Hari-hari telah berlalu, masa-masa putih abu-abu kini hampir berakhir bagi Yandi. Segala jenis ujian sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah atas pun telah diselesaikan oleh para pelajar berseragam putih abu-abu, dan kini adalah saat-saat yang menenggangkan bagi para pelajar itu.
Saat-saat sebelum pengumuman hasil akhir dari kerja keras mereka sebagai pelajar tingkat menengah atas selama tiga tahun. Sebelum hasil akhir dari kerja keras mereka diumumkan, tentunya mereka memiliki banyak waktu luang.
Sebagian besar pelajar menggunakan waktu-waktu terakhir mereka untuk menikmati masa-masa terakhir sebagai murid SMA, yang tak akan pernah terulang lagi. Ada pula yang menghabiskan waktu bersama teman-teman sekelas, bersama teman-teman OSIS, atau bersama teman-teman ekstrakurikuler.
Tak berbeda jauh dengan cara pelajar lain menghabiskan masa-masa terakhir mereka. Yandi dan teman-teman baiknya dan juga teman baik baru mereka, Reina
“Ayo, Yan. Gaskan...” ujar Agus penuh semangat.Semua teman-teman Yandi terus memberinya dukungan agar ia lebih berani mendekati Reina. Mereka pun bersedia membantunya dengan penuh semangat.“Udah... gas aja, Yan. Jangan takut-takut, gue yakin respons dia bakalan bagus banget,” ujar Andi sambil menepuk-nepuk pundak Yandi.“Yok... bisa, Yan,” tambah Agus, Rino dan Dino bersama-sama menyemangati Yandi.“Kalian apa-apaan, sih? Gu—gue biasa-biasa aja kok sama Reina,” balas Yandi, namun perkataannya tak dapat dipercaya keempat temannya.“Eh... gak percaya gue. Jangan bohong Yandi. Jujur aja napa, sih?” ucap Rino.“Tahu nih! Jujur aja kalau lo suka ama dia. Lagian dia lebih baik dari mantan lo. Jadi udah pasti banget kita bakalan dukung lo,” tambah Doni.“Nah benar tuh, daripada sama si mantan. Beuuh... bikin sakit mata dan kepala. Mending lo sama dia. Dia i
Sedetik pun Andre tak melepaskan tatapannya dari Reina. Wajahnya begitu berseri dengan tatapan yang penuh makna.Tatapan penuh makna itu pun membuat Reina merasa canggung dan kebingungan. “Em... An—Andre?” Reina merasa kebingungan melihat dua bola mata yang penuh makna itu, menatapnya tanpa berkedip sedetik pun.“A... i—iya? Ada apa?” Tatapan mata yang penuh makna segera buyar, mendengar suara lembut gadis itu.“Muka gue kenapa emangnya? Kok lo lihatin gue segitunya?” tanya Reina.“Oh... e—enggak. Gak ada apa-apa, kok. Gue cuman senang aja, loh. Soalnya lo pengertian banget sama gue,” jawab Andre.“Perasaan gue biasa aja, kok. Gak sampai segitunya, lagian kita kan teman. Jadi udah sewajarnya, dong,” balas Reina lembut.“Makasih, ya.” Reina hanya membalas ucapan itu dengan senyuman manis miliknya, yang semakin membuat hati pria itu melebur.
“Lo nanya kenapa? Harusnya lo mikir! Ini semua tuh gara-gara lo!” teriak Andre menyalahkan Yandi. Niat hati ingin mendapatkan jawaban, dan bisa menyelesaikan permasalahan di antara mereka. Namun, ia malah semakin tak memahami apa permasalahan di antara dirinya dan Andre. Andre yang menyalahkan Yandi, membuat Doni semakin ingin meninjunya. “Lo apa-apaan, sih?! Napa malah jadi nyalahin orang?!” “Lo semua tuh gak tahu apa-apa! Jadi diam aja, deh,” balas Andre. “Justru karena kita semua gak tahu apa-apa, termasuk Yandi yang lo salahin. Maka dari itu... kita mau tahu alasannya apa,” ucap Rino berusaha bersabar. “Terus?” tanya Andre. “Ha? Kok terus?! Lo gak mikir baru nanya apa gimana, sih?” tanya Andi geram. “Ya, kita cari jalan keluar. Kita selesain masalah ini. Gimana, sih?” tambah Andi. Sikap Andre benar-benar menguras kesabaran teman-temannya. Beruntungnya, Rino masih bisa mempertahankan kesabarannya. “Andre gini, ya. Kita tuh ngumpul kayak gini supaya bisa ngomong baik-baik,
Hari-hari Reina memang belum kembali seperti sebelumnya. Hingga kini bunda gadis itu masih tak ingin berbicara dan menatapnya. Namun, ia tak menyerah dan terus berusaha agar bundanya bisa kembali seperti dulu lagi.Untuk mengembalikan Ami seperti dulu, Reina harus memenuhi syarat yang diberikan Ami. Ami memberikan putrinya dua syarat, jika ia ingin hubungan mereka seperti dahulu kala lagi. Wanita itu memberikan syarat yang sangat tak mungkin untuk dilakukan putrinya.Sang bunda memang hanya memberikan dua persyaratan pada putrinya, namun itu bukanlah hal yang mudah. Bukannya Reina tak ingin memenuhi persyaratan dari bundanya. Tetapi persyaratan itu sangat mustahil baginya.Ami memang hanya memberi dua persyaratan, tetapi persyaratan itu cukup berat bagi putrinya. Wanita itu meminta agar putrinya segera menyampaikan permintaan maaf pada Rein, dan kembali lagi seperti dulu. Maka ia juga akan kembali menjadi Ami, bunda Reina yang dulu.Jika hanya
Waktu berbelanja Reina dan Yandi yang menyenangkan telah berakhir tanpa kendala sedikit pun. Setelah membeli semua yang dibutuhkan Reina, keduanya segera menuju kediaman Reina, untuk menyimpan semua belanjaannya.Tanpa terasa waktu berpisah pun telah tiba. Dan kini telah tiba saatnya untuk menyampaikan salam perpisahan satu sama lain. Meski bukan perpisahan untuk selamanya, namun keduanya tampak begitu enggan untuk berpisah satu sama lain.“Eh... Ananda. Em... gue pulang dulu, ya.” Dengan berat hati Yandi harus mengucapkan salam perpisahan. Ingin rasanya ia memutar kembali waktu bersama yang menyenangkan. Tetapi itu adalah hal yang mustahil.“Oh... iya, Yan. Makasih udah mau nemenin gue belanja, ya.” Tak hanya Yandi yang merasa berat untuk berpisah. Reina pun merasa sangat tak rela harus berpisah secepat ini.Hati kedua remaja itu terasa berat untuk berpisah. Mereka juga sangat menyayangkan waktu mereka begi
Senyuman indah terus terpancar dari wajah Yandi. Senyuman itu tak kunjung pudar, meskipun ia sudah berada di rumahnya. Senyuman yang tak kunjung pudar pun menjadi awal perdebatan dan pertengkaran panas.“Hm... bagus, ya. Senyum-senyum terus,” ujar Yena, langsung memudarkan senyum di wajah putranya.“Dari mana kamu?” tanya Yena mendekati putranya yang sedang berbaring di sofa, ruang tamu.“Kenapa kamu gak izin dulu sebelum keluar? Dan harusnya kamu itu gak boleh keluar! Kamu harusnya belajar, untuk persiapan kamu masuk ke perguruan tinggi.”“Kenapa kamu malah jalan-jalan?! Kamu pikir ujian buat masuk ke perguruan tinggi itu enteng?”“Kamu itu harus lulus dengan nilai tertinggi! Karena mama gak mau terima, kalau kamu bukan yang nomor satu!”“Tapi sekarang kamu malah asyik jalan-jalan. Buang-buang waktu kamu buat belajar!” Yena terus saja memarahi putranya dan m
Hari di mana Andre melihat kebersamaan Yandi dan Reina benar-benar tak dapat terlupakan. Ada kesedihan dan kekecewaan yang terpancar jelas dari kedua bola mata Andre. Ia sungguh tak percaya, jika Reina benar-benar tak menyadari keberadaannya. Dan kini ia merasa dirinya sedang ditampar oleh kenyataan. Flasback Hati remaja itu terasa begitu sakit. Air matanya pun mulai mendarat setetes demi setetes ke pipinya. “Reina, please... Reina...” Dengan suaranya yang serak, Andre memanggil gadis itu dengan penuh harap. Ia berharap jika gadis itu berpaling dan melihat ke arahnya sebentar saja, sebelum gadis itu meninggalkannya bersama Yandi. “Kenapa? Kenapa, Reina?” Remaja itu masih tak percaya jika Reina benar-benar tak berpaling, dan terus berjalan meninggalkannya dengan bahagia bersama Yandi. “Kenapa lo tega, Reina?” Andre kini hanya bisa mematung seraya melihat Reina tersenyum bahagia bersama Yandi dari kejauhan. Ia terus saja mematu
Hari ini adalah hari terakhir bagi para siswa kelas dua belas menjadi pelajar di tingkat menengah atas. Hari ini juga akan menjadi hari yang penuh kenangan, serta hari di mana hasil kerja keras para siswa selama tiga tahun pun berakhir. Tepat pada hari Senin, SMA Citra akan mengumumkan kelulusan para siswa kelas dua belas. SMA Citra akan mengumumkan hasil kerja keras mereka, tepat pada pukul sepuluh pagi. Namun, para siswa kelas dua belas telah memenuhi area sekolah sejak pukul delapan pagi. Para remaja yang akan segera melepas status siswa mereka, benar-benar menggunakan waktu singkat yang ada untuk mengukir sebanyak-banyaknya kenangan mereka sebagai pelajar SMA di hari kelulusan ini. Para remaja itu menggunakan berbagai macam cara, untuk mengukir kenangan baru di hari terakhir mereka. Setiap siswa-siswi kini membentuk kelompok mereka sendiri. Kelompok-kelompok itu hampir terlihat di setiap sudut sekolah. Meski hanya para guru dan siswa kelas dua belas yang