Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Sudah dua jam Diana tidak kunjung keluar dari ruangan ICU. Gadis itu memilih untuk menemani Papahnya yang sedang berjuang hidup dan mati daripada harus bergabung dengan para ketiga sahabat itu.Batinnya bisa terombang-ambing lagi kalau menemui mereka saat ini. Hatinya perlu istirahat sejenak sebelum bertempur mendengar fakta demi fakta yang bermunculan nanti.Jemari kecilnya menyentuh tangan Papahnya yang dibalut alat bantu. "Pah, Diana ada disini. Ayo berjuang ya biar Diana ngga kesepian " Bisik Diana lirih. Suaranya serak tersendat sesak.Lalu matanya dibiarkan menutup dan ia menarik nafas. Berdoa. Menyerahkan semua kepada Sang Pencipta setelah usaha sudah dikerahkan semuanya.YaHai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Hati Kayla berbunga. Senyumannya tersungging. Ia bahagia.Mendapat telfon dari suaminya sangat menenangkan hatinya yang kecewa akibat dicueki selama seharian. Suara Wafa yang teduh hampir tidak pernah gagal mengobati lukanya.Wafa juga berkata jujur dan tidak ada satu pun hal yang ia tutupi. Suaminya telah menepati janji."Key, kamu kenapa?" Tanya Adila bingung. Adek Iparnya senyam-senyum sendiri.Refleks bahu Kayla bergetar hebat, ia terkejut kedatangan Adila tiba-tiba. "Ehm, aku..."Kayla kesulitan melanjutkan ucapannya. Mukanya memerah. Malu. "Wafa menelfon mu ya?" Tebakan Adila tepat.Seketika Kayla menyengir. "Kok tau?""Apalagi yang membuatmu terseny
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----"Kamu pulang aja Key, lihat bawah matamu udah menghitam gitu. Biar Kakak aja ya, nanti kalau urusan Adila udah selesai dia akan gantian kok sama aku." Ujar Dinda. Dia tidak tega melihat Adeknya yang nampak lelah akibat menemani mertuanya yang tengah dalam perawatan, mengurusi kebutuhan Wafa, dan urusan perkuliahannya.Sambil menaruh kembali tas yang dipegang oleh Dinda, Kayla menggeleng. "Aku ngga papa kok Kak. Lagipula alhamdulillah aku menggunakan jatah libur kuliah yang belom pernah aku pakai sebelumnya. Kakak kan juga harus mengerjakan pekerjaan, apalagi katanya bakal buka cabang kan?"Dinda mendengus pasrah. Seperti biasa, Adeknya selalu berusaha meng-handle semuanya. Padahal ia tahu bahwa wani
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----"Jangan risaukan aku, pergilah untuk urus masalah Ayahmu. Urusan kantormu biar aku yang coba handle," Belum sempat Wafa membalas, Kayla segera melanjutkan perkataannya kembali. "Tapi tolong beritahuku dulu ya kira-kira apa saja yang perlu ku bantu." Hening...Tidak ada tanda-tanda respons dari Wafa. Pria itu hanya memandangi wajah istrinya dalam waktu yang lama. Sorot matanya terlihat sedang berbicara.Sebenarnya Kayla bisa menangkap itu, tetapi ia mencoba menangkisnya. Ia juga mau bisa diandalkan. "Insya Allah aku bisa Fa. Tolong percayakan kepadaku." Keadaan masih hening. Masih tidak ada respons dari suaminya. Kayla mulai resah. Makin diperlihatkannya sikap sempurna un
Sebuah pesan teks baru saja masuk ke dalam ponsel Kayla. Pesannya singkat tapi memohok. Pengirimnya tidak diketahui, karena nomornya belum disimpan. Ya Allah, ada apa lagi sih ini?Batin Kayla sedikit gusar. Nyatanya kesabaran yang selama ini dibangun tetap menemukan ujungnya. Hati yang biasa ikhlas menerima mendadak menolak.Mungkin, karena terlalu lama menahan atau...Satu ini sudah kelewat batas."Lho kamu belom siap-siap kuliah? Atau jangan bilang kamu perpanjang cuti lagi ya karena..." Ocehan Wafa seketika berhenti setelah melihat wajah tak mengenakan dari istrinya. Spontan ia mendekati Kayla dengan dasi yang masih tergantung di balik kerah kemeja namun belum terikat rapih. "Ada apa sayang?" Tanya Wafa pelan-pelan. Disentuh bahu istrinya lembut sembari mencari mata Kayla agar bisa membaca suasana hatinya. Kayla mengangkat wajahnya, menggeleng pelan, lalu tersenyum kecil. "Hanya pesan singkat yang menyeb
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Gadis itu belum beralih dari kaca besar yang menempel kokoh di dinding. Pandangannya nampak kosong, tetapi hatinya tengah berbisik.Berbisik lirih dan..Tajam.Rasanya ia tidak mau berada terus lama lama disini. Semua memori terus berputar mengelilingi setiap bidang sisi dalam otaknya.Ah, sungguh muak.Tapi dihentikan juga tak sanggup.Lalu terdengar suara ketukan dari arah luar. Spontan, sang gadis mengusap air matanya dan tersenyum kecut. Dicubit pipinya keras dengan suara yang dipaksa untuk tetap diam. Gila. Sungguh gila.Kalau begini terus ia bisa diamankan di dalam ruangan atau mungkin lebih jauhnya tangannya dapat terikat kencang di antara
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Suasana kampus mendadak ramai seusai kedatangan Kayla disana. Pasang mata saling terjaga dan mengarah ke arah perempuan dengan sorot mata sendunya.Kayla berbisik dalam batinnya. Memohon kekuatan dalam diri. "Yuk jangan takut. Kamu tidak salah." Batinnya.Kayla tidak ingin kepercayaan yang mulai ditanamkan dari Wafa pupus begitu saja. Ia mau menjadi gadis tangguh yang tak gentar dengan ombak yang datang dan tak tumbang jika angin menerjang."Hei, Key." Sapa beberapa orang yang ia lintasi dalam perjalanan menuju kelas.Kayla mengangguk dan membalas panggilan mereka dengan hangat. Berusaha mungkin menutupi ketakutan akan dihujat. "Pagi Key." Sapa mereka lagi."Iya, pagi
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------"Jadi? Kamu masih belum ngaku?" "Ngaku apa lagi Sya, semua sudah aku katakan. Kami bukan pelakunya.""Bohon, kamu belum mengatakan yang sejujurnya."Hati Kayla panas bukan main. Baru perkuliahan usai, tanpa ada sentuhan kelembutan, tangannya ditarik Nasya keluar kelas dan dibawa ke area yang tidak banyak orang lain lalu kini ia tengah diinterogasi."Tidak Sya," Geleng Kayla. Gadis itu menatap lelah. Pasalnya, dari kemarin hujatan terus dilayangkan kepadanya. Bahkan tak segan menggunakan kata yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan, meskipun kepada pelaku sekalipun. "Seharusnya kamu yang mengatakan sejujurnya. Kamu memaksaku begini untuk mengakui bahwa aku pelakunya kan? Kalau reali
Di kala suasana kampus yang telah sepi, Kayla menumpahkan seluruh tangisannya di dalam kelas. Perasaan overthinkingnya tak dapat terbendung. Setelah sekian lama tidak melawan, akhirnya kembali berani atas dirinya sendiri. Pertama kalinya ia mengeluarkan reaksi tidak suka atas perlakuan Nasya kepadanya.Sebenarnya sudah sangat lama ia ingin begitu, tetapi sengaja dibiarkan karena mementingkan kondisi mentalnya.Namun, kali ini, semua berbeda.Apa yang dikatakan Nasya telah kelewat batas. Selain itu, Wafa sudah mulai mempercayainya untuk dijadikan teman bercerita dan berkeluh kesah. Tidak mungkin kan tempat untuk menuangkan semua keluh kesahnya pada orang yang mentalnya sedang kacau?Memang, ada Allah, tempat untuk menuangkan semuanya.Tapi, tentu saja, sebagai seorang istri ia juga ingin menemani.Walaupun harus tertatih mengingat kondisi mentalnya yang perlu dipoles agar makin tangguh."Ngga boleh cen
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼Sudah lebih dari 10 menit, Kayla terus celingak celinguk melihat sekeliling perpus kampus. Ada buku yang ingin ia cari, namun belum kunjung ketemu. Iya, adanya kasus itu membuat kehidupan akademis nya sempat terbengkalai. Beberapa kali ia juga mengerjakan tugas mepet dengan batas akhir pengumpulan. "Ngga boleh Key, harus dikerjakan sekarang." Ia mengingatkan dirinya sendiri.Tadi pagi, saat tubuhya tengah rileks tiba-tiba temannya memberitahu bahwa ada tugas individu yaitu merangkum dari buku karangan John Aferdo dengan judul 'Menjadi Manusia Beradab' dan setelahnya akan diminta menyampaikan pandangan terhadap hal tersebut' untuk tugas jati diri mahasiswa.Kata temannya, buku itu dapat ditemukan di perpus p
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼š¼š¼Kayla menggeleng lemah. Tangisnya makin tercekat. "Hanya lelah." Tidak merespon kata-kata, melainkan makin mengeratkan pelukan istrinya. "Maaf ya sayang, aku masih membuatmu terluka." Bisik Wafa pelan tepat mengenai rambut halus lehernya hingga membuat Kayla sedikit bergidik. Pikirannya sedikit melayang. Sungguh, saking masalah nyaman pada Kayla hingga menyebabkan gadis itu lupa bahwa mereka belum melangsungkan bulan madu sama sekali sejak pertama kali menikah. Entah disebut menyedihkan atau tidak, Kayla pun tidak tahu. Namun yang pasti ia sangat butuh kekuatan dan obrolan intens seperti ini. "Fa, terus hangat begini ya. Aku suka." Ujar Kayla tiba-tiba. Posisi tubuhnya masih menghadap ke arah jendela, membelaka
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼š¼š¼Hari ini merupakan malam terpanjang bagi Kayla. Tidak, bukan waktu tiba-tiba tidak berjalan pada garisnya, melainkan ia sangat menikmati semua hal yang masuk ke dalam panca indera.Semilir angin yang menyapu kulitnya, suara detik jam yang menggelitik telinganya, hingga mata yang saling menatap ke segala penjuru arah. Namun, untuk menutupi aktivitas yang tengah ia lakukan dengan sengaja Kayla menyamarkan nafas dari yang biasanya agar tidak mengganggu Wafa yang telah tertidur pulas entah sejak kapan.Percakapan tadi malam membuatnya terjaga malam ini.Pertanyaan demi pertanyaan hinggap ke isi pikirannya. Siapa yang melakukan ini semua?Benarkah ada yang tidak menyukai Wafa sejak lama?Dan
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤xxx"Kalian mau bahas apa sih?" Sesuai tebakan Wafa, pasti Kakaknya akan bertanya itu. Jadi, lebih baik poin 'ingin bahas apa sih' lebih disorot dibandingkan poin 'yang tadi malam sebelum kita melakukan' Ingat, ini adalah Adila!Secara cepat Wafa segera menjelaskan kepada kedua perempuan yang sudah dari semalam terus naik pitam dan terasa sangat tidak ramah untuk didekati.Memang, awalnya Wafa mengurungkan niatnya dengan segala macam pertimbangan. Terutama kekhawatiran pada kedua gadis itu akan meningkat. Wafa merupakan tipikal pria yang ingin memanjakan gadis kesayangannya maka sebisa mungkin ia menjaga agar proses nya tidak diketahui agar bagian gagalnya biar Wafa yang merasakan. Namun, setelah dip
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤xxxAdila menatap kedua pasangan muda dengan tatapan penuh ledekan. Beberapa kali ia juga terdengar ingin tertawa namun terus ia tahan. Jam masih menunjukan pukul 6 pagi namun kedua rambut mereka basah dan tingkahnya menunjukan gelagat yang aneh. Salah tingkah, tidak banyak berbicara, dan tidak berani menatap mata Adila. Paling hanya Kayla yang menanyakan ingin dimasakan apa. Sementara Wafa? Ah pria itu, seperti biasa cenderung cuek dan menganggap itu adalah hal yang biasa.Memang sih, tetapi kan?! Sepertinya pembaca pun bisa langsung menangkap apa yang dimaksud."Fa, aku buatkan teh untukmu ya? Ini...""Hahahaha." "Kayak ngga pernah aja sih." Sekalinya buka suara pria itu langsung ultimatum
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca.xxx Tidak ada satupun sanggahan, argumen, atau apapun itu sebutanya yang keluar dari mulut Wafa. Pria itu nampak mempersilahkan istrinya untuk mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang dirasakan.Pria itu juga menundukan kepalanya dengan kedua tangan yang diletakan di depan tubuhnya bak murid yang hendak dihukum. Diam. Sama sekali tidak ada perlawanan.Sementara, di luar ruangan sudah ada sepasang kuping yang tengah duduk santai menikmati cokelat panas untuk menemani kegiatan menonton film yang tengah diputar di laptop.Kakinya pun dengan santainya di alun-alunkan sebagai pertanda bahwa moodnya meningkat drastis dan sangat menunggu-nunggu momen tersebut.Iya, apalagi kalau bukan, Wafa seorang pria dingin nan cuek yang
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----"Fa, Wafa..." "Kamu dimana?"Teriakan Kayla terus bergema di seluruh ruangan. Sudah lebih dari 5 jam pria itu seperti hilang di telan bumi. Nomornya tiba-tiba tidak aktif, Bayu yang hampir selalu mengetahui seluk-beluk kehidupan Wafa pun juga tidak mengetahuinya. Sebenarnya tidak ada sama sekali kabar Wafa masih bisa dimengerti mengingat lelaki itu jika sudah lelah dengan dunia biasanya akan rehat sejenak, tetapi saat ini pria itu sangat dibutuhkan kehadirannya.Pengacara dari kasus Ayah Wafa harus mengatakan sebuah hal yang penting dan enggan memberitahu kepada siapapun kecuali hanya ke Wafa seorang.Katanya ini perintah dari Raizan. "Pak Ilham, saya juga Kakak
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Selepas menutup panggilan telfon dengan Dinda, tugas Wafa menambah satu yaitu menghubungi Diana. Padahal kasus yang kemarin sudah Wafa maafkan dan tidak ingin diperpanjang. Namun, jika sudah begini, sepertinya gadis itu perlu diajak bicara."Di, tetap saja gertakanmu masih belum ada peningkatan." Wafa bermonolog sendiri sambil menempelkan ponsel ke telinganya dengan tujuan panggilan yaitu Diana.'Maaf nomor yang ada hubungi sedang tidak aktif...'"Kemana kamu Di, angkat telfonku." Wafa mengerang kesal, sudah 5 kali panggilannya terus ditolak. Padahal last seen nya menunjukan 5 menit yang lalu aktif. Kalaupun tidur seharusnya tidak langsung pulas. Lagipula, Diana
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Siang yang sangat terik ini, Wafa nampak begitu sibuknya dengan seluruh aktivitas yang tengah ia jalani. Membaca setumpuk dokumen perusahaan, rapat dengan para investor, dan tambahannya adalah mempelajari serba-serbi hukum yang memusingkan kepalanya.Bagaimana tidak, dua hari lagi adalah keputusan final dari kasus yang menimpa Ayahnya. Entah akan berakhir di penjara dan menanggung segala bentuk hukuman atau terbebas dari kasus ini sekaligus nama baik akan terselematkan.Tentu siapapun akan memilih jawaban yang kedua. Apalagi jika Ayahnya tidak terbukti bersalah.Namun, pertanyaannya yang sampai saat ini mengganggu pikiran, benarkah Ayahnya tidak bersalah?Atau justru selama ini