Memiliki seorang kekasih adalah hal yang luar biasa bagi seorang remaja pria yang kini berusia tujuh belas tahun. Yandi yang tak pernah memiliki hubungan istimewa dengan seorang gadis membuatnya merasa sangat bahagia. Remaja itu bahkan selalu menuruti apa pun permintaan sang pujaan hati.
Tak hanya Yandi yang merasa begitu bahagia. Rein yang sebelumnya pernah menjalin hubungan istimewa dengan beberapa teman prianya, juga merasakan apa yang dirasakan Yandi. Perasaannya saat menjadi kekasih Yandi, terasa begitu berbeda saat dirinya menjadi kekasih pria lain.
Tak seperti para mantan kekasihnya, Rein yang tak pernah dimanjakan oleh mereka dengan menuruti semua keinginannya. Justru Yandi selalu memanjakannya. Remaja pria itu selalu menuruti apa pun permintaan dari gadis cantik itu. Sekalipun tak pernah Yandi mengeluarkan kata-kata penolakan dari mulutnya saat kekasihnya meminta apa pun itu.
Kebahagiaan besar ini tentu saja harus dibagikan pada sahabat setia. Meskipun
Kebahagiaan di hati Rein kini sedang meluap. Meski ini bukanlah pertama kalinya ia menjalin sebuah hubungan, namun ia tetap saja bertingkah layaknya seperti seseorang yang baru pernah mengalami hal itu.“Reinaaa...”Rein yang terus-menerus meneriaki nama sahabatnya, membuat gadis itu kebingungan. Rein terus saja meneriaki nama gadis itu sambil memeluknya dan tersenyum sendiri, membuat gadis itu terheran-heran dengan tingkah sahabatnya. “Apaan sih? Perasaan dari tadi lo teriak mulu! Lo sakit?” ujar Reina yang tak mengerti dengan tingkah sahabatnya.“Ish... Reina... sembarangan aja lo, gue gak sakit,” ujar Rein cemberut“Sorry... habisnya lo teriakin nama gue mulu. Udah gitu meluk gue sambil senyum-senyum sendiri lagi. Kan gue jadi mikirnya... lo gak waras,” ujar Reina mengecilkan suaranya saat mengatakan sahabatnya tak waras. Wajah Rein pun semakin cemberut sedangkan Reina tertawa puas melihat reaksi sa
Sudah seminggu berlalu semenjak Yandi menjadi kekasih Reina Vicasa. Kehidupan Remaja itu mulai berubah semenjak menjalin hubungan dengan gadis itu. Mulai dari penampilannya yang berubah drastis, hingga sikapnya juga mengalami perubahan. Perubahan sikap Yandi bahkan membuat teman-temannya merasa tak nyaman. Yandi yang kini lebih memilih kekasihnya, dibandingkan teman-temannya. Saat sebelum mengenal siswi bernama Reina Vicasa, Yandi selalu berkumpul bersama kelima temannya di kelas maupun di kantin yang sering dijadikan sebagai tongkrongan mereka. Namun setelah mengenal gadis itu, Yandi lebih memilih menghabiskan waktunya bersama kekasihnya dan tak pernah lagi mengunjungi kantin tempat mereka biasa berkumpul, karena permintaan kekasihnya. Awalnya teman-teman Yandi merasa itu hal yang wajar jika ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bersama siswi itu. Namun, lama-kelamaan Yandi seperti sudah melupakan teman-temannya. Bahkan saat mereka meminta Yandi untuk membagi
Makan malam yang memuakan telah berakhir. Semua anggota keluarga pun menuju kamar mereka masing-masing, tetapi tidak dengan Yandi. Ia memilih untuk berkunjung ke kamar kakaknya, untuk memastikan sesuatu. Tok... tok... tok.... “Gue boleh masuk, gak?” tanya Yandi yang masih berdiri di depan kamar Yani. Kedatangan Yandi ke kamarnya tentunya bukanlah hal yang sering terjadi. Jika remaja itu berkunjung ke kamar kakaknya, pastinya karena ia memimiliki kepentingan tertentu. “Lo mau ngapain? Gue mau tidur nih.” “Gue cuma mau ngomong bentar, doang. Gak bakalan lama, kok.” Yani segera membukakan pintu kamarnya setelah mendengar jawaban adiknya. Gadis itu yakin, jika adiknya ingin mengatakan hal yang penting. Pasalnya, Yandi bukanlah orang yang suka berbasa-basi dengannya. “Cepatan masuk.” Yandi pun segera masuk dan ia langsung memulai pembicaraan pada intinya, tanpa berbasa-basi. “Gue mau tanya, apa aja yang udah mama sama papa lakuin ke bi
Kring... kring... kring... Bel istirahat telah berbunyi. Reina pun segera berlari ke ruang kelas 12 MIA 1 (Matematika dan Ilmu Alam) untuk menemui kekasihnya hatinya. “Yandi...” Semua mata saat itu langsung mencari arah sumber suara yang memanggil nama siswa pembuat onar itu dengan lantang. Mata para murid langsung tertuju pada sosok yang sedang berdiri di depan ruang kelas. Sosok itu adalah Rein, kekasih Yandi. “Duh... baru aja istirahat pertama, udah dicariin sama pacar. So sweet-nya...” ucap Andre meledek mantan temannya. Teman-teman Andre pun langsung menyambung ledekannya dan segera meninggalkan ruang kelas setelah meledek mantan teman mereka. “oh... co cwit... jadi pengen punya pacar gue, nih,” ujar Agus meledek. “Sweet banget... sampai-sampai gue mual-mual, entar lagi muntah gue,” ujar Andi ikut meledek. “Co cwit banget, sampai gue mau muntah.” Ledekan Doni saat itu hampir saja memicu pertengkaran hebat. Untungnya Yandi berusaha
“Ha...” Reina menghembuskan kasar napasnya seraya memijat pelan keningnya. Ia mulai memikirkan kembali semua permintaan yang diberikan Yandi. “Duh... coba tadi gue tolak aja. Lagian gue kenapa lemah banget, sih? Harusnya lo tolak, Reina. Kalau kayak gini kan gue harus ketemu sama dia mulu. Jadinya gue gak bisa lupain dia, dong. Malah lo pakai kasih nomor lo segala lagi. Aish...” Gadis itu duduk di bangkunya sambil menggerutu, memarahi dirinya yang terlalu lemah pada Yandi hingga tak dapat menolak permintaan siswa itu.Flasback“Nanti lo kasih tahu ke gue, kalau lo udah ngomong ke Reina. Tiap pulang sekolah, kita ketemu di taman ini,” ujar Yandi meminta Reina untuk terus melaporkan setiap perkembangan reaksi kekasihnya.“Harus banget kayak gitu? Dan harus tiap hari gitu? Gak bisa sekali aja?” tanya Reina.“Iya, harus tiap hari dan gak bisa sekali. Soalnya, gue harus tahu gimana tanggapan Rei
Dua mangkuk bakso dan dua gelas jus jeruk telah disapu bersih hingga tak tersisa di tempat asalnya. Kini perut Reina dan Rein hampir saja meledak, meskipun mereka hanya memakan semangkuk bakso saja.Perut yang sudah terisi penuh pun membuat Reina bersendawa. “Thank you so much... much... Reina Vicasa...” ujar Reina berterima kasih pada sahabatnya yang sudah mentraktir, setelah ia puas beberapa kali bersendawa.“Thank you, sih thank you. Tapi harus banget lo sampai kayak gitu? Ini tuh tempat umum tahu, bukan di rumah. Jaim dikit napa?” ujar Rein memarahi sahabatnya yang tak menjaga sikapnya sedikit pun.“Biaran aja kali. Lagian ni kantin juga udah sepi kek kuburan, siapa juga yang mau lihatin gue. Paling bibi kantin doang yang lihatin gue, ditambah lo,” balas Reina santai.“Yah... bibi kantin, sih bibi kantin. Tapi bibi kantinnya kan gak cuma satu orang doang. Banyak ni, lebih dari tiga tahu.” Rei
Seminggu sudah berlalu sejak pertengkaran dua remaja yang tadinya sedang dimabuk asmara. Kini kedua remaja itu sudah berhasil menyelesaikan masalah pertama dalam hubungan mereka, dan mereka pun tampak begitu bahagia. Para murid yang melihat kemesraan keduanya pun merasa cemburu, secara Yandi yang adalah siswa pembuat masalah bisa memacari seorang gadis seperti Rein yang cukup populer. Dari kejauhan selalu ada seseorang yang mendukung mereka meski menyakitkan. Memerhatikan kebersamaan mereka tiap waktu, walau hanya semakin menambah rasa sakit di hatinya. Di wajahnya selalu terlihat senyum kebahagiaan saat melihat kebersamaan kedua remaja itu. Namun semua senyuman itu adalah senyuman yang palsu. Senyum itu hanya digunakannya untuk menutup semua rasa sakitnya. Sepanjang jalan menuju ruang kelas Rein, kedua remaja itu terus saja berpegangan tangan hingga menarik perhatian para murid yang berada di sepanjang jalan yang dilalui mereka. “Yandi, malam ini kita
Menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih memanglah bukan sesuatu hal yang mudah karena terdapat dua kepribadian yang berbeda, yang pastinya tak mudah untuk disatukan. Tak hanya terdapat dua kepribadian, dalam hubungan juga terdapat dua pemikiran yang berbeda.Perbedaan pemikiran dan kepribadian tak selamanya membuahkan hasil yang manis dalam suatu hubungan. Terkadang perbedaan ini juga membuahkan hasil yang pahit. Bahkan rasa pahitnya dapat menghasilkan luka mendalam.Kisah cinta Yandi yang baru dimulai pun menghasilkan dua jenis buah, ada buah yang manis dan juga buah yang pahit. Untuk pertama kalinya remaja ini menjalin sebuah hubungan yang tak pernah dilakukannya, membuat ia selalu menuruti segala keinginan kekasihnya. Ia yang tak ingin kehilangan sosok gadis yang mencintainya, berusaha keras melakukan hal yang tak disukainya, demi memenuhi permintaan pujaan hatinya. Mulai dari perubahan sikap, kebiasaan, hingga penampilan semua dituruti remaja pria itu agar
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul
Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And
“Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand
Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem