“Untuk apa anak haram ini ada di sini?” Irene menatap Aji penuh kebencian. Ia sampai bergeser menjauh tidak mau duduk dekat dengan Aji.“Dia mengantar saya, Tan” Radhia bergabung dengan Irene duduk di sofa yang ada di ruang kerja direktur utama.Ruang kerja yang jarang sekali ia datangi.“Tante heran, kenapa kamu mau menikah sama anak yang gak jelas asal usulnya ini. Entah siapa ayahnya. Jangan-jangan ibunya dulu sering dipakai dengan banyak lelaki.” Irene bergidik, menatap Aji dengan jijik.“Tante jangan sembarangan!” Aji meninggikan suaranya tidak terima dengan ucapan wanita sosialita yang ada di depannya. "Ibu saya tidak seperti itu!" sambung Aji lagi. Irene mendengus tidak percaya dengan ucapan Aji barusan. Salah satu sudutnya terangkat. "Jangan naif! Kalau memang ibumu tahu siapa lelaki yang menghamilinya, dia pasti sudah meminta pertanggungjawaban. Tapi coba lihat, dia lari dan menghilang!" Jantung Aji rasanya diremas? mendengar ucapan Irene yang menghina ibunya. Walau ia be
“Kau itu hanya suami kontrak! Jangan mencampuri urusanku!” Radhia membuang wajahnya, enggan melihat Aji yang menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya.Aji membuang nafas pelan. Ia lalu mendekati Radhia dan duduk di sofa kosong di sebelah istrinya.“Tapi saya tetap suami, Nona! Wong, saya aja belum pecah duren, ini malah mau hamil sama orang lain!" seru Aji tidak terima. Radhia menggeleng sambil memijat pelipisnya pusing dengan ocehan Aji. Ia kemudian memutuskan untuk pergi, bersiap untuk menghadiri peresmian hotel baru milik Hutama Grup.“Sampai jumpa nanti malam, Tan. Aku mau shopping dulu. Mendengar ocehan anak kampung ini, aku jadi pusing.” Radhia mengambil tas tangannya lalu keluar ruangan bersamaan dengan Irene. Mereka berpisah di tempat parkir. Setelah saling mencium pipi kanan dan kiri sebagai tanda perpisahan, Radhia masuk ke dalam mobil.Sama seperti tadi, ia duduk di bangku belakang, sedang Aji duduk di belakang kemudi seperti supir“Saya sudah kayak supir beneran ya, Nona.
"Ini sudah dibayar?" Radhia melotot tidak percaya saat assisten shoppernya datang hendak mengemas perhiasan yang ia beli. "Benar, Nona Radhia." Kotak bludru ditutup lalu kotak perhiasan itu dimasukkan ke dalam paper bag. Pelayan menyerahkan nota pembayarannya juga paper bag yang berisi perhiasan Radhia. Raffi dan Irene tidak bisa dihubungi, Radhia sangat yakin bukan mereka yang membayar perhiasan ini. Tante Kalina tidak akan punya uang sebanyak ini, jadi bisa dipastikan bukan tantenya itu yang membayar semua perhiasan ini."Siapa yang membayar perhiasanku?" tanya Radhia penasaran. Ia senang bukan kepalang mendapatkan perhiasan yang ia inginkan tetapi juga penasaran siapa yang mengeluarkan 200 juta untuknya. "Katanya suami, Nona." Mulut Radhia terbuka lebar, terkejut. "Su —suami," tanyanya meyakinkan kalau ia tidak salah dengar. Pelayan mengarahkan tangan, menunjuk Aji yang menunggu Radhia di luar toko. Pria itu Melambaikan tangan saat menyadari Radhia sedang melihatnya. Senyum
"Apa yang kau lakukan di sini?" Radhia mendelik melihat suaminya yang baru saja melewati red carpet. Dengan bentuk tubuh atletisnya, Aji tampil sempurna dengan tuxedo buatan khusus yang hanya ada beberapa di dunia. Jas hitam tiga stel dengan benang emas yang menghiasi bagian depannya. Celananya pun dibuat istimewa dengan aksen benang emas di bagian samping. "Saya diundang, ya saya datang." Aji tersenyum. Merapikan jas mahal pemberian Bella. Dalam perjalanan kembali ke rumah Radhia, Bella meneleponnya. Wanita itu dan tuan Wisnu sudah menunggunya di hotel yang sama dengan Radhia. Agar tidak ada yang melihat, Aji masuk lewat pintu karyawan di basement. Bella yang sudah menunggunya mempermudah Aji bisa masuk ke hotel bintang lima milik Hutama Grup. "Pa, papa juga ada di sini?" Aji menyalimi tuan Wisnu. Wisnu menjelaskan tujuannya membawa Aji ke hotel ini. Ia meminta Aji bersiap. Tentu saja Wisnu sudah menyiapkan segalanya untuk putranya itu. Aji hanya tinggal mandi dan mengganti p
“Pernikahan kalian hanya pura-pura, kan?” tebakan Stella membuat Radhia terkejut sampai tersedak red wine yang sedang ia minum.“Aku tahu kau pasti hanya ingin harta Radhia. Atau…” Stella mempunyai jawaban lain.“Atau kau ini peliharaan Radhia? Dia, kan terkenal sebagai perawan tua.” Stella tertawa diikuti oleh kawan-kawannya yang lain.Radhia meremas gelas wine dengan kencang mendengar ejekan koleganya sampai gelas wine pecah.Aji pun sama kesalnya mendengar ucapan Stella. "Jangan sembarangan, Nona!" pekiknya lantang agar Stella menghentikan ucapan tidak bermutunya. "Baiklah. Kalau begitu buktikan!" tantangAji dan Radhia menoleh saling pandang. Yakin kalau suaminya tidak akan bisa membalas, Radhia berdiri lalu memalukan tangannya pada lengan Aji.Ia bergelayut manja memamerkan kemesraannya dengan Aji. "Kau juga datang saat pernikahan kami, kan? Itu sudah bukti yang cukup."Aji mengangguk setuju. Ia mengikuti sandiwara Radhia dengan memeluk pinggul wanita itu. Aji mencoba melakukann
“Fi, ayo! Please touch me!” Suara Radhia terdengar menggoda di telinga Raffi yang sudah setengah telanjang. Ia membuka celananya dengan tergesa-gesa dengan mata berkabut melihat Radhia yang sudah polos seperti bayi yang baru lahir.“Hei! Apa-apaan kalian!” Aji menarik tubuh Raffi yang sedang berdiri di sisi ranjang dengan keras sampai pria itu tersungkur ke lantai. Matanya terbelalak melihat keadaan istrinya yang polos tanpa busana. Untuk beberapa saat Aji mengagumi keindahan tubuh Radhia, namun menyadari ada Raffi di ruangan itu, Aji menarik selimut dan menutupi tubuh Radhia. “Gerah, tahu!” pekiknya sambil berusaha melepaskan selimut. Aji tidak menyerah, ia meraih tangan Radhia. Menguncinya dengan melilitkan selimut pada tubuh Radhia sampai Radhia kesulitan bergerak. Ia membiarkan Radhia sibuk berusaha melepaskan diri, sementara ia mengurus Raffi yang sudah berdiri dan sedang bersiap menyerangnya.“Kali ini kamu sudah keterlaluan!” Aji menyerang Raffi duluan. Tidak peduli apa yan
“Ajari aku menarik hati wanita.” Pertanyaan Aji membuat Bella yang sedang duduk berseberangan dengan pemuda itu mendongak, mengalihkan perhatiannya dari laptop.Untuk beberapa detik, Bella memperhatikan Aji dan mencoba menerka kemana arah pembicaraan sang tuan muda.“Untuk apa? Tuan muda sudah punya istri, tidak perlu lagi menarik perhatian wanita.” Bella kembali menatap layar laptopnya, namun memasang telinganya siap mendengarkan cerita sang tuan muda.Aji menyingkirkan tablet yang ada di depannya. Tangannya naik ke meja lalu menumpukan dagu pada tangan yang ia kepalkan.“Itu masalahnya! Saya dan nona Radhia tidak benar-benar menikah.” Aji menjelaskan dengan polos. “Dan semalam kami begituan…,” jelas Aji sengaja menggantung bagian akhir.Manik mata Aji dan Bellla kembali bertemu untuk beberapa detik ketika wanita itu kembali mendongak.“Apa maksud tuan muda tidak benar-benar menikah? Begituan bagaimana?” Bella sampai memiringkan kepala meminta penjelasan Aji.Aji akhirnya menceritak
Aji datang ke restoran yang Stella tentukan dengan pakaian santai. Celana panjang bahan dipadu dengan kaos yang ia tutup dengan jas. Rambut ikalnya ia tata rapi dengan pomade. Wajahnya segar walau mandi seadanya di kantor. Restoran yang Stella pesan adalah fine-dining restoran yang berada di sebuah hotel bintang lima. Ia berdiri di depan pintu karena tidak diijinkan masuk oleh pelayan. "Maaf tuan, memakai sandal dilarang masuk." Mendengar itu, Aji menunduk melihat kakinya. Benar saja, ternyata ia menggunakan sandal. Kebiasaannya di kampung yang gemar memakai sandal terbawa sampai ke kota. Aji menelepon Stella memberitahu jika ia tidak bisa karena lupa memakai sepatu. Stella membuang nafas kasar tanpa menjawab. Wanita itu menutup teleponnya, tak lama setelah itu ia muncul di pintu masuk.Ia bicara pada pelayan yang menjaga pintu dan memasukkan beberapa lembar uang merah ke saku jas pelayan itu. Senyum setelah mengembang mengulurkan tangan, menyambut Aji yang sudah boleh masu
“Untuk apa uang sebanyak itu?” Aji sedang menghadapi tatapan mata tajam Bella. Mereka sedang duduk di sebuah cafe. Wanita itu langsung menuju ke bank, begitu mendapatkan pemberitahuan penarikan dalam jumlah besar.Dengan membawa tas berukuran besar, Aji terpaksa ikut dengan Bella, dan disinilah ia sekarang, di sidang oleh orang kepercayaan papanya.“Kalau anda tidak mau mengatakannya, aku akan melaporkan ini kepada tuan Wisnu.” Aji mendelik mendengar ancaman Bella. Ia sudah mempersiapkan diri jika papa Wisnu, tetapi baru mendengar ancaman Bella saja sudah membuat Aji ciut.Ia menyerah, Aji dengan cepat menceritakan alasannya memerlukan uang sebanyak itu. Dengan gamblang ia bercerita mulai dari ia yang menangkap basah Raffi sedang bercinta dengan istrinya sampai tugas untuk melunasi tagihan tante Kalina.BRAGH!Bella menggebrak meja saking marahnya setelah mendengarkan cerita Raffi. “Kenapa tidak bercerai saja? Memangnya berapa uang pinalti yang harus dibayar, hah?!” Aji bisa mende
"100 juta!" ucapan Raffi membuat para penagih hutang itu tertarik. "Aku akan memberikan uang 100 juta, jika kalian memberikan kami waktu tambahan sampai besok siang."Kedua penagih hutang itu saling pandang. Saling bertanya lewat gestur tubuh, haruskan mereka menerima tawaran Raffi. "Jangan coba membohongi kami! Hutang kalian saja tidak bisa kalian bayar, bagaimana mungkin kalian bisa memberikan kami 100 juta?""Mereka memang tidak bisa, tetapi aku bisa!" ujar Raffi dengan sangat yakin. Kedua penagih hutang itu memperhatikan Raffi dari atas sampai bawah. Melihat jam tangan yang Raffi kenakan, mereka akhirnya memutuskan untuk percaya. "Datang besok jam tiga sore. Aku akan bayarkan hutang mereka dan 100 juta untuk kalian."Kesepakatan tercapai! Kedua penagih hutang akhirnya pergi meninggalkan rumah Radhia. Raffi mengambil paksa ponsel Aji. Ia tidak ingin anak kampung ini meminta bantuan dari Bella apalagi papanya. "Waktumu sampai besok jam tiga sore!" Raffi menonaktifkan ponsel m
“Hari ini aku akan membuatmu mencium kakiku!” ucap Raffi dengan sangat yakin dan kesombongan.Setelah masuk ke kamar mandi, ia mendorong Aji keluar dengan kasar sampai nyaris terjatuh.Rahang Aji terjatuh melihat Raffi bisa mandi sendiri. Ia mengira pria itu tidak berdaya, Aji baru sadar kalau Raffi sedang mengerjainya.Ia memilih menunggu di depan kamar, tidak mungkin ia menunggu Raffi mandi dan berganti pakaian. Ia masih waras dan lebih suka melon kembar daripada tongkat sakti! “Hai Anak Kampung, cepat masuk!” Raffi berteriak dari dalam kamar.Aji tidak langsung masuk, ia sengaja membiarkan Raffi menunggu dan kembali berteriak memanggilnya. Ia baru masuk setelah Raffi melempar sesuatu sampai mengenai pintu.“Ada apa?” jawab Aji malas.Raffi memerintahkan Aji untuk membawanya ke ruang makan. Ia akan sarapan bersama dengan Radhia dan keluarganya.“Bukannya kamu bisa jalan sendiri?” sahut Aji, ia enggan menjadi pelayan Raffi apalagi ia lihat sendiri Raffi bisa berjalan.“Jangan banyak
“Bantu Raffi ke kamar mandi!” Radhia berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap di depan dada.Rahang Aji terjatuh mendengar perintah tidak masuk akal istrinya. Ia masih berdiri di depan pintu, enggan masuk ke dalam kamar.“Tidak mau!” jawabnya tegas. “Cari saja perawat atau minta yang lain!” tolak Aji mentah-mentah.Ia tidak sudi melayani pria yang berani menyentuh istrinya.“Kau!” Radhia mengepalkan tangan geram karena Aji berani menentangnya. “Kalau sudah tidak ada urusan, aku mau tidur.” Aji meninggalkan Radhia, menutup telinga walau Radhia terus berteriak memanggilnya untuk kembali.Pagi-pagi sekali, tidur Aji sudah terganggu. Pak Al – kepala pelayan di rumah Setiawan menendang kaki Aji untuk membangunkan lelaki dari kampung itu.Aji berbalik, ia menarik sarungnya lebih tinggi sampai menutupi kepala. Ia berbalik membelakangi pintu, tidak ingin tidurnya terganggu. "Ayo bangun! Sudah waktunya kerja!" Pak Al kembali menendang kaki Aji tetapi kali ini lebih kencang dari sebelu
"Aku puas sekali!" Stella memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia mendekati meja dan menandatangani proposal iklan yang Aji ajukan. "Ini proposalmu! Sekarang pergi dari sini!" Stella melemparkan map itu ke lantai dekat Aji berdiri. Aji sudah biasa dihina dan diejek. Tetapi apa yang ia alami malam ini membuatnya merasa benar-benar hina. Harga dirinya hancur tak tersisa. Dengan tangan gemetar, Aji mengambil proposal pengajuan iklannya. Sambil menahan amarah, Aji memakai kembali pakaiannya. Walaupun Aji juga merasakan nikmat, namun melakukannya dengan di bawah pengaruh obat tetap saja pemaksaan.Aji merasa seperti sedang menjual dirinya kepada Stella. Dengan menahan malu dan marah, Aji meninggalkan ruang makan privat. Ia bahkan belum menyentuh makanannya. Berjalan dengan cepat ke mobilnya, Aji menutup pintu dengan keras. Ia berteriak kencang sambil memukul stir dengan keras melampiaskan kemarahan yang sejak tadi ia pendam. Aji akhirnya agak tenang setelah cukup lama m
Aji datang ke restoran yang Stella tentukan dengan pakaian santai. Celana panjang bahan dipadu dengan kaos yang ia tutup dengan jas. Rambut ikalnya ia tata rapi dengan pomade. Wajahnya segar walau mandi seadanya di kantor. Restoran yang Stella pesan adalah fine-dining restoran yang berada di sebuah hotel bintang lima. Ia berdiri di depan pintu karena tidak diijinkan masuk oleh pelayan. "Maaf tuan, memakai sandal dilarang masuk." Mendengar itu, Aji menunduk melihat kakinya. Benar saja, ternyata ia menggunakan sandal. Kebiasaannya di kampung yang gemar memakai sandal terbawa sampai ke kota. Aji menelepon Stella memberitahu jika ia tidak bisa karena lupa memakai sepatu. Stella membuang nafas kasar tanpa menjawab. Wanita itu menutup teleponnya, tak lama setelah itu ia muncul di pintu masuk.Ia bicara pada pelayan yang menjaga pintu dan memasukkan beberapa lembar uang merah ke saku jas pelayan itu. Senyum setelah mengembang mengulurkan tangan, menyambut Aji yang sudah boleh masu
“Ajari aku menarik hati wanita.” Pertanyaan Aji membuat Bella yang sedang duduk berseberangan dengan pemuda itu mendongak, mengalihkan perhatiannya dari laptop.Untuk beberapa detik, Bella memperhatikan Aji dan mencoba menerka kemana arah pembicaraan sang tuan muda.“Untuk apa? Tuan muda sudah punya istri, tidak perlu lagi menarik perhatian wanita.” Bella kembali menatap layar laptopnya, namun memasang telinganya siap mendengarkan cerita sang tuan muda.Aji menyingkirkan tablet yang ada di depannya. Tangannya naik ke meja lalu menumpukan dagu pada tangan yang ia kepalkan.“Itu masalahnya! Saya dan nona Radhia tidak benar-benar menikah.” Aji menjelaskan dengan polos. “Dan semalam kami begituan…,” jelas Aji sengaja menggantung bagian akhir.Manik mata Aji dan Bellla kembali bertemu untuk beberapa detik ketika wanita itu kembali mendongak.“Apa maksud tuan muda tidak benar-benar menikah? Begituan bagaimana?” Bella sampai memiringkan kepala meminta penjelasan Aji.Aji akhirnya menceritak
“Fi, ayo! Please touch me!” Suara Radhia terdengar menggoda di telinga Raffi yang sudah setengah telanjang. Ia membuka celananya dengan tergesa-gesa dengan mata berkabut melihat Radhia yang sudah polos seperti bayi yang baru lahir.“Hei! Apa-apaan kalian!” Aji menarik tubuh Raffi yang sedang berdiri di sisi ranjang dengan keras sampai pria itu tersungkur ke lantai. Matanya terbelalak melihat keadaan istrinya yang polos tanpa busana. Untuk beberapa saat Aji mengagumi keindahan tubuh Radhia, namun menyadari ada Raffi di ruangan itu, Aji menarik selimut dan menutupi tubuh Radhia. “Gerah, tahu!” pekiknya sambil berusaha melepaskan selimut. Aji tidak menyerah, ia meraih tangan Radhia. Menguncinya dengan melilitkan selimut pada tubuh Radhia sampai Radhia kesulitan bergerak. Ia membiarkan Radhia sibuk berusaha melepaskan diri, sementara ia mengurus Raffi yang sudah berdiri dan sedang bersiap menyerangnya.“Kali ini kamu sudah keterlaluan!” Aji menyerang Raffi duluan. Tidak peduli apa yan
“Pernikahan kalian hanya pura-pura, kan?” tebakan Stella membuat Radhia terkejut sampai tersedak red wine yang sedang ia minum.“Aku tahu kau pasti hanya ingin harta Radhia. Atau…” Stella mempunyai jawaban lain.“Atau kau ini peliharaan Radhia? Dia, kan terkenal sebagai perawan tua.” Stella tertawa diikuti oleh kawan-kawannya yang lain.Radhia meremas gelas wine dengan kencang mendengar ejekan koleganya sampai gelas wine pecah.Aji pun sama kesalnya mendengar ucapan Stella. "Jangan sembarangan, Nona!" pekiknya lantang agar Stella menghentikan ucapan tidak bermutunya. "Baiklah. Kalau begitu buktikan!" tantangAji dan Radhia menoleh saling pandang. Yakin kalau suaminya tidak akan bisa membalas, Radhia berdiri lalu memalukan tangannya pada lengan Aji.Ia bergelayut manja memamerkan kemesraannya dengan Aji. "Kau juga datang saat pernikahan kami, kan? Itu sudah bukti yang cukup."Aji mengangguk setuju. Ia mengikuti sandiwara Radhia dengan memeluk pinggul wanita itu. Aji mencoba melakukann