Waktu terus berlalu dan cerita pun terus berlanjut. Di tengah terangnya bulan malam itu, Vian dan Yandi masih menikmati waktu mereka untuk saling berbagi cerita. Meskipun berbagi cerita bukanlah sesuatu hal yang suka dilakukan Yandi. Apalagi pria yang bersamanya adalah orang baru ditemuinya.
“Oh, ya. Kalau kamu suka gak sama orang yang ngatur-ngatur atau suka nuntut?” tanya Vian ingin mengetahu apa pendapat remaja yang di hadapannya.
Setelah menceritakan secara singkat tentang hubungan putrinya yang kandas, pada remaja yang baru temuinya. Vian merasa ingin mengetahui apa pendapat remaja itu tentang sikap putrinya.
“Eh? Kok om nanya kayak gitu?” tanya Yandi.
“Gak papa. Om cuma mau tahu pendapat kamu, aja,” jawab Vian.
“Em... gimana ya, om? Kalau saya pribadi, gak suka banget sama orang yang suka ngatur-ngatur apalagi suka nuntut,” ujar Yandi.
“Yah... kalau pun saya diatur atau dituntut, saya suka yang wajar-wajar aja, om. Jangan t
Malam ini adalah malam yang berbeda dari biasanya, bagi Yandi. Tak seperti malam-malam sebelumnya yang suram dan selalu membuat gerah. Terlebih lagi, malam ini ia ditemani oleh seorang asing untuk menghabiskan malamnya.Sesi tanya jawab dari kedua belah pihak masih terus berlanjut tanpa mengenal waktu. Semakin Vian yakin jika Yandi adalah mantan kekasih putrinya, semakin gencar juga ia bertanya tentang masa lalu remaja itu dan mantan kekasihnya.Tak sedikit pun Yandi merasa curiga saat dirinya terus diserang berbagai pertanyaan. Ia malah menjawabnya dengan santai, meskipun tak memberitahukan identitas mantan kekasihnya pada Vian.“Om, mau tanya lagi boleh?” tanya Vian sebelum memberikan pertanyaan lanjutan untuk memenuhi rasa keingintahuannya.“Boleh-boleh aja kok, om,” jawab Yandi.“Terus hubungan kamu sama sahabat mantan kamu gimana?” tanya Vian.“Baik-baik aja, om.” Vian merasa k
Ada berjuta rasa di dunia ini dan rasa itulah yang mewarnai dunia ini. Terkadang, kita bisa merasakan rasa yang sama dengan orang yang kita kenal atau yang tak dikenal. Namun, bisa saja orang lain merasakan rasa yang berbeda dari apa yang kita rasakan.Begitu pula dengan rasa suka. Tak selamanya rasa suka yang ada pada kita, akan ada pula pada orang yang kita sukai. Justru terkadang rasa suka itu tak terbalaskan dengan rasa yang sama. Namun, setiap orang memiliki hak untuk memiliki rasa suka yang sama atau berbeda.Memiliki rasa yang sama atau berbeda memanglah bukan suatu kewajiban, namun suatu hak. Tetapi rasa yang berbeda akan mendatangkan rasa sakit, rasa sedih, atau mungkin rasa kecewa. Walau bagaimanapun juga, rasa suka tak dapat dipaksakan. Karena setiap orang berhak memilih pada siapa rasa suka itu akan diberikan.Rasa suka yang tak terbalaskan kini sedang dirasakan Andre. Sudah lama remaja ini menyimpan rasa sukanya pada seorang gadis, namun ia tak pern
Hari-hari telah berlalu, masa-masa putih abu-abu kini hampir berakhir bagi Yandi. Segala jenis ujian sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah atas pun telah diselesaikan oleh para pelajar berseragam putih abu-abu, dan kini adalah saat-saat yang menenggangkan bagi para pelajar itu. Saat-saat sebelum pengumuman hasil akhir dari kerja keras mereka sebagai pelajar tingkat menengah atas selama tiga tahun. Sebelum hasil akhir dari kerja keras mereka diumumkan, tentunya mereka memiliki banyak waktu luang. Sebagian besar pelajar menggunakan waktu-waktu terakhir mereka untuk menikmati masa-masa terakhir sebagai murid SMA, yang tak akan pernah terulang lagi. Ada pula yang menghabiskan waktu bersama teman-teman sekelas, bersama teman-teman OSIS, atau bersama teman-teman ekstrakurikuler. Tak berbeda jauh dengan cara pelajar lain menghabiskan masa-masa terakhir mereka. Yandi dan teman-teman baiknya dan juga teman baik baru mereka, Reina
“Ayo, Yan. Gaskan...” ujar Agus penuh semangat.Semua teman-teman Yandi terus memberinya dukungan agar ia lebih berani mendekati Reina. Mereka pun bersedia membantunya dengan penuh semangat.“Udah... gas aja, Yan. Jangan takut-takut, gue yakin respons dia bakalan bagus banget,” ujar Andi sambil menepuk-nepuk pundak Yandi.“Yok... bisa, Yan,” tambah Agus, Rino dan Dino bersama-sama menyemangati Yandi.“Kalian apa-apaan, sih? Gu—gue biasa-biasa aja kok sama Reina,” balas Yandi, namun perkataannya tak dapat dipercaya keempat temannya.“Eh... gak percaya gue. Jangan bohong Yandi. Jujur aja napa, sih?” ucap Rino.“Tahu nih! Jujur aja kalau lo suka ama dia. Lagian dia lebih baik dari mantan lo. Jadi udah pasti banget kita bakalan dukung lo,” tambah Doni.“Nah benar tuh, daripada sama si mantan. Beuuh... bikin sakit mata dan kepala. Mending lo sama dia. Dia i
Sedetik pun Andre tak melepaskan tatapannya dari Reina. Wajahnya begitu berseri dengan tatapan yang penuh makna.Tatapan penuh makna itu pun membuat Reina merasa canggung dan kebingungan. “Em... An—Andre?” Reina merasa kebingungan melihat dua bola mata yang penuh makna itu, menatapnya tanpa berkedip sedetik pun.“A... i—iya? Ada apa?” Tatapan mata yang penuh makna segera buyar, mendengar suara lembut gadis itu.“Muka gue kenapa emangnya? Kok lo lihatin gue segitunya?” tanya Reina.“Oh... e—enggak. Gak ada apa-apa, kok. Gue cuman senang aja, loh. Soalnya lo pengertian banget sama gue,” jawab Andre.“Perasaan gue biasa aja, kok. Gak sampai segitunya, lagian kita kan teman. Jadi udah sewajarnya, dong,” balas Reina lembut.“Makasih, ya.” Reina hanya membalas ucapan itu dengan senyuman manis miliknya, yang semakin membuat hati pria itu melebur.
“Lo nanya kenapa? Harusnya lo mikir! Ini semua tuh gara-gara lo!” teriak Andre menyalahkan Yandi. Niat hati ingin mendapatkan jawaban, dan bisa menyelesaikan permasalahan di antara mereka. Namun, ia malah semakin tak memahami apa permasalahan di antara dirinya dan Andre. Andre yang menyalahkan Yandi, membuat Doni semakin ingin meninjunya. “Lo apa-apaan, sih?! Napa malah jadi nyalahin orang?!” “Lo semua tuh gak tahu apa-apa! Jadi diam aja, deh,” balas Andre. “Justru karena kita semua gak tahu apa-apa, termasuk Yandi yang lo salahin. Maka dari itu... kita mau tahu alasannya apa,” ucap Rino berusaha bersabar. “Terus?” tanya Andre. “Ha? Kok terus?! Lo gak mikir baru nanya apa gimana, sih?” tanya Andi geram. “Ya, kita cari jalan keluar. Kita selesain masalah ini. Gimana, sih?” tambah Andi. Sikap Andre benar-benar menguras kesabaran teman-temannya. Beruntungnya, Rino masih bisa mempertahankan kesabarannya. “Andre gini, ya. Kita tuh ngumpul kayak gini supaya bisa ngomong baik-baik,
Hari-hari Reina memang belum kembali seperti sebelumnya. Hingga kini bunda gadis itu masih tak ingin berbicara dan menatapnya. Namun, ia tak menyerah dan terus berusaha agar bundanya bisa kembali seperti dulu lagi.Untuk mengembalikan Ami seperti dulu, Reina harus memenuhi syarat yang diberikan Ami. Ami memberikan putrinya dua syarat, jika ia ingin hubungan mereka seperti dahulu kala lagi. Wanita itu memberikan syarat yang sangat tak mungkin untuk dilakukan putrinya.Sang bunda memang hanya memberikan dua persyaratan pada putrinya, namun itu bukanlah hal yang mudah. Bukannya Reina tak ingin memenuhi persyaratan dari bundanya. Tetapi persyaratan itu sangat mustahil baginya.Ami memang hanya memberi dua persyaratan, tetapi persyaratan itu cukup berat bagi putrinya. Wanita itu meminta agar putrinya segera menyampaikan permintaan maaf pada Rein, dan kembali lagi seperti dulu. Maka ia juga akan kembali menjadi Ami, bunda Reina yang dulu.Jika hanya
Waktu berbelanja Reina dan Yandi yang menyenangkan telah berakhir tanpa kendala sedikit pun. Setelah membeli semua yang dibutuhkan Reina, keduanya segera menuju kediaman Reina, untuk menyimpan semua belanjaannya.Tanpa terasa waktu berpisah pun telah tiba. Dan kini telah tiba saatnya untuk menyampaikan salam perpisahan satu sama lain. Meski bukan perpisahan untuk selamanya, namun keduanya tampak begitu enggan untuk berpisah satu sama lain.“Eh... Ananda. Em... gue pulang dulu, ya.” Dengan berat hati Yandi harus mengucapkan salam perpisahan. Ingin rasanya ia memutar kembali waktu bersama yang menyenangkan. Tetapi itu adalah hal yang mustahil.“Oh... iya, Yan. Makasih udah mau nemenin gue belanja, ya.” Tak hanya Yandi yang merasa berat untuk berpisah. Reina pun merasa sangat tak rela harus berpisah secepat ini.Hati kedua remaja itu terasa berat untuk berpisah. Mereka juga sangat menyayangkan waktu mereka begi
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul
Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And
“Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand
Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem