Share

Janji

Penulis: Aldrich Candra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tante sih pakai naik segala!" Aku hampir menekan tombol pemanggil petugas jaga, tetapi Anin lebih dulu menahan lenganku dan menggeleng.

Jelas aku enggak bisa nolak kalau wajahnya dibuat memelas gitu. Kayak ngelihat dia pas lagi ceri kepuasan di atasku.

"Abis gimana? Mau ...."

Ya Tuhan! Kalau enggak ingat kondisi punggung Anin, sudah aku pompa kedalaman dirinya selama mungkin. Tapi, permainan lambat tadi sudah membuat Anin mengeluhkan nyeri.

"Nanti, kalau benar-benar sembuh." Aku turun dari brankar Anin dan menempati kursi yang tersedia sebelum sesi pemeriksaan lanjutan datang. Siapa tahu? Aku tidak menghafal jadwalnya.

Kubantu Anin berbaring miring menghadap keberadaanku. Dia ... tidak melepaskan pegangan pada sela-sela jariku sama sekali. Pakai senyum segala.

Kalau bo

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Budak Cinta Si Tante   Pengakuanku Pada Ibu

    “Bas! Kamu bawa motor siapa?” tanya Ibu begitu melihatku memasuki pekarangan rumah. Beliau baru mengangkat jemuran kering sepertinya, terlihat dari keranjang penuh pakaian yang dibawa.Rumah kami termasuk dalam perumahan murah di daerah penghujung kota. Lebih tepatnya, dari jalan besar, masuk ke jalan yang lebih kecil, masuk lagi dalam gang. Lebih dekat menuju penyeberangan kapal feri ke kabupaten seberang daripada tengah kota.Aku turun dari kendaraan roda dua, lumayan, yang murah aja sekelas matik warna biru tua untuk berpergian semenjak Anin sering meminta kedatanganku. Memiliki barang mahal bisa menjadi pertanyaan besar buat Ibu.“Punya Nabas. Ambil kredit.” Alasan paling logis yang bisa aku kemukakan untuk Ibu terima.“Uang dari mana, Le? Kerja aja belum.” Tuh, kan. Baru aja mikirin pertanyaan Ibu sudah langsung dapet realisa

  • Budak Cinta Si Tante   Pesona yang Mengungkungku

    Anin masih tengkurap di atas ranjang hari ini. Kata dokter, luka-luka yang didapatkannya tidak akan sembuh dalam semalam dan mengharuskan wanita itu untuk rawat inap.Sebenarnya, kami memilih bungkam soal kejadian kemarin yang sepertinya membuka lagi luka-luka di punggung Anin. Uh, aku enggak bisa bayangin operasi yang dilalui Anin untuk memastikan sisa kaca di sana.Kali ini mungkin aku terlalu larut datang. Efek wawancara kerja di beberapa tempat sekaligus pasca lulus, meski belum wisuda. Enggak enak banget kan nganggur setelah megang gelar sarjana.Sampai hari ini pun kulihat tidak ada keluarga Anin yang menemani. Lebih miris daripada keadaan Ibu di masa lalu setelah diusi Bapak. Setidaknya Ibu masih punya aku dan Dipa, sementra Anin ..., benar-benar sendirian.Pernah sekali aku bertanya, "Enggak hubungin keluargamu?"

  • Budak Cinta Si Tante   Bukan Wanita Hina

    Sayang banget enggak boleh ngerokok di area rumah sakit. Lidahku rasanya sangat asam kalau harus menunggu lama kayak gini. Tapi mau gimana? Di dalam kamar, Anin sedang kedatangan tamu jauh kayaknya."Bagaimana bisa kamu melaporkan suamimu ke polisi, Anin?""Ini belum cukup, Ma?"Aku sempat mengintip dari kaca pintu, mendapati Anin menunjukkan luka-lukanya pada wanita tua berkonde besar itu. Kebaya krem yang dikenakannya tampak mewah. Mungkin ....Ah, enggak boleh berspekulasi. Bisa aja kan mamanya Anin kebetulan ada acara."Anin .... Kamu yang memilih pernikahan ini. Kamu sudah tahu konsekuensinya sejak awal kalau harus terus mengalah dengan ego agar pernikahan kalian langgeng." Logat halus yang terdengar semakin meyakinkanku kalau Anin bukan berasal dari keluarga sembarangan.

  • Budak Cinta Si Tante   Aku Juga Terluka

    "Buat Bu Anin." Kea mengangsurkan keranjang buah ke tanganku ketika bertemu di lorong menuju kamar Anin. Wajahnya tampak seceria biasa dengan senyum menyungging lebar, seperti tanpa masalah. Padahal, Kea jelas tahu kalau Anin termasuk salah satu pembayar jasaku."Tau dari mana kalau aku di sini?" Kuhalangi jalannya, tetap berada di depan Kea tanpa memberinya kesempatan melalui sisiku. Sudut alis kananku naik ketika mempertanyakan, "Kamu kenal Bu Anin?""Tanya sama pacarnya Dean, tuh!" Kea mendongak, memutar bola mata sebelum bicara lagi padaku. "Ceweknya Dean kan anak Fakultas Bahasa, diajar Bu Anin.""Dean pacaran sama ...." Siapa tadi Kea bilang? Anak Bahasa yang jadi incarannya pas pameran dulu? Yang aku ingat tuh Dean enggak pernah dalam hubungan jangka panjang sama cewek, apalagi kalau sudah rajin barengan.Terdengar helaan n

  • Budak Cinta Si Tante   Terima Kasih

    "Yakin, enggak apa-apa, aku tinggal sendirian?" Kuturunkan koper Anin dari bagasi taksi daring yang disewa ketika sang pemilik ternyata menghampiri. Sepertinya tarif taksi sudah dibayar, sopirnya langsung membawa kendaraan pergi begitu bagasi belakang terkunci.Anin tampak berusaha mengambil alih pegangan koper dari tanganku. "Sampai sini aja, Yo.""Aku angkatin ke dalam." Meski berkeras, usahaku ditepiskan begitu bibir Anin melekat di pipi."Sudah, Aryo ...." Dia lebih dulu meninggalkanku seraya menyeret koper. Bisa kudengarkan kekesalan meluncur dari mulutnya bersama rengutan yang ... menarik.Aku segera menyusul. Sebelum Anin menaiki tangga, aku bergegas menyelipkan tangan di belakang lutut dan bahunya. "Tante mau aku angkat juga?"Anin lepaskan pegangan pada kopernya, sampai benda berisi perlengk

  • Budak Cinta Si Tante   Masa Kelulusan

    "Gue duluan ke sana." Teman wisuda seangkatanku yang mengajakku berswafoto memilih berpamitan setelah puas mengambil gambar di ponselnya."Siap!" jawabku seraya mengacungkan tangan seperti pak polisi sedang hormat, lalu dia tertawa saat pergi.Yah, begitulah. Kebanyakan orang dekat setelah melihat kesuksesan. Lulus kuliah aja sebenarnya membuatku sangat bersyukur memperjuangkan empat tahun terakhir meski sadar tingkat ekonomi kerap menjadi alasan minder di kampus. Cakep dan pintar jadi nilai tambah buat mereka mendekat, apalagi setelah kelulusan.Melihat Kea bersama keluarganya menarikku mendekat, setengah berlari seraya menyapa pas udah berhenti di hadapan mereka, "Hai, Om, Tante."Seperti norma kesopanan yang sangat wajar di negeri ini, anak muda selalu lebih dulu menyalami orang tua seraya sedikit menunduk dan berlagak tersenyu

  • Budak Cinta Si Tante   Enggak Pakai Pengaman

    “Kenapa? Om nggak bisa bikin istrinya hot?” Aku berteriak setelah Zaki—bakal mantan suami Anin—menyiram seember air ke tempat peristirahatan kami. Ya, aku tahu seenggaknya dari ember besar yang dipegang tangan besarnya. Ketahuan banget itu tangan biasa buat mukul dari padatan yang membentuk kapalan, seperti Bapak dulu ketika meninggalkan bogem mentah di pipi kiriku. Nyeri.Siapa yang enggak bakal kaget? Dibangunin kayak anak kecil yang abis ngompol. Lagi tenang-tenangnya di dunia mimpi, malah kebanting gegara air. Kirain abis kebawa banjir tahunan yang biasa mampir ke rumah, tahunya ditambah tonjokan.Lagian, gimana bisa lelaki tua yang harusnya lebih dewasa secara perilaku itu masuk ketika ruangan sedang dikunci? Aku ingat banget, meski hanya berdua di dalam rumah bersama Anin, pintu kamar tetap dikunci. Artinya kan si Zaki itu memiliki kunci lain.Anin merund

  • Budak Cinta Si Tante   Sengketa Keluarga

    “Enggak lucu, Yo!”Anin merajuk seketika. Kepalaku langsung berpindah ke lantai dengan keras begitu dia bangkit akibat bersandar di bahunya ketika bicara.“Siapa yang bilang lucu?” Bergegas aku duduk lagi, memastikan sendi-sendi yang nyeri dengan gerakan memutar bahu. Baru kerasa, ya?“Jangan main-main, Yo!” Pelototan Anin ketika meninggalkanku sambil menunjuk-nunjuk tampak mengerikan, apalagi dengan riasan lunturnya. Kayak lihat Harley Quinn abis patah hati ditinggal Joker.Ada yang salah? Kayaknya beberapa kali aku lupa menggunakan 'sarung sakti' itu juga Anin enggak terlalu repot, selama aku enggak bilang. Harusnyaplay safe gitu kalau ikut aturan kerja di dunia hitam kayak gini, cuma aku yakin aja kalau Anin bukan orang yang patut diwaspadai berpenyakit.Kususul Anin yang duduk menghadapi meja rias, memegang pundakny

Bab terbaru

  • Budak Cinta Si Tante   Suami Anin

    "Pergi dari sini," desis pria tua beruban yang mencegatku di pintu masuk IGD saat mengiringi brankar dorong Anin. Sosok tidak lebih tinggi dariku itu berkacak pinggang dan membusungkan dada meski berkali-kali kudorong."Enggak bisa gitu dong, Om!" Bagaimana aku enggak protes? Aku yang susah payah membawa Anin dari rumah, malah dia mengusir begitu saja. Apa haknya?"Saya masih suami sah Anin! Kamu yang harusnya pergi dari sini!" Pake ngaku-ngaku lagi. Ke mana aja dia selama ini ketika sang istri mengalami luka fisik dan batin?"Tante enggak bakal pernah mau terima Om kembali!"Bisa dibilang kedua tanganku sudah mengepal di sisi badan meski tahu kekuatanku enggak bakal mungkin menandinginya dari pukulan-pukulan yang pernah suami Anin itu layangkan. Hanya susunan kata protes yang harus diredam karena keberadaan kami di tempat umum penuh pasien seperti ini."Kamu yang bilang?" Sering

  • Budak Cinta Si Tante   Anin Pingsan

    “Berhenti, Yo," protes Anin ketika sentuhanku menjalar ke depan perutnya.Aku menggeleng, menikmati tiap jengkal aroma di sepanjang lengannya yang terjangkau. “Enggak mau ....”“Geli! Nanti keciprat!” Ocehannya terdengar manja. Sesekali dia mengacungkan sutil panas ke arahku. Kejam.Masih kupeluk dia dari belakang. Sesekali kutenggelamkan ciuman di ceruk lehernya yang nyaman, enggak peduli kesibukan Anin menggoreng ayam dengan minyak panas. Rambut diikat tinggi dan terusan putih selutut bertali yang dikenakannya benar-benar menggoda, terutama karena peluh yang masih meninggalkan jejak pergumulan kami sebelumnya di seluruh permukaan kulit Anin mencetak lekuknya dengan sempurna. Seksi.“Kenapa enggak beli aja, sih?” Tanganku merambat naik menyusuri sepasang gundukan di depan tubuhnya, terasa jauh lebih padat dari biasa. Tanpa dalaman, bisa kusentuh puncaknya ya

  • Budak Cinta Si Tante   Suami Anin

    "Pergi dari sini," desis pria tua beruban yang mencegatku di pintu masuk IGD saat mengiringi brankar dorong Anin. Sosok tidak lebih tinggi dariku itu berkacak pinggang dan membusungkan dada meski berkali-kali kudorong."Enggak bisa gitu dong, Om!" Bagaimana aku enggak protes? Aku yang susah payah membawa Anin dari rumah, malah dia mengusir begitu saja. Apa haknya?"Saya masih suami sah Anin! Kamu yang harusnya pergi dari sini!" Pake ngaku-ngaku lagi. Ke mana aja dia selama ini ketika sang istri mengalami luka fisik dan batin?"Tante enggak bakal pernah mau terima Om kembali!"Bisa dibilang kedua tanganku sudah mengepal di sisi badan meski tahu kekuatanku enggak bakal mungkin menandinginya dari pukulan-pukulan yang pernah suami Anin itu layangkan. Hanya susunan kata protes yang harus diredam karena keberadaan kami di tempat umum pe

  • Budak Cinta Si Tante   Anin Pingsan

    “Berhenti, Yo," protes Anin ketika sentuhanku menjalar ke depan perutnya.Aku menggeleng, menikmati tiap jengkal aroma di sepanjang lengannya yang terjangkau. “Enggak mau ....”“Geli! Nanti keciprat!” Ocehannya terdengar manja. Sesekali dia mengacungkan sutil panas ke arahku. Kejam.Masih kupeluk dia dari belakang. Sesekali kutenggelamkan ciuman di ceruk lehernya yang nyaman, enggak peduli kesibukan Anin menggoreng ayam dengan minyak panas. Rambut diikat tinggi dan terusan putih selutut bertali yang dikenakannya benar-benar menggoda, terutama karena peluh yang masih meninggalkan jejak pergumulan kami sebelumnya di seluruh permukaan kulit Anin mencetak lekuknya dengan sempurna. Seksi.“Kenapa enggak beli aja, sih?” Tanganku merambat naik menyusuri sepasang gundukan di depan tubuhnya, terasa jauh lebih padat dari biasa. Tanpa dalama

  • Budak Cinta Si Tante   Rencana Tuhan

    "Rese lo nanyain kabar Anin di depan Kea!" Aku jelas protes dengan candaan enggak lucunya Dean abis dia berantem mulut sama Kea. Padahal aku aja baru selesai nego sama Kea mengenai pembicaraan tentang si tante biar enggak berlarut-larut.Kea ampe pamit balik duluan, batal deh rencana mau malam mingguan. Kali kan dapet yang panas kalau jalan bareng macam cari tempat makan soto atau sup. Enggak mungkin banget ngajak Kea mabuk. Bisa gagal lamaran entar kalau ketahuan bapaknya."Bukannya lo lagi pendekatan sama Anin?" Dean menghindari tonjokanku. Bukan pukulan serius, cuma kebiasaan jika manusia satu ini bisa jadi sasaran samsak hidup buat aku dan Kea kalau lagi suntuk.Dia menunjuk tangga menuju 'rumah pohon', mengisyaratkan aku untuk mengikutinya naik dan berhenti di satu sisi pagar yang menunjukkan keramaian kafe. Bangunan kayu di belakang kafe yang bertopang pa

  • Budak Cinta Si Tante   Katakan Cemburu

    “Kamu enggak pulang? Ibu nanyain aku terus.” Kea mengadu lagi padaku, padahal belum juga duduk manis pada kursi kosong di seberangnya.Kami sepakat bertemu di salah satu kafe Dean yang baru buka, lagi. Dean ini kebanyakan buka tempat nongkrong kayak punya rupiah enggak ada limitnya. Bukan rooftop seperti kafe-kafe yang aku desain sebelumnya, melainkan taman di pertengahan kota yang kontras dengan segala kerumitan di sekitar. Tempat ini jauh lebih kecil, tapi memanfaatkan konsep alam. Pohon-pohon teduh di pinggiran dengan akar menggantung yang digantungi lampu-lampu berwarna. Meja dan kayu dari potongan pohon yang dipernis. Suasana di sini lebih nyaman untuk mengistirahatkan mata dari penatnya kesibukan dunia kerja.“Aku baru dari rumah malahan abis pulang kerja. Ibu enggak bilang apa-apa soal kamu pas aku mampir tadi, makanya aku kaget diajak ketemuan," alasanku setelah mendaratkan pantat di

  • Budak Cinta Si Tante   Harapan Ibu

    “CCTV-nya terhubung ke mana aja, Tan?” Setengah berlari, aku kembali ke dalam rumah dan menemukan Anin mengambil gelas di dapur.Pertanyaanku sukses membuat Anin meletakkan benda dari kaca itu di meja kabinet dan menghubungi seseorang. Dia bicara beberapa menit dari sambungan panggilan dari ponselnya menggunakan istilah-istilah yang tak kumengerti dengan orang di seberang.“Siapa, Tan?” Aku bertanya lagi ketika dia menutup layar ponsel.Anin mengisi air dari dispenser ke gelasnya. “Teknisi. Minta cabut sekalian kameranya.” Berusaha tenang pun, jemari Anin bergetar membawa gelas sampai harus kuambil alih dari tangannya.Sepertinya aku bakal bolos kerja hari ini setelah melihat kerut di antara kedua alis Anin. Dia khawatir sampai memeluk diri, mengusap kedua lengan atasnya ketika menyelisik kekosongan ruangan di segala arah yang jel

  • Budak Cinta Si Tante   Sengketa Keluarga

    “Enggak lucu, Yo!”Anin merajuk seketika. Kepalaku langsung berpindah ke lantai dengan keras begitu dia bangkit akibat bersandar di bahunya ketika bicara.“Siapa yang bilang lucu?” Bergegas aku duduk lagi, memastikan sendi-sendi yang nyeri dengan gerakan memutar bahu. Baru kerasa, ya?“Jangan main-main, Yo!” Pelototan Anin ketika meninggalkanku sambil menunjuk-nunjuk tampak mengerikan, apalagi dengan riasan lunturnya. Kayak lihat Harley Quinn abis patah hati ditinggal Joker.Ada yang salah? Kayaknya beberapa kali aku lupa menggunakan 'sarung sakti' itu juga Anin enggak terlalu repot, selama aku enggak bilang. Harusnyaplay safe gitu kalau ikut aturan kerja di dunia hitam kayak gini, cuma aku yakin aja kalau Anin bukan orang yang patut diwaspadai berpenyakit.Kususul Anin yang duduk menghadapi meja rias, memegang pundakny

  • Budak Cinta Si Tante   Enggak Pakai Pengaman

    “Kenapa? Om nggak bisa bikin istrinya hot?” Aku berteriak setelah Zaki—bakal mantan suami Anin—menyiram seember air ke tempat peristirahatan kami. Ya, aku tahu seenggaknya dari ember besar yang dipegang tangan besarnya. Ketahuan banget itu tangan biasa buat mukul dari padatan yang membentuk kapalan, seperti Bapak dulu ketika meninggalkan bogem mentah di pipi kiriku. Nyeri.Siapa yang enggak bakal kaget? Dibangunin kayak anak kecil yang abis ngompol. Lagi tenang-tenangnya di dunia mimpi, malah kebanting gegara air. Kirain abis kebawa banjir tahunan yang biasa mampir ke rumah, tahunya ditambah tonjokan.Lagian, gimana bisa lelaki tua yang harusnya lebih dewasa secara perilaku itu masuk ketika ruangan sedang dikunci? Aku ingat banget, meski hanya berdua di dalam rumah bersama Anin, pintu kamar tetap dikunci. Artinya kan si Zaki itu memiliki kunci lain.Anin merund

DMCA.com Protection Status