Rumah pohon yang ada di pohon tak jauh dari rumahnya. Rumah yang dulu dibuat oleh Nicholas dan Ayahnya. Rumah itu selalu dipakai oleh Nicholas untuk menyendiri. Kini Nicholas membawa Evelyn ke rumah pohon favoritnya.
Evelyn terlihat sangat senang berada di sana. Dia begitu sangat betah sampai dia ketiduran di rumah pohon itu.
Ketika Evelyn tertidur, Nicholas tampak memandangi wajahnya dengan seksama. Nicholas begitu menikmati keindahan paras Eve, dia tertegun melihatnya. Saat Eve menggeliat pelan, Nicholas tampak gelagapan.
Eve merubah posisi tidurnya. Dia sepertinya sedang mencari posisi tempat yang nyaman. Seharusnya sudah nyaman, karena Nicky menaruh karpet dengan bulu halus serta ada kasur lipat, bahkan selimut tebal.
Apa dia akan tidur terus? Padahal hari sudah mulai sore. Bagaimana kalau sampai orang rumah khawatir mencarinya, batin Nicky.
Nicky berusaha memban
Maaf baru bisa up. Dukung terus karyaku ya. Jangan lupa mampir juga di buku hororku dengan judul "2.59" dan mampir juga di "My Adorable CEO"
Evelyn berdiri tepat di sebuah rumah pohon. Hari itu memang dia berniat untuk menginap di rumah pohon milik Nicholas. Sebenarnya apa yang terjadi pada Evelyn? Beberapa jam sebelumnya. Evelyn yang baru pulang dari sekolah berdiri mematung ketika melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan rumah neneknya. Eve sudah bisa menduga bahwa itu adalah mobil milik ayahnya. Evelyn memutuskan untuk masuk ke dalam rumah neneknya, dia tampak cuek ketika melihat ayahnya berdiri menyambutnya dan hendak memeluk dirinya. Namun, Eve langsung menepisnya. Evelyn langsung masuk ke dalam kamarnya. Namun, Anthony mengejarnya. Pria itu terus mengetuk pintu kamar Eve, hingga Eve membukanya, tapi dia langsung melangkah meninggalkan Anthony dengan sebuah tas di tangannya. Dia langsung berlari keluar dari rumahnya tanpa berpamitan dengan neneknya. Satu tujuan yang dituju Eve adalah rumah pohon milik Nicholas. Itulah tempat
Amanda terlihat sibuk dengan tumpukan berkas di mejanya. Wanita itu sekarang menjadi tulang punggung keluarganya. Amanda. Amanda melirik jam tangannya. Jarum jam bergerak pelan menunjukkan pukul 12 siang. "Amanda ...," panggil Richie. Amanda pun bangkit dari duduknya. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" "Kita makan siang dulu!" ucap Richie tanpa basa-basi. "Kita?" ujar Amanda kaget. "Saya tidak paham apa maksud bapak?" "Kita ... ya kita berdua. Memang siapa lagi?" Richie membenarkan dasinya. "Pak Richie 'kan bisa makan siang bersama dengan yang lain." Amanda mencoba menolaknya. "Tidak!" tolak Richie, "aku inginnya makan siang denganmu. Jadi bereskan semua file mu itu. Kau bisa mengerjakannya setelah makan siang." "Ta-tapi, pak." "Tidak ada penolakan!"
Amanda tampak duduk di sebuah halte dekat kantornya. Hari itu memang Amanda tidak membawa mobil. Wanita itu tampak sedang menunggu taksi. Beberapa saat setelah itu, sebuah mobil berhenti tepat di depan Amanda. Saat kaca itu turun, tampaklah wajah tampan Richie dari dalam. Pria itu tersenyum sangat manis. "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang ke rumah," tawar Richie. 'Tidak pak, terima kasih. Saya akan menunggu taksi saja," tolak Amanda. "Kau tahu tidak, jika sebentar lagi akan turun hujan. Akan lebih susah lagi jika tidak ada taksi atau bus yang lewat." Richie membuka pintu dari dalam, lalu menyuruh Amanda untuk masuk ke dalam. Rintik hujan akhirnya turun, hal itu membuat Amanda dengan terpaksa masuk ke dalam mobil. "Nah, betul 'kan hujan turun," kata Richie sambil melongokkan kepalanya. "Pasang seatbell mu."
Nicholas melipat setelan baju olahraganya dan memasukkan ke dalam tas. Nicky juga memasukkan buku-bukunya yang ada di atas meja, lalu dia melirik jam yang melingkar ditangannya. Senyuman mengembang menghiasi bibir dan lesung pipi pun terlihat. Nicky meraih tas punggungnya. Baru akan melangkah keluar dari kelasnya, tiba-tiba seseorang memanggilnya. "Nicky!" panggil Irene. Nicky pun menoleh kearahnya. "Ada apa?" balasnya. "Bisakah menolongku untuk mengangkat tumpukan matras ini ke gudang olahraga. Aku tidak kuat membawa semuanya." Irene beralasan. Nicky pun melangkah mendekati Irene dan melihat tumpukan matras di lantai. "Oke. Aku akan mengangkat sebagiannya dan sebagian lagi kau yang bawa. Bagaimana?" tawar Nicholas pada Irene. "Baiklah, dari pada tidak sama sekali dan aku bisa kena marah pak Richard," kata Irene. Lantas Nicky mengambil beberapa matras dan membawanya
Evelyn akhirnya diselamatkan oleh Nicholas. Terlambat sedikit saja nyawa Evelyn pasti sudah melayang. Nicholas pun membawa Evelyn ke ruang perawatan. Ryan dan beberapa guru datang ke laboratorium, mereka segera memadamkan api. Beruntung api belum terlalu besar dan belum menjalar kemana-mana, tapi kalau terus dibiarkan akan sangat berbahaya. Api bisa saja melahap habis gedung sekolah tersebut. Semua pasti akan menunduh Evelyn pelakunya karena Evelyn satu-satunya orang yang berada di laboratorium tersebut. "Kenapa ini bisa terjadi?" kata pak Steven selaku kepala sekolah SMA Kingston. Pak Steven dan Bu Claire menatap Ryan. "Kau tadi ke sini bersama dengan siapa?" tanya pak Steven. "Ni-Nicholas, pak," jawab Ryan. "Lalu dimana dia sekarang?" timpal bu Claire. "Mungkin sedang berada di ruang perawatan, karena tadi Nicky berusaha menolong
Sehari sebelumnya, Simon yang tengah berjalan di koridor sekolah mendadak menghentikan langkahnya. Dia melihat gerak-gerik yang mencurigakan. Lantas Simon pun mengikuti orang yang memakai hoddie dengan tudung dan masker. Simon, si murid kutu buku kelas 3 ini memang mempunyai rasa penasaran yang tinggi, tapi juga penakut. Bukan hanya satu orang, tapi ternyata mereka ada dua. "Siapa mereka? Sepertinya mereka berdua bukan murid sekolah ini," lirih Simon membenarkan kacamatanya. Simon Webby terus mengawasi dua orang tersebut hingga mereka berdua berhenti di depan pintu laboratorium. Beberapa saat setelah itu, seorang murid perempuan SMA Kingston muncul mendekati mereka berdua. Simon dibuat kaget dengan murid perempuan tersebut dan karena Simon kurang hati-hati, kakinya menyenggol tempat sampah yang menimbulkan suara. Kedua orang itu lantas saling pandang dan murid perempuan itu menoleh menatap tajam ke arah datangnya bunyi
Hirup pikuk suara mobil berlalu lalang. Sandra berjalan menyusuri trotoar, dia berjalan dengan menenteng sebuah tas di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang sebuah cup. Gadis berparas cantik berjalan dengan memasang senyum yang sangat manis. Sandra Lane adalah sekretaris Anthony. Mungkin terlalu pagi Sandra datang ke kantornya. Sandra berjengkit kaget ketika masuk ruangan mendapatkan Bosnya sudah berada di dalam. Anthony masih tertidur di sebuah sofa. Gadis itu berinisiatif untuk membangunkannya. Namun, justru dia urungkan dan berlari menuju pantry. Sandra mengambil cangkir dari dalam lemari dan membuatkan teh hangat untuk bosnya. Sandra meletakkan cangkir yang dia bawa di atas meja, dia pun mengalihkan pandangannya pada Anthony. Lalu dia mengangkat tangan kirinya, melihat jam yang melingkar di tangannya. "Lebih baik aku bangunnya beliau sebelum para pegawai yang lainnya datang," lirih Sandra.
Pak Steven menjatuhkan sebuah kertas lipat di atas meja tepat dihadapan Irene dan Irene. Mata itu terus menatap kertas dan beralih menatap Pak Steven. Pergulatan pendapat terjadi antara Irene dan Pak Steven. Karena merasa terpojok dan sudah tidak bisa membela dirinya sendiri, akhirnya Irene mengakui kesalahannya. Betapa malunya Irene setelah mengakui kesalahannya. Dia tidak mampu menatap Nicholas, karena Irene tahu kalau Nicholas selalu membela dan melindungi Evelyn. Setelah pengakuan dari Irene, dia harus menerima hukuman. Irene diberi hukuman skorsing dari pihak sekolah. Irene melangkah lemas keluar dari ruang kepala sekolah. Dia bingung harus bagaimana jika ditanya oleh kedua orang tuanya. Sedangkan pihak sekolah akan memanggil kedua orang tua Irene ke sekolah. Langkah kaki itu terhenti, Irene mengangkat tangan kanannya. Sebuah lipatan kertas dia pegang. Terlihat sangat jelas kebencian Irene terhadap Evelyn. Dia pun
Setelah setahun Evelyn bergelut di dunia kumbangan hitam. Biaya hidupnya pun terpenuhi secara financial. Bahkan dia sampai lupa dengan orang-orang terdekatnya dan dia pun selalu beralasan jika ibunya akan berkunjung untuk menemuinya. Saat Evelyn menunggu pelanggannya justru dia malah dikejutkan dengan kedatangan sang ayah. Pria itu berdiri di depan Evelyn dan memanggilnya. Evelyn sempat senang dan lega karena jemputannya sudah datang setelah 30 menit dia menunggu. Namun, kejutan yang dia dapat malam itu. "Ayah!" Evelyn berdiri dan terkejut. Begitu pula dengan Anthony. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Anthony. "Aku sedang menunggu seseorang. Ayah sendiri kenapa ada di sini?" Evelyn bertanya balik pada Anthony. "Ayah ke sini untuk menjemput seseorang," jawabnya. Mendengar itu, Evelyn mengerutkan alis dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Pikir
"Kau mau ini, Eve?" Irene mengangkat bungkusan."Kembalikan itu!" teriak Evelyn."Kenapa?" tanya Irene. "Kau mau memberikan ini pada Ronan?" kata Irene memancing. Evelyn menatap kaget pada Irene. Dia mengerutkan kedua alisnya. "Kenapa reaksimu seperti itu? Apa kau terkejut mendengarnya? Apa kau kaget kenapa aku menyebut nama Ronan?" Kau pasti penasaran, kan?"Evelyn segera membayar Mulata tersebut dan tanpa aba-aba Evelyn menarik tangan Irene kasar."Wow ... wow, kenapa kau menarik tanganku dengan kasar?" Irene tertawa.Evelyn menarik Irene dan melepaskan tangan itu di sebuah gang kecil yang sepi. Tanpa ekspresi Evelyn menatap sengit pada Irene."Santai dong, Eve. Kenapa kau menatapku dengan tatapan sengit?""Kau——""Ah, kau ingin tahu dari mana aku mengenal Ronan?" Irene melangkah mendekati Irene dan memasukkan bungkus
Sudah jelas dan sudah dipastikan jika Christine akan malu bertemu dengan Nicholas. Ya, Christine memang belum mengungkapkan perasaannya, akan tetapi Nicholas sudah lebih dulu menjelaskannya bahkan kata-kata itu tajam dan menusuk ke hati Christine.Sempat kesal, tapi Christine mulai sadar bahwa apa yang dia lakukan memang salah. Christine teringat akan kata-kata Nicholas.Flashback on,"Aku membawamu kemarin karena aku ingin membuka matamu, bahwa apa yang kau lakukan salah. Kau menjadikan dirimu sendiri sebagai bahan taruhan? Kenapa aku menyetujuinya?" Nicholas berdecak heran dengan apa yang dia tahu.Christine sendiri juga terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar dari Nicholas. Christine bingung dari mana Nicholas bisa mengetahui akan hal itu.Christine hanya diam membisu, dia menunduk dan tidak mampu menatap Nicholas. Malu, kesal, dan marah. Mungkin itu yang cocok dan sedang dirasakan oleh Christine."Coba kau pikir
Melihat tatapan Nicky yang begitu dalam dari kejauhan, Christine mengira jika Nicky mulai menyukainya. Christine terbawa oleh perasaan sendiri dan membuatnya semakin percaya diri jika dia bisa menaklukkan hati Nicholas.Diam-diam Christine selalu mencuri-curi pandang saat dia sedang menikmati makan siangnya. Hal itu terus berlanjut hingga tiga hari.Nicky juga kadang menatap Christine dari tempat duduknya. Tatapannya tetap dingin, datar, dan tanpa ekspresi. Akan tetapi tidak merubah visual ketampanan wajahnya. Semakin Nicky terlihat cuek, wajah tampannya semakin bersinar."Apa kau menyukainya?" Deren menepuk bahu Nicky. Pemuda itu menoleh dan tersenyum miring. "Gadis itu bernama Christine. Dia jurusan bahasa setahuku dan dia adalah idola di kampus ini. Sama sepertimu." Deren tertawa.Nicky menghela napas panjang dan mengambil brokoli dengan menggunakan garpu."Kalau kau ingin mengenalnya lebih dekat. Aku bisa membantumu. Lagi pula sudah banyak gadi
Nicholas melangkahkan kakinya di koridor kampus. Tiba-tiba seorang gadis cantik berlari dan menghampiri Nicky. Dia memberikan sebuah kado dan langsung pergi begitu saja.Pesona Nicky semakin hari tidak perlu diragukan lagi. Dia benar-benar menjadi idola di kampusnya. Nicky menerima kado itu dan membukanya. Di dalam bungkusan kado itu ada coklat dan secarik kertas bertuliskan 'I like you. Will be my boyfriend?'.Nicky kembali menutup bungkusan kado itu dan melangkah ke kerumunan anak laki-laki yang sedang duduk di kursi. Nicky pun ikut bergabung dan memberikan bungkusan itu kepada mereka."Ada yang mau coklat?" ucap Nicky.Sontak semuanya menjawab dengan jawaban yang sama dan mereka memakai coklat itu sampai habis."Wah, ada yang mengutarakan isi hatinya lagi padamu?" tanya Angger dengan membaca tulisan di kertas tersebut."Siapa?" ucap yang lain dengan rasa penasaran. Nicky
Enam bulan telah berlalu. Semua berjalan seperti bagaimana mestinya dan Evelyn pun sudah mendekati jenjang terakhir. Bahkan dia sendiri lupa akan Nicholas karena tempat Nicky sudah diisi oleh Ronan.Eve pun memilih untuk tinggal seorang diri dengan menyewa sebuah kamar dengan ukuran kecil. Alasan Eve untuk keluar dari rumah adalah fokus dalam hasil akhir, tapi sebenarnya bukanlah itu.Ada alasan lain yang tidak bisa Evelyn katakan pada siapapun. Keras kepala Evelyn untuk kali ini tidak bisa ditentang oleh Nenek, Ibu, dan juga Kakaknya. Pernah Ibunya menentang Evelyn hingga menampar pipi gadis itu dan membuat Evelyn kabur dari rumah selama satu minggu.Satu minggu itu pula Ibu dan Kakaknya mencari Evelyn kemana-mana. Pada akhirnya Evelyn kembali ke rumah karena bujukan dari Ronan dan ternyata selama kabur itupun Evelyn tinggal di rumah Ronan. Setelah kejadian itu Evelyn memutuskan hidup sendiri.Tak hanya itu saja, h
Ternyata Irene justru lebih dulu mengutarakan maksudnya pada Ella dan Beatric. Entah sebenarnya mereka bertiga ada ikatan batin atau tidak, tapi yang jelas semua bisa kebetulan sama.Ella dan Beatric yang bingung bagaimana cara menyampaikan maksudnya pada Irene soal kemauan si bos besar itu, tapi justru Irene sendiri yang langsung mengutarakan isi hatinya tanpa basa-basi yang tidak jelas. Itulah yang membuat Ella dan Beatric mendadak terserang batuk-batuk."Apa kau yakin soal itu, Irene?" Ella belum mau bicara jujur. Dia takut salah dalam berucap. Beatric pun sudah memberi kode dengan menyenggol lengannya dan lucunya lagi. Beatruc berbicara dengan Ella menggunakan aplikasi percakapan, padahal mereka berdua duduk berdampingan sangat dekat. Hal itu mereka lakukan untuk menghindari jika sampai Irene salah menangkap pembicaraan mereka dan akhirnya marah.Oleh sebab itu mereka mengobrol lewat aplikasi chatting di ponsel mereka. Benar-benar sangat aneh dan Irene pun t
Masa depanku telah hancur. Aku harus bagaimana? Apa aku harus bicara jujur pada nenek? Ah ... tidak-tidak. Aku tidak boleh bicara pada nenek, tapi aku pun tidak bisa bicara dengan ibu dan kakak. Mereka pasti akan marah besar atau bisa jadi jika nenek mendengar ini---Evelyn benar-benar dalam posisi bingung. Dia tidak bisa berpikir jernih. Evelyn menyandarkan tubuhnya di dinding dan perlahan tubuhnya melorot ke bawah dan jatuh ke lantai. Dalam hatinya dia benar-benar bingung bercampur takut. Evelyn tidak bisa memendamnya sendiri. Dia ingin mengeluarkan keluh kesahnya, tapi dengan siapa? Nicholas sudah pindah. Sedangkan Alice dan Sabrina sudah menjauh darinya. Ronan? Apalagi dengan pemuda itu, dengan Ronan justru Evelyn tidak bisa berbuat apa-apa. Dialah yang memulai semuanya, tapi entah kenapa Eve juga nyaman jika sedang bersama dengan Ronan. Amanda dan Elying tidak pernah memperhatikan Evelyn, Pamela sendiri sudah tua. Ap
"Darah?" Irene melempar celananya ke dalam ember. "Kalau begini bagaimana bisa aku menggertak Ronan?" Irene mengacak-acak rambutnya sendiri. Tubuhnya menyandar pada dinding kamar mandi dan menengadahkan kepalanya. Irene justru merasa frustrasi. Di mana-mana jika melakukan hubungan terlarang dan tidak hamil justru dia akan senang, tapi tidak dengan Irene. Melihat kenyataan bahwa dirinya telah datang bulan membuat Irene marah besar. "Ini semua gara-gara Evelyn. Aku harus membuat perhitungan denganmu, Eve!" Irene terlihat sangat geram. Irene terdiam sesaat, terlintas sesuatu di dalam benaknya. Mungkin itu yang terbaik. Apa salahnya untuk mencobanya, tapi mereka kemarin——Irene membalikkan badannya, dia tampak terkejut saat sang ibu masuk ke dalam kamar mandi. "Kau tidak mendengar, ya?" tanyanya. "Apa? Mendengar apa?" kata Irene. "Hukumanmu itu b