Delia sudah tenang dan bermain sendiri di dalam box-nya. Sedangkan Delio masih menyusu, dia menghisap sumber kehidupan itu seperti takkan ada hari esok, bahkan setelah disusukan kanan kiri dia belum juga kenyang.Bujang mengamati wajah Keke yang masih termenung sendiri. Walaupun sudah cukup tenang, tapi kondisinya belum begitu normal. Wajah murung tanpa alasan yang jelas.Bujang menyadari, sejak Ibu Keke kembali ke rumah karena masa empat puluh hari telah selesai, Keke menampakkan gelagat tak biasa, dia sering bersedih tanpa sebab, bahkan kebingungan saat bayi mereka serentak menangis.Ini baru pertama kali Bujang meninggalkannya di rumah. Karena pekerjaan terbengkalai karena Bujanh juga fokus pada bayi mereka.Bujang pikir semua akan baik-baik saja, ternyata mendapati pemandangan yang membuat hatinya miris. Delia dan Delio tergeletak begitu saja di atas lantai."Ke," sapa Bujang lembut, dia menyentuh bahu Keke, sehingga istrinya itu menengadah padanya. Tatapan Keke kosong, tapi setid
Menjadi orangtua, tak sesederhana yang dipikirkan orang-orang. Apalagi orangtua baru yang sama sekali tak berpengalaman mengurus bayi, pasti akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Ada bahagia, sedih, haru dan putus asa.Delapan bulan sudah umur Delia dan Delio. Mereka tumbuh menjadi bayi yang sehat. Namun, walaupun mereka kembar, perkembangan mereka berbeda. Delia berkembang lebih cepat, dia sudah bisa duduk sendiri, bahkan belajar merayap ke dinding. Sedangkan Delio agak lambat, dia masih merangkak, belum bisa duduk."Bang, sepertinya Delia buang air besar," kata Keke, dia sedang menyantap makan malamnya. Sejak punya bayi, mereka jarang makan serentak, pasti bergantian, dua bayi mereka lagi aktif-aktifnya. Lengah sedikit saja, pasti ada yang cidera, seperti Minggu lalu, kening Delia benjol karena jatuh dari ayunan saat Keke sibuk menyusui Delio. "Kita tunggu dulu agak lima menit, kemaren begitu, mungkin belum tuntas, eh, dia nambah."Keke tertawa, dia masih mengingat, betapa terpa
Menikah, hamil dan punya anak. Mungkin adalah sebuah status yang diidam-idamkan semua orang. Tak ada wanita yang benar-benar ingin melajang seumur hidup. Tak ada juga wanita yang ingin mati di kasurnya yang dingin tanpa ada anak-anak dan suami di sampingnya.Fitrah wanita itu, hamil, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Wanita diciptakan sesempurna sempurna bentuk. Rahim yang kokoh, sepasang dada yang berfungsi untuk menyusui.Hamil, tidaklah mudah, tri semester ke dua, tepatnya setelah Keke tau dia hamil, kehamilannya dipenuhi ujian, mulai dari muntah berkepanjangan, tak bisa makan dan beberapa kali dirawat di rumah sakit. Kehamilan itu tidak mudah, semua wanita pasti sepakat. Setelah masa muntah reda, keluhan lain akan dirasa, perut yang semakin berat, kaki yang bengkak, susah tidur di malam hari, bahkan sakitnya kontraksi palsu.Wanita diciptakan jadi ibu, meregang nyawa demi melahirkan buah hatinya ke dunia. Tapi rasa sakit seakan sirna saat mendengar suara tangis bayi mereka unt
Bujang meninggalkan pekarangan rumah dengan tersenyum. Semua perdebatan dengan Keke tadi, sangat berkesan baginya, kadang-kadang mengerjai Keke menjadi kesenangan tersendiri, bisa melepas penat setelah bekerha. Sebenarnya, dia juga tak memaksa Keke untuk melahirkan kembali setelah hamil kedua ini, dia tau betul betapa Keke kewalahan, mulai dari masa hamil, melahirkan dan mengasuh anak-anak mereka. Akan tetapi, mengusili Keke menjadi candu tersendiri bagi Bujang."Ayo! Aku yang menyetir atau kau, Jang?" Luqman membuka pintu, duduk di samping kursi kemudi."Biar aku saja dulu, nanti pas pulang, baru Abang.""Baiklah. Tadi aku memeriksa tali pengikat, ada yang longgar. Memanglah, si Tengil tak bisa diharapkan bekerja, mengikat perabot saja tidak becus, lain kali kau seleksi dulu lah kalau mencari anak buah.""Aku kasihan.""Kasihan kasihan, tapi dia tak becus kerja."Bujang tak menyahuti kekesalan Luqman. Mobil pick up itu melaju kencang saat sampai di jalan lintas provinsi.Mereka samp
Siang semakin terik, jangan tanya betapa panasnya Riau di siang hari, kipas adalah alat elektronik yang wajib dimiliki di rumah masing-masing. Terkadang, musim hujan sangat ditunggu-tunggu, agar udara sedikit lebih sejuk. Jika ingin ke luar mencari udara, di kota-kota di Riau, malam hari adalah waktu yang tepat. Tempat-tempat nongkrong pun lebih ramai di malam hari.Setelah meninggalkan area kantor wali kota, Bujang dan Luqman mengarahkan mobil pengangkut barang itu ke sebuah toko langganan yang menjual cat khusus. Cat khusus yang hanya dijual di toko-toko khusus. Tak ada di toko di kota Siak. Hanya ada di Pekanbaru. Cat itu menjadi andalan agar kualitas perabot olahan Bujang berkualitas."Rasanya aku pernah melihat anak barusan?" kata Luqman yang belum lepas dari rasa penasarannya. Mobil yang dikemudikan oleh Bujang melaju dengan kecepatan sedang. Jalan cendrung ramai, karena banyak para karyawan yang keluar mencari makan siang. Beberapa memiliki seragam yang sama. Seragam perusahaan
Bujang memandang Keke dengan tatapan hangat, semburat merah muncul di pipi wanita yang telah menjadi istrinya itu. Keke, dia tetap saja cantik, bahkan setelah melahirkan anak mereka, tak sedikit pun kecantikannya berkurang. Perut buncitnya memberi aura tersendiri, hamil kedua ini membuat kulitnya lebih halus dan lebih bersinar, sehingga Bujang tak bosan memandangnya. Bujang lupa, Keke tak pernah untuk tidak cantik, bahkan setelah bangun tidur tanpa mencuci muka, dia tetap saja cantik.Bujang sendiri, tak tau, dari mana kecantikan itu disalin Keke, setahu Bujang, kakak Keke berwajah biasa saja, dia pernah berjumpa beberapa kali. Pak Iwan pun, tidak tampan di masa mudanya, mungkin dari ibunya, ah! Bujang juga tak tau persis. Luqman benar, dia laki-laki yang beruntung, bisa mendapatkan wanita secantik Keke, bahkan, bisa meluluhkan hati Keke tanpa dipaksa olehnya, wajar saja dia dituduh mengguna-gunai Keke, gadis itu takkan mungkin mau dengannya begitu saja. Tapi Tuhan punya cara yang i
Keke tersengal, Bujang adalah laki-laki yang sangat luar biasa. Dia mampu membuat Keke meleleh dengan sentuhan sederhananya, menerbangkan Keke ke puncak tertinggi, dan memberikan pengalaman yang sangat luar biasa. Bujang, adalah pria berkarisma yang pandai memuja, lihai mendamba, sehingga Keke tak bisa berjauhan darinya.Keke pernah jatuh cinta, tapi cinta kali ini sangat berbeda. Bujang bagaikan laut dalam yang tenang, tapi menenggelamkan dan menghanyutkan. Dia bahkan tak lihai menggombal atau mengeluarkan kata-kata rayuan, tapi tatapan dalam dan tenangnya, mampu membuat lutut Keke melemas.Dengan Kevin, dia tak mengenal arti hasrat. Dia nyaman, hanya sekedar nyaman, Kevin tak mampu menghadirkan debaran berbahaya padanya, atau rasa haus akan sentuhan. Dengan Bujang, dia bagaikan lilin yang meleleh terbakar, musnah dilahap api.Mereka bahkan belum selesai menata nafas kelelahan, saat rengekan Delio dan disusul Delia mengejutkan mereka. Mereka sama-sama tertegun, lalu terkikik kecil.B
Dia memandang pantulan dirinya di cermin, dia masih cantik, bahkan di usianya yang sebentar lagi mendekati empat puluh tahun. Dia belum tua, masih enerjik dan bersemangat, tak jarang orang memujinya karena dianggap awet muda. Dia dulu primadona desa, dulu sekali. Namanya harum sampai ke desa tetangga, banyak pemuda yang naksir padanya, bahkan lamaran datang dari berbagai kalangan pemuda. Namun, hatinya terpaut pada satu pemuda, pemuda sederhana yang bahkan tak begitu bisa memberikan kesan manis. Sayangnya, sebuah kejadian membuatnya tak bisa melanjutkan hubungannya dengan pemuda itu. Ia hamil, sebuah kesalahan di masa lalu yang tak disengaja. Akhirnya, kuliahnya tidak selesai karena buru-buru dinikahkan dengan teman pria yang menghamilinya. Sayangnya, pernikahan tak berlangsung lama, karena tak ada cinta di antara mereka, setelah anak pertamanya lahir, tepatnya dua bulan setelah itu, suami pertamanya pergi dan tak ada kabar berita.Ya, dia wanita yang cantik. Kulitnya halus, jika bad
Setelah melakukan berbagaipertimbangan, Amir kemudian menyerahkan dirinya kepada kepolisian dan mengaku semua kesalahannya. Pada hari itu juga, Alam diringkus oleh polisi dan mereka sama-sama masuk ke dalam sel tahanan.Di hari yang sama, pada hari itu juga Anne menghembuskan nafasnya terakhir di rumah sakit, setelah kecelakaan yang menyebabkannya kritis selama 2 hari. Sedangkan Hendrik masih dalam keadaan kritis. Peristiwa kecelakaan itu menjadi santapan para pencari berita, karena Anne adalah seorang yang dipandang di negri ini sebagai pebisnis muda yang sukses dan lahir dari keluarga kaya raya.Tak ada kejahatan yang tidak mendapatkan balasan. Mungkin Bujang tidak memiliki kemampuan untuk membalas karena dia kalah kekuatan dan kekuasaan. sehingga melakukan hukuman yang sangat besar kepadanya pada pagi itu televisi dipenuhi oleh berita tentang kematian wanita konglomerat yang memang namanya sudah dikenal sebagai wanita pebisnis yang sangat beruntung dalam mengelola semua bisnisnya
Keke menangis sesenggukan melihat keadaan Bujang yang sudah selesai melakukan operasi patah tulang. Anne bertingkah sebagai Dewi penyelamat, berhasil membuat semua orang percaya dengan bualannya, yang mengatakan bahwa dia adalah penyelamat Bujang, hanya Keke yang berusaha menahan geram pada wanita itu, tapi dia lebih memilih untuk bungkam saja, karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Bujang terlebih dulu."Maafkan Keke, karena telah berprasangka buruk kepada Abang. Ternyata apa yang Abang lakukan adalah mencari pekerjaan. Keke minta maaf, Keke sangat berdosa sudah berprasangka yang bukan-bukan pada Abang."Keke menangis penuh sesal, dia merasa seperti istri yang sangat durhaka, dengan musibah yang telah terjadi pada suaminya itu, seharusnya dia bersabar pada suaminya sedang berjuang mencari nafkah.Bujang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan, ada beberapa orang di sana termasuk Lukman, Ayah Keke beserta ibunya. Mereka sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada pria itu.
"Makanlah! abang-abang sudah 3 hari tidak makan, air saja takkan bisa membuat kita hidup, pikirkan istri dan anak-anak, sampai kapan Abang akan begini?" kata wanita berumur 40-an itu pada suaminya yang termangu di depan jendela. Pria yang dipanggil Abang itu adalah Amir menggeleng dengan wajah yang lesu. Dia sakit-sakitan dan tak memilki nafsu makan sama sekali, bahkan tiga hari ke belakang, dia sama sekali tak menyentuh nasi.Sejak aksi kejahatan itu, Amir sama sekali tidak bisa makan enak, hatinya diliputi rasa bersalah yang amat besar. Perasaan bersalah itu menggerogotinya siang dan malam dan membuat dia merasa ketakutan. Terbayang wajah Bujang yang sedih melihat semua harta bendanya sudah lenyap dilahap api."Aku tidak mau makan. Simpan saja!" katanya pada istrinya, matanya cekung dan pandangannya kosong. Sang istri yang kebingungan hanya bisa mengelus dada dengan tingkah suaminya itu.Sang istri, yang wajahnya begitu sedih kemudian mengusap air matanya. Suaminya terlihat begitu
Orang yang telah membuat Bujang celaka itu sudah pergi, sedangkan Bujang masih terkapar di tengah jalan dengan kondisi yang mengenaskan, pria itu terlihat sekarat. Pingsan, lalu sadar kembali, entah berapa lama dia kehilangan kesadarannya.Bujang tak meneteskan air mata, matanya menatap ke atas langit yang kelam. Di sana ... dia seolah-olah melihat ayah dan ibunya tengah melihat dirinya yang sangat malang. Bujang merasakan amat kesakitan di seluruh tubuhnya, apalagi bagian kakinya, dia yakin, tulang yang sudah patah. Siapa yang telah tega membuatnya seperti ini, dia bukanlah orang yang jahat, dia hanya pria penyendiri yang tak suka diusik dan tak pernah mengusik. Lalu, dengan kejamnya mereka melakukan ini padanya. Jika umurnya panjang, dia takkan memaafkan mereka. Bujang akan membalas dengan cara setimpal.Bujang terbayang wajah Keke dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Andaikan malam ini dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, bagaimana nasib mereka semuanya? Siapa yang akan menafkah
Motor Honda melesat dengan kecepatan sedang, dia tidak menyadari, sejak tadi ada 4 orang dengan mobil pikap mengikutinya. 4 pria utusan Anne itu menyamar seolah-olah membawa barang di dalam mobil pick up, sehingga Bujang sama sekali tidak curiga.Di tempat lain, Keke tengah merasa sedih. Nabil terpaksa dirawat malam ini, sedangkan dua anaknya, Delia dan Delio hanya rawat jalan. Si kembar sudah dibawa oleh Ibu dan Ayah keke pulang ke rumah. Bayu sempat menemani Keke di rumah sakit, tapi anak itu besok harus bangun pagi-pagi untuk sekolah, Keke menyuruh Bayu pulang saja.Berulang kali gagal menelepon Bujang dan tidak diangkat. Kali ini tidak tersambung, sepertinya ponselnya mati atau sengaja dimatikan. Hal itu membuat Keke makin kesal.Nabil sudah tidur sejam yang lalu. Rasanya ingin marah, dia merasa Bujang sudah berbeda, Bujang yang sekarang lebih asik dengan dunianya sendiri. Dia sering termangu, bahkan sudah jarang berbicara dengan Keke."Kenapa Abang Bujang seperti ini?" kata Kek
"Terima kasih, Wak."Pria yang dipanggil Uwak itu menggangguk. Bujang pun mulai bekerja hari ini.Pria yang dipanggil Uwak itu melihat Bujang dengan tatapan sedih. Bujang adalah pria yang baik, terkenal sangat dermawan dan tidak pernah pandang bulu dalam menolong orang. Bujang bukan pria yang kesusahan, dia sudah terlahir sebagai anak tunggal yang kaya raya, cuma orang tuanya mengajarkan hidup sederhana. Pria itu malah menjadi anak buahnya sekarang, pria yang dulu yang mengajarkannya cara membuka usaha perabot, sekarang malah menjadi anak buahnya.Bersamaan dengan itu, Keke yang baru pulang mengajar dan belum merasakan istirahat merasa kebingungan. Delia Delio demam, sedangkan Nabil memang sudah demam sejak 2 hari yang lalu. "Ayo, kita bawa ke rumah sakit saja," kata ibunya yang juga khawatir dengan kondisi cucunya itu. "Kita tanya Bang Bujang dulu, Bu," jawab Keke, wanita itu kemudian mengeluarkan handphonenya dan menelepon Bujang beberapa kali, tapi Bujang sama sekali tidak menjaw
"Apa Ayah punya uang yang disimpan? Warung kita sudah lengang, barang mesti ditambah, bahkan tadi saat orang menanyakan sabun, satu pun sabun sudah tak ada," kata Ibu Keke meluapkan rasa gundahnya."Ayah tak punya uang simpanan, apa tak ada emas yang bisa dijual?"Ibu Keke menggeleng. "Dulu dia punya emas yang cukup banyak, dan itu sudah dijual untuk menguliahkan Keke. Ladang mereka pun tak lagi menghasilkan.Pak Iwan adalah suami yang sangat bijak, dia mengusap bahu istrinya dengan tujuan untuk menenangkan."Tidak apa-apa, Bu, semoga untuk kedepannya kita diberikan rezeki yang tidak kita sangka-sangka," katanya dengan begitu tenang. Ibu Keke mengangguk apa yang dikatakan oleh suaminya itu benar. Anak dan menantu mereka baru saja tertimpa musibah. Tak lagi memiliki pekerjaan dan tempat tinggal. Yang perlu mereka lakukan adalah bersabar dan mendoakan mereka.Tanpa Ayah dan Ibu Keke sadari ternyata Kiki sudah berada di balik tirai mendengarkan percakapan mereka. tak sengaja, saat Keke
"Papa masih ingat ketika aku menceritakan sebuah tanah yang sudah tawar dengan harga yang tinggi tapi pria itu tidak mau menjualnya? dan malah bersikukuh akan pertahankan tempat itu padahal posisinya sangat menghambat hotel yang akan aku bangun.""Oh, ya, Papa ingat tentang pria sombong yang kamu katakan tidak peduli dengan uang itu, kan?""Papa betul. Sebenarnya aku sudah berbaik hati mendekatinya dan memberikan beberapa penawaran yang mungkin untuk ukuran tanah itu, tidak mungkin hargai segitu, aku memberikan harga 10 miliar agar dia bisa menjual tanahnya, supaya bangunan Hotel tidak terhambat, karena posisi tanahnya yang menghalangi pandangan dan menjorok ke depan.""Lalu, bagaimana? Apakah pria itu berubah pikiran setelah ditawarkan harga yang begitu mahal?"Anne menggeleng dan tersenyum masam, rasanya membicarakan Bujang adalah pembicaraan yang sangat menyebalkan, mengingat bagaimana jengkelnya pria itu menyambutnya setiap dia datang ke sana."Apakah menurut Papa, aku jahat? Aku
Bujang pulang dengan wajah yang lesu, kemarin dia sudah mendapatkan pembeli, pembeli mengatakan akan membeli mobil itu jika kondisinya sehat. Bujang sudah berharap mobil itu terjual, tetapi ketika dia membawa mobil kesayangannya kepada pria itu, ternyata pria itu menawar dengan harga yang sangat murah, 60 juta. Bujang sangat tak rela menjual mobil semurah itu, padahal harganya bisa sampai 95 juta, mendapatkan pembeli profesional.Keke yang baru sampai di rumah penasaran dengan wajah kuyu Bujang."Ada apa, Bang? Kenapa mobilnya kembali dibawa pulang?"Bujang tidak langsung menyahut, pria itu duduk di atas bangku papan, menyandarkan kepalanya, gurat wajah yang begitu lelah dan begitu putus asa begitu kentara."Harga yang disepakati, tidak sama dengan harga jadi, dia cuma mampu membeli 60 juta padahal kemarin dia mau membeli sekitar 90, mungkin karena dia tahu kita terdesak uang, maka dia bertingkah."Keke menghela napas panjang, dia tahu dunia tidak mudah, seseorang akan mendekat ket