"Baiklah, tapi jangan disela, ya? Jangan mengambil kesimpulan apa pun sebelum aku selesai bercerita." Raja meminta kesediaan Binar. Binar kembali mengangguk setuju. Raja pun dengan yakin menceritakan semua kisahnya dulu dengan Cahaya. Kisah cinta sesaat yang tidak disangka akhirnya. Kisah cinta yang membuatnya enggan membuka hati untuk yang lain. Kisah cinta segi tiga, antara dia, Cahaya, dan juga ... Kim Young Jin. Sahabatnya. Sesekali tangan Raja mengusap wajahnya, saat desir perih terasa lagi, perasaan cemburu yang harus dia tahan melihat kebersamaan Cahaya dan Kim, saat gadis yang dicintainya lebih memilih sahabatnya dengan alasan lebih dulu mencintai Kim. Pelukan perpisahan, juga penolakan kembali ungkapan cintanya. Binar menggeleng menanggapi cerita Raja, tak menyangka perjalanan cinta lelaki yang penuh pesona itu sedemikian rupa. Dan kakaknya, penyebab luka di hati sang Arjuna. Luar biasa. Padahal kalau dilihat dari fisik Raja, gadis mana yang akan menolak pesonanya? Tapi
Cahaya tidak bisa memejamkan mata, dia bingung dengan perasaannya sekarang. Percaya pada semua omongan Raja? Atau apa yang matanya lihat tadi? Berat. Cintanya kembali diuji. Dulu Raja, sekarang dia. Tak pernah berharap bisa bertemu kembali dengan Raja, tapi Tuhan berkehendak mereka dekat lagi. Berhubungan lagi, tapi kemudian terluka lagi. Dan lebih parah, dia yang menjadi orang ketiga kini. Raja sudah menikah. Cahaya berbaring menyamping, rungunya masih bisa mendengar suara TV yang menyiarkan pertandingan bola. Dia yang tadi sempat tertidur di perjalanan, sekarang seakan kantuk enggan menyapa. Bayangan kebersamaan Raja dengan keluarga kecilnya begitu menyiksa, senyum bahagia dari wajah istri Raja, tercetak jelas dalam benaknya. Benar-benar wanita yang cantik. Sangat cantik malah. Pantas saja Raja memilihnya sebagai pengganti dirinya. Penggantimu? Yakin?"Tapi kenapa harus bohong?" monolog Cahaya pelan, mengingat dengan ringannya bibir Raja mengucapkan kata cinta, tapi ternyata dia
Binar yang baru kembali dari toilet, ikut bergabung. Tadi Raja memang meminta izin padanya untuk berbicara pada Cahaya, dengan ada Binar bersama mereka tentunya. Binar duduk di sebelah Cahaya, sedang Raja di depan keduanya terhalang meja. "Ada apa sih, A? Udah malam ini," tanya Cahaya merasa tidak enak hati dengan Binar, menoleh ke adiknya yang fokus pada layar ponselnya, mengabaikan TV yang masih menyiarkan pertandingan bola. "Aku sudah menjelaskan pada Binar tentang Khadi." Raja menatap dalam Cahaya, terlihat gadis itu melirik pada Binar yang seakan tidak mendengarkan pembicaraan mereka, bahkan remaja itu menyumpal kedua telinganya dengan headset, agar tidak mendengar pembicaraan sepasang kekasih yang sedang salah paham itu, namun Cahaya enggan untuk berkata-kata. "Yang kamu lihat tadi itu adik aku, Sayang. Dan anak yang memanggil aku papa adalah anaknya, keponakanku. Sampai saat ini, aku belum pernah menikah. Aku masih lajang. Bujangan, bukan duda seperti yang kamu katakan tadi
Binar yang melihat Raja kegirangan setelah Cahaya pergi ke kamarnya, membuka sumbatan earphone di Kedua telinganya. Dia tersenyum turut merasakan kebahagiaan Raja, yang walau dia belum tahu cerita sebenarnya. "A!" panggil Binar mengalihkan perhatian Raja. Raja menoleh pada calon adik iparnya, menyebrangi meja memeluk Binar."Dia mau, Nar! Cahaya mau menerima lamaranku!" ucap Raja penuh rasa kebahagiaan. Mendengar itu, Binar menepuk punggung Raja dengan bangga. "Wah, selamat, A!""Iya, Nar! Terima kasih." pelukan mereka pun terurai. "Emang kapan Aa mau lamar Teh Aya?" Binar kembali duduk setelah Raja juga menghempaskan tubuhnya di sofa. "Minggu ini, Nar. Tapi aku belum bilang sama bapak kamu, nanti ingetin Cahaya untuk bilang sama beliau, ya?""Tapi ... ambu kan masih sakit, A!" euforia kebahagiaan Raja terhenti, dia lupa keberadaannya di rumah Cahaya saat ini adalah karena Rosita yang mengalami musibah, tapi mengapa dia bisa lupa? "Ah, iya, Nar. Kenapa aku bisa lupa?" keluh Raja
"Aya ... Sayang!" Raja menggeram pelan, "Kamu malah menyiksaku dengan kata itu. Kalau kamu mau, hari ini pun aku sanggup melakukannya, tapi tentunya aku tidak bisa begitu saja. Kamu terlalu berharga untukku, aku ingin memberikan pernikahan yang menjadi impianmu, seperti keinginanmu."Cahaya tersenyum, dia sama tidak sabarnya dengan Raja sekarang. Membayangkan Raja menjadi suaminya kelak, membuat hatinya berdesir hangat. "Aku tidak menginginkan apa yang mungkin Aa bayangkan tentang pernikahan impian itu, cukup bagiku kata akad nanti kamu ucapkan dengan lantang.""Kamu tahu?" Raja melangkah perlahan, sedang Cahaya mundur menghindar. "Mendengar kamu berkata seperti itu, jiwa liarku terpanggil, Sayang!" Cahaya menahan tawa dan juga takut yang bersamaan, dia terus mundur dengan sesekali melihat kebelakang mencari celah untuk lepas dari ancaman tatapan lapar Raja, hingga begitu sampai di depan kamar dia berbalik dan langsung menutup pintu sambil berteriak. Brak!"Tunggu di sana! Aku ambi
Memasuki rumah Khadijah dengan semangat, kedatangan Raja disambut Syena yang menangis kencang di depan kamarnya. Gadis kecil itu terbangun, dan mencari keberadaan ibunya yang tidak terlihat begitu dia membuka mata. Raja menderap langkah memburu Syena, segera menggendong Syena yang langsung memeluknya erat, Raja mengusap punggung keponakannya itu sayang. "Kenapa, Sayang?" tanya Raja menenangkan, dia mencoba membujuk Syena agar sedikit tenang. "Bunda nggak ada, Papa!" jawab Syena di antara sedu sedannya."Nggak ada?" Raja menoleh mencari keberadaan adiknya, sejak dia masuk tadi, memang belum menemukan keberadaan Khadijah. "Lagi di belakang mungkin, Syena udah cari?" Syena menggeleng dalam pelukan Raja. "Ya sudah, kita cari bunda sama Papa."Raja melangkah menuju bagian belakang rumah Khadijah, begitu sampai dapur dia melihat Bi Sari--Assisten rumah tangga Khadijah--sedang menuangkan nasi goreng ke dalam mangkuk besar untuk majikannya sarapan. Wanita berumur empat puluhan itu, melih
Raja melangkah cepat karena dia terlambat lima menit dari waktu masuk kerja. Sungguh bukan sikap yang patut dibanggakan di hari kedua dia masuk kerja, untunglah tidak ada yang menyadari keterlambatannya selain kedua orang yang berjaga di lobi tadi. Raja menghampiri Indra yang selama ini menjabat sebagai manajer pemasaran sementara, selama manajer baru belum ada. "Pagi, Pak. Maaf saya terlambat tadi," sesal Raja pada Indra yang tersenyum menanggapi. "Iya, Pak Raja. Tidak apa. Oh, ini nanti tolong diperiksa ya, Pak? Barang reject banyak sekali, Mr. Park sampe geleng kepala ini." Indra menunjukkan kertas di tangannya. "Ini barangnya sudah balik lagi, Pak?" tanya Raja memeriksa kertas pemberian dari Indra. "Siang ini sepertinya. Dan wacana mengirimkan karyawan ke Korea, sepertinya tidak bisa dihindari," terang Indra mengalihkan perhatian Raja dari kertas yang dipegangnya. "Pengiriman karyawan ke Korea?""Iya, untuk mempelajari apa penyebab barang yang kita produksi meledak saat dipa
Alya kecewa saat tahu Cahaya tidak masuk kerja, apalagi dengan banyaknya komplain barang rusak yang terpaksa harus dikembalikan. Alya dibuat sibuk sendiri mencari list urgent hari ini. Semalam Andri sudah menjelaskan semua yang diketahuinya pada Alya, menimbulkan perasaan bersalah pada diri Alya karena sudah menuduh yang tidak-tidak pada Raja, bahkan mungkin menyakiti hati lelaki itu dengan kata-katanya. Ya, Alya akan meminta maaf pada Raja nanti saat mereka bertemu nanti. Dengan gerakan pelan mengimbangi perutnya yang semakin besar, Alya memeriksa satu persatu mesin yang sedang beroperasi yang biasanya dilakukan oleh Cahaya, hingga satu panggilan dari belakangnya mengalihkan perhatian Alya. Indra melangkah mendekat, Alya yang mengira Indra datang untuk menanyakan list urgent, mendesah pasrah. Karena barang yang dibutuhkan memang belum lulus QC. "Urgent ya, Pak? Tidak lulus. Lagi dicek ulang manual," kata Alya begitu Indra mendekat. "Bukan. Soal itu sudah bukan kerjaan aku lagi."