"Ini sudah hampir tengah malam, May. Tak ada satu pun kontrakan yang kosong," ucap Rangga setelah beberapa kali bertanya soal kontrakan pada pemiliknya.Maya memilin baju yang dipakainya, dia terlihat gelisah karena tak juga mendapatkan tempat untuknya."Baiklah, aku akan membawamu ke rumah ibuku saja," ucap Rangga memutuskan."Tidak, Mas! Apa maksudnya kamu akan membawaku ke rumahmu yang ada di depan rumah mertuaku?" tanya Maya dengan membelalakkan matanya."Bukanlah, cari masalah itu namanya," sahut Rangga dengan tertawa kecil."Lalu rumah ibumu yang mana?" tanya Maya ragu."Ada, jadi sebelum pindah ke rumah yang sekarang, kami tinggal tak jauh dari rumah itu. Rumahnya sih sederhana tapi cukup layak untuk ditempati." Rangga menjelaskan kepada Maya.Maya pun tak dapat menolak lagi karena malam sudah semakin larut. Sudah hampir 2 jam mereka berkeliling mencari kontrakan namun tak ada hasil, semuanya penuh.Tiba di rumah tua yang sederhana, namun sudah beberapa kali direnovasi. Halama
*Di kediaman keluarga Raharjo ....*"Ini gak bisa dibiarkan, jadi karena Maya mertuamu marah padamu?" tanya Bu Ullah pada Diana."Iya, Bu. Seandainya pernikahanku dengan Mas Arya gagal maka aku akan memberikan pelajaran berharga untuk Maya!" ujar Diana dengan mata berkikat."Pernikahan kalian tak boleh gagal, Na. Ibu akan lakukan apapun asal pernikahan kalian tetep dilaksanakan," sahut Bu Ullah dengan wajah merah padam."Lalu apa yang akan Ibu lakukan?" tanya Diana antusias."Kita harus bisa menemui Maya tanpa sepengetahuan Arya dan orangtuanya. Kita paksa Maya untuk membujuk Arya agar tak membatalkan pernikahan kalian, bila perlu kita ancam Maya." sahut Bu Ullah."Ancam bagaimana, Bu? Yang ada dia akan mengancam kita balik! Apa Ibu lupa jika dia mempunyai video panas Galih dan Dewi?" omel Diana.Bu Ullah menepuk kepalanya yang terasa pusing, wanita itu bingung dengan cara apalagi untuk bisa membujuk keluarga Arya."Entahlah, Na. Ibu pusing memikirkan masalahmu," seru Bu Ullah.Diana
Setelahnya, Diana meringkuk di sudut ranjang, dengan tangisan buaya seolah dia menyesalkan kejadian itu padahal dengan sengaja dia memasukkan obat per*ngsang ke dalam minuman Arya.Arya memandang sedih ke arah Diana yang menangis pilu karena perbuatannya. Pria itu lalu menghampiri Diana dan meminta maaf kepadanya."Maafkan aku, Na. Aku tak bisa mengendalikan diri," ucap Arya terlihat sangat menyesal."Lalu bagaimana nasibku ke depannya, Mas? Sementara kamu mau meninggalkanku. Tak akan ada laki-laki yang mau menerima perempuan kotor sepertiku," sahut Diana dengan air mata berderai.Arya semakin merasa bersalah, bagaimana pun juga dia harus bertanggungjawab atas apa yang sudah terjadi."Aku akan bertanggung jawab, Na. Aku janji pernikahan kita tak akan gagal lagi," jawab Arya pasrah.Diana menyembunyikan senyum dalam tangisnya. Dalan hati dia tertawa karena rencana liciknya telah berhasil menjebak Arya."Ucapanmu itu bisa aku pegang kan, Mas? Lalu bagaimana dengan ibumu jika dia tak set
Maya berencana membuka usaha di depan rumah yang ditempatinya karena mencari pekerjaan untuk lulusan SMP sangatlah susah.Dengan bekal keahlian memasak yang dimilikinya, dia bertekad mencari uang di bidang kuliner, dengan membuka warung nasi atau menerima pesanan katring. "Bagaimana menurut Bi Ijah kalau aku jadi berjualan nasi di depan halaman?" tanya Maya meminta pertimbangan."Bibi mendukung penuh ide Mbak Maya apalagi di sini juga belum ada yang berjualan nasi dengan aneka menu. Apapun pekerjaannya asal halal dan ditelateni, Insya Allah akan mendatangkan rejeki yang berkah, Mbak. Nanti Bibi akan membantu Mbak Maya sebisa mungkin. Ngomong-ngomong apa Mas Rangga sudah tahu soal ini, Mbak?" tanya Bi Ijah antusias."Senang banget kalau Bibi juga setuju. Soal Mas Rangga, aku sudah sempat berbicara dengannya, Bi. Awalnya dia tidak mengijinkan karena takut jika aku kecapekan tapi aku bersikeras, Bi. Selama aku bisa, aku akan berusaha mencari uang dengan tenagaku sendiri." jawab Maya sun
Dewi mendapatkan kabar tentang keberadaan anaknya. Polisi menghubunginya dan memintanya untuk datang ke rumah sakit karena kondisi anaknya yang menyedihkan.Dengan berlari kecil, Dewi dan Galih juga Bu Nur menuju ruang rawat inap di mana Farel kini dirawat."Mana anak saya, Sus?" tanya Dewi pada perawat yang berjaga.Setelah mendapatkan keterangan tentang Farel, Suster itupun mengantarkan mereka ke kamar Farel.Dewi menangis histeris melihat anaknya terbaring lemah tak berdaya. Tubuh kecilnya terlihat kurus kering, wajahnya pucat dengan mata yang cekung."Farel!?" Dewi menjerit menyebut nama anaknya, Bu Nur pun ikut meratapi kondisi cucunya."Ya Allah, Farel! Kenapa jadi begini, Nak?" seru Dewi.Dokter masuk ke dalam ruangan itu ditemani seorang polisi dan juga perawat."Ibu, kondisi Farel sangat memprihatinkan. Anaknya mengalami dehidrasi karena kurang cairan, diduga dia juga kelaparan. Banyak luka di sekujur tubuhnya. Sepertinya mereka memperlakukan Farel dengan tidak baik." jelas d
Maya sudah menjalankan usaha kulinernya. Selain dibantu Bi Ijah, dia juga mempekerjakan satu lagi tetangga samping rumahnya untuk meringankan pekerjaannya.Dia menyajikan banyak menu setiap harinya. 1Tetangga sekitar sangat antusias dengan usaha yang Maya jalankan. Apalagi di sekitar tempat itu belum ada orang yang berjualan nasi beraneka menu.Etalase diisi dengan aneka macam lauk pauk dan sayuran yang menggugah selera. Dia menyajikan makanan dengan rasa yang lezat dan penampilan estetik sehingga membuat orang senang menikmatinya "Mbak Maya, nasi pecelnya enak banget ini," ucap sesebapak, pembeli yang makan di tempat."Wah mantap tuh, lain kali boleh dicoba, nasi ramesnya juga enak banget ini," sahut seseibu yang makan bersama suaminya."Terima kasih testimoninya Bapak Ibu, semoga menjadi langganan setia kami ya," sahut Maya dengan wajah berbinar."Mbak, aku bungkus nasi rendang buat anakku ya, dia suka banget sama makanan itu," sahut seseibu tadi.Maya mengacungkan dua jempolnya un
Spontan Maya menutup mulutnya, kini wajahnya bahkan seperti kepiting rebus karena malu."Lebih dari itu maksudnya?" tanya Rangga seraya menelisik wajah Maya yang sudah memerah.Terlihat sekali kegugupan yang dirasakan Maya, melihat itu Rangga merasa iba. Lantas dia mengambil segelas minuman yang dibawa Bi Ijah dan memberikannya kepada Maya."Minumlah, May," ucap Rangga seraya menyodorkan gelas berisi teh hangat yang dicampur madu dan lemon.Karena panik, Maya mengambil gelas itu dan menandaskan isi di dalamnya. Bi Ijah melongo melihat minuman untuk Rangga dihabiskan oleh Maya."Segar, 'kan? Ingat, itu teh hangat dicampur madu dan lemon, minuman kesukaanku, May," jelas Rangga dengan senyuman menggoda."Ya ampun ... maaf banget, Mas. Aku gak nyadar udah menghabiskan minumanmu," seru Maya menyesal."Gak apa, May. Setidaknya kamu sudah tahu minuman kesukaanku, jadi nanti kalau udah sah, aku gak perlu repot-repot untuk ngasih tahu kamu lagi," sahut Rangga kembali menggoda Maya."Cie ... c
Maya membuka totebag yang diberikan oleh Rangga, di dalamnya terdapat baju gamis cantik warna soft yang tampak mewah. Seulas senyum terbit di wajah ayu Maya, dia menyukainya.Selain baju, ternyata ada yang lainnya, sebuah amplop berukuran besar. Maya mengernyitkan dahinya melihat amplop itu. Perlahan diambil dan dibukanya. Ternyata isinya adalah akta cerai yang sudah dikeluarkan oleh pengadilan agama.Matanya berbinar, rasa lega mengalir dalam hati dan pikirannya, akhirnya statusnya sekarang sudah sah menjadi janda. Setetes air mata kembali jatuh dari mata beningnya. Bukan karena sedih, tapi karena rasa haru yang menyeruak begitu saja.Jika banyak yang merasa hancur setelah perpisahan, tidak begitu dengan Maya. Dia justru merasa seperti burung yang baru lepas dari kandangnya. Terbang bebas tanpa ada beban."Mbak Maya kenapa nangis?" tanya Bi Ijah yang melihat Maya menghapus air matanya."Akhirnya surat ceraiku keluar juga, Bi. Aku merasa beban yang ada di pundakku seakan telah hilang
Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma
"Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya
"Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin
Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di
Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem
"Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba
Maya segera mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meminta Bu Indah untuk memanggil keduanya, sedangkan Maya menyiapkan minuman untuk mereka semua.Saat makan bersama, sesekali mereka mengobrol untuk memanfaatkan waktu yang ada."Lia, jadi setiap harinya kamu sibuk apa?" tanya Bu Lia memancing."Saya sekolah desain mode dan tekstil, Bu. Mas Rangga ingin saya terjun ke dunia fashion karena itu passion saya, jadi dalam waktu dekat, Insya Allah saya akan membuka usaha konveksi kecil-kecilan," jelas Lia apa adanya."Wah, hebat banget masih muda tapi sudah punya jiwa wirausahawan," sahut Bu Indah kagum.Arya pun nampak kagum dengan cara gadis itu menjelaskan, tak ada kesombongan, gadis itu malah terkesan merendah di hadapan setiap orang.Sesekali Arya terlihat memperhatikan Lia saat di meja makan. Maya dan Bu Indah yang tahu akan hal itu pun saling melempar senyum. Setelah acara makan bersama selesai, Bu Indah memanggil Maya sebentar untuk menunggunya. Bu Indah masuk ke kamar dan mengambil
Ternyata asisten yang dimaksud Siska adalah Dikna, mantan adik ipar Maya yang juga merupakan putri bungsu keluarga Raharjo.Dikna bekerja di salon itu semenjak ayahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Selama ini dia selalu mendapat sokongan dana dari sang ayah jadi tidak pernah merasa kekurangan, tapi semenjak ayahnya di penjara otomatis keuangannya pun berantakan karena hanya mengandalkan gaji suaminya yang tak seberapa.Dikna lantas menghambur memeluk Maya dengan tangisan pecah."Mbak Maya, maafkan aku, Mbak." ucap Dikna tergugu.Maya tercekat, dia masih belum bisa menguasai keadaan. Maya juga tak menyangka jika adik ipar yang selalu sinis kepadanya selama ini tiba-tiba memeluknya."Dikna, ada apa ini?" tanya Maya bingungDikna melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata yang membasahi pipinya."Mbak, maafkan aku jika selama ini aku selalu bersikap gak baik sama kamu," ucap Dikna dengan mata mengembun.Maya menghela nafas panjang, dia sudah berusaha melupakan apa yang p
"Lalu untuk apa kamu ke sini? Apa kamu masih butuh dengan ibumu ini? Ibu yang selama ini selalu membuatmu menderita, Ibu yang tak dapat melindungi anaknya? Buat apa kamu ke sini, May? Harusnya kamu menikah saja, tak perlu kamu memberitahu Ibu jahatmu ini!" seru Bu Romlah dengan air mata yang mulai tumpah."Ibu?" Maya tak menyangka reaksi ibunya akan seperti itu.Bu Romlah menangis tersedu, hatinya sangat sakit melihat Maya ada di depannya. Bayangan masa lalu di mana dia selalu menyia-nyiakan putri kecilnya kembali melintas. Saat dia sering mendaratkan pukulan di tubuh ringkih Maya kecil. Saat dia abai mendengar rengekan Maya kecil karena kelaparan dan masih banyak bayangan penderitaan lain yang dialami Maya karena dirinya bermunculan.Maya mendekati ibunya, rasa tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya itu menangis membuatnya hatinya ikut teiriris."Ibu kenapa?" tanya Maya seraya menyentuh tangan ibunya."Ibu terlalu buruk, Maya. Ibu tak pantas mendapatkan putri sebaik kamu.