Dia memandang pantulan dirinya di cermin, dia masih cantik, bahkan di usianya yang sebentar lagi mendekati empat puluh tahun. Dia belum tua, masih enerjik dan bersemangat, tak jarang orang memujinya karena dianggap awet muda. Dia dulu primadona desa, dulu sekali. Namanya harum sampai ke desa tetangga, banyak pemuda yang naksir padanya, bahkan lamaran datang dari berbagai kalangan pemuda. Namun, hatinya terpaut pada satu pemuda, pemuda sederhana yang bahkan tak begitu bisa memberikan kesan manis. Sayangnya, sebuah kejadian membuatnya tak bisa melanjutkan hubungannya dengan pemuda itu. Ia hamil, sebuah kesalahan di masa lalu yang tak disengaja. Akhirnya, kuliahnya tidak selesai karena buru-buru dinikahkan dengan teman pria yang menghamilinya. Sayangnya, pernikahan tak berlangsung lama, karena tak ada cinta di antara mereka, setelah anak pertamanya lahir, tepatnya dua bulan setelah itu, suami pertamanya pergi dan tak ada kabar berita.Ya, dia wanita yang cantik. Kulitnya halus, jika bad
"Apakah sudah bersih, Ke?" tanya Bujang, seperti biasa, sekali tiga hari Keke akan mencukur jenggot dan kumisnya, agar suaminya itu terlihat lebih bersih dan rapi. Entah kenapa, pria tampan yang digilai Keke itu, memiliki pertumbuhan kumis dan jenggot yang cepat, dua hari saja tidak dicukur, bakal jenggot dan kumis baru telah tumbuh di rahangnya. Keke adalah tipe wanita yang telaten, walaupun dia memiliki anak kembar, rumah tak pernah dalam keadaan berantakan. Dia anti dengan sesuatu yang terletak tidak pada tempatnya. Kadang, tak jarang Bujang kena omel saat meletakkan handuk basah di sembarang tempat. "Sudah," sahut Keke sambil memberikan cermin kecil itu pada suaminya. Dia tersenyum. Bujang, walaupun usianya melebihi Keke, pria itu terlihat awet, tak banyak yang berubah, wajahnya masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu.Memang, Bujang sempat mengalami kegemukan beberapa bulan yang lalu, perut kotak-kotaknya berubah bulat. Karena mendapat protes Keke, pria itu akhirnya kembali r
Dia memandang resah ke ujung jalan. Mata bulatnya harap-harap cemas karena menunggu. Dia meremas jari-jarinya berulangkali.Dia sengaja keluar di jam pelajaran, menyelinap ke belakang sekolah dan berdiri di balik pohon mangga yang umurnya sudah tua. Apa yang lebih mendebarkan selain dengan berjumpa dengan kekasih? Setelah berbalas surat cinta, dan ingin berjumpa sejenak untuk menatap wajahnya.Gadis cantik itu melepas nafas lega, saat yang ditunggu-tunggu melangkah pasti ke arahnya berdiri. Ada degupan tak biasa, layaknya remaja yang tengah jatuh cinta.Dia memejamkan matanya. Hitungan detik, pacarnya itu sudah berada di dekatnya, tepatnya terpisah dua meter."Ada apa?" kata laki-laki yang tak lain adalah Bujang remaja itu. Wajah gadis yang tak lain adalah Endang itu, berubah hilang serinya. Setelah dia mengirim surat cinta dengan penuh perjuangan, dan hanya ditanyai ada apa?"Tidak ada apa-apa," sahut Endang ketus. Dia tak suka diabaikan, tak suka dinomor dua kan, dia biasa mendapatk
Keke tak habis pikir, sebegitunyakah? rasa tergila-gila Endang pada Bujang sampai mengirimkan guna-guna yang salah sasaran. Keke tak tau, apakah justru bersyukur dengan guna-guna yang salah sasaran itu, atau malah prihatin. Jika saja yang kena adalah Bujang, betapa sedihnya dia, sebentar lagi dia akan melahirkan. Anak-anak mereka masih kecil, jika Bujang yang kena, alangkah malangnya nasib yang menimpa. Membayangkannya saja Keke sudah tak sanggup.Keke menyadari, walaupun suaminya itu bukanlah pria muda, tapi dia masih gagah bahkan semakin tampan di usianya yang mendekati empat puluh. Wajah dengan rahang tegas, pandangan mata tajam tapi meneduhkan, bibir gelap yang jarang tersenyum pada orang asing, serta kulit sawo dengan otot kuat dan tangkas yang dimiliknya. Bujang memiliki fisik yang diidamkan oleh semua laki-laki, dia kriteria laki-laki yang jantan dan gagah. Walaupun berbeda umur yang sangat jauh dengan Keke, saat mereka berjalan berdua, orang pasti menyangka mereka tak terpaut
Benar kata orang, wanita yang setengah gila akan sangat berbahaya. Dia akan melakukan apa saja agar kehendak dan keinginannya terpenuhi, tak peduli apakah jalannya halal atau haram. Endang merasa marah luar biasa saat mengetahui guna-gunanya salah sasaran, dia sudah berkorban banyak uang, uang yang bahkan dipinjamnya dari sana sini. Dia tak menyangka akan gagal, dia sudah membayangkan yang indah-indah bersama Bujang. Menikah, hidup enak dan tentu saja seumur hidup Bujang akan berada di bawah kendalinya.Bukannya malu atau insaf, mendengar ucapan Keke barusan, Endang malah meradang, dia geram luar biasa. Tanpa malu, dia merengsek masuk ke dalam rumah. Jika jalan halus tak mempan, jalan kasar harus ditempuh."Hei, mau ke mana kau?" Keke menghalangi wanita itu. Endang menatap benci, Endang semakin dekat ke tangga rumah."Minggir! Mana Bujang.""Dia tak ada di rumah." Keke masih mencoba untuk berbohong, dia tak Sudi jika suaminya malah digoda terang-terangan oleh wanita itu."Kau bohong,
Endang baru saja memarkirkan motornya, dia tak menyadari seseorang berlari ke arahnya sambil memeluknya tanpa ampun, Endang sampai terjatuh dari motornya sendiri, sedangkan motor itu menimpanya. Kesadaran Endang belum pulih, saat dia merasa cambang kasar bergesekan dengan pipinya. Sial berkali-kali, ditimpa motor, dan ditimpa tubuh besar yang baunya ampun di hidung."Akhirnya kita bertemu, Endang. Siang malam aku merindukanku, tapi istriku merantaiku seperti gajah. Tapi, sekarang takkan ada yang memisahkan kita, aku mencintaimu, Endang. Aku menunggu saat-saat seperti ini, aku sudah tak waras karena terus saja memikirkanmu."Endang merasa perutnya bergejolak mual, aroma tak sedap dari mulut itu membuatnya ingin muntah, dia berusaha menyingkirkan Luqman yang terus saja meracau mengungkapkan cintanya. "Minggir!" Endang menendang selangkangan Luqman, pria itu mengaduh kesakitan. Keributan itu mau tak mau memancing para tetangga, mereka keluar dari rumah, dan sebagian terpaksa bangun dari
Pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang memiliki ladang pahala jika dijalani dengan benar, pernikahan itu mudah, jika mengikuti semua aturan yang diajarkan oleh syariat. Apa aturan itu? Masing-masing menjalankan fungsinya masing-masing, saling memberi dan menerima, bertanggung jawab dalam perannya. Seperti sepasang suami istri yang berhasil menjalankan pernikahan mereka, hidup sederhana dan saling melengkapi satu sama lain.Keke bangun, menggeliatkan tubuhnya sejenak, perutnya yang membesar itu memang membuat dia agak kesulitan tidur nyenyak. Dia mendapati kasur di sampingnya sudah kosong, sedangkan si kembar masih lelap dalam ayunannya masing-masing. Sejak berumur setahun, Delia dan Delio jarang sekali bangun di malam hari, dia tidur nyenyak sampai pagi, tapi sebelum tidur, mereka harus disuapi dulu sampai kenyang.Keke bangun, membuka jendela kamar, sehingga udara segar di subuh hari menyapanya. Keke melihat jam dinding, masih jam lima subuh. Kokok ayam bersahut-sahutan, suasan
Tiga hari setelahnya, Luqman sudah mulai bekerja, wajahnya terlihat cerah saat motornya memasuki pekarangan rumah Bujang. Seperti biasa, dia akan bersenandung kecil, jika melihat Luqman yang sekarang, siapa yang akan menduga dia pernah hampir gila. Keke mendampingi Delio yang baru pandai berjalan, sesekali dia terjatuh, tapi Delio bangkit lagi, memang, dibanding Delia yang lincah, perkembangan Delio agak sedikit lambat. Sedangkan Delia sudah berlari-lari kecil sambil memetik bunga yang sedang mekar di pot. Keke hanya bisa mengelus dada, semua bunga yang mulai bermekaran sudah gundul karena tangan mungil itu."Hai Bujang kecil," sapa Luqman, dia memarkirkan motornya di depan gudang. Rokok menyelip di bibirnya yang gelap."Sudah sehat, Bang?" Bujang senang dengan keadaan Luqman yang sudah bugar. Seperti tak pernah terjadi apa-apa."Sudah, bukan ragaku yang sakit, pikiranku, ajaib benar kelapa si Endang, entah siapa dukunnya. Kalau ingat aku pernah merangkak mencari dia, malunya minta a
Setelah melakukan berbagaipertimbangan, Amir kemudian menyerahkan dirinya kepada kepolisian dan mengaku semua kesalahannya. Pada hari itu juga, Alam diringkus oleh polisi dan mereka sama-sama masuk ke dalam sel tahanan.Di hari yang sama, pada hari itu juga Anne menghembuskan nafasnya terakhir di rumah sakit, setelah kecelakaan yang menyebabkannya kritis selama 2 hari. Sedangkan Hendrik masih dalam keadaan kritis. Peristiwa kecelakaan itu menjadi santapan para pencari berita, karena Anne adalah seorang yang dipandang di negri ini sebagai pebisnis muda yang sukses dan lahir dari keluarga kaya raya.Tak ada kejahatan yang tidak mendapatkan balasan. Mungkin Bujang tidak memiliki kemampuan untuk membalas karena dia kalah kekuatan dan kekuasaan. sehingga melakukan hukuman yang sangat besar kepadanya pada pagi itu televisi dipenuhi oleh berita tentang kematian wanita konglomerat yang memang namanya sudah dikenal sebagai wanita pebisnis yang sangat beruntung dalam mengelola semua bisnisnya
Keke menangis sesenggukan melihat keadaan Bujang yang sudah selesai melakukan operasi patah tulang. Anne bertingkah sebagai Dewi penyelamat, berhasil membuat semua orang percaya dengan bualannya, yang mengatakan bahwa dia adalah penyelamat Bujang, hanya Keke yang berusaha menahan geram pada wanita itu, tapi dia lebih memilih untuk bungkam saja, karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Bujang terlebih dulu."Maafkan Keke, karena telah berprasangka buruk kepada Abang. Ternyata apa yang Abang lakukan adalah mencari pekerjaan. Keke minta maaf, Keke sangat berdosa sudah berprasangka yang bukan-bukan pada Abang."Keke menangis penuh sesal, dia merasa seperti istri yang sangat durhaka, dengan musibah yang telah terjadi pada suaminya itu, seharusnya dia bersabar pada suaminya sedang berjuang mencari nafkah.Bujang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan, ada beberapa orang di sana termasuk Lukman, Ayah Keke beserta ibunya. Mereka sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada pria itu.
"Makanlah! abang-abang sudah 3 hari tidak makan, air saja takkan bisa membuat kita hidup, pikirkan istri dan anak-anak, sampai kapan Abang akan begini?" kata wanita berumur 40-an itu pada suaminya yang termangu di depan jendela. Pria yang dipanggil Abang itu adalah Amir menggeleng dengan wajah yang lesu. Dia sakit-sakitan dan tak memilki nafsu makan sama sekali, bahkan tiga hari ke belakang, dia sama sekali tak menyentuh nasi.Sejak aksi kejahatan itu, Amir sama sekali tidak bisa makan enak, hatinya diliputi rasa bersalah yang amat besar. Perasaan bersalah itu menggerogotinya siang dan malam dan membuat dia merasa ketakutan. Terbayang wajah Bujang yang sedih melihat semua harta bendanya sudah lenyap dilahap api."Aku tidak mau makan. Simpan saja!" katanya pada istrinya, matanya cekung dan pandangannya kosong. Sang istri yang kebingungan hanya bisa mengelus dada dengan tingkah suaminya itu.Sang istri, yang wajahnya begitu sedih kemudian mengusap air matanya. Suaminya terlihat begitu
Orang yang telah membuat Bujang celaka itu sudah pergi, sedangkan Bujang masih terkapar di tengah jalan dengan kondisi yang mengenaskan, pria itu terlihat sekarat. Pingsan, lalu sadar kembali, entah berapa lama dia kehilangan kesadarannya.Bujang tak meneteskan air mata, matanya menatap ke atas langit yang kelam. Di sana ... dia seolah-olah melihat ayah dan ibunya tengah melihat dirinya yang sangat malang. Bujang merasakan amat kesakitan di seluruh tubuhnya, apalagi bagian kakinya, dia yakin, tulang yang sudah patah. Siapa yang telah tega membuatnya seperti ini, dia bukanlah orang yang jahat, dia hanya pria penyendiri yang tak suka diusik dan tak pernah mengusik. Lalu, dengan kejamnya mereka melakukan ini padanya. Jika umurnya panjang, dia takkan memaafkan mereka. Bujang akan membalas dengan cara setimpal.Bujang terbayang wajah Keke dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Andaikan malam ini dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, bagaimana nasib mereka semuanya? Siapa yang akan menafkah
Motor Honda melesat dengan kecepatan sedang, dia tidak menyadari, sejak tadi ada 4 orang dengan mobil pikap mengikutinya. 4 pria utusan Anne itu menyamar seolah-olah membawa barang di dalam mobil pick up, sehingga Bujang sama sekali tidak curiga.Di tempat lain, Keke tengah merasa sedih. Nabil terpaksa dirawat malam ini, sedangkan dua anaknya, Delia dan Delio hanya rawat jalan. Si kembar sudah dibawa oleh Ibu dan Ayah keke pulang ke rumah. Bayu sempat menemani Keke di rumah sakit, tapi anak itu besok harus bangun pagi-pagi untuk sekolah, Keke menyuruh Bayu pulang saja.Berulang kali gagal menelepon Bujang dan tidak diangkat. Kali ini tidak tersambung, sepertinya ponselnya mati atau sengaja dimatikan. Hal itu membuat Keke makin kesal.Nabil sudah tidur sejam yang lalu. Rasanya ingin marah, dia merasa Bujang sudah berbeda, Bujang yang sekarang lebih asik dengan dunianya sendiri. Dia sering termangu, bahkan sudah jarang berbicara dengan Keke."Kenapa Abang Bujang seperti ini?" kata Kek
"Terima kasih, Wak."Pria yang dipanggil Uwak itu menggangguk. Bujang pun mulai bekerja hari ini.Pria yang dipanggil Uwak itu melihat Bujang dengan tatapan sedih. Bujang adalah pria yang baik, terkenal sangat dermawan dan tidak pernah pandang bulu dalam menolong orang. Bujang bukan pria yang kesusahan, dia sudah terlahir sebagai anak tunggal yang kaya raya, cuma orang tuanya mengajarkan hidup sederhana. Pria itu malah menjadi anak buahnya sekarang, pria yang dulu yang mengajarkannya cara membuka usaha perabot, sekarang malah menjadi anak buahnya.Bersamaan dengan itu, Keke yang baru pulang mengajar dan belum merasakan istirahat merasa kebingungan. Delia Delio demam, sedangkan Nabil memang sudah demam sejak 2 hari yang lalu. "Ayo, kita bawa ke rumah sakit saja," kata ibunya yang juga khawatir dengan kondisi cucunya itu. "Kita tanya Bang Bujang dulu, Bu," jawab Keke, wanita itu kemudian mengeluarkan handphonenya dan menelepon Bujang beberapa kali, tapi Bujang sama sekali tidak menjaw
"Apa Ayah punya uang yang disimpan? Warung kita sudah lengang, barang mesti ditambah, bahkan tadi saat orang menanyakan sabun, satu pun sabun sudah tak ada," kata Ibu Keke meluapkan rasa gundahnya."Ayah tak punya uang simpanan, apa tak ada emas yang bisa dijual?"Ibu Keke menggeleng. "Dulu dia punya emas yang cukup banyak, dan itu sudah dijual untuk menguliahkan Keke. Ladang mereka pun tak lagi menghasilkan.Pak Iwan adalah suami yang sangat bijak, dia mengusap bahu istrinya dengan tujuan untuk menenangkan."Tidak apa-apa, Bu, semoga untuk kedepannya kita diberikan rezeki yang tidak kita sangka-sangka," katanya dengan begitu tenang. Ibu Keke mengangguk apa yang dikatakan oleh suaminya itu benar. Anak dan menantu mereka baru saja tertimpa musibah. Tak lagi memiliki pekerjaan dan tempat tinggal. Yang perlu mereka lakukan adalah bersabar dan mendoakan mereka.Tanpa Ayah dan Ibu Keke sadari ternyata Kiki sudah berada di balik tirai mendengarkan percakapan mereka. tak sengaja, saat Keke
"Papa masih ingat ketika aku menceritakan sebuah tanah yang sudah tawar dengan harga yang tinggi tapi pria itu tidak mau menjualnya? dan malah bersikukuh akan pertahankan tempat itu padahal posisinya sangat menghambat hotel yang akan aku bangun.""Oh, ya, Papa ingat tentang pria sombong yang kamu katakan tidak peduli dengan uang itu, kan?""Papa betul. Sebenarnya aku sudah berbaik hati mendekatinya dan memberikan beberapa penawaran yang mungkin untuk ukuran tanah itu, tidak mungkin hargai segitu, aku memberikan harga 10 miliar agar dia bisa menjual tanahnya, supaya bangunan Hotel tidak terhambat, karena posisi tanahnya yang menghalangi pandangan dan menjorok ke depan.""Lalu, bagaimana? Apakah pria itu berubah pikiran setelah ditawarkan harga yang begitu mahal?"Anne menggeleng dan tersenyum masam, rasanya membicarakan Bujang adalah pembicaraan yang sangat menyebalkan, mengingat bagaimana jengkelnya pria itu menyambutnya setiap dia datang ke sana."Apakah menurut Papa, aku jahat? Aku
Bujang pulang dengan wajah yang lesu, kemarin dia sudah mendapatkan pembeli, pembeli mengatakan akan membeli mobil itu jika kondisinya sehat. Bujang sudah berharap mobil itu terjual, tetapi ketika dia membawa mobil kesayangannya kepada pria itu, ternyata pria itu menawar dengan harga yang sangat murah, 60 juta. Bujang sangat tak rela menjual mobil semurah itu, padahal harganya bisa sampai 95 juta, mendapatkan pembeli profesional.Keke yang baru sampai di rumah penasaran dengan wajah kuyu Bujang."Ada apa, Bang? Kenapa mobilnya kembali dibawa pulang?"Bujang tidak langsung menyahut, pria itu duduk di atas bangku papan, menyandarkan kepalanya, gurat wajah yang begitu lelah dan begitu putus asa begitu kentara."Harga yang disepakati, tidak sama dengan harga jadi, dia cuma mampu membeli 60 juta padahal kemarin dia mau membeli sekitar 90, mungkin karena dia tahu kita terdesak uang, maka dia bertingkah."Keke menghela napas panjang, dia tahu dunia tidak mudah, seseorang akan mendekat ket