Siang ini Syaila mempunyai janji untuk bertemu dengan pengacara yang akan mendampingi sidang perceraiannya nanti.Di sebuah kafe yang lumayan terkenal di ibu kota, wanita cantik dengan paras mengintimidasi itu sekarang duduk. Ia sudah menghabiskan setengah gelas kopi yang ia pesan, namun orang yang ia tunggu tidak kunjung datang. "Nadira jadi enggak, sih! Bawa pengacara kenalannya itu," decak Syaila. Matanya mengedar ke setiap sudut kafe berharap sang sahabat muncul membawa pengacara yang Nadira bicarakan tempo hari.Beberapa saat setelahnya, ketika Syaila sibuk dengan ponselnya berusaha menghubungi Nadira, sahabatnya itu muncul dengan senyum lebar nampak merasa bersalah."Sorry, tadi gue sama Pak Ferdi mampir buat sarapan dulu hehe."Lantas mereka duduk. Walaupun ekspresi Syaila masih tidak mengenakan. Karena kesal sudah lama menunggu."Sya, kenalin ini Pak Ferdi pengacara yang waktu itu gue ceritain," buka Nadira.Laki-laki dengan stelan formal itu tersenyum ramah. "Saya Ferdi Ghan
Selepas pulang dari kafe Syaila dikejutkan dengan semua barang-barangnya yang sudah berserakan di teras depan rumahnya, pun dengan Geino yang sedang memangku tas ransel. Buru-buru ia menghampiri sang putra dengan napas tersenggal."Ada apa ini? Kenapa semuanya di luar?" tanya Syaila pada Geino.Anak itu tidak bereaksi apapun, wajahnya masih datar seperti biasanya. "Geino! Jawab mama," sentak Syaila."Tadi ada banyak orang datang. Terus mereka bilang kita harus segera pergi dari sini karena ini rumah kakek," jelas Geino.Mendengar itu Syaila menunduk dalam. Menatap beberapa bajunya yang sudah kotor di lantai. Dadanya tiba-tiba sesak, ia tidak menyangka sang ayah yang selama ini ia hormati tega melakukan ini padanya. "Kita ke rumah papa aja, Ma. Aku juga mau ketemu papa," usul Geino ditengah keheningan.Dengan amarah yang meluap Syaila menoleh. "Enggak! Mama enggak sudi pulang ke rumah papa kamu. Kita ke rumah Mba Nadira saja. Bereskan semua barang-barang kamu."Geino sampai tersentak
Sore itu, suasana teras rumah Nadira berubah menegang karena kedatangan Azka yang tidak diduga. "Kamu jangan larang aku ketemu sama Geino, dia anak aku juga," ucap Azka. Bicaranya memang setenang itu, namun Syaila tahu, laki-laki itu sedang menekannya sekarang."Mending lo pergi aja dari sini. Lo ngerti kan kenapa Syaila bersikap kaya gini sama lo? Gue disini memang ngebela Syaila, tapi terlepas dari itu, coba intopeksi diri dulu dan balik kalau otak lo udah bener." Nadira ikut bersuara. Mulutnya tidak tahan lagi melihat ekspresi tidak bersalah Azka. Ia bahkan berpikir untuk meninju rahang suami sahabatnya itu—ah, akan menjadi mantan suami—dengan pengalaman juara dua taekwondo tingkat nasional dulu. Namun akal sehatnya masih berjalan. Ia bisa dituntut untuk hal itu.Diantara suara adu mulut yang tidak berhenti, suara dari belakang pungung Syaila mampu membuat perdebatan antar orang dewasa itu tertahan. Nadanya yang datar juga dingin. "Kenapa ribut-ribut? Bisakah kalian bertengkar den
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Syaila diam beberapa saat. Namun saat ia tidak sengaja saling adu pandang dengan Maya, yang rupanya turut hadir menyaksikan persidangan ia langsung menjawab tanpa berpikir lebih panjang."Saya yakin! Saya juga menolak untuk mediasi. Sebab saya pikir, diantara kami tidak perlu ada lagi yang harus diperbaiki."Semua orang yang ada di sana bereaksi terkejut, termasuk Ferdi yang duduk mendampingi nya langsung menoleh."Bukan hanya perihal tentang ketidak cocokkan lagi. Masalahnya ada pada dia." Syaila menoleh ke arah Azka. "Saya tidak mau hidup bersama orang yang telah mengkhianati pernikahannya sendiri."Suasana persidangan mendadak menegang. Wajah Azka merah padam. Bahkan keluarga Azka tidak terima dengan pernyataan yang Syaila lontarkan barusan. Mereka saling berbisik jika Syaila hanya berbicara omong kosong mencari pembelaan.Tiga hakim saling berbisik, tidak kalah menegangkan saat menunggu putusannya. "Baik jika begitu, sepertinya upaya mediasi ti
Pukul sembilan pagi, Syaila sudah duduk menghadap hakim untuk mengetahui putusan terakhir atas perceraiannya. Tidak seperti Minggu sebelumnya, hari ini Azka tidak hadir dalam persidangan hanya diwakilkan oleh pengacaranya. Itu tidak masalah bagi Syaila, justru jika pihak terkait tidak hadir akan memudahkan jalannya persidangan. "Demikian sidang pembacaan putusan hari ini, tujuh Desember 2022. Sidang saya tutup." Hakim ketua mengetuk palu tiga kali.Hari ini Syaila resmi menjadi janda. Ia bukan lagi istri dari Azka Prabakesa, laki-laki yang selama ini ia cintai. Putusan sidang perceraiannya membuat dada Syaila sedikit lenggang. Ia menghirup udara dalam dalam seraya terpejam. "Gue harus percaya sama diri gue sendiri," ucapnya.Di depan gedung pengadilan itu, Syaila tersenyum simpul. Ia menatap tulisan yang diukir besar di atas gedung. Ia harap setelah ini ia tidak akan kembali lagi kemari."Saya sudah mengajukan untuk harta gono-gini. Siapkan dan sertakan dukumen yang akan mendukung
Keesokan harinya, selepas mantan mertuanya mengusir Syaila tidak mengizinkan Syaila bertemu dengan Geino. Pagi-pagi sekali Syaila sudah berangkat ke sekolah putranya itu, untuk bertemu dengan anak semata wayangnya. Karena sungguh, meski ia jarang mengobrol dengan anak itu, rasa sepi selalu menyelimuti dirinya kala ia sedang sendiri.Mobil yang ia pinjam dari Nadira sudah ikut berjejer di barisan kendaraan lain di jalanan yang cukup lenggang.Sama seperti seorang ibu pada umumnya, ia tidak akan bisa diam jika urusannya menyangkut anak. Syaila masih bisa menahan diri ketika sang mantan ibu mertuanya menuduh dirinya yang tidak-tidak, tapi jika ada orang yang melarangnya menemui Geino, tidak peduli siapapun. Syaila tidak akan diam saja."Pak, boleh buka gerbangnya? Saya mau menemui anak saya." Sampainya di sekolah, pintu gerbang masuk rupanya sudah di tutup. "Oh, maaf, Bu. Jika tidak dalam keadaan darurat wali tidak dibolehkan masuk untuk ketentraman kegiatan belajar. Jika boleh tahu, a
Kedatangan mantan mertuanya ke sekolah Geino membuat Syaila terkejut. Apalagi wanita itu tiba-tiba menamparnya."Kemarin aku masih bisa diem aja ya, Ma, waktu mama perlakuin aku dengan buruk. Seharusnya mama enggak larang-larang aku buat ketemu sama anak aku sendiri," ucap Syaila. Wajahnya sudah memerah."Kamu enggak punya hak atas cucu saya. Dan sekarang kamu gugat harta gono-gini?" Wanita tua itu tertawa sengak. "Benar-banar enggak tahu diri. Nyesel saya pernah dukung anak saya buat nikah sama perempuan kaya kamu!"Dada Syaila memburu. Napasnya sudah sedari tadi tersenggal. Menahan amarah yang bisa kapan saja meledak. "Jelas aku punya hak atas Geino. Dia anak aku. Sebelum mama nyesel karena telah mendukung pernikahan aku sama Azka. Tanya dulu sama anak mama sendiri. Jangan memutar balikkan fakta! Oh, atau itu salah satu ajaran mama? Selalu bersembunyi atas kesalahan yang sudah dilakukan," sarkas Syaila.Air muka mama dari Azka merenggut. Keriput diwajahnya mengumpul di dahi. "Berani
Sakit hati Syaila atas perlakuan Azka padanya sudah tidak terbendung lagi. Mengetahui dari cerita Geino yang bilang bahwa papanya sudah mengenalkan Maya kepada Geino, menjadi sebuah pukulan paling menyesakkan. Dan yang membuat Syaila tidak menyangka, keluarga Azka bahkan tidak mempersalahkan itu? Apakah selama ini Syaila tidak dianggap? Bugh!"Awh!""Kalau jalan pake mata!" Perempuan dengan rambut digerai berkata dengan garang. Matanya bahkan seperti akan meloncat dari tempatnya.Syaila yang juga merasakan sakit dibagian bahu karena bertabrakan dengan bahu perempuan itu mendongak. Ia nyaris terjatuh jika tidak berpegangan pada pembatas koridor. "Jalan itu pake kaki. Kalau bicara pake otak bukan hanya mengandalkan mulut kamu yang tidak berguna itu." Syaila berdiri tegak kembali. "Sudah jelas-jelas salah kamu. Kenapa jadi kamu yang marah-marah?"Dia berdecih. Wajahnya masih sama menjengkelkan ketika terakhir Syaila bertemu, tempo hari, saat gadis itu tengah tidak mengenakan pakaian a
"Akhirnya sahabat jomblo gue dari lahir nikah juga hahaha."Nadira melengos sembari berdecak sebal. Ucapan itu sudah puluhan kali Syaila lontarkan bahkan ketika ia bercerita dirinya menerima lamaran Ferdi. Wanita yang kini tengah hamil tua itu tidak berhenti meledek Nadira. "Lu diem deh kalo gak mau anak lo nanti mirip gue," ujar Nadira yang langsung direspon gelak tawa Ferdi. "Jangan dong sayang, biar anak kita aja nanti yang mirip mamanya."Benar, memang hanya Ferdi yang dapat menaklukkan ke bar-bar-an mulut Nadira, hanya dengan ucapan sederhana barusan perempuan itu sudah tersipu malu. "Najis banget mukanya merah. Dahlah gue mau makan dulu. Selamat ya, gue doain Ferdi diberi kesabaran punya istri kaya lo." Syaila memeluk sahabatnya itu meski sedikit kesusahan karena perutnya yang besar. "Makasih ya, Sya. Lu jaga kesehatan juga. Jagain keponakan gue awas aja kalo kenapa-napa gue geplak pala lo." Nadira memberi peringatan. Keduanya kemudian terkekeh, Ferdi dan Batara yang menya
Suara tangis bayi cantik berpipi gembul berhasil membuat panik sang ibu. Bayi berusia lima bulan itu nampaknya kepanasan terus berada di dalam mobil selama perjalanan yang lumayan jauh. Maka, sang ibu dengan sigap mengambil botol susu di dalam kantong stok asi. Mobil berhenti bersamaan dengan tangis bayi perempuan itu yang juga mereda. Terlelap di gendongan sang ibu dengan nyaman. "Kamu mau ikut masuk?" Terlihat pria jangkung yang sedari tadi mengemudikan mobil melongok ke jok belakang, untuk menjawab pertanyaan sang istri, "Kamu duluan aja, aku cari parkir dulu. Di sini panas kasian Kanaya," tuturnya yang diangguki istrinya. Wanita itu kemudian keluar dari mobil, menatap bagunan yang mungkin lebih cocok disebut neraka dunia bagi sebagian orang. Ia menatap putri kecil di dalam gendongannya sebelum ia melangkah masuk ke dalam bangunan itu. Tatapan sendu seperti seorang ibu yang akan meninggalkan putrinya untuk waktu yang sangat lama. Lantas ia masuk tanpa ragu lagi. Seolah, putri k
Setelah siang itu Batara bercerita tentang keinginannya yang aneh-aneh, satu jam setelahnya Batara mengajak Syaila makan pecel lele di pinggir jalan. Namun sialnya sore itu hujan deras dan mereka berdua berakhir basah kuyup saat mencari makanan itu, niatnya mereka ingin menghabiskan waktu bersama. Syaila berakhir sakit dan itu yang membuat Batara sekarang sangat merasa bersalah. "Maaf ya gara-gara kamu nemenin aku cari pecel lele kamu jadi sakit kaya gini." Batara benar-benar merasa bersalah. Sampai tidak mau menatap istrinya. "Aku cuma masuk angin sayang. Minum obat juga bakal sembuh." Syaila mengusak rambut Batara. "Kamu muntah-muntah tadi. Kita ke rumah sakit aja ya sekarang? Aku takut kamu kenapa-napa." "Aku gak apa-apa," sanggah Syaila. Ia akui perutnya sekarang memang terasa dikocok. Ia juga tidak nafsu makan sama sekali. Lidahnya terasa pahit dan makanan apapun yang berusaha ia masukkan ke dalam mulutnya selalu mendapat kan penolakan. Ia berkahir muntahan-muntah. Tubuhnya t
Tiga bulan sudah berlalu Syaila dan Batara mengarungi bahtera rumah tangga. Seperti kata orang-orang pernikahan tidak ada yang mulus tanpa dibumbui pertengkaran. Syaila sering mengomel seperti istri-istri pada umumnya mana kala Batara lupa menaruh handuk di atas ranjang. Atau perdebatan yang mungkin nampak sepele jika dipikirkan. Tapi beruntung nya Batara adalah orang yang sabar dan lapang mengakui kesalahanannya. Selama tiga bulan hidup dalam atap yang sama Syaila menemukan banyak kejutan dari Batara. Batara yang ternyata begitu manja melebihi anak-anak. Dia bahkan tidak malu menangis jika dirinya tidak sengaja membentak Syaila. Meski begitu, Batara adalah sosok ayah sambung yang baik untuk Geino dan menantu yang berbakti untuk mamanya. Syaila tidak henti-hentinya bersyukur telah dipertemukan dengan pria seperti Batara. "Sayang Geino katanya dikasih tugas buat hewan dari tanah liat. Besok dikumpulnya."Syaila menoleh ke sumber suara, serum wajah yang hendak ia oleskan di wajahnya
"Tumben kamu jam segini udah bisa diajak jalan? Kerjaan kamu udah selesai?""Udah, aku mau quality time sama suami aku yang ganteng ini."Satu bulan sudah berlalu. Mereka hidup bahagia sebagai sepasang suami istri. Siang disibukkan dengan pekerjaan, dan jika sudah di rumah keduanya sebisa mungkin tidak membawa atau mengerjakan pekerjaan kantor di rumah. Itu sudah menjadi kesepakatan mereka. Sore ini Batara mendapat kabar jika istrinya bisa pulang lebih cepat dan mengajaknya untuk jalan-jalan. Hitung-hitung mengenang masa pendekatan mereka dulu. Batara sih setiap hari memang sibuk, tapi ia lebih santai dari Syaila. Pria itu bisa dengan mudah mengatur jadwalnya berbeda dengan Syaila. Keduanya sudah sampai di sebuah mall ternama di ibu kota. Bergandengan tangan, melihat-lihat store pakaian branded, memilah restoran yang keduanya inginkan. "Mau beli baju?" tawar Batara. Syaila menggeleng. "Baju aku masih banyak yang belum dipake." Baik, Syaila memang berbeda dari kebanyakan perempuan
Waktu berjalan lebih cepat jika kita berada di antara orang-orang yang kita sayangi. Begitu pun sebaliknya. Tapi Syaila tidak pernah menyangka akan secepat ini. Entah ada kata apalagi yang bisa ia ucapkan selain bahagia. Ratusan orang yang datang ke acara resepsi pernikahan nampak ikut bahagia. Pun dengan mamanya dan Geino yang tersenyum mana kala ia dan Batara akhirnya sah menjadi sepasang suami istri.Dekorasi megah yang ternyata sudah Batara siapkan begitu memesona ditambah undangan tamu yang tidak ada henti-hentinya."Udah aku bilang jangan banyak-banyak ngundang tamu. Ini tangan aku udah mau putus rasanya," bisik Syaila di tengah sibuknya menyambut para tamu yang datang. "Aku cuma undang temen-temen kantor. Itu kolega keluarga-keluargaku. Mana bisa aku batalin." Batara meringis.Keduanya menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain terus tersenyum dan menyambut tamu dengan senyum hangat. Meski rasanya pasangan pengantin baru itu sudah ingin cepat-cepat mere
Ibu kota malam ini terasa lebih tenang. Cahaya lampu yang terpantul sinar rembulan membiaskan cahaya warna-warni memanjakan mata. Entah, sudah berapa lama Syaila tidak datang ke tempat ini. Semasa kuliah semester awal ia sering datang kemari. Hanya menyaksikan gemelapnya ibu kota atau hanya sekedar menikmati segelas kopi panas.Dulu ia manusia paling naif perihal hubungan timbal-balik antar manusia. Percaya bahwa kebaikan akan dibalas kebaikan, pun sebaliknya. Tapi Tuhan sepertinya ingin menunjukan hal lain kepadanya, bahwa jangan berharap selain pada-NYA. Tidak butuh bertemu ribuan orang untuk ia membuktikannya. Orang yang ia amat percaya akhirnya mengkhianati kepercayaannya dengan hal yang bahkan tidak pernah ia duga-duga. Pengorbanan yang selama ini ia lakukan terasa sia-sia hanya karena kekurangan yang mungkin dia harapkan ada pada Syaila.Namun beruntung sejak ia akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti kuliah karena hamil hingga ia berpisah dengan Azka ia tidak lagi kemari, jik
Seperti halnya hujan, kita tidak bisa mencegah air yang turun itu untuk tidak membuat kita kedinginan. Kita tidak bisa bernegosiasi agar hujan jangan dulu turun sebelum payung kita siap. Begitu pula yang terjadi dengan Syaila dan Batara. Hampir pukul satu malam keduanya sibuk mengasihani dirinya sendiri. Memandang isi gedung yang seharusnya menjadi saksi bisu kisah cinta mereka bersatu. Kini, dekorasi yang sudah dirangkai sedemikian rupa harus terpaksa dilucuti sebab pasangan lain akan menggunakan gedung ini. Seharusnya pagi tadi adalah acara pernikahan keduanya, dan malam ini seharusnya mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Tapi sekali lagi, manusia hanya bisa berencana. "Kamu udah ngantuk belum? Udah malem, kita pulang aja ya?" Tidak bisa dibohongi, jelas Batara juga merasa sedih atas gagalnya pernikahan mereka. Tapi mau dikata apa? Semuanya telah terjadi. Syaila menghela napas panjang. "Rasanya kalau aku bilang ini tidak adil, aku akan dicap sebagai manusia yang gak bersyuku
Persidangan pertama dibuka dengan hakim yang menanyakan alasan mengapa Azka tiba-tiba menggugat hak asuh anak padahal sebelumnya mereka sudah sepakat bahwa hak asuh anak diberikan kepada Syaila. Pengacara Azka menjelaskan alasannya. Seperti yang Azka sebelumnya bilang, perihal Syaila yang memiliki kekasih yang trampemental. Ia juga bilang bahwa ia memiliki buktinya. Sebab itu Azka khawatir jika anaknya yang diasuh Syaila akan mendapatkan dampaknya juga. Tidak hanya pihak Azka yang dimintai penjelasan. Syaila juga diberi kesempatan untuk menyanggah. Sama seperti Azka, Syaila menyerahkan semuanya kepada kuasa hukumnya. Kuasa hukum Syaila menceritakan semuanya. Dan perihal apa yang dikatakan Azka hanya sebuah kesalahpahaman. Juga Syaila yang sudah tidak menjalin hubungan lagi dengan Batara. Sidang berjalan lancar. Azka nampak tidak memiliki argumen lagi setelah kuasa hukum Syaila membeberkan semuanya. Dan tanpa sepengetahuan semua orang yang ada dipersidangan, pria yang memakai topi