Ada banyak momen yang dapat dilalui para siswa kelas dua belas, di akhir masa putih abu-abu. Tetapi, tak selamanya hari terakhir akan mengukir momen indah saja. Bisa saja terjadi hal yang tak terduga, dan menjadi momen yang tak ingin terukir menjadi kenangan.
Di hari kelulusan ini, Andre benar-benar memisahkan dirinya dari Yandi dan teman-temannya. Ia hanya menghabiskan waktunya bersama Reina. Andre akan segera memisahkan dirinya dari Reina, jika gadis itu ikut berkumpul bersama Yandi, Rino, Doni, Andi, dan Agus. Ia akan memberikan berbagai alasan kepada gadis itu, dan segera meninggalkannya.
Andre tak ingin lagi mengukir kenangan apa pun bersama teman-teman yang selalu berada di sisinya, selama tiga tahun terakhir. Hanya karena rasa cemburu, ia tak ingin lagi memiliki kenangan apa pun dengan mereka.
*********************Di hari status siswa mereka dilepaKesunyian kini semakin berkepanjangan sejak Andre menyatakan perasaannya. Kecanggungan pun semakin terasa di antaranya dan Reina. Namun, Andre masih terus menanyakan perasaan gadis itu dengan penuh harapan. “Reina, kamu juga suka kan sama aku?”“Em... Andre, kita kan teman. Eh... dan aku... anggap kamu teman.” Meski terasa sangat berat, mau tak mau Reina harus berbicara jujur. Karena ia tak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan membohongi orang lain.“A— aku sama kamu cuma teman. J— jadi... ah... aku gak punya perasaan yang kayak gitu.” Reina tahu betul jika perkataannya akan sangat menyakiti Andre. Namun, ia tak ingin membohongi temannya atau memberinya harapan.“Kamu... cuma anggap aku teman biasa? Gak ada spesialnya sama sekali?” Kekecewaan kini timbul di hati Andre. Ia merasa sangat sakit mendengar pernyataan Reina, yang jauh dari harapannya.“Eh... Andre, gini. Aku&mda
Yandi merasa sangat terkejut, dengan semua perkataan Andre. Perkataan Andre membuat ia terus saja bertanya-tanya apakah semua yang didengarnya hanya sebuah omong kosong belaka, atau memang Reina juga memiliki rasa yang sama dengan dirinya.Di sisi lain Yandi merasa terkejut dan juga senang, jika benar Reina memiliki rasa yang sama dengan dirinya. Namun, di sisi lain ia juga merasa bersalah dan juga sedih.“Yandi...” Rino menepuk pundak Yandi yang terus saja berdiam diri, semenjak Andre membisikkan sesuatu padanya.“Ha?” Yandi segera kembali memusatkan perhatiannya pada teman-temannya, setelah disadarkan Rino.“Ngapain ngelamun, Yandi? Emang si Andre ngomong apa ke lo?” tanya Rino penasaran. “E— enggak, kok. Bukan apa-apa,” jawab Yandi berbohong.“Masa, sih?” tanya Andi sepenuhnya tak mempercayai perkataan temannya.“Pasti dia ngomong yang aneh-aneh, kan? Ma
Rasa takut Yandi semakin membesar. Ia terus saja membayangkan jika dirinya harus memilih di antara Reina dan Andre. Bayang-bayang itu hampir saja meledakkan otak Yandi. Ia yang tak tahan dengan semua bayang-bayang itu, memilih untuk segera menyelesaikan masalahnya. “Ah... ngapain sih gue mikirin yang aneh-aneh? Mendingan lo sekarang temuin si Andre, terus selesain semuanya.” “Kan beres kalau gitu. Daripada gue stress.” Yandi segera mengambil ponselnya yang sedang tergeletak di atas kasurnya. Ia segera mengirimkan pesan singkat pada Andre untuk bertemu di sebuah taman. Tetapi Andre membalas, jika dirinya sedang dalam perjalanan menuju kediaman Yandi. Sambil menunggu kedatangan Andre, Yandi segera mengganti seragamnya. Setelah berganti, ia pun segera menunggu Andre di teras depan sambil memainkan ponsel. Dan tak lupa Yandi pun mengabari Reina, tentang pertemuannya dan Andre. Yandi yang sama sekali tak mengetahui apa yang akan terjadi pada pe
Perdebatan di antara Yandi dan Andre semakin memanas. Kedua remaja itu terus saja saling berteriak satu sama lain.Pemandangan panas itu, kini sedang menjadi tontonan Yena yang sangat memuaskan. Wanita itu tersenyum licik melihat kedua remaja itu bertengkar hebat, karena seorang gadis.“Gue itu gak buta, Yandi. Jadi lo gak usah sok-sok merasa paling benar!” ujar Andre.“Gue tahu banget kalau lo juga suka sama Reina. Jadi lo gak usah ngeles, deh. Lo pikir gue udah baru kenal sama lo kemarin?”“Apaan, sih? Gue gak ngeles, kok. Lo aja yang hobinya nuduh orang,” balas Yandi.“Lagian, lo tuh gak bisa nyalahin gue hanya karena Reina nolak lo. Itu kan suka-sukanya dia, terserah dia. Napa lo yang kek gini?”“Yandi, Yandi... dasar, ya. Udah ketahuan, tapi masih aja gak mau ngaku.” Apa pun yang dikatakan Yandi tak akan memberi efek samping sedikit pun pada Andre. Semua perkataan yang ke
“Isi otaknya Andre apaan aja, sih? Kok makin gak beres sih jalan pikirannya dia?” Perdebatan di antara Yandi dan Andre kini telah berakhir. Namun, pertengkaran ini meninggalkan pilihan berat bagi Yandi.Pilihan yang diberikan Andre bukanlah pilihan yang mudah bagi Yandi. Ia tak bisa memilih salah satu di antara Reina atau Andre. Kedua orang itu sama-sama memiliki arti bagi Yandi.“Hohoho... ribut karena cewek, ya...” ujar Yena meledek putranya.“Mama apa-apaan, sih?” tanya Yandi kesal.“Loh? Kan emang benar, mama juga dengar tadi apa aja yang kalian ributin,” ujar Yena semakin membuat putranya kesal.“Lagian bisa-bisanya kalian rebutin cewek miskin kayak dia? Emang apa bagusnya dari cewek miskin melarat kayak dia?” tanya Yena membuat putranya kehilangan kesabaran.“Mama apa-apa, sih?! gak usah sok tahu bisa gak, sih?!”“Ho... kamu teriak? Berani ya neriakin
Hari ini adalah hari di mana masa putih abu-abu Yandi dan teman-temannya berakhir. Di hari ini, seharusnya mereka menyimpan berbagai kenangan indah untuk diingat kemudian hari. Tetapi, pada kenyataannya hanya ada kenangan pahit yang tertinggal untuk hari esok.Di bawah sinar rembulan dan para bintang, Yandi terus memikirkan pilihan yang diberikan Andre. Sekeras mungkin ia memutar otaknya, namun ia tetap tak bisa menemukan cara lain agar tak memilih salah satu dari kedua temannya.Yandi membuka jendela kamarnya dan membiarkan angin malam memenuhi ruangnya. Ia berbaring sambil menatap langit malam itu, sekaligus menikmati udara malam untuk membantunya berpikir.“Ha... kepala gue bisa pecah. Kenapa sih kalau urusan kek gini selalu aja ribet?” Yandi tak mengerti, mengapa urusan percintaan selalu terasa begitu sulit dibandingkan urusan lainnya.Rasa penat akibat memikirkan pilihan yang diberikan membuat Yandi membutuhkan seseorang untuk
Hari-hari Yandi terasa semakin membosankan, setelah status siswa terlepas dari dirinya. Kini ia hanya menghabiskan waktunya untuk menerima semua ocehan dari mamanya.Sejak matahari menampakkan diri hingga bulan menggantikan posisinya, Yena terus saja memarahi putranya tanpa henti. Wanita itu terus memaksa Yandi untuk belajar tanpa henti.Selama satu kali dua puluh empat jam, Yena terus menyuruh Yandi untuk belajar tanpa henti. Jika wanita itu melihat putranya sedang bersantai, ia pasti akan memarahi putranya dan menyuruhnya untuk segera belajar.Yena terus memantau putranya selama masa-masa pendaftaran mahasiswa baru sedang dimulai. Wanita itu menyuruh putranya belajar tanpa henti, agar dapat diterima di sebuah universitas ternama dengan nilai tertinggi.Hanya karena keinginannya, Yena terus memaksakan putranya untuk belajar tanpa henti. Hal ini dilakukan wanita itu, semata-mata karena ia ingin terlihat sebagai seseorang yang sempurna melalui keberhasilan
Lima belas menit telah berlalu sejak bi Ami meninggalkan kamar Yandi. Namun remaja itu tak kunjung meninggalkan kasurnya. Ia masih terus saja berbaring dengan santainya dan terus saja mengoceh. Kedua orang tua Yandi yang seharusnya telah berada di tempat mereka bekerja, kini masih berada di ruang tamu seraya menunggu Yandi menampakkan batang hidungnya. Yena dan Yudi memutuskan untuk menunggu Yandi terlebih dahulu sebelum meninggalkan rumah, agar tak terjadi hal yang sama. Kesabaran kedua orang tua Yandi pun harus diuji, ketika menunggu Yandi. Karena remaja itu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya. “Awas aja kalau dia sengaja lagi bilang bakalan ke kampus, padahal nanti gak bakalan ke kampus,” ujar Yena kesal. “Lagian kalau kita nunggu kayak gini, dia gak bakalan turun dari kamarnya. Yang ada dia gak jadi masuk universitas yang bagus. Padahal waktu itu kalau dia ngumpulin formulir, kita sama sekali gak perlu nyewa bodyguard kayak gini,” gerutu Yudi.