Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Gadis itu belum beralih dari kaca besar yang menempel kokoh di dinding. Pandangannya nampak kosong, tetapi hatinya tengah berbisik.Berbisik lirih dan..Tajam.Rasanya ia tidak mau berada terus lama lama disini. Semua memori terus berputar mengelilingi setiap bidang sisi dalam otaknya.Ah, sungguh muak.Tapi dihentikan juga tak sanggup.Lalu terdengar suara ketukan dari arah luar. Spontan, sang gadis mengusap air matanya dan tersenyum kecut. Dicubit pipinya keras dengan suara yang dipaksa untuk tetap diam.Gila. Sungguh gila.Kalau begini terus ia bisa diamankan di dalam ruangan atau mungkin lebih jauhnya tangannya dapat terikat kencang di antaraHai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Suasana kampus mendadak ramai seusai kedatangan Kayla disana. Pasang mata saling terjaga dan mengarah ke arah perempuan dengan sorot mata sendunya.Kayla berbisik dalam batinnya. Memohon kekuatan dalam diri. "Yuk jangan takut. Kamu tidak salah." Batinnya.Kayla tidak ingin kepercayaan yang mulai ditanamkan dari Wafa pupus begitu saja. Ia mau menjadi gadis tangguh yang tak gentar dengan ombak yang datang dan tak tumbang jika angin menerjang."Hei, Key." Sapa beberapa orang yang ia lintasi dalam perjalanan menuju kelas.Kayla mengangguk dan membalas panggilan mereka dengan hangat. Berusaha mungkin menutupi ketakutan akan dihujat. "Pagi Key." Sapa mereka lagi."Iya, pagi
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------"Jadi? Kamu masih belum ngaku?" "Ngaku apa lagi Sya, semua sudah aku katakan. Kami bukan pelakunya.""Bohon, kamu belum mengatakan yang sejujurnya."Hati Kayla panas bukan main. Baru perkuliahan usai, tanpa ada sentuhan kelembutan, tangannya ditarik Nasya keluar kelas dan dibawa ke area yang tidak banyak orang lain lalu kini ia tengah diinterogasi."Tidak Sya," Geleng Kayla. Gadis itu menatap lelah. Pasalnya, dari kemarin hujatan terus dilayangkan kepadanya. Bahkan tak segan menggunakan kata yang seharusnya tidak pantas untuk dilakukan, meskipun kepada pelaku sekalipun. "Seharusnya kamu yang mengatakan sejujurnya. Kamu memaksaku begini untuk mengakui bahwa aku pelakunya kan? Kalau reali
Di kala suasana kampus yang telah sepi, Kayla menumpahkan seluruh tangisannya di dalam kelas. Perasaan overthinkingnya tak dapat terbendung. Setelah sekian lama tidak melawan, akhirnya kembali berani atas dirinya sendiri. Pertama kalinya ia mengeluarkan reaksi tidak suka atas perlakuan Nasya kepadanya.Sebenarnya sudah sangat lama ia ingin begitu, tetapi sengaja dibiarkan karena mementingkan kondisi mentalnya.Namun, kali ini, semua berbeda.Apa yang dikatakan Nasya telah kelewat batas. Selain itu, Wafa sudah mulai mempercayainya untuk dijadikan teman bercerita dan berkeluh kesah. Tidak mungkin kan tempat untuk menuangkan semua keluh kesahnya pada orang yang mentalnya sedang kacau?Memang, ada Allah, tempat untuk menuangkan semuanya.Tapi, tentu saja, sebagai seorang istri ia juga ingin menemani.Walaupun harus tertatih mengingat kondisi mentalnya yang perlu dipoles agar makin tangguh."Ngga boleh cen
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------Terpaan angin menyentuh rambut Diana lembut sekaligus menyeka air matanya yang masih basah. Matanya ikut terpejam, terbawa suasana dingin Tokyo pada malam ini.Jalanan di Tokyo, apalagi daerah Shibuya, memang ramai. Namun ramainya kota belum mampu mengetuk dinding dingin yang dibangun Diana sejak kemarin.Suasana gadis itu masih belum berubah. Begitu banyak pertanyaan memenuhi isi pikiran dan batinnya terus berontak ingin mencari tahu.Apa yang ia baca di internet, keluarga Wafa tengah dirundung berita kurang mengenakan. Ayah Wafa dituduh korupsi dan uangnya mengalir ke biaya pernikahan Wafa dan Kayla.T-tapi mengapa pria itu enggan memberitahunya? Apakah ia sudah terlalu asing untuk ber
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------Lengan Wafa spontan berhenti bergetar ketika dirinya tengah mengikuti alunan ketikan keyboard. Bulu-bulu halus disekujur tangan dan kakinya ikut terangkat akibat lehernya secara tiba-tiba dipeluk oleh seseorang yang entah siapa.Padahal sepengetahuannya tidak ada langkah kaki yang terdengar. Suasana mencekam makin terasa setelah pintu arah taman belakang terbuka karena terpaan angin kencang. Di luar memang tengah hujan lebat."Fa..""Huaaa!!"Reflek Adila tertawa puas menatap tingkah konyol Adiknya yang sama sekali tidak bisa tertahan menahan takut. "Kamu takut Fa?" Goda Adila lagi. "Diem Kak, ngga lucuk tauk!" Bibir Wafa termanyun dibuatnya. Pasalnya ia tengah serius mengerjak
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------Nasya membanting pintu dengan sangat kencang. Ada perasaan marah membakar hatinya. Telinganya ikut mendidih mendengar teriakan dari luar kamar sambil bersaut ucapan Kayla saat di kampus Aku benci mengenalnya. Pekik Nasya.Ia sungguh muak. Wajahnya lambat laun pucat pasi setelah semua emosi dibiarkan menguasai diri. Seketika akal sehatnya lenyap.Apakah aku bunuh saja, dia?Dia sudah banyak masalah, mungkin dengan cara ini aku bisa membantunya. Batin Nasya mulai tidak beres. Sebelumnya tidak pernah berpikir untuk melangkah sejauh ini, apalagi ia juga tahu ada banyak hukum yang akan menjeratnya. Hukum agama, hukum negara, dan sosial. "Ah, biarlah. Hidupnya sudah terlalu ban
Kening Kayla beberapa kali berkerut terus. Wafa, suaminya, tidak ada dirumah sementara hari makin larut. Ponsel pria itu pun susah untuk dihubungi. Hati Kayla makin gusar. Kemana pergi1 suaminya? Tidak biasanya Wafa pergi tanpa pamit atau setidaknya ponselnya dapat dihubungi."Apa ada hal buruk ya?" Overthingking mulai menyerang pikiran Kayla.Gadis itu terdiam sejenak, mengendalikan nafas, lalu meneguk air putih untuk membasahkan kerongkongan yang kering sekaligus menjernihkan pikiran."Kendalikan dirimu Kayla, Insya Allah Wafa akan baik-baik saja." Ia kembali bermonolog.Gadis itu sempat menyalahkan dirinya yang kebanyakan tidur sampai-sampai membuat dirinya tidak tahu apa-apa. "Ya Allah baru tinggal tidur aja, dunia udah ada aja yang beda." Ujarnya.Kemudian, ia menoleh ke arah jam dinding yang detaknya bergema di seluruh ruangan yang hanya dihuni oleh Kayla seorang. Maklum, akibat kasus itu, Wafa dengan terpaksa me
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Mata Kayla terbelalak hebat. "Ngga mungkin Fa. Aku tahu dia memang sudah lama tidak menyukaiku, tetapi untuk melangkah sejauh itu ku rasa dia bukan orangnya." Ujar Kayla berulang kali.Dirinya masih tidak percaya dengan semua ini. Bagaimana mungkin seorang Nasya akan melakukan itu? Tapi untuk tidak mencoba mempercayai Wafa, gadis itu tahu bahwa Wafa bukan tipikal orang yang akan mudah sembarangan dalam berucap."Tenangin diri dulu mu boleh? Aku akan menjelaskannya seusai kamu tenangan." Balas Wafa lembut. Ia mengerti kondisi psikis istrinya. Pasti terguncang.Kayla menggeleng cepat. "Aku tidak bisa tenang kalau belum dijelaskan."Wafa ikut menggeleng. Dipegangi tanga istrinya erat-erat.
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼Sudah lebih dari 10 menit, Kayla terus celingak celinguk melihat sekeliling perpus kampus. Ada buku yang ingin ia cari, namun belum kunjung ketemu. Iya, adanya kasus itu membuat kehidupan akademis nya sempat terbengkalai. Beberapa kali ia juga mengerjakan tugas mepet dengan batas akhir pengumpulan. "Ngga boleh Key, harus dikerjakan sekarang." Ia mengingatkan dirinya sendiri.Tadi pagi, saat tubuhya tengah rileks tiba-tiba temannya memberitahu bahwa ada tugas individu yaitu merangkum dari buku karangan John Aferdo dengan judul 'Menjadi Manusia Beradab' dan setelahnya akan diminta menyampaikan pandangan terhadap hal tersebut' untuk tugas jati diri mahasiswa.Kata temannya, buku itu dapat ditemukan di perpus p
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼š¼š¼Kayla menggeleng lemah. Tangisnya makin tercekat. "Hanya lelah." Tidak merespon kata-kata, melainkan makin mengeratkan pelukan istrinya. "Maaf ya sayang, aku masih membuatmu terluka." Bisik Wafa pelan tepat mengenai rambut halus lehernya hingga membuat Kayla sedikit bergidik. Pikirannya sedikit melayang. Sungguh, saking masalah nyaman pada Kayla hingga menyebabkan gadis itu lupa bahwa mereka belum melangsungkan bulan madu sama sekali sejak pertama kali menikah. Entah disebut menyedihkan atau tidak, Kayla pun tidak tahu. Namun yang pasti ia sangat butuh kekuatan dan obrolan intens seperti ini. "Fa, terus hangat begini ya. Aku suka." Ujar Kayla tiba-tiba. Posisi tubuhnya masih menghadap ke arah jendela, membelaka
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤š¼š¼š¼Hari ini merupakan malam terpanjang bagi Kayla. Tidak, bukan waktu tiba-tiba tidak berjalan pada garisnya, melainkan ia sangat menikmati semua hal yang masuk ke dalam panca indera.Semilir angin yang menyapu kulitnya, suara detik jam yang menggelitik telinganya, hingga mata yang saling menatap ke segala penjuru arah. Namun, untuk menutupi aktivitas yang tengah ia lakukan dengan sengaja Kayla menyamarkan nafas dari yang biasanya agar tidak mengganggu Wafa yang telah tertidur pulas entah sejak kapan.Percakapan tadi malam membuatnya terjaga malam ini.Pertanyaan demi pertanyaan hinggap ke isi pikirannya. Siapa yang melakukan ini semua?Benarkah ada yang tidak menyukai Wafa sejak lama?Dan
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤xxx"Kalian mau bahas apa sih?" Sesuai tebakan Wafa, pasti Kakaknya akan bertanya itu. Jadi, lebih baik poin 'ingin bahas apa sih' lebih disorot dibandingkan poin 'yang tadi malam sebelum kita melakukan' Ingat, ini adalah Adila!Secara cepat Wafa segera menjelaskan kepada kedua perempuan yang sudah dari semalam terus naik pitam dan terasa sangat tidak ramah untuk didekati.Memang, awalnya Wafa mengurungkan niatnya dengan segala macam pertimbangan. Terutama kekhawatiran pada kedua gadis itu akan meningkat. Wafa merupakan tipikal pria yang ingin memanjakan gadis kesayangannya maka sebisa mungkin ia menjaga agar proses nya tidak diketahui agar bagian gagalnya biar Wafa yang merasakan. Namun, setelah dip
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤xxxAdila menatap kedua pasangan muda dengan tatapan penuh ledekan. Beberapa kali ia juga terdengar ingin tertawa namun terus ia tahan. Jam masih menunjukan pukul 6 pagi namun kedua rambut mereka basah dan tingkahnya menunjukan gelagat yang aneh. Salah tingkah, tidak banyak berbicara, dan tidak berani menatap mata Adila. Paling hanya Kayla yang menanyakan ingin dimasakan apa. Sementara Wafa? Ah pria itu, seperti biasa cenderung cuek dan menganggap itu adalah hal yang biasa.Memang sih, tetapi kan?! Sepertinya pembaca pun bisa langsung menangkap apa yang dimaksud."Fa, aku buatkan teh untukmu ya? Ini...""Hahahaha." "Kayak ngga pernah aja sih." Sekalinya buka suara pria itu langsung ultimatum
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membaca.xxx Tidak ada satupun sanggahan, argumen, atau apapun itu sebutanya yang keluar dari mulut Wafa. Pria itu nampak mempersilahkan istrinya untuk mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang dirasakan.Pria itu juga menundukan kepalanya dengan kedua tangan yang diletakan di depan tubuhnya bak murid yang hendak dihukum. Diam. Sama sekali tidak ada perlawanan.Sementara, di luar ruangan sudah ada sepasang kuping yang tengah duduk santai menikmati cokelat panas untuk menemani kegiatan menonton film yang tengah diputar di laptop.Kakinya pun dengan santainya di alun-alunkan sebagai pertanda bahwa moodnya meningkat drastis dan sangat menunggu-nunggu momen tersebut.Iya, apalagi kalau bukan, Wafa seorang pria dingin nan cuek yang
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----"Fa, Wafa..." "Kamu dimana?"Teriakan Kayla terus bergema di seluruh ruangan. Sudah lebih dari 5 jam pria itu seperti hilang di telan bumi. Nomornya tiba-tiba tidak aktif, Bayu yang hampir selalu mengetahui seluk-beluk kehidupan Wafa pun juga tidak mengetahuinya. Sebenarnya tidak ada sama sekali kabar Wafa masih bisa dimengerti mengingat lelaki itu jika sudah lelah dengan dunia biasanya akan rehat sejenak, tetapi saat ini pria itu sangat dibutuhkan kehadirannya.Pengacara dari kasus Ayah Wafa harus mengatakan sebuah hal yang penting dan enggan memberitahu kepada siapapun kecuali hanya ke Wafa seorang.Katanya ini perintah dari Raizan. "Pak Ilham, saya juga Kakak
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Selepas menutup panggilan telfon dengan Dinda, tugas Wafa menambah satu yaitu menghubungi Diana. Padahal kasus yang kemarin sudah Wafa maafkan dan tidak ingin diperpanjang. Namun, jika sudah begini, sepertinya gadis itu perlu diajak bicara."Di, tetap saja gertakanmu masih belum ada peningkatan." Wafa bermonolog sendiri sambil menempelkan ponsel ke telinganya dengan tujuan panggilan yaitu Diana.'Maaf nomor yang ada hubungi sedang tidak aktif...'"Kemana kamu Di, angkat telfonku." Wafa mengerang kesal, sudah 5 kali panggilannya terus ditolak. Padahal last seen nya menunjukan 5 menit yang lalu aktif. Kalaupun tidur seharusnya tidak langsung pulas. Lagipula, Diana
Hai readers, cerita ini hanya fiktif belaka ya. Kalau ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.Semoga suka, selamat membacaš¤----------------------------------ā----Siang yang sangat terik ini, Wafa nampak begitu sibuknya dengan seluruh aktivitas yang tengah ia jalani. Membaca setumpuk dokumen perusahaan, rapat dengan para investor, dan tambahannya adalah mempelajari serba-serbi hukum yang memusingkan kepalanya.Bagaimana tidak, dua hari lagi adalah keputusan final dari kasus yang menimpa Ayahnya. Entah akan berakhir di penjara dan menanggung segala bentuk hukuman atau terbebas dari kasus ini sekaligus nama baik akan terselematkan.Tentu siapapun akan memilih jawaban yang kedua. Apalagi jika Ayahnya tidak terbukti bersalah.Namun, pertanyaannya yang sampai saat ini mengganggu pikiran, benarkah Ayahnya tidak bersalah?Atau justru selama ini