Beranda / Semua / Budak Cinta Si Tante / Mantan Pelanggan

Share

Mantan Pelanggan

Penulis: Aldrich Candra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kata orang, move on itu bukan melupakan, tapi menghadapi. Cuma kalau hari-hari ketemu Anin, bagaimana mau move on?

Sebenarnya kami beda fakultas, sih. Kebetulan belakangan kami sering berpapasan terus di koridor fakultas. Enggak satu-dua kali dia menemui dosen--yang membimbingku untuk urusan skripsi--dalam kurun waktu seminggu.

Masalahnya, beberapa minggu setelah kejadian terakhir, dia memblokir semua kontakku, dari telepon sampai media sosial. Padahal permainan terakhir kali di rumahnya waktu itu sangat menegangkan. Kalau ikut perjanjian, rasanya enggak mungkin menegur Anin langsung di depan umum. Apalagi aku bukan mahasiswa mata kuliah yang diajarkannya. Berbahaya untuk bayaran dalam kontrakku.

“Kamu kenal sama ibu tadi?” Pertanyaan Kea menyadarkanku dari lamunan. Padahal cuma karena melihat Anin lewat tanpa menoleh.

Terkesan so

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fajar Agung Ardiyanto
alur cerita bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Budak Cinta Si Tante   Kea Membenciku

    “Harusnya Anda yang bisa jaga baik-baik istri Anda!” Aku berusaha membela diri ketika mendapat pukulan dan hujatan berkali-kali dari pria tua di depan umum seperti ini.Hal yang kukhawatirkan terjadi. Suami Anin melabrakku di area parkir kampus. Dulu kukira yang beginian cuma terjadi di sinetron atau cerita fiksi. Atau seenggaknya hanya dilakukan para perempuan yang berebut lelaki kaya. Nyatanya, aku ngalamin.Masalahnya, aku dipukul tepat di depan Kea. Apa yang bakal Kea pikirin kalau mendengar segala tuduhan dari suami Anin?Zaki—suami Anin—hampir melayangkan pukulan lagi jika saja Kea tidak merentangkan tangan di depan, melindungiku. Kepalan tangannya berhenti tepat di depan kening Kea."Brengsek!" Kudengar umpatan meluncur cepat. Tidak hanya mengucilkanku, tetapi juga menjelek-jelekkan Kea dengan kata-kata tidak pantas.

  • Budak Cinta Si Tante   Ketakutan Anin

    “Apa bedanya aku dengan si bangkot itu kalau menerima ajakanmu?” ucap Anin saat menamparku. Dia menolak tawaran ketika aku berhasil memojokkannya di meja wastafel dalam toilet perempuan.Tidak peduli dengan ancaman pelecehan, aku mengikutinya masuk. Toh, Anin tidak berteriak meski setiap permukaan kulitnya telah kusentuh.Tentu saja kampus sudah sepi ketika kelas malam berakhir dan aku menemukan dia baru keluar dari kelas setelah semua mahasiswa pergi.Aku tergelak. “Jelas saja beda. Bukankah kukatakan jasaku ini tidak gratis? Dia berselingkuh, sedangkan kamu membayarku.” Embus napasku masih membelai sudut telinganya.Susah payah menahan diri lakukan hal lebih dari rengkuhan meski nyatanya tubuh ini butuh, meski kejadian terakhir menyakitkan hati karena dia menginginkan hubungan kami berakhir.Bisa kulihat Anin menutup mata,

  • Budak Cinta Si Tante   Langit yang Bebas

    "Hei!" Aku menyapa begitu bertemu tatap dengan Anin di koridor dekanat fakultas bahasa. Enggak sengaja ketemu, sih.Meski satu kampus, kami berada pada fakultas berbeda. Jadi sebenarnya susah banget buat ketemu di luar perjanjian. Aku mahasiswa akhir di fakultas keguruan, sedangkan dia dosen di fakultas bahasa. Kadang ketemu di fakultasku karena dia punya kegiatan gabungan, tetapi seminar itu juga sudah berakhir.Makin pupus harapan ketemu Anin semenjak pengakuannya tentang larangan si suami bangkot biar tidak menghubungi siapa pun tanpa izin. Otoriter sekali. Rumah tangga seperti apa yang dijalani wanita moderen seperti Anin?"Kamu ngapain di sini?" Mata lebar Anin tampak menjelajahi kesunyian di sekeliling, lalu melotot lagi ke arahku. Ngapain juga dia menampakkan kekhawatiran berlebihan seperti itu kalau toh kami bisa berlagak seperti mahasiswa-dosen biasa.

  • Budak Cinta Si Tante   Anin Terluka, Karena Aku

    Abis mengajukan lamaran kerja di beberapa instansi di pertengahan kota, langkahku memilih menumpang angkutan kota ke wilayah perumahan di wilayah barat kota. Hanya sampai gapura terluar. Untuk masuk lebih dalam sebenarnya bisa menggunakan jasa ojek, tetapi sayang mengeluarkan isi dompet yang sudah tipis.Bisa aja tarik tunai pada atm di pinggiran jalan, cuma aku masih bisa berjalan kaki sekitar satu-dua kilometer mencapai blok paling depan. Rumah didominasi suasana kayu yang hangat tampak di depan mata, tetapi kakiku ragu bergerak maju.Apa Anin mau menemuiku tanpa janji?Aku hanya khawatir. Perasaanku seakan meronta tanpa sebab. Akhirnya, aku berbalik. Urung temui meski sudah sejauh ini. Aku tidak ingin ditolak lagi.Sepatuku nyaris menjejak pergi. Nyaris. Aku malah berlari ke dalam rumah begitu mendengar suara pecahan kaca. Tida

  • Budak Cinta Si Tante   Janji

    "Tante sih pakai naik segala!" Aku hampir menekan tombol pemanggil petugas jaga, tetapi Anin lebih dulu menahan lenganku dan menggeleng.Jelas aku enggak bisa nolak kalau wajahnya dibuat memelas gitu. Kayak ngelihat dia pas lagi ceri kepuasan di atasku."Abis gimana? Mau ...."Ya Tuhan! Kalau enggak ingat kondisi punggung Anin, sudah aku pompa kedalaman dirinya selama mungkin. Tapi, permainan lambat tadi sudah membuat Anin mengeluhkan nyeri."Nanti, kalau benar-benar sembuh." Aku turun dari brankar Anin dan menempati kursi yang tersedia sebelum sesi pemeriksaan lanjutan datang. Siapa tahu? Aku tidak menghafal jadwalnya.Kubantu Anin berbaring miring menghadap keberadaanku. Dia ... tidak melepaskan pegangan pada sela-sela jariku sama sekali. Pakai senyum segala.Kalau bo

  • Budak Cinta Si Tante   Pengakuanku Pada Ibu

    “Bas! Kamu bawa motor siapa?” tanya Ibu begitu melihatku memasuki pekarangan rumah. Beliau baru mengangkat jemuran kering sepertinya, terlihat dari keranjang penuh pakaian yang dibawa.Rumah kami termasuk dalam perumahan murah di daerah penghujung kota. Lebih tepatnya, dari jalan besar, masuk ke jalan yang lebih kecil, masuk lagi dalam gang. Lebih dekat menuju penyeberangan kapal feri ke kabupaten seberang daripada tengah kota.Aku turun dari kendaraan roda dua, lumayan, yang murah aja sekelas matik warna biru tua untuk berpergian semenjak Anin sering meminta kedatanganku. Memiliki barang mahal bisa menjadi pertanyaan besar buat Ibu.“Punya Nabas. Ambil kredit.” Alasan paling logis yang bisa aku kemukakan untuk Ibu terima.“Uang dari mana, Le? Kerja aja belum.” Tuh, kan. Baru aja mikirin pertanyaan Ibu sudah langsung dapet realisa

  • Budak Cinta Si Tante   Pesona yang Mengungkungku

    Anin masih tengkurap di atas ranjang hari ini. Kata dokter, luka-luka yang didapatkannya tidak akan sembuh dalam semalam dan mengharuskan wanita itu untuk rawat inap.Sebenarnya, kami memilih bungkam soal kejadian kemarin yang sepertinya membuka lagi luka-luka di punggung Anin. Uh, aku enggak bisa bayangin operasi yang dilalui Anin untuk memastikan sisa kaca di sana.Kali ini mungkin aku terlalu larut datang. Efek wawancara kerja di beberapa tempat sekaligus pasca lulus, meski belum wisuda. Enggak enak banget kan nganggur setelah megang gelar sarjana.Sampai hari ini pun kulihat tidak ada keluarga Anin yang menemani. Lebih miris daripada keadaan Ibu di masa lalu setelah diusi Bapak. Setidaknya Ibu masih punya aku dan Dipa, sementra Anin ..., benar-benar sendirian.Pernah sekali aku bertanya, "Enggak hubungin keluargamu?"

  • Budak Cinta Si Tante   Bukan Wanita Hina

    Sayang banget enggak boleh ngerokok di area rumah sakit. Lidahku rasanya sangat asam kalau harus menunggu lama kayak gini. Tapi mau gimana? Di dalam kamar, Anin sedang kedatangan tamu jauh kayaknya."Bagaimana bisa kamu melaporkan suamimu ke polisi, Anin?""Ini belum cukup, Ma?"Aku sempat mengintip dari kaca pintu, mendapati Anin menunjukkan luka-lukanya pada wanita tua berkonde besar itu. Kebaya krem yang dikenakannya tampak mewah. Mungkin ....Ah, enggak boleh berspekulasi. Bisa aja kan mamanya Anin kebetulan ada acara."Anin .... Kamu yang memilih pernikahan ini. Kamu sudah tahu konsekuensinya sejak awal kalau harus terus mengalah dengan ego agar pernikahan kalian langgeng." Logat halus yang terdengar semakin meyakinkanku kalau Anin bukan berasal dari keluarga sembarangan.

Bab terbaru

  • Budak Cinta Si Tante   Suami Anin

    "Pergi dari sini," desis pria tua beruban yang mencegatku di pintu masuk IGD saat mengiringi brankar dorong Anin. Sosok tidak lebih tinggi dariku itu berkacak pinggang dan membusungkan dada meski berkali-kali kudorong."Enggak bisa gitu dong, Om!" Bagaimana aku enggak protes? Aku yang susah payah membawa Anin dari rumah, malah dia mengusir begitu saja. Apa haknya?"Saya masih suami sah Anin! Kamu yang harusnya pergi dari sini!" Pake ngaku-ngaku lagi. Ke mana aja dia selama ini ketika sang istri mengalami luka fisik dan batin?"Tante enggak bakal pernah mau terima Om kembali!"Bisa dibilang kedua tanganku sudah mengepal di sisi badan meski tahu kekuatanku enggak bakal mungkin menandinginya dari pukulan-pukulan yang pernah suami Anin itu layangkan. Hanya susunan kata protes yang harus diredam karena keberadaan kami di tempat umum penuh pasien seperti ini."Kamu yang bilang?" Sering

  • Budak Cinta Si Tante   Anin Pingsan

    “Berhenti, Yo," protes Anin ketika sentuhanku menjalar ke depan perutnya.Aku menggeleng, menikmati tiap jengkal aroma di sepanjang lengannya yang terjangkau. “Enggak mau ....”“Geli! Nanti keciprat!” Ocehannya terdengar manja. Sesekali dia mengacungkan sutil panas ke arahku. Kejam.Masih kupeluk dia dari belakang. Sesekali kutenggelamkan ciuman di ceruk lehernya yang nyaman, enggak peduli kesibukan Anin menggoreng ayam dengan minyak panas. Rambut diikat tinggi dan terusan putih selutut bertali yang dikenakannya benar-benar menggoda, terutama karena peluh yang masih meninggalkan jejak pergumulan kami sebelumnya di seluruh permukaan kulit Anin mencetak lekuknya dengan sempurna. Seksi.“Kenapa enggak beli aja, sih?” Tanganku merambat naik menyusuri sepasang gundukan di depan tubuhnya, terasa jauh lebih padat dari biasa. Tanpa dalaman, bisa kusentuh puncaknya ya

  • Budak Cinta Si Tante   Suami Anin

    "Pergi dari sini," desis pria tua beruban yang mencegatku di pintu masuk IGD saat mengiringi brankar dorong Anin. Sosok tidak lebih tinggi dariku itu berkacak pinggang dan membusungkan dada meski berkali-kali kudorong."Enggak bisa gitu dong, Om!" Bagaimana aku enggak protes? Aku yang susah payah membawa Anin dari rumah, malah dia mengusir begitu saja. Apa haknya?"Saya masih suami sah Anin! Kamu yang harusnya pergi dari sini!" Pake ngaku-ngaku lagi. Ke mana aja dia selama ini ketika sang istri mengalami luka fisik dan batin?"Tante enggak bakal pernah mau terima Om kembali!"Bisa dibilang kedua tanganku sudah mengepal di sisi badan meski tahu kekuatanku enggak bakal mungkin menandinginya dari pukulan-pukulan yang pernah suami Anin itu layangkan. Hanya susunan kata protes yang harus diredam karena keberadaan kami di tempat umum pe

  • Budak Cinta Si Tante   Anin Pingsan

    “Berhenti, Yo," protes Anin ketika sentuhanku menjalar ke depan perutnya.Aku menggeleng, menikmati tiap jengkal aroma di sepanjang lengannya yang terjangkau. “Enggak mau ....”“Geli! Nanti keciprat!” Ocehannya terdengar manja. Sesekali dia mengacungkan sutil panas ke arahku. Kejam.Masih kupeluk dia dari belakang. Sesekali kutenggelamkan ciuman di ceruk lehernya yang nyaman, enggak peduli kesibukan Anin menggoreng ayam dengan minyak panas. Rambut diikat tinggi dan terusan putih selutut bertali yang dikenakannya benar-benar menggoda, terutama karena peluh yang masih meninggalkan jejak pergumulan kami sebelumnya di seluruh permukaan kulit Anin mencetak lekuknya dengan sempurna. Seksi.“Kenapa enggak beli aja, sih?” Tanganku merambat naik menyusuri sepasang gundukan di depan tubuhnya, terasa jauh lebih padat dari biasa. Tanpa dalama

  • Budak Cinta Si Tante   Rencana Tuhan

    "Rese lo nanyain kabar Anin di depan Kea!" Aku jelas protes dengan candaan enggak lucunya Dean abis dia berantem mulut sama Kea. Padahal aku aja baru selesai nego sama Kea mengenai pembicaraan tentang si tante biar enggak berlarut-larut.Kea ampe pamit balik duluan, batal deh rencana mau malam mingguan. Kali kan dapet yang panas kalau jalan bareng macam cari tempat makan soto atau sup. Enggak mungkin banget ngajak Kea mabuk. Bisa gagal lamaran entar kalau ketahuan bapaknya."Bukannya lo lagi pendekatan sama Anin?" Dean menghindari tonjokanku. Bukan pukulan serius, cuma kebiasaan jika manusia satu ini bisa jadi sasaran samsak hidup buat aku dan Kea kalau lagi suntuk.Dia menunjuk tangga menuju 'rumah pohon', mengisyaratkan aku untuk mengikutinya naik dan berhenti di satu sisi pagar yang menunjukkan keramaian kafe. Bangunan kayu di belakang kafe yang bertopang pa

  • Budak Cinta Si Tante   Katakan Cemburu

    “Kamu enggak pulang? Ibu nanyain aku terus.” Kea mengadu lagi padaku, padahal belum juga duduk manis pada kursi kosong di seberangnya.Kami sepakat bertemu di salah satu kafe Dean yang baru buka, lagi. Dean ini kebanyakan buka tempat nongkrong kayak punya rupiah enggak ada limitnya. Bukan rooftop seperti kafe-kafe yang aku desain sebelumnya, melainkan taman di pertengahan kota yang kontras dengan segala kerumitan di sekitar. Tempat ini jauh lebih kecil, tapi memanfaatkan konsep alam. Pohon-pohon teduh di pinggiran dengan akar menggantung yang digantungi lampu-lampu berwarna. Meja dan kayu dari potongan pohon yang dipernis. Suasana di sini lebih nyaman untuk mengistirahatkan mata dari penatnya kesibukan dunia kerja.“Aku baru dari rumah malahan abis pulang kerja. Ibu enggak bilang apa-apa soal kamu pas aku mampir tadi, makanya aku kaget diajak ketemuan," alasanku setelah mendaratkan pantat di

  • Budak Cinta Si Tante   Harapan Ibu

    “CCTV-nya terhubung ke mana aja, Tan?” Setengah berlari, aku kembali ke dalam rumah dan menemukan Anin mengambil gelas di dapur.Pertanyaanku sukses membuat Anin meletakkan benda dari kaca itu di meja kabinet dan menghubungi seseorang. Dia bicara beberapa menit dari sambungan panggilan dari ponselnya menggunakan istilah-istilah yang tak kumengerti dengan orang di seberang.“Siapa, Tan?” Aku bertanya lagi ketika dia menutup layar ponsel.Anin mengisi air dari dispenser ke gelasnya. “Teknisi. Minta cabut sekalian kameranya.” Berusaha tenang pun, jemari Anin bergetar membawa gelas sampai harus kuambil alih dari tangannya.Sepertinya aku bakal bolos kerja hari ini setelah melihat kerut di antara kedua alis Anin. Dia khawatir sampai memeluk diri, mengusap kedua lengan atasnya ketika menyelisik kekosongan ruangan di segala arah yang jel

  • Budak Cinta Si Tante   Sengketa Keluarga

    “Enggak lucu, Yo!”Anin merajuk seketika. Kepalaku langsung berpindah ke lantai dengan keras begitu dia bangkit akibat bersandar di bahunya ketika bicara.“Siapa yang bilang lucu?” Bergegas aku duduk lagi, memastikan sendi-sendi yang nyeri dengan gerakan memutar bahu. Baru kerasa, ya?“Jangan main-main, Yo!” Pelototan Anin ketika meninggalkanku sambil menunjuk-nunjuk tampak mengerikan, apalagi dengan riasan lunturnya. Kayak lihat Harley Quinn abis patah hati ditinggal Joker.Ada yang salah? Kayaknya beberapa kali aku lupa menggunakan 'sarung sakti' itu juga Anin enggak terlalu repot, selama aku enggak bilang. Harusnyaplay safe gitu kalau ikut aturan kerja di dunia hitam kayak gini, cuma aku yakin aja kalau Anin bukan orang yang patut diwaspadai berpenyakit.Kususul Anin yang duduk menghadapi meja rias, memegang pundakny

  • Budak Cinta Si Tante   Enggak Pakai Pengaman

    “Kenapa? Om nggak bisa bikin istrinya hot?” Aku berteriak setelah Zaki—bakal mantan suami Anin—menyiram seember air ke tempat peristirahatan kami. Ya, aku tahu seenggaknya dari ember besar yang dipegang tangan besarnya. Ketahuan banget itu tangan biasa buat mukul dari padatan yang membentuk kapalan, seperti Bapak dulu ketika meninggalkan bogem mentah di pipi kiriku. Nyeri.Siapa yang enggak bakal kaget? Dibangunin kayak anak kecil yang abis ngompol. Lagi tenang-tenangnya di dunia mimpi, malah kebanting gegara air. Kirain abis kebawa banjir tahunan yang biasa mampir ke rumah, tahunya ditambah tonjokan.Lagian, gimana bisa lelaki tua yang harusnya lebih dewasa secara perilaku itu masuk ketika ruangan sedang dikunci? Aku ingat banget, meski hanya berdua di dalam rumah bersama Anin, pintu kamar tetap dikunci. Artinya kan si Zaki itu memiliki kunci lain.Anin merund

DMCA.com Protection Status