Ketika cahaya kembali menyentuh mata, hal yang pertama kali ia ingat adalah rasa sakit tertusuk Jarum Es milik kakaknya. Namun, seperti mimpi, Mo Zhang Li tidak merasakan ada yang salah dari tubuhnya. Kecuali rantai besi yang mengekang dua tangan dan dua kaki, juga rasa lemas yang terkesan wajar karena energi yang terkunci oleh rantai-rantai itu. Rantai yang bergerak, menimbulan suara yang memaksa Yu Jian Hua ikut membuka mata. Yu Jian Hua sedang bemeditasi, di atas batu yang berada sekitar tiga meter, tegak lurus di hadapan Mo Zhang Li. "Di mana ini?" tanya Mo Zhang Li dengan sedikit kerutan di kening. Ia belum bisa melihat leluasa. Ketika Mo Zhang Li menyadari keberadaan Yu Jian Hua, langsung saja ia bertanya, "Di mana kakakku? Apa yang kau lakukan kepadanya?" "Di hadapanku kau mengkhawatirkan kakakmu, dan di hadapan kakakmu kau mengkhawatirkanku!" Yu Jian Hua turun dari tempat meditasi, kemudian menghampiri Mo Zhang Li. "Terserah saja dengan apa yang kau pikirkan! Kenapa masih
"Tuan, Nyonya Muda sudah diantar ke kediaman Anda!" seseorang melapor ke Penasihat Istana. Yu Jian Hua tidak menanggapi. Masih berusaha keras mengulur waktu agar tidak segera kembali ke kamarnya. "Ada apa? Masih ingin menemaniku?" Raja Zhian bersuara. "Kau tahu yang membuat sakit kepalaku kambuh adalah dirimu. Jadi, jangan berpura-pura peduli kepadaku!" "Ampun Yang Mulia!" Yu Jian Hua merendahkan diri. "Jika kehadiran hamba justru mengganggu Yang Mulia, hamba akan pergi!" Raja Zhian berdecak, "Berhenti bicara formal kepadaku!" keluhnya. "Kau tahu, bukan dirimu yang kubenci, tapi wanita itu," katanya. "Pergilah! Nanti kita bicara lagi... !" Yu Jian Hua mundur beberapa langkah sebelum berbalik dan meninggalkan Paviliun Hudie. Sungguh beruntung, Zhian Yu Fei masih begitu baik kepadanya ditengah kebimbangan nasib Yueliang Palace selanjutnya. Masa depan yang benar-benar tidak bisa diprediksi. Ikatakan dijalin dengan tidak sengaja, lalu apakah permusuhan harus ditepiskan. Namun, tet
Yu Jian Hua bergeming ketika Mo Zhang Li berdiri di tepi Tebing Awan dan bertanya, "Jika aku melompat, apa yang akan terjadi? Apa jasadku akan lebur?" ... Ekspresi penasarannya sungguh mengerikan. Jika dalam pikirannya jurang di Tebing Awan berarti neraka, sudah seharusnya ia berhati-hati. Bukan malah bermain-main dengan keberuntungannya sendiri dengan membentangkan tali di antara dua tiang, kemudian berbaring di atas tali itu. Mo Zhang Li memejamkan mata. Rantai di tangannya berubah solid, pertanda Mo Zhang Li perlu menggunakan kekuatan untuk bisa menyeimbangkan diri di atas bentangan tali berdiameter lebih kecil dari jari kelingkingnya sendiri. Berayun ke kiri, jurang sangat dalam siap menelannya. Meski mereka dirantai bersama, dan secara logika, dengan rantai itu Yu Jian Hua bisa menahan Mo Zhang Li agar tidak jatuh, tetap saja ada kekhawatiran di benak Yu Jian Hua. Pemandangan yang ia lihat sekarang, mengingatkannya pada seseorang yang sengaja berbohong, namun begitu samar ala
"Jufeng Mo, mana mungkin bisa diajak berkompromi. Setelah jasadnya rusak, dia perlu aura hidup manusia untuk bisa menjaga jiwa dan kekuatannya agar tidak terberai kemana-mana. Jadi,mana mungkin ia setuju untuk tidak berbuat kekacauan. Mo Zhang Li juga di sini sekarang, dia punya alasan yang besar untuk datang, apa kita hanya akan berdiam diri sampai Jufeng Mo berbuat onar di Yueliang Palace?" Seiryu berkata lantang. Wang Zhian menelan air liurnya. Pertemuan dengan para petinggi istana adalah satu hal yang tidak ia sukai. Di istana sudah lama beredar banyak gosip tentang Yu Jian Hua dan Mo Zhang Li, tentang ketidaksukaan atas hubungan keduanya, namun hanya Seiryu yang berani menyuarakan kekhawatiran itu. Wang Zhian pun sebenarnya membatasi diri untuk meminta pendapat Yu Jian Hua. Pendapatnya sekarang tentu akan dinilai tidak objektif. Urusan istana yang akan selalu bertentangan dengan kepentingan Mo Zhang Li, Whang Zian masih belum tahu bagaimana sikap Yu Jian Hua. Terkesa
"Bagus sekali! Akhirnya aku diperlakukan sewajarnya sebagai seorang tawanan!" sebut Mo Zhang Li ketika seorang pengawal mengantarkan mangkuk tanah liat berisi makanan. Ia menggosokkan tangan ke gaunnya sendiri dan menjumput isi makanan itu. Makanan yang bercampur pasir, tidaklah lebih buruk dari makanan dari paviliun tempat Yu Jian Hua tinggal. Makanan dalam mangkuk porselen yang entah kenapa dirasa pahit dan menusuk. Sejak terbangun dari tidur panjangnya, hari inilah yang mungkin paling dinanti. Hari di mana ia tidak harus melihat wajah Penasihat Istana, tidak mendengar suaranya, dan tidak mencium aroma tubuhnya. Mo Zhang Li tidak tahu apakah ini bentuk kebencian yang akhirnya bisa ia rasakan. Terhadap Yu Jian Hua, rasanya kata benci pun terlalu berharga. Akan lebih baik jika tidak peduli, yang berarti tidak ada lagi emosi yang hadir karena dirinya. Penjara Istana Awan, seperti gua batu yang tak terurus. Mo Zhang Li cukup terkejut karena masih ada tempat ya
"Tuan! Biar kubantu!" Ye Luo memasangkan pakaian ke punggung Yu Jian Hua. "Penghuni bumi mengira sebentar lagi akan kiamat!" Raja Zhian menerobos masuk ke sisi kolam pemandian. Ia terhenyak sendiri dengan tampilan Yu Jian Hua. Pakaian tipis dan kulit yang basah, tidak ada yang bisa dilakukan Yu Jian Hua ketika Raja Zhian harus memalingkan wajahnya. "Aku sudah menyuruh pelayan mengambil pakaianku. Tidak akan lama." Ye Luo tertawa diam-diam sambil mengeringkan rambut Penasihat Yu dengan sapu tangan. "Aku tahu kau jatuh cinta pada Mo Zhang Li, tapi kenapa aku yang gugup melihatmu seperti ini. Kau bahkan menolak bertemu denganku dan memilih dipenjara bersamanya. Rasanya benar-benar tidak adil." "Jadi, apa menurutmu aku harus membagi cintaku?" senyum Yu Jian Hua mengembang. Ia menuangkan teh yang disediakan Ye Luo sejak tadi, mungkin sudah mulai dingin. Tapi, itu lebih baik dibanding tidak ada apa pun yang dapat mencairkan suasan
Setelah dua puluh tiga jam, salju akan turun dan menyelimuti bumi dalam beberapa hari. Berdasarkan perhitungan Raja Zhian, ini tidak akan terlalu mengejutkan bagi penghuni bumi. Musim dingin tahun ini hanya datang lebih cepat beberapa waktu. Setelah dua puluh tiga jam itu, Yu Jian Jua juga akan kehilangan sedikit demi sedikit pengaruhnya terhadap semua elemen di dunia. Zhian Yu Fei telah memulainya dari hal yang paling menyakitkan. Meski ia juga berjanji membuat proses itu tidak lebih menyakitkan dari seharusnya. Sebagai orang yang pernah memiliki kekuatan Black Finger dan menghancurkannya sendiri. Tentu perasaan mati berkali-kali tidaklah asing bagi Penasihat Istana. Keberanian itu tidak diragukan. Hanya saja, entah apakah ada orang yang sebodoh Yu Jian Hua. Benarkah "Mantra Pengikat Hati" terlalu menyakitinya hingga kehilangan daya untuk melindungi bumi dengan segenap jiwa. Kekuatan Lima Elemen, diberkahi oleh alam. Ketenangan jiwa menjadi kuncinya. Dengan kekuatan sebesar itu,
Paviliun kediaman Penasihat Istana, yang seabad kemudian disebut Paviliun Mudan, hari itu secara kebetulan Raja Zhian menemukan pemandangan agak berbeda. Yu Jian Hua berdiri di tebing awan dengan pedang Fenghuang di tangan kanan dan mata yang dibalut dengan kain putih. Ketika ada yang masuk ke sana, Yu Jian Hua menyadari itu. Tapi, karena matanya tertutup, ia tidak tahu persis siapa yang datang diam-diam ke wilayahnya. Pedang Fenghuang diacungkan sebagai bentuk kewaspadaan, dan diturunkan kembali segera setelah Yu Jian Hua melepas ikatan di matanya. Setelah kematian Mo Zhang Li, nama iblis wanita itu dan Yu Yan menjadi dua kata terlarang di Yueliang Palace. Namun, semuanya jadi omong kosong karena bunga peony yang menjadi landasan cerita kelam Yu Jian Hua masih terus tumbuh dan dijaga. Selama seabad, Yu Jian Hua rupanya menggunakan aroma itu untuk menghukum dirinya sendiri atas ketidakmengertiannya terhadap apa yang terjadi. Ia pernah sangat marah ketika Mo Zhang Li membunuh janin y