Mendengar ucapan Michel, Diana rasanya menyesal telah mengalah. Tampaknya Diana berniat berubah pikiran. Tapi kemudian Diana teringat pada anak-anaknya. Diana tidak ingin anaknya merasakan penderitaannya yang sama seperti dirinya dulu."Oke, aku akan mencobanya. Bagaimana jika kamu tidak puas dengan aku?" "Coba saja dulu." Michel tersenyum puas melihat ekspresi wajah Diana yang seperti akan terbakar. Dengan menahan emosi, Diana mendorong jatuh tubuh Michel ke atas ranjang lalu menindihnya seperti yang biasa Michel lakukan padanya ketika mereka sedang bercinta.Diana berharap Michel tertidur, tapi sialnya semakin Michel bergairah, maka ia akan semakin segar dan bersemangat."Aku tidak akan mengampuni kamu kali ini. Lihat saja, Aku akan membuat kamu tidak bisa bergerak." Pikir Michel kotor tanpa diketahui oleh Diana.Diana memulai pemanasan dengan membelai leher Michel dengan bibirnya sesuai dengan permintaan Michel sedang Michel menikmati itu. Fantasi gila Michel menjadi semakin nyata
"Hah? Apa? 3 hari? Bu Dokter serius?" tanya Diana tak percaya. "Iya, Bu. Sepertinya ibu kelelahan, karena dari data pemeriksaan, ditemukan bahwa ibu kekurangan banyak sel darah merah.""Kapan saya bisa bergerak, Dok?" "Setelah Ibu sudah melakukan beberapa kali latihan berjalan, saya percaya ibu akan bisa kembali berjalan dan menggerakkan anggota tubuh ibu dengan normal. Ibu jangan khawatir, saya akan segera jadwalkan latihan berjalannya." "Butuh berapa kali latihan berjalan, Dok?" tanya Diana."Sekitar 4-6 kali pun saya rasa sudah cukup. Kita hanya perlu merangsang kembali sel-sel syaraf Ibu, agar semuanya bisa normal. Kebetulan sebentar lagi jam makan siang, nanti akan ada yang mengantar makanan serta vitamin Ibu, ya." ucap Dokter itu, kemudian pamit pergi. "Aku kenapa ya?" monolog Diana dalam hatinya. Diana pun mengingat-ingat kembali mengenai apa yang terjadi padanya. Serpihan-serpihan ingatan itu kembali muncul di kepalanya. Air mata Diana meluruh, sebab kekasaran suaminya mas
"Kan Oesama udah bilang, lakuin aja kayak yang Mama mau, tapi kalau Oesama bikin masalah, jangan salahin Oesama." "Ya, nanti Nathan bilang ke Mama Diana." ucap Nathan. Nathan pun keluar dari kamar Oesama, ia tak cukup puas dengan jawaban Oesama, tapi itu sudah cukup baginya untuk melapor ke Mama Diana. Beberapa hari sudah berlalu setelah Nathan melaporkan bahwa Oesama sudah setuju untuk pindah ke sekolah asrama. Dan Diana pun menyetujuinya dengan Nathan dan Oesama akan tinggal sekamar dulu. Itu memang tak mungkin, tetapi apa yang tidak selama ia memiliki uang. Terhitung saat ini sudah kali ke-4 Diana melakukan terapi, sampai saat ini pun, Michel masih dingin pada Diana. Michel tak suka keputusan Diana yang mengambil keputusan sepihak. Namun, Michel hanya bisa diam, meskipun begitu, Michel tetap mengawasi Diana diam-diam. Sama dengan Michel, Diana pun diam saja saat Michel juga diam, hubungan mereka sangat dingin. Hal itupun membuat kerenggangan dalam hubungan Diana dengan anak-an
"Oesama, kamu nanti kalau ada apa-apa telepon Mama ya." Meskipun Diana melepas Oesama ke sekolah asrama, jujur masih banyak rasa khawatir di hatinya. Terlebih akhir-akhir ini, perhatian yang ia kasih ke Oesama pun tak banyak. Bisa terhitung jari Oesama manja padanya. "Ya, Ma." jawab Oesama seadanya. "Nathan, Mama titip Oesama ya, jagain dia, lapor ke mama kalau ada apa apa, inget ya." ucap Diana. "Iya, Ma." Bohong kalau Nathan tidak cemburu, nyatanya ia merasakan sekali perbedaan, saat Mama Diana menyuruh ia dan Talia bersekolah di sini, dan saat Mama Diana memasukan Oesama ke sekolah asrama ini. Oesama diperhatikan, tapi mereka hanya ala kadarnya. Jujur Nathan cemburu, tapi ia tak bisa protes, mengingat ia bukanlah anak kandung dari orang yang mengasuhnya sekarang. Untung saja Talia tak ada di sini. Jadi, gadis perempuan itu tak perlu ngambek hanya karena Oesama lebih diperhatikan. Beban Nathan rasanya bertambah, kini, selain m
"Saya nggak terima ya! Anak ibu sudah melukai anak saya!" ucap seorang Ibu yang anaknya menjadi korban. Sementara menurut Diana, anaknya lah yang menjadi korban pertengkaran tersebut."Nathan, kamu ngapain anaknya emang? Terus kok kamu mukul sih?" tanya Diana pada Nathan. "Alah, emang anaknya aja kurang pendidikan itu, kurang belajar adab, mungkin orang tuanya juga nggak bener." ucap Ibu itu. "Bu, diem dulu deh, saya kan lagi ngomong sama anak saya. Apa jangan-jangan yang ga punya adab itu ibu, ya? Duh, takut deh, Bu." kekeh Diana. Ibu-ibu di depannya ini menyebalkan sekali. "Tadi dia ngeledek Oesama, kalau Oesama pakai jalur orang dalam, dan Oesama juga nyogok supaya bisa sekamar sama Nathan. Terus Nathan ga terima, dan akhirnya Nathan pukul, maaf Ma, Nathan khilaf." ucap maaf Nathan tak digubris. "Nah, berarti pemicunya anak Ibu, nggak salah dong kalau kena tonjok anak saya." santai Diana. Ibu-ibu di depannya mendengus sebal.
Diana mengabaikan Nathan, begitupun dengan Nathan yang belum berani menemui Diana untuk membahas masalahnya langsung. Ia sudah sadar, tapi Nathan takut. Meskipun Michel terus menyemangati dirinya, tapi maupun Michel dan Nathan tak ada yang mencoba membujuk Diana agar berbaik hati. Nathan menarik napas panjang, ia tak bisa seperti ini terus. Nathan akan mencoba untuk menemui Diana. Setelah ini, setelah sarapan berakhir. Rasa dingin di dalam ruangan menyeruak dan sangat tajam suasananya. Michel beberapa kali berdecak pada sarapan kali ini, membuat Diana di sebelahnya menghela napas berulang kali juga. Ia tak paham. Mereka ini kenapa sih? Kenapa tiba-tiba aneh? Apakah mereka salah makan obat?Sarapan pagi sudah hampir selesai, begitupun Nathan yang sudah berkeringat dingin. Ia takut untuk menemui Diana setelah ini, tapi harus. Nathan menghela napas, Nathan mencoba menguatkan dirinya sendiri. Setelah makanan Diana, Michel, dan Nathan habis. Mi
"Ayo, aku antar kamu kembali ke asrama." ucap seorang lelaki yang usianya mungkin seumuran dengan Michel. Talia mengangguk, Talia pun naik ke atas motor sport milik lelaki itu. Lelaki yang Talia bayar untuk menemaninya kencan hari ini. Meskipun Talia harus kabur dulu dari asrama secara diam-diam. Lelaki itu menurunkan Talia di pintu asrama, yang kebetulannya ada Andrian, guru yang Talia sukai itu di sana. Entah keberuntungan apa yang sedang berpihak, tetapi sepertinya rencana Talia untuk hari ini lancar. Namun, Talia tidak tahu, apakah Andrian cemburu atau tidak. Namun, Talia menyadari, sejak saat Talia berpamitan dan Talia masuk ke dalam, Andrian memperhatikannya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Yang Talia tidak tahu, ialah Michel, Diana, dan seorang guru asrama sudah menunggunya. Maka dari itu, begitu membuka pintu asrama, Talia terkejut. "Pa, Ma, ngapain kalian di sini?" tanya Talia. Sejujurnya ia takut. "Kata Bu Gu
"Ma, Talia izin mau pergi ya." ucap Talia. "Mau ke mana? Emang kamu udah introspeksi diri?" tanya Diana. "Udah, Ma. Maafin Talia. Makanya Talia kan izin." ucap Talia sedikit nge-gas di akhir kalimat. "Hm, ya udah, pergi sana. Jangan lupa bilang ke Papamu." ucap Diana. Dia sendiri sedang sibuk memotong buah-buahan untuk membuat salad. Entah mengapa dirinya sangat ingin makan salad, dan dia sedang niat membuatnya hari ini. Hitung-hitung membuang kekesalan Diana pada Michel. "Berarti Talia chat aja ya kalau ke Papa? Soalnya kan Papa ga di rumah, terus Talia juga lagi buru-buru, udah janjian sama temen soalnya." ucap Talia. "Iya. Jangan kemaleman. Kan nanti malem kamu udah mau balik ke asrama." pesan Diana. Kemudian Talia melenggang pergi. Talia mengabarkan Michel melalui pesan di sebuah aplikasi yang sering dipakai orang-orang untuk berkomunikasi secara online. Kemudian, Talia keluar dari rumahnya dan naik motor mati