini bonus.”Tami menggeleng kembali. “Mas, aku nggak melakukan apa-apa.”“Sayang, sarapan dulu!” Nyonya Anggara dari dalam rumah memanggil, dengan penuh semangat wanita paruh baya itu menghampiri keduanya. “Kalian sedang apa?” lanjutnya bertanya.Tami diam, tidak menjawab. Begitupun dengan Juna.“Eh, apa ini?” tanya Nyonya Anggara saat menyadari bungkusan di tangan anak

  • Bukan Cinta Buta   Siapa Yang Beruntung?

    Selepas makan malam, Tami memilih untuk menemani Juna di kamar pribadinya, sebab tak ingin membuat Nyonya Anggara curiga. Tidak banyak yang bisa dilakukan. Tami hanya duduk dan membaca buku-buku koleksi suaminya, sementara Juna mengerjakan tugasnya mengetik di meja kerja.Suasana di sana sangat cerah pada saat itu. Tami bisa merasakan taburan bintang di atas langit menyapanya, seolah memintanya datang. Namun, dia juga tahu bahwa semuanya tak seserhana cuaca. Dia diam-diam merasa getir karena merindukan Ruben. Yah, setelah pertengkaran mereka kemarin, Ruben bahkan tak ada usaha untuk meminta maaf. Apa-apaan ini?“Kenapa kamu murung, Tami?”Pertanyaan Juna sontak membuat perempuan itu menoleh, tidak menyangka bahwa Juna akan menanyainya. Dia kemudian menggeleng. “Saya baik-baik saja, Pak.”“Jangan bohong!” tegas Juna. “Masalahmu dengan Ruben belum selesai kah?”Tami menarik napas panjang, lalu menggeleng. “Dia kayaknya nggak ada niatan bakal minta maaf,” jawab perempuan itu dengan getir

  • Bukan Cinta Buta   Pasangan

    Ombak yang menggulung di hadapannya, seolah menggambarkan isi kepala Tami hari ini. Perempuan mud aitu kini terduduk di teras kamar pribadinya, di teras rumah kayu biasa dia beristirahat. Namun kali ini, dia agak terganggu oleh pemikiran aneh yang terjadi sejak kedatangan Pandu tadi. Dia tahu bahwa hubungannya dengan Juna hanyalah kepura-puraan tapi membiarkan pria itu mati rasanya Tami juga tidak tega. Dia meraih ponsel pintarnya, menimbang sebentar lalu meletakkannya kembali. Sebenarnya, dia ingin sekali menghubungi Ruben tapi rasa gengsinya datang kembali, lagi dan lagi. Apa yang bisa dia harus dia lakukan sekarang? Tami bingung, kalut.Tami mengirup napas panjang lewat hidung sebelum menghelanya pelan lewat mulut. Apa-apaan ini? Rasanya nyeri sekali. Juna menjadikannya tokoh utama dalam buku karangannya, tapi bukankah ini tidak ada dalam kontrak? Tami merasa apa yang dilakukan suaminya sudah keterlaluan tapi anehnya Tami pun tak bisa mengelak apalagi marah. Lebih tepatnya, dia t

DMCA.com Protection Status