Ada yang terangkat dari pundak Kim begitu semuanya sudah dia katakan pada Cahaya. Dia merasa lega, apalagi Cahaya setuju untuk kembali memulai hubungan mereka dengan dalih persahabatan. Bukankah semua memang dimulai dengan pertemanan dulu bukan? Setelahnya, dia bisa kembali perlahan tapi pasti membuat Cahaya kembali mencintainya, dan memutuskan hubungannya dengan kekasihnya. Ah, Adrian bukan kekasih Cahaya? Iya, Kim yakin itu, karena tadi hanya Andri yang terus menempel Cahaya tak menjauh sama sekali. Dia juga bisa melihat sorot mata Adrian padanya, tidak segarang di awal saat sebelum lelaki itu mendengar semua penjelasannya, Adrian terlihat sedikit bersimpati padanya. Biarlah dia dianggap menjual kisah sedih hidupnya, hanya untuk meraih perhatian juga simpati dari ketiga orang itu. Setidaknya dia tidak berbohong bukan? Semua itu memang terjadi padanya, walau kini seakan dijadikan senjata olehnya untuk mencapai satu tujuan, memiliki Cahaya kembali. Untuk selanjutnya, Kim harus mem
Cahaya masih berada di unit apartemen Adrian, setelah Kim undur diri tadi, dia enggan kembali ke apartemennya di tengah hatinya yang dipenuhi perasaan gundah, imbas karena pertemuannya dengan Kim. Dia masih tak percaya, dengan semua yang terjadi pada hidup lelaki yang pernah begitu dicintainya. Disangka hidup lelaki itu penuh bahagia, tapi ternyata hanya kesedihan yang memeluk lelaki itu dalam penderitaan. Bahkan luka hati Kim sangat dalam, hingga kalau dia membayangkan hal itu terjadi padanya, entah apakah dia bisa bertahan atau justru mati perlahan. Namun semua sudah berlalu, cerita keduanya bahkan sudah jauh tertinggal di belakang, tak elok menoleh hanya sekedar untuk mengenang, yang ada nanti hanya hati yang menjadi gamang, dan perlahan mengikis kewarasan. Kim dengan takdir hidupnya, dia dengan Raja yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Cahaya tentunya tidak ingin mengulang kesalahan dengan kembali menyakiti hati Raja, walau kisah hidup Kim begitu menderita, sudah tak mungkin
Andri dan Adrian merasa tenang dengan tidak adanya Kim yang berkunjung menemui Cahaya setelah tahu tempat tinggal mereka, tadinya mereka berpikir Kim akan sering mengunjungi Cahaya setelah pertemuan mereka dua minggu lalu, tapi ternyata mereka salah besar, karena Kim tidak datang lagi setelah itu. Adrian juga selalu mewanti-wanti Cahaya agar segera menceritakan perihal pertemuan mereka, bukan … tepatnya Kim yang mencari Cahaya, hingga berhasil menemukan di mana tempat tinggal mereka pada Raja. Namun dengan alasan Kim tidak ada datang lagi, Cahaya berpikir tak ada salahnya untuk tidak mengatakan hal itu pada Raja. Bukan apa-apa, Cahaya tidak ingin membuat Raja jadi berpikir yang tidak-tidak tentangnya nanti, karena tidak menutup kemungkinan Raja jadi kepikiran akan hal itu, dan menimbulkan kecemburuan juga ketakutan untuk suaminya, yang mengira hatinya akan berubah setelah bertemu dengan mantan terindahnya. Lagi pula Kim juga sudah tahu statusnya kini, jadi hubungan di antara mereka
"Oh iya, terima kasih. Maaf merepotkan." "Iya, masuk saja." Cahaya mengusap pipi A Ya yang terasa dingin. "Duh, kasian banget. Dingin, ya?!" Melangkah lebih dulu masuk, Cahaya membiarkan Kim mengekorinya setelah menutup pintu. "Sini duduk," kata Cahaya begitu mereka sudah di ruang TV. Kim menyusul kemudian, dan duduk berjarak dengan Cahaya, sambil meletakkan kantong plastik yang dibawanya. "Sebentar aku buatkan teh hangat, kasian A Ya, atau kamu bawa susunya, Oppa? Biar aku buatkan agar dia tidak kedinginan." "Air teh hangat saja, Honey. A Ya suka itu," pinta Kim dengan hati yang berbunga, rencananya berjalan sukses. "Baiklah. A Ya tunggu, ya, Tante buatkan teh hangat dulu, A Ya mau?" tanya Cahaya pada A Ya yang langsung mengangguk setuju. "Okay, tunggu, ya." Cahaya beranjak ke dapur tanpa menoleh pada Kim. Namun meski begitu, Kim merasakan hatinya meluap dengan kebahagiaan. Perhatian Cahaya membuatnya membayangkan, kalau posisi mereka saat ini adalah sebuah keluarga yang berb
"A Ya? Kamu panggil Tante apa tadi, Sayang?"Kim bersikap seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan anaknya. Apalagi Cahaya menatap tak percaya pada A Ya, yang dengan polosnya menatap penuh harap padanya. Kim tak sabar menunggu reaksi apa yang akan Cahaya berikan, atas panggilan A Ya padanya. "Mama," ulang A Ya tanpa ragu. "Emm … Sayang, Tante ini bukan mama kamu. Jadi, kamu jangan panggil Tante dengan mama, ya?! Tapi panggil dengan Tante," ralat Cahaya. Hati Kim tersentil mendengar jawaban Cahaya atas panggilan anaknya, dia tidak menyangka Cahaya akan menolak panggilan yang A Ya berikan. Tadinya dia sudah yakin, kalau Cahaya akan menerima begitu saja panggilan itu, tapi ternyata Cahaya menolaknya dengan tegas. "Mama!" A Ya berkeras dengan apa yang dikatakannya, entah apa yang Kim katakan hingga gadis kecil itu kukuh dengan pendiriannya, dengan tetap memanggil Cahaya menggunakan panggilan itu. "Oppa, kenapa A Ya memanggil aku mama? Apa kamu mengatakan sesuatu padanya? Atau
Jauh dari tempat Cahaya berada sekarang, di belahan dunia lainnya, lelaki yang tadi dibayangkan Cahaya bisa ada bersamanya, sedang bersiap untuk kepergiannya ke Korea besok malam. Ada rindu yang begitu menggunung dirasakannya, pada sang belahan jiwa yang kini sudah lebih dulu pergi ke sana, ada hasrat yang meminta tempat untuk tercurah. Dia terus menyunggingkan senyuman, saat satu persatu baju yang disiapkan untuk di negara yang kini tengah diliputi salju, dimasukkan ke koper. Semua sudah terancang dengan manis dalam benak dan angannya, mengulang semua kisah empat tahun lalu awal mula pertemuan mereka dulu. Karena saat salju turun lah mereka bersama waktu itu, bahkan semua kenangan itu dengan indah terbingkai dalam pigura, sebagai bukti indahnya kebersamaan mereka meski hanya sebentar. Jaket tebal, kaos berleher tinggi dan berlengan panjang, kaos kaki, satu persatu disusunnya dengan rapi dalam koper. Gerakan Raja terhenti begitu mendengar ketukan dari pintu kamarnya yang sengaja dibi
Kim tersenyum, dengan sumringah dia membuka pintu apartemen Cahaya saat mendengar suara bel, juga melihat kedua sahabat Cahaya berdiri di sana dengan tatapan penuh tanya, melihat keberadaannya di dalam apartemen Cahaya. Bahkan Adrian terlihat marah mendapati hal itu, dia memaksa masuk sebelum Kim mempersilahkan mereka. Ah masa bodoh, memangnya apa pengaruhnya untuk dia? Tidak ada! Adrian tak peduli lagi karena sudah bersikap tidak bersahabat dengan Kim, dia merasa tidak mempunyai kepentingan untuk bersikap sopan pada Kim. Lelaki itu bukan siapa-siapa sekarang. Dia hanya mantan atasannya dulu, empat tahun yang lalu. Kini mereka sama, hanya sebatas orang yang pernah saling kenal, dan dipaksa lagi untuk saling menyapa karena lelaki itu yang terus mencari keberadaan Cahaya. Andai Kim tidak terus mencari, bisa dipastikan mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Kadang Adrian penasaran, apa yang sebenarnya Rosita katakan pada Kim, hingga lelaki itu tetap ngotot ingin bersama Cahaya? Satu y
"Aku setuju dengan apa yang dikatakan Adrian, Ya. Tidak baik kamu terus menyembunyikan status kamu yang sebenarnya, aku juga merasa kalau anak ini dijadikan alat oleh ayahnya yang terobsesi padamu." Andri ikut menimpali, dia juga tidak ingin Cahaya terus bermain dengan perasaan yang sebenarnya sudah harus dimusnahkan. "Loh, kok status aku disembunyikan? Kalian dengar sendiri kan kalau dia bilang, kalau ambu sudah mengatakan semuanya saat mereka bertemu dulu? Apa kalian pikir, ambu berbohong dengan statusku pada Kim? Kalau pun iya, untuk apa ambu melakukan itu?" Cahaya menatap tak mengerti kedua sahabatnya, merasa kesal juga dengan pernyataan keduanya yang seakan menyudutkan almarhum ibunya. A Ya yang ada di pangkuannya mulai gelisah, melihat tiga orang dewasa yang ada di dekatnya berdebat, gadis kecil itu juga melihat pada ayahnya yang terdiam jauh darinya, namun senyuman dan gerakan Kim yang meminta agar dia tetap diam, membuatnya kembali bersandar manja pada wanita yang dia pangg