Hari ini adalah hari terakhir bagi para siswa kelas dua belas menjadi pelajar di tingkat menengah atas. Hari ini juga akan menjadi hari yang penuh kenangan, serta hari di mana hasil kerja keras para siswa selama tiga tahun pun berakhir.
Tepat pada hari Senin, SMA Citra akan mengumumkan kelulusan para siswa kelas dua belas. SMA Citra akan mengumumkan hasil kerja keras mereka, tepat pada pukul sepuluh pagi. Namun, para siswa kelas dua belas telah memenuhi area sekolah sejak pukul delapan pagi.
Para remaja yang akan segera melepas status siswa mereka, benar-benar menggunakan waktu singkat yang ada untuk mengukir sebanyak-banyaknya kenangan mereka sebagai pelajar SMA di hari kelulusan ini. Para remaja itu menggunakan berbagai macam cara, untuk mengukir kenangan baru di hari terakhir mereka.
Setiap siswa-siswi kini membentuk kelompok mereka sendiri. Kelompok-kelompok itu hampir terlihat di setiap sudut sekolah. Meski hanya para guru dan siswa kelas dua belas yang
Kebahagiaan kini bertebaran di seluruh area sekolah. Air mata bahagia dan teriakan kegembiraan bertebaran dari segala arah.Usaha dan kerja keras para siswa selama tiga tahun kini telah usai. Hasil dari kerja keras mereka juga telah diumumkan. Meski masih ada beberapa siswa yang merasa tak cukup puas dengan hasil kerja keras mereka kali ini. Namun, para siswa itu semakin bertekad mengejar impian mereka setelah mendengarkan perkataan kepala sekolah.Di tengah kebahagiaan, tercampur rasa sedih di hati para siswa. Mau tak mau waktu perpisahan di antara mereka akan segera tiba. Namun perpisahan itu harus terjadi, demi impian mereka.Rela tak rela, mereka harus bisa merelakan masa indah putih abu-abu. Meski merasa sedih karena harus berpisah, tetapi mereka tak memiliki pilihan lain. Karena pada setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, sekalipun perpisahan tak pernah diharapkan.Perpisahan memang menyedihkan, tetapi itu tak membuat para sis
Ada banyak momen yang dapat dilalui para siswa kelas dua belas, di akhir masa putih abu-abu. Tetapi, tak selamanya hari terakhir akan mengukir momen indah saja. Bisa saja terjadi hal yang tak terduga, dan menjadi momen yang tak ingin terukir menjadi kenangan.Di hari kelulusan ini, Andre benar-benar memisahkan dirinya dari Yandi dan teman-temannya. Ia hanya menghabiskan waktunya bersama Reina. Andre akan segera memisahkan dirinya dari Reina, jika gadis itu ikut berkumpul bersama Yandi, Rino, Doni, Andi, dan Agus. Ia akan memberikan berbagai alasan kepada gadis itu, dan segera meninggalkannya.Andre tak ingin lagi mengukir kenangan apa pun bersama teman-teman yang selalu berada di sisinya, selama tiga tahun terakhir. Hanya karena rasa cemburu, ia tak ingin lagi memiliki kenangan apa pun dengan mereka. *********************Di hari status siswa mereka dilepa
Kesunyian kini semakin berkepanjangan sejak Andre menyatakan perasaannya. Kecanggungan pun semakin terasa di antaranya dan Reina. Namun, Andre masih terus menanyakan perasaan gadis itu dengan penuh harapan. “Reina, kamu juga suka kan sama aku?”“Em... Andre, kita kan teman. Eh... dan aku... anggap kamu teman.” Meski terasa sangat berat, mau tak mau Reina harus berbicara jujur. Karena ia tak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan membohongi orang lain.“A— aku sama kamu cuma teman. J— jadi... ah... aku gak punya perasaan yang kayak gitu.” Reina tahu betul jika perkataannya akan sangat menyakiti Andre. Namun, ia tak ingin membohongi temannya atau memberinya harapan.“Kamu... cuma anggap aku teman biasa? Gak ada spesialnya sama sekali?” Kekecewaan kini timbul di hati Andre. Ia merasa sangat sakit mendengar pernyataan Reina, yang jauh dari harapannya.“Eh... Andre, gini. Aku&mda
Yandi merasa sangat terkejut, dengan semua perkataan Andre. Perkataan Andre membuat ia terus saja bertanya-tanya apakah semua yang didengarnya hanya sebuah omong kosong belaka, atau memang Reina juga memiliki rasa yang sama dengan dirinya.Di sisi lain Yandi merasa terkejut dan juga senang, jika benar Reina memiliki rasa yang sama dengan dirinya. Namun, di sisi lain ia juga merasa bersalah dan juga sedih.“Yandi...” Rino menepuk pundak Yandi yang terus saja berdiam diri, semenjak Andre membisikkan sesuatu padanya.“Ha?” Yandi segera kembali memusatkan perhatiannya pada teman-temannya, setelah disadarkan Rino.“Ngapain ngelamun, Yandi? Emang si Andre ngomong apa ke lo?” tanya Rino penasaran. “E— enggak, kok. Bukan apa-apa,” jawab Yandi berbohong.“Masa, sih?” tanya Andi sepenuhnya tak mempercayai perkataan temannya.“Pasti dia ngomong yang aneh-aneh, kan? Ma
Rasa takut Yandi semakin membesar. Ia terus saja membayangkan jika dirinya harus memilih di antara Reina dan Andre. Bayang-bayang itu hampir saja meledakkan otak Yandi. Ia yang tak tahan dengan semua bayang-bayang itu, memilih untuk segera menyelesaikan masalahnya. “Ah... ngapain sih gue mikirin yang aneh-aneh? Mendingan lo sekarang temuin si Andre, terus selesain semuanya.” “Kan beres kalau gitu. Daripada gue stress.” Yandi segera mengambil ponselnya yang sedang tergeletak di atas kasurnya. Ia segera mengirimkan pesan singkat pada Andre untuk bertemu di sebuah taman. Tetapi Andre membalas, jika dirinya sedang dalam perjalanan menuju kediaman Yandi. Sambil menunggu kedatangan Andre, Yandi segera mengganti seragamnya. Setelah berganti, ia pun segera menunggu Andre di teras depan sambil memainkan ponsel. Dan tak lupa Yandi pun mengabari Reina, tentang pertemuannya dan Andre. Yandi yang sama sekali tak mengetahui apa yang akan terjadi pada pe
Perdebatan di antara Yandi dan Andre semakin memanas. Kedua remaja itu terus saja saling berteriak satu sama lain.Pemandangan panas itu, kini sedang menjadi tontonan Yena yang sangat memuaskan. Wanita itu tersenyum licik melihat kedua remaja itu bertengkar hebat, karena seorang gadis.“Gue itu gak buta, Yandi. Jadi lo gak usah sok-sok merasa paling benar!” ujar Andre.“Gue tahu banget kalau lo juga suka sama Reina. Jadi lo gak usah ngeles, deh. Lo pikir gue udah baru kenal sama lo kemarin?”“Apaan, sih? Gue gak ngeles, kok. Lo aja yang hobinya nuduh orang,” balas Yandi.“Lagian, lo tuh gak bisa nyalahin gue hanya karena Reina nolak lo. Itu kan suka-sukanya dia, terserah dia. Napa lo yang kek gini?”“Yandi, Yandi... dasar, ya. Udah ketahuan, tapi masih aja gak mau ngaku.” Apa pun yang dikatakan Yandi tak akan memberi efek samping sedikit pun pada Andre. Semua perkataan yang ke
“Isi otaknya Andre apaan aja, sih? Kok makin gak beres sih jalan pikirannya dia?” Perdebatan di antara Yandi dan Andre kini telah berakhir. Namun, pertengkaran ini meninggalkan pilihan berat bagi Yandi.Pilihan yang diberikan Andre bukanlah pilihan yang mudah bagi Yandi. Ia tak bisa memilih salah satu di antara Reina atau Andre. Kedua orang itu sama-sama memiliki arti bagi Yandi.“Hohoho... ribut karena cewek, ya...” ujar Yena meledek putranya.“Mama apa-apaan, sih?” tanya Yandi kesal.“Loh? Kan emang benar, mama juga dengar tadi apa aja yang kalian ributin,” ujar Yena semakin membuat putranya kesal.“Lagian bisa-bisanya kalian rebutin cewek miskin kayak dia? Emang apa bagusnya dari cewek miskin melarat kayak dia?” tanya Yena membuat putranya kehilangan kesabaran.“Mama apa-apa, sih?! gak usah sok tahu bisa gak, sih?!”“Ho... kamu teriak? Berani ya neriakin
Hari ini adalah hari di mana masa putih abu-abu Yandi dan teman-temannya berakhir. Di hari ini, seharusnya mereka menyimpan berbagai kenangan indah untuk diingat kemudian hari. Tetapi, pada kenyataannya hanya ada kenangan pahit yang tertinggal untuk hari esok.Di bawah sinar rembulan dan para bintang, Yandi terus memikirkan pilihan yang diberikan Andre. Sekeras mungkin ia memutar otaknya, namun ia tetap tak bisa menemukan cara lain agar tak memilih salah satu dari kedua temannya.Yandi membuka jendela kamarnya dan membiarkan angin malam memenuhi ruangnya. Ia berbaring sambil menatap langit malam itu, sekaligus menikmati udara malam untuk membantunya berpikir.“Ha... kepala gue bisa pecah. Kenapa sih kalau urusan kek gini selalu aja ribet?” Yandi tak mengerti, mengapa urusan percintaan selalu terasa begitu sulit dibandingkan urusan lainnya.Rasa penat akibat memikirkan pilihan yang diberikan membuat Yandi membutuhkan seseorang untuk
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul
Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And
“Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand
Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem