“Berbaringlah, Axe,” ucapku sembari menepuk pahaku pelan.
Aku mendesah pasrah melihat Axe terus berjalan mondar mandir di tempat sambil sesekali menatap ke arah Edward yang masih setia memejamkan mata. Padahal dokter sudah mengatakan padanya bahwa kemungkinan besar Edward siuman nanti sore, masih ada beberapa jam lagi baginya untuk bersabar. Namun Axe sepertinya tidak peduli perkataan dokter, bahkan dia juga mengabaikan bujukanku.Dia masih begitu fokus pada Edward, meski sesekali aku mendengarnya mengembuskan napas kasar. Aku ingin membujuk Axe lagi, tapi melihatnya sedang kalut, kuurungkan niatku dan memlih bangkit dari sofa yang kududuki.Tanganku bergerak menepuk bahu Axe pelan dan tersenyum saat dia memberikan perhatian padaku. Saat ini aku ingin pamit pergi ke kafetaria, tenggorokanku terasa kering apalagi ketika mendengar penjelasan Axe mengenai Mr. Hero selama di perjalanan menuju ruang rawat inap Edward.“Aku mau beli minum. Mau nitip sesuatu?”PertanyaAda yang bisa nebak? Author akan double update kalau lima orang bisa menebak dengan benar😁
“Are you f*cking kidding me? What the hell is this?” tanya Axe menatap tak percaya hasil daripada isi tulisan yang tertera pada kertas di tangannya.Aku juga tak bisa bohong bahwasannya fakta yang baru saja kami terima memukul telak kenyataan yang selama ini kami percaya. Benarkah nama Axe dan Mr. O’Connor yang tertera di sana, serta result ‘positif’ yang dicetak tebal merupakan bagian dari perjalanan baru kami?Ya, hasil tes tersebut menyatakan kecocokan DNA antara Axe dan Mr. O’Connor. Namun, yang tidak kumengerti mengapa Mr. O’Connor tiba – tiba melakukan hal tersebut tanpa memberitahukan orang yang terlibat, Axe. Maksudku, sejak kapan dia merencanakan kegiatan diam – diam ini? Apa sampel darah Axe yang dimintanya pada Dokter Arnold waktu itu, seingatku, adalah kesimpulan paling tepat yang bisa aku ambil sekarang?“Aku tidak mau bertele – tele. What you’ve seen on the paper is true, kau putraku. Putra yang kukira sudah tiada sejak pertama dilahirkan.”Mr. O’Connor men
Seharian penuh kami menunggu hasil tes DNA dengan perasaan harap – harap cemas. Meski sempat meninggalkan aku dan Axe, Mr. O’Connor tetap kembali pada kami untuk melangsungkan pengambilan sampel darah.Dan inilah akhirnya, hasil daripada pengujian laboraturium keluar setelah 1 x 24 jam. Memang Axe memaksa pihak rumah sakit untuk mempercepat proses DNA itu segera, agar dia tidak menunggu lama. Pria itu benar – benar tidak sabar ingin membuktikan kebenaran dari ucapan Mr. O’Connor yang saat ini terlihat sumringah usai membaca hasil yang ada.“I told you, kau putraku. Masih tidak percaya juga?”Mr. O’Connor menyodorkan kertas yang dibukanya pada Axe hingga pria itu menyambut benda tersebut dengan cepat. Ekspresi Axe sungguh tak terbaca saat memperhatikan isi tulisan di atas kertas penuh saksama, yang aku yakini dia masih belum bisa menyakini fakta dan kebenarannya.“Buka amplopnya, Bridgette,” titah Axe usai menyadari keterdiamanku dengan amplop yang masih membungkus
Katanya, untuk membuat hidup terasa berwarna. Butuh dua elemen, tawa dan duka sebagai pelengkap suka dan luka lara. Tapi bagiku ada satu elemen yang terlupa, cinta.Memang, tidak ada makhluk sempurna di dunia ini yang tetap merasa hidup, meski luka sedang menawarkan diri berada di garda terdepan dari suatu perkara. Namun, untuk saat ini, dalam hidup Axe. Bisakah mereka berdiri paling belakang? Aku ingin pria itu, suamiku, bisa tersenyum sesaat saja sejak kebenaran tak diharapkan itu terungkap.Apalagi kemarin, membuat Axe berjanji saja, ternyata tidak menjamin dia siap melupakan kenyataan untuk berhenti terluka sementara. Sepanjang hari Axe masih sering melamun hingga mengabaikanku yang terus mengajaknya bicara, dan malamnya, tidak seperti biasa—Axe sama sekali tidak melakukan ritualnya, malah memilih langsung tidur. Meski harus kuakui tangannya tak tertinggal untuk terus memelukku.Tetap saja aku merasa kurang. Axe yang kukenal tidak seperti ini, begitu lemah—t
Kutatap langit – langit rumah sakit dengan pandangan kosong ke depan. Inilah saatnya proses mengeluarkan chip yang tertanam di tubuhku dilakukan. Sesuai pemeriksaan, Axe menanam chip di lengan sebelah kiriku hingga chip itu kini menyatu dengan kulit bagian bawah.Aku masih di rumah sakit yang sama dengan Mr. O’Connor sebagai dokter pribadiku. Dia yang akan melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan chip di tubuhku.Cukup berdebar sebenarnya membayangkan tanganku akan dibedah, lalu benda kecil berukuran nano yang melekat diangkat ntah dengan cara apa. Aku kurang mengerti tindakan seperti itu, hanya dokter atau seorang ahli yang bisa mendeskripsikan bagaimana mereka melakukan hal – hal demikian.Dan sebelum itu, aku akan dibius lebih dulu agar tidak merasakan sakit saat berlangsungnya kegiatan operasi, bukan Mr. O’Connor yang membiusku, tapi dokter anestesi yang ada di rumah sakit ini. Sama seperti Axe, Mr. O’Connor juga berkuasa, jangankan hanya menyewa ruang operasi—m
“Kenapa diam, Bridgette? Kau tampak sedih, apa kau tidak mau mengandung anakku?” tanya Axe setelah lama tidak kuberi respon. Tentu saja dia masih menunggu hingga lupa dengan niat awalnya menyentuhku.Melihat ekspresi wajah Axe yang mulai berubah, aku dengan cepat menggeleng dan memaksakan senyum hangat kepadanya.“Aku mau, tapi tidak sekarang. Aku belum siap.”“Kenapa?”“Mengambil perhatian Oracle saja aku tidak bisa, Axe. Aku yakin kau masih ingat penolakan Oracle berefek buruk padaku.”Terdengar helaan napas dari pria yang masih menindih tubuhku dengan senyum menyedihkan di wajahnya. “Fine,” kata Axe di tengah kesibukan membelai hangat wajahku.“Aku akan menunggu sampai kau siap,” lanjutnya, kemudian tanpa disangka Axe mengecup bibirku sebentar dan berakhir melumat benda itu kasar. Tangan Axe bergerak hendak membuka hoodie yang kupakai, tapi untung saja aku cepat sadar dan langsung menahan tangannya.“Kenapa?” Kata yang sama kembali keluar dari bibir Axe. Dala
“Terima kasih, Hem,” ucapku sembari tersenyum hangat pada bawahan Mr. O’Connor, Hema, yang bertugas mengantarku sampai kemari.Tadi, sebelum kami sampai di sini, aku sempat memintanya menemaniku berbelanja beberapa hal penting. Jelas aku butuh pakaian ganti dan cemilan malam, perutku sudah sangat lapar sejak dua atau tiga jam perjalanan.Tak lupa, aku membeli ponsel baru untuk kebutuhan lain. Sungguh, sebenarnya tidak enak menggunakan kartu platinum yang diberikan Mr. O’Connor padaku, tapi aku tak punya pilihan lain. Nanti, setelah mendapatkan pekerjaan di sini, akan kuganti seluruh uang yang sudah kugunakan kepadanya.“With my pleasure, Nona. Semua sudah disiapkan, Anda hanya perlu istirahat, semoga betah di rumah ini,” jawab Hema begitu ramah sembari melepas sabuk pengaman di tubuhnya. Aku tahu apa yang akan dia lakukan.“Tidak perlu, Hem. Aku bisa sendiri,” lanjutku cepat sebelum Hema berhasil melakukannya.Dengan santai kubuka pintu mobil dan membawa t
‘Sekarang tuan muda dalam keadaan baik – baik saja, Nona’Aku menghela napas menerima pesan balasan dari Hema yang terkesan ambigu. Sekarang? Maksudnya kemarin Axe dalam keadaan buruk, begitu?‘Ada apa dengan Axe sebelumnya, Hem?’Dengan cepat aku mengetik pertanyaanku, kemudian menekan tombol send. Jariku mengetuk dagu sendiri merasa lama menunggu balasan dari Hema, padahal belum sampai semenit aku mengirimi pria itu pesan.‘Apa Axe menyakiti dirinya sendiri?”Kembali kukirim pesan berupa rasa curigaku pada Hema dan ternyata apa yang selama ini kutakutkan terjadi. Balasan dari Hema memantik cemas yang membuat rasa bersalah menggerogoti dada.Axe melukai dirinya pada level terparah hingga membutuhkan donor darah. Sebelumnya, pesan dari Hema mengatakan Axe sempat mengalami cekcok bersama ayahnya. Axe tidak bodoh dan sudah pasti bisa menebak siapa orang yang membawaku pergi, dia mencurigai orang yang tepat.Sayangnya di tengah percekcokan mereka, Axe tiba – tiba m
Sudah seminggu keberadaanku di sini tak juga membuatku merasa tenang setiap kali memikirkan bagaimana keadaan Axe hari ini. Memang kadang – kadang Hema masih mengirimkan kabar tentangnya, tapi ntah kenapa perasaanku menolak yakin bahwa tidak terjadi sesuatu pada Axe. Aku rasa Hema ditekan oleh Mr. O’Connor untuk tidak memberitahuku secara rinci kondisi Axe, hingga aku harus menebak dan berakhir pusing sendiri.Sebenarnya beberapa hari terakhir aku selalu merasa sakit kepala, mungkin terlalu banyak mencemaskan Axe serta melewatkan tidur nyenyak saat sedang merindukan pria itu. Aku sudah tidak tahan selama ini berpisah dengannya, rasa inign bertemu seakan tak bisa dibendung. Oh, nanti akan kubicarakan dengan Mr. O’Connor agar dia mengizinkanku bertemu Axe kembali.Sekarang sebaiknya aku mengisi perut kosongku yang sedang meronta – ronta. Alicia pasti sedang berada di dapur menyiapkan sarapan untukku, aku harus menyusulnya.Namun, baru menginjakkan kaki di dapur. Aku har