Share

26. Aisyah Sakit

Author: Disi77
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Itu sepertinya pak Akbar dan bu Nilam, orang tuanya Aisyah?”

Haidar baru saja menginjakkan kakinya keluar dari parkiran rumah sakit, tak sengaja indera penglihatannya menangkap mobil ambulans yang tengah menurunkan ranjang pasien. Dokter tampan itu mengenali orang tua yang mendampingi pasien. Kemudian indera penglihatannya tertuju pada wanita yang terbaring di atas ranjang beroda itu.

“Aisyah?” gumam Haidar panik.

Wanita itu terkulai lemah tak berdaya. Wajahnya tak terlindung cadar, sehingga Haidar lebih mudah mengenalinya. Sontak saja ia langsung berlari menghampirinya.

“Apa yang terjadi dengan pasien?” tanya Haidar pada petugas ambulans.

“Pasien menderita GERD, setelah kami melakukan pemeriksaan fisik saat dalam perjalanan ke sini, Dok,” jawab petugas itu mengenali Haidar.

“Astagfirullah, baiklah bawa langsung ke IGD dan panggil dokter Lukman!” pinta Haidar yang ikut mendorong ranjang beroda tersebut.

Salah satu dari petugas itu menuju ruangan lain, sementara yang lainnya terus mem
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bukan Aku Yang Mandul   27. Penyesalan Wahid

    “Wahid, coba jelaskan pada abi apa yang terjadi?” tanya Ibrahim dengan tatapan tajam dan tegas setelah mereka berdua berbicara di ruang kerjanya Ibrahim yang berada di dalam rumah.“ Abi tidak mengerti Kenapa kamu tiba-tiba menuduh Aisyah berzina, padahal Abi tahu kamu begitu sangat menyayangi Aisyah? Ceritakan semuanya dengan detail Abi ingin tahu masalah rumah tanggamu dan Aisyah!” pinta Ibrahim sedikit meninggikan suaranya, menyadari Wahid terus menunduk.Wajah lelaki dengan jambang tipis itu bingung dan terlihat memasang wajah frustrasi. Bahkan ada garis ketakutan di wajahnya. Ibrahim lantas menepuk pundak anak lelakinya, mencoba menyadarkan Wahid.“Wahid! Apa kamu dengar apa yang abi perintahkan?” tanya Ibrahim menurunkan intonasi suaranya.“Dengar, Abi. Tapi—“ ucapan Wahid terpotong, wajahnya meragu.“Tapi apa? Jangan buat abi kesal! Ceritakan semuanya agar rasa penasaran abi tak meninggi. Di luar, umi dan Nurul pasti kebingungan dengan sikapmu,” desak Ibrahim menahan sabarnya.

  • Bukan Aku Yang Mandul   28. Kemarahan Ayahnya Aisyah

    “Aisyah, kamu sudah sadar, Nak?”Nilam langsung bergegas bangun dari duduknya hingga kursi besi yang ia duduki berderit keras karena gerakan wanita paruh baya itu terlalu cepat. Akbar yang duduk di sofa seraya melantunkan dzikir dan doa untuk putrinya pun langsung bergegas bangun. Wajah cemas mereka sedikit memudar melihat Aisyah membuka matanya.“Aku di mana, Bu?” tanya Aisyah menyadari tempat ia berada terasa asing.“Kamu ada di rumah sakit, Nak. Kamu pingsan, jadi kami langsung membawamu ke rumah sakit,” jawab Nilam lembut seraya membelai lembut rambut putrinya yang tertutup hijab. “Bagaimana sekarang keadaanmu?” tanyanya.“Ayah, panggilkan dokter dulu untuk memeriksa keadaanmu,” sela Akbar seraya menghapus air mata harunya.Akbar langsung bergegas berjalan menuju pintu kamar rawat. Setelah suaminya tak terlihat, Nilam menawari putrinya minum dan langsung dijawab anggukannya Aisyah. Tentu saja, ia tak keberatan dan langsung meraih gelas di atas nakas samping ranjang rawat Aisyah da

  • Bukan Aku Yang Mandul   29. Pertemuan Aisyah Dengan Wahid

    “Terlambat, Wahid! Sebaiknya kamu pulang dan jangan ganggu putriku lagi!”Akbar langsung berjalan melewati Wahid dan terus menuju pintu. Wahid memanggil pun tak dipedulikan. Lelaki paruh baya itu bergegas masuk ke dalam rumah dan langsung menutup pintu.Hati siapa yang tak sakit hati melihat putrinya yang ia titipkan pada seorang pria dan mengira kehidupan anaknya akan bahagia. Tiba-tiba pria itu memulangkannya dan mengucapkan talak di hadapannya, yang mana itu ucapan talak kedua setelah talak pertama di hadapan orang tua si lelaki. Bukan hanya itu putrinya dipulangkan bersama fitnah yang tak mendasar.Lalu yang paling menyakitkan, putrinya pulang dalam keadaan sakit. Bukan hanya sakit badan saja, tetapi sakit hati dan luka putrinya teramat dalam. Akbar tak bisa menerimanya.“Ya Rabb, lapangkanlah hatiku! Aku masih tenggelam dalam amarah, tetapi sulit bagiku untuk memaafkan kesalahan Wahid. Begitu besar luka yang lelaki itu berbuat pada putriku ... aku yakin Engkau Maha Mengetahui dar

  • Bukan Aku Yang Mandul   30. Kebesaran Hati Aisyah

    “Bisakah kamu merahasiakan keburukan mas ... maksud mas tentang kelemahan mas dalam masalah keturunan? Itu adalah aib, Aisyah. Mas mohon dengan segala kerendahan hati!”“Apa?!” Aisyah terkejut. “Kamu bilang apa, Mas?” tanyanya.Bukannya Aisyah tak mendengar. Hanya saja, ia seperti salah mencerna ucapan lelaki di hadapannya yang kini sudah menjadi mantannya. Tiba-tiba perutnya terasa mual saat ia berusaha keras memaksa otak dan pikirannya untuk mencerna ulang ucapan Wahid.“Mas, minta tolong dengan sangat padamu, rahasiakan aib mas, Aisyah! Mas akan menjalani pengobatan seperti usulmu dulu. Mas, tidak ingin membuat malu nama baik keluarga,” ucap sedikit tegas.Jantung Aisyah serasa tertancap panah. Takut membuat malu nama baik keluarga katanya? Lalu bagaimana dengan dirinya dulu yang menerima hinaan mandul?Aisyah memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa terbakar dan perutnya terasa makin mual. Ia tak bisa lagi menahannya lebih lama lagi. Wahid yang menyadari ekspresi Aisyah menahan sak

  • Bukan Aku Yang Mandul   31. Haidar VS Wahid

    “Dokter Haidar, mengenal Aisyah?” tanya Wahid dengan wajah cemas.Haidar memasang wajah sungkan dan bingung. Haruskah ia pergi dari sana agar tak menjadi pengganggu. Namun, dokter tampan itu bukanlah orang yang suka menghindar dari masalah.“Kebetulan, saya—““Haidar adalah teman sekolahnya Aisyah dulu! Karena batuan Nak Haidar lah Aisyah mendapatkan penanganan tepat.” Akbar memotong jawaban Haidar.“Ah, benar. Kebetulan saat sekolah kami satu kelas selama dua tahun berturut-turut,” imbuh Haidar mencoba mengurangi tatapan cemasnya Wahid.Sayangnya, ucapan Haidar tak membuat wajah cemas Wahid berkurang. Lelaki berjambang tipis itu menunduk sebentar. Dadanya tampak naik turun, menahan rasa kesal dan emosi.Tiba-tiba lelaki itu menatap Haidar dengan tatapan penuh selidik. Tentu saja dokter muda tampan itu makin sungkan. Ia bahkan bingung untuk berekspresi.Pikiran Wahid terlihat tak menentu. Berbagai tanya muncul dalam pikirannya. Bagaimana jika dokter itu menceritakan kelemahannya.Buka

  • Bukan Aku Yang Mandul   32. Bunda Untuk Anaknya Dokter Haidar

    “Bukan begitu, Dokter Haidar!”Wahid langsung menundukkan wajahnya. Haidar menghela napas dalam. Mungkin ia terlalu jelas menyerang lelaki dengan rahang tegas itu.“Sejujurnya saya merasa bersalah pada Aisyah dan menyesal telah menyakitinya ... mungkin dokter belum mengalaminya, bagaimana rasanya tersiksa karena rasa bersalah pada orang yang selama ini mengorbankan hidupnya demi saya,” ungkap Wahid pelan.Haidar terdiam. Ucapan Wahid sangat menusuk hatinya. Kedua bola matanya mendadak berembun, walaupun tipis. Ia bahkan tersenyum sinis.“Pak Wahid!” panggilnya pelan, tetapi Wahid langsung menaikkan pandangannya.Dokter tampan itu menaikkan bola matanya seraya mengatur napasnya agar embun tipis pada matanya menghilang. Kemudian ia berdeham kecil.“Boleh saya memberi saran?” tanya Haidar dan langsung dijawab anggukan kepalanya Wahid. “Jangan bandingkan masalah Pak Wahid dengan orang lain! Jangan merasa kalau diri ini adalah yang paling tersiksa. Sesungguhnya rasa seperti itu sangat meny

  • Bukan Aku Yang Mandul   33. Aisyah Ceria

    Haidar langsung membekap mulut anaknya dengan tangannya. Ia tak menyangka Haikal akan mengatakan pertanyaan polosnya di depan Aisyah dan kedua orang tuanya. Haidar kira putranya hanya berbual dengannya saja. Dokter tampan itu menggelengkan kepala pada putranya dengan wajah menahan malu. Namun, Haikal tak dapat mengerti tindakan ayahnya. Sementara Akbar dan Nilam langsung tertawa geli mendengar ucapan polosnya Haikal. “Anak-anak, lucu sekali,” seru Nilam seraya mendekati Haikal yang tengah menarik tangan ayahnya. “Tangan Ayah pait!” cicit Haikal jujur dan polos. Wajah Haidar meringis dan semakin malu. Akbar lantas menepuk pundaknya dan membawanya untuk duduk di sofa. Sedangkan Nilam membungkuk di hadapan Haikal dan memberikan senyuman manis untuk anak kecil. “Namamu siapa, Nak?” tanya Nilam lembut. “Haikal, Bu,” jawab anak kecil itu membalas senyuman Nilam. “Aku ke sini mau nengokin temennya ayah.” Wanita paruh baya itu membelai lembut pipi tembamnya Haikal. “Pintar sekali! Ayok

  • Bukan Aku Yang Mandul   34. Penyesalan

    “Aku akan terus melajang! Jika memang nanti aku menikah, itu atas dasar keinginanku bukan dijodohkan!” ucap Haidar tegas.“Ta—tapi.” Revalina tak berani melanjutkan ucapannya.Wanita paruh baya itu itu memilih mengekori putranya ke dalam rumah. Namun, ia memilih duduk di ruang tengah. Sementara Haidar langsung membawa Haikal yang masih dalam gendongannya ke kemar.Lelaki tampan itu membangunkan sebentar putranya dan membantunya menukar pakaian. Haidar bahkan meminta Haikal untuk menggosok giginya dahulu. Walaupun dalam keadaan mengantuk, Haikal menurut dan tak ada protes.“Anak pintar,” puji Haidar seraya mengacak lembut rambut anak lelakinya.Rasa kantuk anak lelakinya tak berkurang sedikit pun. Selesai berkumur, Haikal langsung digendong dan dibaringkan di ranjangnya. Haidar menyelipkan bantal guling dengan gambar iron man, karakter yang disukainya dan langsung didekap erat oleh putranyal. Tak lupa Haidar menaikkan selimut hingga menutupi dadanya, lalu mengecup keningnya.Setelah me

Latest chapter

  • Bukan Aku Yang Mandul   108. Bersatu (End)

    Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m

  • Bukan Aku Yang Mandul   107. Keputusan Akhir

    “Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso

  • Bukan Aku Yang Mandul   106. Menyesal?

    Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan

  • Bukan Aku Yang Mandul   105. Pertolongan Untuk Nurul

    Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t

  • Bukan Aku Yang Mandul   104. Pertolongan Untuk Wahid?

    “Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per

  • Bukan Aku Yang Mandul   103. Menenangkan Aisyah

    Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.

  • Bukan Aku Yang Mandul   102. Aisyah Harus Tenang!

    “Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny

  • Bukan Aku Yang Mandul   101. Zalimar Bebas

    “Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun

  • Bukan Aku Yang Mandul   100. Ungkapan Hati

    Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat

DMCA.com Protection Status