Selamat Membaca! 💕💕💕
Andai dia tidak ingat Nayra sedang hamil, mungkin Devran akan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.‘Sabar, Dev. Ingat udah janji berubah jadi gentle dan tak boleh jutek lagi!’ Devran mengingatkan pada dirinya sendiri.Dia sadar selama ini selalu jutek dan menyakiti perasaan Nayra. Seteah melewati badai yang menerpa hubungan mereka ini, Devran inginnya berubah lebih baik pada Nayra. Tidak hanya sekedar mencintainya tapi juga memperlakukannya dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Nayra sudah lebih dulu membuka pintu mobil padahal Devran sudah bergerak cepat keluar mobil untuk bisa membukakan pintu untuknya.Tidak hanya itu, Nayra langsung ngeloyor ke dalam unit rawat jalan spesialis kandungan tanpa menunggu Devran.Masih dengan sabar, Devran pun mengikuti wanita yang kini bersikap sepertinya dulu. Jutek dan dingin.“Rasain karma lu, Dev!” gumam Devran menggeruti dirinya sendiri.“Kita langsung masuk saja, Sayang. Tadi Dokter Vino sudah menghubungi, kan? Dia sudah menunggu di dalam.”
“Oh, e-enggak kok, Dok!”Nayra merasa tidak perlu menanyakannya. Tapi jadi bimbang ketika dokter kembali menyampaikan, “Kalau ada apa-apa selama proses kehamilan Anda harus jujur. Takutnya itu berefek pada janinnya. Jangan malu mengatakan apapun.”Tadinya berpikir, tidak usah menyampaikannya biar nanti Nayra akan cari-cari di internet saja. Tapi, dokter itu mengatakan akan meresepkan obat. Berpikir mungkin saja ada obatnya jadi dia pun memutuskan untuk bertanya.“Maaf, dok. PD saya sering nyeri dan bengkak akhir-akhir ini. Apa memang boleh dikasih pereda nyeri yang aman untuk ibu hamil?” meski ragu, Nayra mengutarakannya juga.“PD apa itu?” Devran yang mendengar jadi penasaran. Dia juga tidak mau Nayra kenapa-kenapa.“Payudara, Pak Devran.” Dokter Vino menyahut sembari tersenyum karena calon bapak satu ini tidak tahu istilah itu.“Oh?” sahut Devran balik setelah tahu itu. Reflek dia juga melirik bagian yang disebutkan itu pada tubuh Nayra.Ada apa dengan Payudara Nayra? Terlihat leb
Devran memutuskan melajukan mobilnya ke rumah yang dibelikannya. Kiki diminta tinggal dan mengurus rumah itu. Jadi begitu melihat mobil sang tuan masuk halaman, Kiki langsung siaga menyambut mereka.“Maaf, ayo turun dan kita bicara di dalam, ya?” ujar Devran lembut, sembari mengelus rambut kepala Nayra setelah menghentikan mobilnya.Nayra melihat Devra keluar dan dia juga tidak berniat berlama-lama di dalam mobil. Mau ngambek pun mana mungkin pria ini akan peduli. Mending Nayra harus pedulikan dirinya sendiri. Yang merasa mual karena terlalu lama di dalam mobil.Dia segera masuk, mencari kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.Setelah lega dia baru keluar dan melihat Devran menatapnya dengan cemas. “Masih mual, Sayang?” “Jangan sentuh aku!” Nayra menolak Devran dan berjalan dengan lemas duduk di sofa.Kiki terlihat membawakan minuman hangat. Devran segera mengambilnya. Menyodorkannya pada Nayra tapi ditolaknya.“Diminum dulu, Nay. Biar tidak lemes. Ingat kata dokter!” Devran m
“Kau atasi dululah. Aku sedang repot!” Devran sebal, Musa menelpon dan meminta ketemu dengannya.“Mas di mana sih? Repot apa? Bukannya tadi bilang selesai mengantar Mbak Nayra?” Musa menelisik. Soalnya ada suara-suara bising di dengar di telinganya. Hanya Musa yang berani sok ingin tahu tentang anak tuannya itu.“Beli tahu gejrot ini. Mana panas lagi!” gerutu Devran yang lolos dari mulutnya.Sungguh seumur-umur dia tidak pernah tahu makanan seperti ini. Lidah Nayra kampungan sekali sih. Tapi bagaimana lagi? Anaknya ada di dalam rahim gadis berlidah kampungan itu. “Bhahah!” tawa Musa renyah sekali di seberang sana. Seolah penderitaan sang tuan muda begitu menghibur dirinya.“Sialan, lu!” Devran kesal ditertawai.“Kan Mas bisa bilang aku atau Yas? Kiki juga bisa beli, kan? Ngapain panas-panas beli tahu gejrot sendirian? Kurang nganggur bagaimana seorang presdir Emeraldo company sampai sempat beli tahu gejrot segala?”“Jangan rese, Nayra yang minta. Kalau bukan aku yang beli, dia tidak
“Aku lapar. Mas Devran lama sekali!” Nayra mengusap mulutnya dengan tisu.“Ah. Maaf, aku kelamaan karena harus muter-muter tanya dulu penjual yang kau sebuatkan tadi.”Devran mencoba berbesar hari untuk tidak marah. Diletakkan bungkusan makanan itu ke meja biar Nayra bisa mencicipinya nanti.Setidaknya Nayra juga sudah mau makan.“Kamu memesan makanan ini?” Devran memperhatikan kotak makanan yang sudah di tutup Nayra. Itu nama restauran yang tadi mereka datangi.“Kiki yang membelikannya,” ujar Nayra.“Its oke, tidak apa, kok. Yang penting kamu mau makan?” jawab Devran mengulas senyum.Nayra melihat bungkusan-bungkusan yang dibawa Devran. Sayangnya dia sudah kenyang. Jadi sudah tidak bernapsu makan lagi.“Mau makan ini juga?” Devrab bersemangat membuka makanan yang dibelinya.“Mas Devran saja yang makan, aku kan sudah makan?” ujar Nayra.Devran sebenarnya senang, Intonasi suara Nayra saat berbicara dengannya sudah normal lagi. Walaupun raut wajah Nayra yang masih dingin.“Asal kamu t
Legaaa...Tak ada lagi gumpalan yang terasa mengeras di bagian buah dadanya. Rasa nyerinya pun sudah hilang. Hanya saja, melihat wajah Devran yang terlihat begitu sumringah, Nayra sebal sekali. Ingin rasanya dia menonjok muka pria itu.“Kenapa sebal? Aku kan cuma membantumu.” Devran melihat Nayra yang baru keluar dari kamar mandi dan kini sudah kembali memakai bajunya.“Harusnya aku tampung asiku untuk anakku.” Nayra bergumam, sedikit menyesali kehilangan asi pertama yang berharga untuk buah hatinya karena sang pria dewasa ini malah doyan menghisapnya.“Ya kamu kesakitan begitu? Mana tega aku?” Devran tak mau disalahkan.“Modus! Bilang saja mau cari kesempatan.” Nayra sebenarnya hanya tengsin. Dia masih perhitungan dengan penolakan Devran dan sekarang tak mau saja pria itu mengiranya masih begitu menginginkannya.Devran jadi tertantang mendengar Nayra seolah tidak menikmati apa yang barusan dilakukannya. Dia tahu, sejutek apa Nayra kali ini tidak akan bisa menyembunyikan sebuah keny
Melihat Devran malah mengunci pintu kamar, Nayra menyipitkan matanya. Pasti pria ini ke-ge-er-an sendiri.Karenanya Nayra buru-buru menandasi. “Mas Devran mau pergi, kan? Ponselku ketinggalan di rumah gang cemara, tolong mintakan Kiki mengantarnya, ya?”Nayra langsung melangkah melewati Devran duduk di sofa dan melanjutkan merajutnya. Membiarkan pria itu terbengong melihatnya.“Nay?” panggil Devran dengan raut kecewa.“Ya, Mas?” Nayra menoleh sebentar dan kembali fokus dengan benang rajutnya.“Kau dandan begitu, kupikir berubah pikiran dan mau melanjutkan kemesraan kita?” Devran menghampiri Nayra dan duduk di sampingnya. Mencoba kembali barangkali Nayra kasihan padanya yang sudah lapar batinnya.“Dandan apa?” Nayra melirik Devra heran. Apa yang salah dengan dandanannya?Oh, Nayra ingat. Pria ini selalu mesum kalau Nayra memakai pakaian tipis begini. Ini kan di kamar sendiri. Sah-sah saja Nayra mau pakai apapun. “Hhg!” terdengar napas kasar penuh kekecewaan dari Devran dan dia la
Devran sengaja mampir ke rumah cemara untuk mengambil ponsel Nayra. Sekalian saja karena arah apartemennya melewati rumah itu. Nayra memang sedikit teledor kalau perkara ponsel.Ketika kembali melajukan mobilnya, ponsel yang diletakkannya di dasbor mobil itu tiba-tiba berkedip. Devran melihatnya sekilas. Ada Nama yang membuat pegangan tangannya semakin mengerat.“Sialan! Masih punya muka dia menghubungi Nayra!” gumamnya.Tapi sepertinya ini kesempatan bagi Devran untuk memberi pelajaran bagi pria itu. Sekalian mau tahu apakah dia sudah mendengar kabar tentang dirinya yang sudah tahu yang sebenarnya.“Lihat saja apa alasan pria brengsek itu besok?” [Nay, apa kabarnya bayi mungil di perut mamanya? Sudah tidak rewel dan buat mamanya mual muntah, kan?]Pesan dari Ananda terbaca oleh Devran saat memeriksa pesan-pesan pria itu pada Nayra selama ini. membacanya membuat Devran muak sekali. Pria ini sok perhatian sekali pada istrinya.Walau begitu Devran juga jadi tersentil. Disaat dia menga
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t
“Orang merem melek keenakan begitu, ngapain juga kemarin nolak-nolak?” Sindir Devran kala selesai kegiatan olahraga pagi mereka pada Nayra yang tampak terkulai lemas namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.“Gimana enggak nolak? Mas Devran kan yang lebih dulu nolak aku. Melorot banget harga diriku ditolak begitu, Mas. Kesannya aku ini enggak banget di mata Mas Devran.” Nayra mengungkapkan perasaannya kala itu.Mereka sudah sama-sama pelepasan dan lega satu sama lain melewati sikap saling kesal dan ingin membalas. Karenanya, obrolannya pun sudah kembali santai tanpa ada otot dan ego yang tak mau kalah.“Jangan overthinking begitulah, masa sampai sebegini kau masih meragukan cintaku? Enggak pernah lho aku seperti ini dulu sama perempuan. Cuma sama kamu sampe aku bela-belain hampir gila.” Devran memberitahu gadis yang selalu meragukannya ini.“Kapan Mas Devran begitu?” Nayra hampir tak percaya.“Kamu memang tak pernah percaya sama aku, tapi kalau Ananda yang ngomong, enggak ben
Saat terbangun Nayra merasa kakinya pegal semua. Tidak tahunya ada kaki besar yang menindih kakinya.“Mas? Maaas?!” Nayra menggoyang tubuh itu.“Hah, apa?” Devran terbangun.“Capek semua ini, Mas. Kakinya disingkirin!” Nayra masih mencoba mendorong tubuh besar Devran.Apa tidak pikir-pikir saat memeluk Nayra? Untung tidak mengenai perutnya.Entahlah. Sejak kapan pria ini sudah balik ke kamar. Nayra juga lelah. Sampai tidak tahu sepanjang malam dipeluk dan ditindih pria ini.“Eh, maaf, Sayang!” Devran baru berjingkat dari memeluk Nayra.“Lain kali jangan peluk lagi, Mas.”“Astaga, Nay. Hanya peluk doang, lho. Enggak mau juga?” Devran protes. Sebegitunya Nayra tidak mau dipeluknya.Padahal maksud Nayra bukan karena tidak mau. Tapi karena ingi menyelamatkan bayinya dari pola tingkah bapaknya.Melihat Devran bangkit begitu saja ke kamar mandi, Nayra jadi merasa bersalah.Dia memang masih sebal dan kesal pada pria itu. tapi sebenarnya juga meridukannya.Mungkin sebentar meletakkan rasa s
Devran sengaja mampir ke rumah cemara untuk mengambil ponsel Nayra. Sekalian saja karena arah apartemennya melewati rumah itu. Nayra memang sedikit teledor kalau perkara ponsel.Ketika kembali melajukan mobilnya, ponsel yang diletakkannya di dasbor mobil itu tiba-tiba berkedip. Devran melihatnya sekilas. Ada Nama yang membuat pegangan tangannya semakin mengerat.“Sialan! Masih punya muka dia menghubungi Nayra!” gumamnya.Tapi sepertinya ini kesempatan bagi Devran untuk memberi pelajaran bagi pria itu. Sekalian mau tahu apakah dia sudah mendengar kabar tentang dirinya yang sudah tahu yang sebenarnya.“Lihat saja apa alasan pria brengsek itu besok?” [Nay, apa kabarnya bayi mungil di perut mamanya? Sudah tidak rewel dan buat mamanya mual muntah, kan?]Pesan dari Ananda terbaca oleh Devran saat memeriksa pesan-pesan pria itu pada Nayra selama ini. membacanya membuat Devran muak sekali. Pria ini sok perhatian sekali pada istrinya.Walau begitu Devran juga jadi tersentil. Disaat dia menga
Melihat Devran malah mengunci pintu kamar, Nayra menyipitkan matanya. Pasti pria ini ke-ge-er-an sendiri.Karenanya Nayra buru-buru menandasi. “Mas Devran mau pergi, kan? Ponselku ketinggalan di rumah gang cemara, tolong mintakan Kiki mengantarnya, ya?”Nayra langsung melangkah melewati Devran duduk di sofa dan melanjutkan merajutnya. Membiarkan pria itu terbengong melihatnya.“Nay?” panggil Devran dengan raut kecewa.“Ya, Mas?” Nayra menoleh sebentar dan kembali fokus dengan benang rajutnya.“Kau dandan begitu, kupikir berubah pikiran dan mau melanjutkan kemesraan kita?” Devran menghampiri Nayra dan duduk di sampingnya. Mencoba kembali barangkali Nayra kasihan padanya yang sudah lapar batinnya.“Dandan apa?” Nayra melirik Devra heran. Apa yang salah dengan dandanannya?Oh, Nayra ingat. Pria ini selalu mesum kalau Nayra memakai pakaian tipis begini. Ini kan di kamar sendiri. Sah-sah saja Nayra mau pakai apapun. “Hhg!” terdengar napas kasar penuh kekecewaan dari Devran dan dia la