Kaivan lantas mendekati mereka, kembali duduk untuk menyentuh satu per satu mahkluk berbulu coklat tua ciptaan penyihir bertopi merah koboy.Tiga anjing kecil kembali ke wujud manusia. Satu anak laki-laki yang ternyata Niki, dan dua orang bocah perempuan yang masih Kaivan sadarkan sepenuhnya.Begitu mereka sadar, Kaivan langsung menyentuh dua patung batu yang ditunjuk dua bocah itu sebagai ayahnya. Kemudian menanyakan ke mana seseorang bertopi koboy warna merah perginya.Atas pengakuan mereka bertigalah, aku dan Kaivan meneruskan perjalanan sambil mengembalikan patung manusia yang tinggal sedikit."Apa anak-anak tadi tidak trauma, Van?" tanyaku. Menyodorkan air mineral setelah membuka tutupnya.Di bawah rindang sebatang pohon, kami duduk istirahat."Aku sudah menghapus semua ingatan mereka," jawab Kaivan tenang."Jadi, tidak ada yang akan membicarakan Pahit Lidah gadungan itu?"Kaivan mengangguk. "Mereka sudah lupa."°°°°Matahari sudah berada tepat di atas kepala, jalanan kompleks pe
Meski laki-laki alam lain itu bisa menembus pintu maupun dinding, dan bisa jadi kalah cepat sampai kamarku, sedikit banyak aku kan sudah membaca kalimat kalimat kasmaran di dalam bukunya.Ups, ternyata kalau lagi jatuh cinta, jin tidak mau kalah puitis dengan manusia.'Kalau harus kumengingatmu lagiAku takkan sanggup dengan yang terjadi pada kitaJika melupakanmu hal yang mudahIni takkan berat, takkan membuat hatiku lelahKalah, kuakui aku kalahCinta ini pahit dan tak harus memilikiJika aku bisa, kuakan kembaliKuakan merubah takdir cinta yang kupilihMeskipun tak mungkin, walaupun kumauMembawa kamu lewat mesin waktuJika melupakanmu hal yang mudahIni takkan berat, takkan membuat hatiku lelahPanjang perjalanan yang harus kulaluiMerelakanmu'Aku termangu usai membaca puisi itu, tentang seseorang yang akhirnya menyerah pada kasih tak sampai. Ditulis dengan sepenuh hati, bak anak panah pula melesat tepat ke hati.Cling!"Naya, sini bukunya!"Nah, kan. Ditagih lagi. Tidak rela ben
Tentu saja aku dan Kaivan berteriak-teriak sambil sebisanya menjaga keseimbangan. Tetapi, sekali lagi deru angin mematahkan pertahanan kami.Percuma saja berteriak sampai suara habis, mana ada penolong di jalur langit seperti ini?Kecuali salah satu harus sigap mengambil keputusan.Kaivan menyuruhku memeluk lebih erat, mau tidak mau kami harus mendarat. Dan, karpet terbang pun mengempas kami ke bumi."Aku bilang juga apa, Naya! Ini salahmu!" Kaivan langsung menggerutu setelah membantuku berdiri. "Sudah kubilang jangan membicarakan keburukan orang, karpetnya bisa marah!""Iya deh, aku minta maaf." Memang tidak ada jawaban lain kecuali itu."Maaf tidak cukup membawa kita pulang!"Ya ampun, benar juga. Apalagi saat menyadari sekarang aku dan Kaivan berada di tepi pantai yang jelas bukan Indonesia.Ombak nampak ganas menyerbu pantai, dengan warna biru pekat yang menyeramkan. Sementara memindai sekitar pun tidak terdapat manusia yang biasanya riang bermain air laut. Hanya jajaran tanaman p
'Lembaran foto hitam putihAku coba ingat lagiWarna bajumu kala ituKali pertama di hidupkuManusia lain memelukkuLembaran foto hitam putihAku coba ingat lagiWangi rumah di sore ituKue coklat, balon warna-warniPesta hari ulang tahunkuDi mana pun kalian beradaKukirimkan terima kasihUntuk warna dalam hidupkuDan banyak kenangan indahKau melukis akuKita tak pernah tahuBerapa lama kita diberi waktuJika aku pergi lebih dulu, jangan lupakan akuIni lagu untukmu, ungkapan terima kasihkuLembar monokrom hitam putihAku coba ingat warna demi warna dihidupkuTak akan kumengenal cinta bila bukan karena hati baikmu'Lirik demi lirik yang berpadu akustik gitar, mengalun menjadi nuansa tersendiri pada sebuah pesta ulang tahun. Seorang gadis bergaun merah jambu tersenyum manis, sesekali bertepuk tangan, di samping pria paruh baya yang tadi memperkenalkan diri sebagai Ayahnya.Diiringi lagu 'mesin waktu' tadi, satu kue tart berukuran besar dipotong menjadi bagian-bagian kecil usai tiup l
Rasa kasihan yang semula memenuhi hati karena memerhatikan Kaivan seperti itu, berubah menjadi penasaran akut. Aku langsung menegakkan tubuh, mengulang yang baru saja telinga dengar."Ulang tahun? Emangnya kamu ingat sudah usia berapa?""Enggak!"Wajah tampan itu muram diliputi kesal."Terus terus, kalau ulang tahun yang diundang jin aja apa sama manusia?"Laki-laki alam lain ini langsung menatap tidak terima, sedangkan aku sudah tidak sanggup menahan tawa. Kaivan marah, menjitak pelan kepalaku sebelum menghilang masuk lampu.Ahaha, salah sendiri membahas ulang tahun, padahal aku kesal juga gara-gara gagal makan di pesta ulang tahun.Mengeluarkan handphone dari tas tangan, aku buru-buru memesan makanan di aplikasi online. Dua porsi tentu saja, masa iya nanti makan sepiring berdua sama jin!Sambil menunggu pesanan datang, sosial media menjadi pilihan terdahulu mencari berita. Dan, benar saja, soal gelas terbang di ulang tahun tadi memenuhi beranda dengan tambahan asumsi supaya cepat tr
Dibantu Kaivan, akhirnya aku bersiap seperlunya. Sekalian beres-beres rumah, supaya pulang ke sini lagi tidak capek berlipat ganda.Tujuanku sudah jelas sekarang, rumah Kakek untuk menenangkan diri satu atau dua minggu sebelum menghadapi kenyataan.Beruntung aku ada mobil sendiri di garasi yang bisa mengangkut tas berisi bawaan seperlunya. Jadi, tidak perlu merepotkan orang dan terluka lagi dengan sindiran orang.Diiringi tatapan tidak suka para tetangga, sore ini juga aku berangkat ke Ponorogo dengan mobil pribadi. Kaivan ikut, dia memiliki tugas pertama men-tring pikiran Pak Rete supaya tetap ramah saat aku pamitan."Kalau naik mobil perjalanan Ponorogo-Jakarta berapa jam, Naya?" tanya Kaivan tiba-tiba.Mobil yang aku kemudikan sudah lumayan jauh meninggalkan kompleks perumahan, hampir terjebak macet di antara padat kendaraan."Lama, Van. Kan enggak terbang," balasku, lantas terkekeh."Kamu nggak capek nyetir sendirian?""Enggak. Kan teman seperjalanan aku nggak mau nyetir!""Tapi b
Kaivan kembali memejamkan mata, saat mobil melaju stabil di jalan depan kecamatan menuju arah desa Kakek. Meski lalu lintas tetap ramai, tapi sedikit bisa bernapas lega mengingat ini bukan Jakarta.Namun, sekali lagi indra penciumanku terusik. Bau darah bercampur daging terbakar itu kembali menguar di antara pengharum mobil. Tidak hanya berhasil mengganti lapar dengan mual, tapi membuat bulu kuduk meremang hebat.Shit! Terpaksa mobil berhenti lagi."Van, bangun!"Kuguncang perlahan tubuh jin tampan yang mungkin sudah terlelap itu, memaksanya membuka mata meski dengan resiko kena damprat setelah ini. Tidur sebentar selain membuat kepala pening, juga kesal luar biasa."Apa, Naya? Udah sampai, ya?"Dia menegakkan tubuh, mengucek mata beberapa detik. Tepat saat itulah aku membisikkan sesuatu, tentang kemungkinan hantu kapas yang kembali diam-diam.Kaivan berdecak, sejenak merasakan keadaan sebelum bergumam."Ia membawa energi jahat lebih besar!""Terus bagaimana? Kamu bisa mengatasi?"Kai
Aku mengangguk. Entah kenapa, setengah pikiran menjadi kebingungan. Kaivan ingin tanya apa? Aku ada salah atau bagaimana?"Naya, kamu ingat ke sini tadi naik apa?" Kaivan mulai bertanya lembut.Kedua alisku saling bertaut. "Naik ... taxi, mobil ... kayaknya mobil deh. Kan perjalanan jauh!""Tadi pas naik mobil lihat sesuatu, nggak? Misalnya diikuti apa gitu?"Aku menggeleng. "Memang apa yang mengikuti aku, Van?"Jin tampan di hadapanku ini tersenyum, mirip psikiater yang begitu gembira karena pasiennya berangsur sembuh."Berarti aku berhasil menghapus sebagian peristiwa dari ingatanmuu, Naya!"Aku menatap Kaivan lekat, bermaksud minta penjelasan apa yang tadi kualami. Sumpah, rasanya seperti bangun dari mimpi buruk lebih dari satu. Sulit sekali diingat. Dan, laki-laki alam lain itu justru menyuruhku segera makan, lalu tidur.°°°°Satu minggu tidak terasa aku tinggal di rumah Kakek. Membantu Bulek, mencari kegiatan sebagaimana orang-orang yang tinggal di desa. Di sela itu aku juga teta
Dengan berat hati, akhirnya aku mengangguk. Antara cinta dan nyawa, tentu prajurit akan memilih nyawa.Nyawa bisa digunakan untuk menghimpun kebaikan terus menerus. Sementara cinta, akan banyak menuntut pengorbanan yang entah apa artinya. Lagi pula Naya belum tentu mau denganku.Kebahagiaan? Mungkin iya jika aku masih manusia. Tapi akan menjadi lain jika memaksa menyatukan kodrat yang tidak semestinya. Jin dan manusia terikat pernikahan. Penderitaan satu sama lain yang ada.Sekarang, kesadaranku akan hal itu dipulihkan kembali."Saya bersedia melepas Naya dan menjalani kodrat serta kewajiban saya, Kiai," ucapku lemah.Jujur saja, ulu hatiku nyeri sekarang. Serasa ditekan lancip ujung tombak panas. Aku bahkan mengerjap, hampir saja jatuh butiran butiran air mata.Lemah, ya? Coba kamu yang jadi aku."Kuatkan hatimu, Ngger. Paksa untuk ikhlas. Sang pencipta sudah menjanjikan kebaikan yang jauh lebih baik bagi orang-orang yang ikhlas," nasehat Tabib Narapadya lagi.Aku hampir-hampir tidak
Pertarungan dengan tabib Tuge Lan Ba Ta memang berhasil kumenangkan. Semula baik-baik saja, tapi semakin hari tubuhku melemah merasakan persendian yang sakitnya kadang menimbulkan gigil panas dingin.Iya, efek jangka panjang rupanya bukan saja terjadi pada penyakit manusia. Aku pun mengalami.Naya, jangan ditanya khawatirnya sekarang. Meski kata cinta belum bisa terucap, tapi perhatian yang dia berikan lebih dari cukup untuk menentramkan hati.Jika tidak berada rumah, maka rentetan pesan WhatsApp akan menuntut jawaban. Menanyakan makan, sakit, atau minta dibelikan apa sepulang kerja. Ah, andai tidak sakit, aku juga tidak mau menjadi laki-laki lembek begini.Tuk! Tuk! Tuk!Aku terkesiap dari lamunan, susah payah bangun dari tempat tidur demi menyambut siapa pengetuk lampu barusan.Tuk! Tuk! Tuk!Bukan Naya, tidak ada panggilan seperti biasa. Energinya pun berbeda. Lebih lembut sekaligus menentramkan, tanda pemiliknya benar-benar memiliki nurani bersih sepanjang usianya.Aku buru-buru
Cling!Sosok itu menembus pintu, kemudian berdiri tegak di hadapanku. Pakaian, jenggot, dan rambut putihnya mencerminkan sosoknya yang dituakan pada satu wilayah tertentu.Jin kan bisa berubah menjadi apa saja sesuai keinginannya, termasuk orang renta. Meski kami tetap saja menolak tua dan mati."Silakan duduk, Tuan. Ada kepentingan apa dengan saya?"Aku langsung mempersilakan dan bertanya tanpa basa-basi setelah kami sama-sama membungkuk sebentar untuk memberi salam hormat. Dia jin, mau disuguhi apa selain kemenyan? Sedangkan di sini langka mencari yang seperti itu. Adanya teh, kopi, kue, dan buah-buahan dalam kulkas.Kakek tua itu melihat Naya sekilas, kemudian bicara dengan raut sungkan. "Maaf, apa Anakmas bisa menjauhkan gadis itu lebih dulu?Energi manusia dan jin berbeda. Saya takut nanti kenapa kenapa."Aku mengangguk cepat, buru-buru mengangkat tubuh gadisku untuk dipindahkan ke kamar tidurnya. Tidak tega men-tring pamer kepandaian, soalnya cinta.Lagi pula, tidak baik juga al
Hujan akhirnya mereda, banjir pun surut perlahan. Satu per satu warga kompleks kembali dari pengungsian, membersihkan rumah sekaligus menyelamatkan apa yang masih bisa digunakan.Naya kembali tersenyum cerah, tidak ada uring-uringan dadakan karena kemauan ke luar rumah kupenuhi. Tapi, lihat saja dua atau tiga hari lagi, kalau jawaban cinta masih belum kuterima, kompleks ini akan menjadi saingan danau Toba.Iya, hujan dan banjir hanya kubuat berhenti sementara. Hanya demi menghilangkan persepsi 'laki-laki tidak peka'Namun, jauh di dalam hati aku tetap menagih janji."Van, kamu mau nggak nemenin aku?"Naya tiba-tiba saja muncul mengagetkan. Ah bukan, aku saja yang salah akhir-akhir ini sering melamun."Iya, boleh!!" jawabku penuh semangat. "Memangnya mau ke mana?""Lihat kerja bakti!"Aku tercengang, kepala jadi pening mendadak karena dipaksa berpikir mendadak juga.Kerja bakti itu apa? Jenis pekerjaan baru yang digaji minyak goreng untuk meringankan beban warga negara Indonesia?Kan k
Hujan deras selama empat malam tiga hari, belum ada tanda-tanda berhenti. Langit sesekali menampakkan biru cerah lengkap dengan mataharinya. Tapi, hanya hitungan menit.Mendung kembali menebal, dan tumpah ruah menjadi gemericik yang sekali waktu diselingi angin atau petir.Semua orang menatap tidak menentu dari balik kaca jendela rumah masing-masing. Gelisah memikirkan nasib baju kotor, merutuk tidak bisa leluasa ke luar rumah, tapi menyimpan perasaan was-was begitu besar.Aku tahu semuanya, aku bisa merasakan campuran energi mereka. Tetapi, niatku sudah bulat untuk tidak menghentikan semuanya.Selama Naya masih berkeras hati mengulur jawaban pernyataan cintaku, seluruh warga kompleks perumahan terkena musibah pun aku tidak peduli. Yang salah itu Naya, yang bisa menghentikan amarahku tentu hanya dia."Van, sampai kapan kamu akan membuat hujan terus menerus?"Naya mengusik kegiatanku melukis, sambil meletakkan satu gelas kopi yang masih mengepulkan asap di meja. Dia lantas menarik kurs
"Van, tapi kodrat kamu tetap jin! Bagaimanapun juga asal mulanya!"Eh, berani membantah dia. Untung sayang, kalau tidak, sudah aku tring jadi Spongebob sekarang."Masa bodoh!" sengitku. "Yang aku tahu hanya kita menikah, atau kompleks perumahan ini hancur kena musibah!"Naya terdiam, tidak sanggup lagi membantah mungkin saja. Dan, aku yakin dia pasti berusaha keras bisa mencintaiku setelah ini.Wanita memang adakalanya sedikit dibentak, supaya berpikir ulang untuk macam-macam. "Jangan, Naya! Jangan sampai jatuh cinta sama dia!"Tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah teriakan. Sosok berkaos hitam gambar tengkorak itu berapi-api melakukan upaya pencegahan.Dia mendekat, hingga berdiri beberapa tindak di hadapan Naya."Jangan, Naya. Kamu jangan sampai jatuh cinta sama Kaivan. Dia itu jin jahat, bisa-bisa kamu tertular berbuat kejahatan!"Shit! Dikira aku penyebar virus omikron apa?Namun, aku memilih diam. Tidak menanggapi arwah transparan yang sedang berusaha mempengaruhi Naya. Sebab ap
Pov Kaivan"Van, lagi ngapain sih sibuk bener?"Aku tersenyum, menggeser duduk untuk memberi ruang Naya melihat sendiri apa yang aku tulis dalam nota. Sebuah daftar persiapan yang barangkali tidak begitu penting bagi manusia."Ini, lagi nulis daftar barang," jawabku. Menyodorkan nota supaya Naya meneliti dan menambahkan apa yang kurang.Membaca dalam diam, kedua alisnya bertaut. "Ini buat apaan? Kok ada balon sama pohon Natal?"'"Ulang Tahun! Emang salah ya kalau pakai balon?"Naya tergelak, kedipan matanya nyaris membuat hatiku rontok seperti tanaman cabe di musim hujan. Tapi, kok sepertinya menertawakan aku."Kalau yang ulang tahun anak kecil sih bener. Ada balon, hiasan warna-warni dan permen. Tapi ..." Naya kembali menatapku lekat. "Siapa emang yang ulang tahun?""Aku. Gara-gara sering liat video acara ulang tahun di YouTube, jadinya ingin ulang tahun juga!"Tuh kan, malah curhat.Naya senyum-senyum. Belum sempat aku menerawang isi pikirannya, sudah didahului bertanya."Ulang tahu
Pov NayaBenar apa yang Kaivan bilang sebelum sarapan tadi, kalau ibu tiriku akan menyebar berita bohong melalui siaran langsung.Saat aku membuka Instagram, komentar serta DM berdatangan. Mereka semua menanyakan kebenaran ucapan ibu, ada juga yang langsung menghujat dengan bahasa kasar ala manusia.Aku belum membuka video siaran langsung ibu, memilih mengetuk lampu tidur dulu supaya ada teman menyaksikan. Sendiri takut makan hati.Tuk! Tuk! Tuk!"Van, ke luar bentar bisa? Penting nih!"Sliiing!Pendar otomatis berwarna emas menyilaukan dari lampu tidur itu, membuat senyum mengembang seketika. Kaivan langsung merespon, rupanya tidak sibuk juga.Cahaya emas itu meredup perlahan, dan mati total begitu laki-laki berpakaian prajurit muncul di hadapanku. Dia tersenyum lembut, kemudian merangkul duduk."Ada apa?" tanyanya dengan ekspresi biasa saja.Aku menyodorkan handphone padanya. "Benar apa yang kamu bilang tadi, ibu membuat ulah!"Kaivan lantas mengambil benda pipih itu, membuka video
Manusia memang memiliki banyak keunggulan, kelebihannya tidak jarang membuat kami bangsa jin dengki kepada mereka. Namun, kala sisi egois manusia muncul, cara-cara yang digunakan acapkali menimbulkan geram.Mengesampingkan rasa malu, padahal mengaku paling gengsi sama ini itu.Sean, salah satu contoh yang akan kubeberkan. Pacar Naya semasa SMA yang sempat disangkal 'berbohong demi kebaikan' agar aku tidak marah, sekarang berulah. Pengacara muda itu melebihi selebgram Delon, bahkan.Dia melakukan siaran langsung, pamer barang-barang lamaran untuk Naya. Dan, sialnya gadisku itu melihat videonya lebih dulu.Aku memerhatikan dengan sengaja tidak menampakkan diri, maupun memakai parfum citrus. Menahan panas dalam hati bukan sesuatu yang mudah, apalagi menahan diri supaya tidak menyakiti Naya.Begitu agak tenang barulah aku muncul tiba-tiba.Cling!"Nonton apa, Naya?" tanyaku, langsung duduk di sebelahnya.Calon jodohku tergagap, salah tingkah menyembunyikan video dalam handphonenya."Eh, e