Sembari menyetrika jas mahal Antonio, Seruni terus berpikir. Sebenarnya apa maksud kalimat ayam jadi-jadian yang kemarin dituduhkan Antonio padanya. Ia tidak mengerti sama sekali. Ternyata predikat sebagai murid teladan saat masih sekolah dulu, tidak ada apa-apanya bila dipraktekkan di ibukota ini. Mengartikan ayam jadi-jadian saja ia tidak bisa. Kalau mahkluk jadi-jadian sih ia tau. Di kampungnya, mereka menyebut jenglot, yaitu makhluk jadi-jadian. Tapi kalau ayam jadi-jadian sampai sekarang belum ada.
"Hah, ayam jadi-jadian? Maksud Bapak apa?"
"Jangan berlagak pilon ya kamu, ayam bersepatu? Kalau kamu memang ayamnya Astronomix, ya mengaku saja. Untuk apa kamu bersikap sok innocent segala. Ini kartu nama saya. Kalau jas saya sudah bersih seperti sedia kala, hubungi saya!"
Pembicaraannya dengan Antonio terus terbayang-bayang di benaknya. Setelah mengatainya ayam jadian-jadian, Antonio kembali menambah kosa kata baru yaitu ayam bersepatu. Seruni jadi semakin bingung. Apa ayam-ayam di kota itu tidak nyeker seperti ayam-ayam di kampungnya? Lagian, ayam kok ya pakai sepatu? Seperti apalah penampakan ayamnya bukan? Mau bertanya, ia malu. Ia takut disangka sok innocent lagi oleh Antonio. Jadi lebih aman kalau ia diam saja, walaupun ia penasaran setengah mati. Sebaiknya nanti ia tanyakan saja pada Mayang saja, kalau Mayang sudah selesai mengenyangkan perut bawah tamu-tamunya. Istilah baru ini pun baru ia tau dari rekan-rekan seprofesi Mayang. Belum juga seminggu tinggal di ibukota, ia sudah mendapatkan plesetan-plesetan baru. Bagaimana kalau sebulan, setahun, atau sepuluh tahun? Ia tidak tau bakal jadi apa ia nanti ke depannya.
Setelah jas Antonio licin dan harum, Seruni menggantungnya di belakang pintu kamar agar tidak kusut. Rencananya besok pagi-pagi sekali, ia akan menelepon Antonio untuk mengembalikan jasnya. Ia takut menyimpan barang orang kaya lama-lama. Lima tahun gaji hanya untuk sepotong jas, menggentarkannya.
Ketika tatapannya tidak sengaja mengarah ke meja rias, Seruni mendecakkan lidah. Mayang melupakan kotak permennya. Biasanya setiap Mayang akan bekerja di club, Mayang selalu memasukkan kotak permen beraroma itu ke dalam tas tangannya. Rekan-rekannya yang lain juga seperti itu. Saat pertama kali tinggal di sini, ia heran mengapa Mayang selalu membawa sebuah kotak setiap akan bekerja. Saat ia menanyakan pada Mayang apa isi kotak beraroma manis itu, Mayang mengatakan bahwa itu adalah permen beraneka rasa. Karena pekerjaan mereka harus duduk berdekat-dekatan dengan para tamu, maka napas mereka harus terjaga. Oleh karena itu mereka kerap mengulum permen agar aroma napas mereka tetap segar senantiasa. Makanya ia sekarang jadi tau kalau kotak permen itu sangat penting artinya bagi Mayang. Seruni jadi kasihan pada Mayang sekarang. Bagaimana Mayang bisa bekerja dengan tenang kalau kotak permennya tertinggal bukan? Sebaiknya ia mengantarkannya ke club saja. Toh Astronomix juga tidak jauh-jauh amat dari mess ini.
Seruni menyambar jaket denim. Mengenakannya tergesa sembari memesan ojek online. Ia senang sekali saat Mayang mengunduh aplikasi ojek online di ponselnya. Ia sekarang jadi tau kalau di kota besar, sepeda motor telah legalkan sebagai alat transportasi. Mayang juga telah membelikannya nomor ponsel yang baru, karena nomor ponsel lamanya telah ia buang. Jadi sekarang ia aman dari gangguan ayah tirinya. Ia berjanji pada diri sendiri. Kelak apabila ia sudah berhasil jadi orang di perantauannya ini, baru ia akan pulang. Kesuksesannya pasti akan membungkam ayah tirinya.
Ketika abang gojeknya tiba, Seruni segera mengantongi kotak permen Mayang ke dalam jaket denim dan meluncur ke Astronomix. Lima belas menit kemudian Seruni telah tiba pintu masuk club. Ia mencoba menelepon Mayang. Ia ingin Mayang saja yang keluar dari club, dan mengambil permennya di sini. Ia takut kalau harus masuk ke dalam club karena tidak tau caranya. Apalagi saat melihat dua penjaga pintu yang berbadan sebesar pohon di sana. Sekali remas, patah-patahlah semua tulangnya. Masalahnya Mayang sama sekali tidak menjawab panggilannya. Mungkin saat ini Mayang sedang sibuk bekerja. Kalau begini mau tidak mau ia harus masuk ke dalam club dan mencari Mayang di sana.
Seruni celingukan sejenak. Memperhatikan bagaimana caranya ia bisa masuk dengan memperhatikan pengunjung-pengunjung lain yang datang. Setelah memahami prosedurnya, ia pun nekad mendekati pintu masuk. Bismillahirrahmanirrahim!
"Assalamualaikum, Pak. Kenalkan saya Seruni, temannya Mbak Mayang dari kampung. Saya ke sini karena ingin mengantarkan kotak permen Mbak Mayang yang ketinggalan di rumah. Apa boleh saya masuk dan mencari Mbak Mayang di dalam sana?" sapa Seruni sopan. Dua orang penjaga yang sangar itu saling berpandangan. Sepertinya mereka berdua bingung melihat kehadirannya. Seruni gugup. Terlebih lagi saat kedua penjaga itu memandanginya lekat-lekat dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Mungkin mereka bingung melihat keudikan cara berpakaiannya.
"Coba perlihatkan KTP kamu dulu?" Akhirnya salah seorang dari mereka bersuara juga. Alhamdullilah. Seruni buru-buru menyerahkan kartu identitasnya. Semoga saja setelah memeriksa KTPnya, ia diperbolehkan masuk. Sekitar dua menit berlalu barulah KTPnya dikembalikan.
"Kamu ngapain nyasar ke sini... Seruni Arkadewi?" Salah seorang dari mereka menginterogasinya. Mereka menyebut namanya secara lengkap setelah memeriksa KTP-nya.
"Kan saya sudah bilang tadi. Saya mencari Mbak Mayang, Pak," ulang Seruni lagi.
"Maksud saya, ngapain kamu meninggalkan kampung dan merantau ke Jakarta?" Seruni terdiam. Tidak mungkin kalau ia mengatakan alasannya yang sesungguhnya.
"Eh Boy, ngapain lo nanya-nanya begituan sama dia? Bukan urusan lo lagi. Kita cuma bouncer di sini." Teman sesama penjaga pintu, menegur penjaga yang dipanggil Boy. Seruni menarik napas lega. Syukurlah ia tidak jadi ditanya-tanya.
"Mbak mau mencari Mayang yang mana? Di sini ada puluhan Astronomix Girls, yang keluar masuk setiap harinya. Kami juga tidak mengenal mereka semua secara pribadi. Tanpa ID card kami tidak mengenali mereka. Sebaiknya, Mbak pulang saja. Tempat Mbak bukan di sini," pungkas sang penjaga pintu.
Seruni mengangguk lesu. Sepertinya ia tidak bisa memberikan kotak permen pada Mayang. Sia-sia saja ia sudah mengeluarkan ongkos gojek sebanyak delapan belas ribu rupiah. Tapi, haruskah ia menyerah begitu saja? Tidak ada salahnya ia mencoba sekali lagi. Menyerah begitu saja bukan sifatnya.
"Tapi saya ingin mas--"
"Tidak bisa, Mbak. Saya harap Mbak mengerti prosedur. Pulanglah, Mbak." Dua orang penjaga itu bersikukuh tidak memperbolehkannya masuk.
"Biarkan ia masuk," sebuah suara bariton singgah di pendengaran Seruni. Seorang laki-laki berwajah dingin tiba-tiba saja keluar dari dalam club. Sepertinya laki-laki ini sudah cukup lama berdiri dibalik pintu, dan mendengarkan perdebatan mereka. Seruni mundur selangkah. Wajah laki-laki ini walaupun tampan, tapi tatap matanya begitu menakutkan. Dingin dan menusuk. Seruni tidak berani menatap wajahnya.
"Eh Pak Xander. Selamat malam, Pak. Mbak ini mau mencari--" sang penjaga menghentikan kalimatnya saat orang yang dipanggil Pak Xander tadi mengangkat tangan kanannya.
"Saya sudah mendengar semuanya. Biarkan ia masuk. Ayo," Seruni bimbang saat orang yang dipanggil Xander itu menggerakkan kepalanya ke dalam club. Isyarat agar ia mengikuti langkahnya. Walau sedikit ragu Seruni mengekori juga langkah Xander. Toh memang inilah tujuannya.
Saat pertama kaki menjejakkan kakinya ke dalam club, Seruni seketika merasa tidak nyaman. Kerasnya suara musik membuat telinganya berdenging dan jantungnya bergetar dalam artinya yang sebenar-benarnya. Setiap alunan musik berdentam, jantungnya ikut bergetar. Seruni baru tau kalau fenomena jantung bergetar ternyata bukan melulu hanya karena cinta. Volume musik yang terlalu kencang pun, ternyata bisa juga.
Semakin jauh mereka berjalan, Seruni semakin tidak nyaman. Banyaknya orang yang menari-nari dengan pakaian kurang bahan membuatnya risih. Namun ada satu hal yang membuatnya kagum. Interior club ini luar biasa indahnya. Seperti secret garden. Interiornya memadukan rimbunnya hutan dan gazebo-gazebo berbahan kayu yang unik. Ditambah dengan temaram lampu yang memberi kesan mistis, pemandangannya jadi luar biasa apik.
"Lewat sini," Xander berteriak di telinganya. Wajar saja, suara musik yang nauzubillah kencangnya, mengharuskan kita berteriak bila ingin berbicara.
"Kita mau ke mana, Pak?" Seruni balas berteriak.
"Ke ruangan saya. Di sana nanti akan saya perlihatkan ID para Astronomix Girls. Dengan begitu kamu baru bisa menemukan yang mana satu teman kamu itu."
Masuk akal.
Walau sedikit takut, Seruni kembali mengekori langkah Xander. Mereka berbelok ke sebuah lorong dibalik dinding yang Seruni kira adalah dinding biasa. Namun ketika didorong dinding berputar dan nemperlihatkan sebuah pintu. Luar biasa. Tempat ini ternyata memiliki banyak ruang-ruang rahasia seperti di film-film.
"Masuk," perintah Xander lagi. Selain berwajah menyeramkan Xander-Xander ini ternyata sangat irit dalam berbicara. Bahasanya hanya sepotong-sepotong alias tidak pernah lengkap. Memasuki ruang kerja Xander, suasananya lain lagi. Hening mencekam. Tidak terdengar suara apapun. Sepertinya ruangan ini kedap suara. Nuansa ruang kerjanya serba kayu yang hangat. Ada sebuah meja letter L, 4 buah kursi, lemari gantung penuh buku, dan sebuah sofa panjang. Secara keseluruhan ruangan kerja ini terasa hangat dan nyaman.
"Duduk," Xander menarik kursi dan membuka laptop yang tergeletak di meja kerja. Tanpa banyak protes Seruni duduk. Xander pun menyusul duduk di sebelahnya.
"Ada keperluan apa kamu menemui si Mayang-Mayang ini?" Kalimat pertama yang cukup panjang dari Xander.
"Saya ingin memberikan kotak permen ini pada Mbak Mayang. Tadi ketinggalan di mess," jawab Seruni singkat seraya merogoh saku jaket. Mengeluarkan kotak permennya sebagai barang bukti kalau ia tidak berbohong.
"Ini kotak permen Mayang yang ketinggalan di mess?" Xander seraya meraih kotak permen. Memutar-mutarnya asal dengan kening berkerut dalam. Ia seperti memikirkan sesuatu. Seruni mengangguk.
"Berarti saat ini kamu kamu tinggal di mess bersama si Mayang-Mayang ini?" Seruni kembali mengangguk.
"Kenapa kamu bisa tinggal di sana? Apa kamu berencana menjadi Astronomix Girls juga?" cecar Xander lagi. Kali ini Seruni buru-buru menggeleng.
Amit-amit jabang bayi.
"Tidak, Pak. Saya hanya menumpang sementara sebelum saya menemukan tempat kost yang baru. Eh, tapi Bapak jangan memberitahukan boss Bapak, kalau saya tinggal sementara di mess-nya Mbak Mayang ya, Pak? Nanti Mbak Mayang bisa kena masalah. Kata Mbak Mayang, bossnya itu menyeramkan sekali. Saya mohon, jangan ya, Pak? Sesama pekerja seharusnya saling melindungi bukan?" Seruni yang teringat kalau ia telah ceroboh memberitahukan rahasianya, berusaha meminta dukungan Xander sebagai bentuk solidaritas sesama pekerja. Hanya saja Xander tidak menjawab pertanyaannya. Xander malah membuka laptop dan mengotak-atiknya sebentar, sebelum menggeser laptop ke arahnya.
"Ini adalah daftar para Astronomix Girls yang terdaftar. Scroll saja ke bawah untuk mencari yang mana satu si pemilik permen," perintah Xander datar. Demi mempersingkat waktu, Seruni menuruti perintah Xander. Ia memeriksa identitas semua waitress dengan teliti.
"Ini, Pak. Ini dia Mbak Mayang." Seruni menghentikan pencariannya saat menemukan ID Mayang.
"Ayo," Xander menutup laptop dan beringsut dari kursi.
"Ayo ke mana, Pak?" Seruni kebingungan. Xander selalu berbicara sepotong-sepotong.
"Ayo temui Mayang." Kali ini Seruni tidak bertanya lagi. Ia pusing setiap berbicara dengan Xander. Walau tertatih-tatih, ia dengan setia kembali mengekori Xander. Mereka keluar ruangan dan terus melewati lorong demi lorong. Kepala Seruni kembali pengeng. Suara musiknya benar-benar memekakkan telinga. Ketika melewati ruangan bertuliskan VVIP IV, Xander menghentikan langkahnya.
"Masuk," tidak perlu disuruh dua kali, Seruni segera mendorong pintu. Pemandangan yang dilihatnya nyaris membuatnya ingin membalikkan badan. Ia tidak kuasa melihat pemandangan di depannya. Di sana, di sofa panjang, Mayang duduk di pangkuan seorang bule yang terus saja mencekokinya dengan minuman keras. Sementara keadaan Mayang sudah terlihat sangat kepayahan. Seruni membekap mulutnya sendiri. Tangis pedihnya tidak kuasa ia tahan melihat betapa buruknya para bule-bule kaya ini memperlakukan seorang perempuan. Mereka tertawa-tawa gembira sementara Mayang hanya melenguh separuh sadar. Sampai seperti inilah rupanya cara Mayang mengais rupiah. Demi Tuhan, batin Seruni menjerit. Ia tidak sanggup lebih lama lagi melihatnya. Sementara di samping Mayang, Nella dan Fika sedang beradu mulut dengan laki-laki setengah baya yang lebih pantas menjadi ayah-ayah mereka. Seruni menjerit lirih. Betapa mengerikannya dunia di luar kampungnya. Dan betapa tidak bermoralnya para manusia di dalamnya. Laki-laki di dalam ruangan ini merasa berhak mengeksploitasi perempuan hanya karena melimpahnya rupiah. Menyedihkan! Keadaan telah memaksa orang-orang yang lemah iman seperti Mayang mengambil jalan pintas karena putus asa. Ibukota ternyata memang sekejam itu!
Seruni menguatkan tekad mendekati Mayang dengan tangan menggenggam sekotak permen. Semakin cepat tugasnya selesai, semakin cepat pulalah ia bisa meninggalkan tempat ini. Karena buru-buru melangkah, ia nyaris jatuh terjerembab. Untungnya Xander dengan cepat menahan pinggangnya. Dengan mata basah, Seruni menggenggamkan kotak permen ke tangan Mayang yang sudah teler. Mayang sudah tidak sadar. Namun ia menerima juga kotak permennya seraya mengoceh-ngoceh tidak jelas.
Seruni menjerit kaget saat si bule pasangan Mayang, bermaksud menariknya duduk di pangkuannya seperti Mayang. Untungnya Xander dengan cepat menariknya ke sisinya. Xander mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa asing yang dibalas dengan kalimat je suis désolé berkali-kali oleh si bule. Seruni yang masih shock, hanya bersikap kaku seperti robot saat Xander membimbingnya keluar ruangan.
Tanpa mereka semua sadari, sepasang mata yang duduk diam di sudut ruangan menatap kepergian Seruni dan Xander dengan sinis. Jika tidak melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, ia tidak akan percaya kalau waitress cacat itu ternyata mainan Xander. Perempuan di mana-mana sama saja. Selalu bermuka dua demi dua hal. Mengemis rupiah atau mengemis perhatian. Tidak terkecuali si waitrees cacat ini juga. Akting sok polosnya benar-benar luar biasa. Lihatlah bagaimana caranya memberikan sekotak penuh kondom pada temannya. Pakai acara membisiki pula. Pasti simpanan si Xander itu menasehati temannya untuk berhati-hati agar jangan sampai hamil.
Ternyata pandangannya kemarin salah. Waitress cacat ini tidak lugu seperti perkiraannya. Ia sama rusaknya dengan wanita-wanita haus rupiah yang sedari tadi berusaha mendekatinya. Pria modis berjas floral blue itu berdecih. Dengan wanita-wanita murahan seperti ini, jangankan membayar, diberi gratis pun ia tidak sudi. Ia terlalu jijik dengan barang bekas pakai ulang yang bisa dinikmati siapa saja. Si pria kembali memelototi seorang perempuan yang coba-coba memeluknya. Melihat isyarat tanda tidak mau didekatinya, wanita itu kembali ke tempat duduknya semula. Mencoba peruntungannya dengan pria lainnya.
Si pria berjas floral blue kembali menatap jam karena bosan. Ia sudah tidak betah lebih lama lagi di tempat seperti ini. Kalau bukan karena proyek besar yang telah lama ia incar, ia tidak sudi menemani para investor asing ini bersenang-senang. Ia kembali memijat kepalanya. Pusing karena kuatnya suara musik yang seronok. Karena tidak ada yang bisa dilakukannya, ia mengeluarkan ipad dan memeriksa proposal yang diajukan clientnya yang lain. Dengan segera konsentrasinya terfokus pada pekerjaan. Dalam hati ia berharap semoga waktu cepat berlalu, dan para investor gaek ini pun akhirnya puas mewujudkan semua fantasi-fantasi mereka. Ya, semoga saja.
Notes.
Jenglot adalah figur hominoid yang berukuran kecil sekitar 10 sampai 17 centimeter. Berkulit gelap dengan tekstur kasar seperti mumi. Berwajah seperti tengkorak, bertaring mencuat serta memiliki rambut dan kuku yang panjang. Jenglot ditemukan di beberapa wilayah di nusantara. Misalnya di pulau Jawa, Kalimantan dan Bali. Jenglot dipercaya memiliki kekuatan mistis dan memakan darah manusia. Masyarakat Indonesia meyakini jenglot sebagai makhluk yang memiliki kekuatan mistis dan dapat mengundang bencana.
Je suis désolé artinya maaf dalam bahasa Prancis.
Dengan tangan gemetaran Seruni mengorder ojek online. Ia ingin secepatnya meninggalkan tempat penuh dosa ini. Bayangan Mayang yang mabuk serta Nella dan Fika yang tengah beraksi, membuatnya mual. Ia memang sudah tau apa pekerjaan mereka semua. Hanya saja ketika di hadapkan pada praktek nyata di depan mata, lain lagi ceritanya."Kamu salah dua kali hari ini," suara dari balik bahunya membuat Seruni sadar kalau ia tidak sendiri. Xander masih mengikuti di belakangnya."Apa itu, Pak?""Kotak itu bukan permen, dan saya bukan karyawan club ini." Setelah mengucapkan dua kalimat singkat itu, Xander membalikkan tubuh. Meninggalkan Seruni yang berdiri termangu."Kalau dugaan saya salah, jadi kebenarannya apa?" Seruni mengejar Xander. Menghadang langkah Xander yang akan masuk kembali ke dalam club."Tanya saja pada Mayang," sahut Xander acuh seraya menggeser tubuh Seruni ke samping.
"Selamat siang, Tuan. Ini jas Tuan. Sudah saya cuci bersih seperti sedia kala."Seruni menyerahkan bungkusan jas dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. Sikap sopan ini memang wajib dilakukan. Setiap kali briefing, managernya tidak pernah lupa untuk mengingatkan. Air muka penuh senyum dan gestur tubuh sopan adalah halwajib yang harus diutamakan.Kata-kata Seruni hanya disambut dengusan oleh Antonio. Sejenak Seruni sempat bertatapan dengan Bian. Namun sikap Bian yang pertama kaget dan segera membuang pandangan, mengindikasikan satu hal. Bian tidak ingin dikenali. Walau memang sikap seperti ini juga yang ia harapkan, tak urung hatinya sakit juga. Hanya seperti ini sikap seorang laki-laki yang bulan lalu masih mengaku mencintainya melebihi apapun juga."Kalau tidak ada hal lainnya, saya permisi, Tuan." Seruni kembali membungkuk sopan. Bersiap-siap menghindar sejauh mungkin dari duo biang masalah di hada
Seruni membetulkan ikatan apronnya yang kendor. Ia baru saja keluar dari toilet. Ramainya pengunjung di restaurant, memaksanya menahan keinginan untuk buang air kecil. Dan kini setelah kantung air seninya kosong, barulah ia merasa lega. "Girang sekali kamu sehabis bertransaksi? Apa si Miguel tau kalau kamu suka jualan daging mentah di sini?" Si mulut mercon kembali beraksi.Seruni tidak langsung menjawab. Ia memikirkan posisinya. Setiap kalimat yang ia keluarkan pasti akan berimbas pada pekerjaannya. Makanya ia masih berusaha bersabar bagai hatinya panas menahan amarah. Bagaimanapun ia membutuhkan pekerjaan ini. Ya Tuhan, panjangkanlah sabarku."Saya tidak seperti--
Dari kejauhan saja Seruni sudah sangat mengagumi rumah baru Xander. Ia seperti melihat rumah di film-film Eropa kuno ada di depan matanya. Rumah Xander sangat luas dan bergaya klasik. Seruni merasa seperti sedang masuk ke dalam mesin waktu zaman victorian era, begitu pintu ruang utama dibuka.Pada bagian ruang tamu, terdapat sofa letter L berwarna krem yang mewah. Mejanya terbuat dari kaca penuh ukiran, disertai hamparan karpet bulu berwarna senada yang terhampar di bawahnya. Pada bagian dinding, dipenuhi dengan ornamen-ornamen antik abstrak yang tersusun rapi dari bebatuan marmer. Kemegahan lain terlihat dari tirai yang menjulang tinggi pada bagian jendela kaca berukir. Sebuah lampu hias spiral berbahan kristal, semakin melengkapi kemewahan ruangan. Satu hal yang paling menarik perhatian Seruni adalah,
Sudah seminggu ini Seruni tinggal di rumah baru Xander. Dan selama itu juga hatinya gundah gulana. Sejak ia tinggal di rumah mewah ini, ia selalu merasa bersalah terhadap keluarganya di kampung setiap kali ia akan mengisi perut. Bayangkan saja, saat di kampung dulu, lauk sehari-hari mereka begitu sederhana. Tempe, tahu, telur, kerupuk dan sayur bening, adalah menu utama mereka. Bila ia gajian, barulah ada menu ikan atau ayam di meja makan. Kalau daging, mereka hanya bisa berharap pada jatah pembagian daging kurban dari masjid setempat.Dan kini saat ia dihadapkan dengan berbagai macam menu-menu lezat menggoda selera, rasa bersalahnya kian merajalela. Di sini ia bisa makan enak hingga kenyang, sementara ibu dan adiknya di kampung entah bisa mengisi perut mereka dengan layak atau tidak. Dilema ini selalu muncul di kala ia dihadapkan pada makanan kesukaan adik kecilnya, yaitu rendang daging. Bayangan adiknya yang selalu berangan-angan bisa menikmati menu kesu
Ponsel Seruni bergetar saat ia baru saja menyentuh pintu mobil. Seruni urung membuka pintu mobil. Ia justru membuka pengait tas dan mengeluarkan ponsel dengan terburu-buru. Ia yakin kalau yang menelepon adalah Mayang untuk mengabarkan kondisi terkini ibunya. Setelah mengecek ponsel ternyata dugaannya salah. Nama Xanderlah yang terlihat di layar ponselnya. Seruni menepuk kening. Astaga, ia lupamengabari Xander kalau ia akan pulang ke Banjarnegara. Untung saja Xander meneleponnya."Ya P-- Mas Xander. Ada apa?" Seruni hampir terpeleset kata memanggil Xander dengan sebutan bapak. Ia lupa kalau posisinya sekarang adalah pacar Xander. Akan terasa ganjil kalau ia memanggil pacar sendiri dengan sebutan bapak bukan?Jeda sejenak. Xander pasti menyadari kalau dirinya sedang bersama dengan orang lainmakanya ia memanggilnya dengan sebutan mas. Perjanjian mereka berdua memang begitu. Tidak boleh ada orang yang mengetahui soal sandiwara yang
Seharusnya setelah mobil berguling, akan terdengar suara benturan-benturan keras yang disertai dengan serpihan kaca-kaca yang berterbangan. Tetapi kali ini tidak. Wajahnya yang menghantam keras dashboard pun tidak sakit sama sekali. Kakinya juga tidak terasa nyeri. Padahal saat itu ia melihat pintu mobil terbuka sesaat sebelum mobil terbalik dan menjepit keras kaki kanannya. Aneh bukan? Alih-alih merasa sakit luar biasa, ia malah seperti berada dalam buaian. Hangat, aman dan nyaman. Atau jangan-jangan ini hanya mimpi? Padahal sudah lama sekali ia tidak pernah memimpikan kejadian ini."Tidak apa-apa, Seruni. Tidak ada apa-apa. Tenang saja. Bersama saya kamu akan aman. Percayalah." Seruni mengerjap-ngerjapkan mata. Ia heran mengapa seperti ad
"Memangnya kamu polisi bisa memenjarakan orang seenaknya? Kamu ini sebenarnya siapa sih?" Pak Herry kesal melihat seorang anak muda yang terus menghalang-halanginya mendekati Seruni. Padahal gara-gara anak tiri tidak tau diri inilah hidupnya kumpal kampil tidak jelas selama seminggu ini. Pak Nyoto benar-benar ingin memenjarakannya karena kaburnya Seruni."Oh, jangan-jangan kamu ini backingnya Seruni ya?" cetus Pak Herry. Melihat betapa protektifnya pemuda ini pada Seruni, membuatnya menyadari sesuatu. Seruni berani pulang karena membawa bodyguard rupanya. Pak Herry mendengus. Pemuda kota pesolek ini sedang menggali kuburannya sendiri karena sudah berani mengusik incaran Pak Nyoto."Kalau iya, kenapa? Ada masalah?" tantang Antonio santai."Kalau iya, berarti kamu sudah mencari masalah dengan Pak Nyoto. Kamu harus tau kalau Seruni itu akan segera menjadi istrinya Pak Nyoto. Bisa habis kamu di tanga
Antonio merasa waktu seakan terhenti. Suara musik, orang-orang yang berbicara, bahkan kru EO yang tengah berbicara padanya, seolah-olah menghilang. Pandangannya hanya tertuju pada Seruni seorang. Ia seperti melihat putri Cinderlla keluar begitu saja dari buku dongeng tua, dan dirinya terpesona.Mbak Wita memberi kode pada kru-krunya agar meninggalkan sepasang pengantin baru ini. Tatapan keduanya telah mengungkapkan segala. Mbak Wita perlahan juga ikut menjauh. Ia juga pernah muda."Kamu cantik sekali, Seruni. Mas sampai tidak kuasa mengalihkan tatapan Mas darimu." Antonio memandangi Seruni dengan tatapan seperti bermimpi."Terima kasih, Mas. Ini semua berkat riasan dan pakaian yang Uni kenakan. Semua keindahan yang Mas lihat ini hanyalah tempelan. Jangan terbius oleh keindahan sementara ini, Mas."Seruni mengangkat ujung gaunnya perlahan. Ia menghampiri Antonio yang hanya berdiri terpaku di pelami
Seruni melewati gerbang pabrik dengan perasaan dejavu. Rasa-rasanya baru kemarin ia masih berlalu lalang di tempat ini. Padahal sepuluh bulan telah berlalu. Dulu ia menghabiskan banyak waktu dan tenaga di pabrik gula ini. Bekerja dari pagi hingga petang, dengan gaji satu juta tiga ratus ribu rupiah. Jauh di bawah UMR Banjarnegara yang mencapai satu juta delapan ratus lima ribu rupiah.Dan kini ia memasuki pabrik dalam status yang berbeda. Sebagai calon istri pemilik 65% saham pabrik gula yang baru. Antonio memang telah membeli sahan pabrik ini. Ia beralasan ingin memberikan lapangan pekerjaan dalam skup yang lebih luas. Selain itu Antonio juga berjanji akan mengkaji ulang soal upah para buruh. Antonio berencana akan menaikkan gaji para buruh sesuai dengan UMR yang ditetapkan oleh pemerintah. Seruni sangat bahagia mendengarnya.
Semilir angin sepoi-sepoi membelai ringan kulit Seruni di teras rumah orang tuanya. Setelah hampir dua minggu di rumah sakit dan sebulan penuh beristirahat di rumah, kini ia telah kembali ke Banjarnegara. Antonio memberinya cuti selama dua minggu untuk melepas rindu pada orang-orang terkasihnya di kampung halaman. Dan hari ini tepat seminggu sudah ia di berada kampung halaman.Yang paling gembira atas kepulangannya tentu saja ibu dan adik perempuannya. Istimewa ia pulang dengan kaki yang sudah nyaris sempurna. Diantar oleh seorang laki-laki nyaris sempurna pula. Kepulangannya dengan mobil mewah serta didampingi oleh Antonio, menjadi topik terhangat di seluruh penjuru desa. Beberapa warga yang telah mengetahui siapa Antonio yang sesungguhnya, mengelu-elukannya. Mereka mengatakan bahwa Seruni sangat beruntung. Karena bukan hanya berhasil mendapatkan pasangan orang kaya, melainkan orang yang super kaya. Sangat dermawan pula. Nama Brata Kesuma di belakang nama
"Sungguh Pak, saya tidak punya niat untuk membuat siapa pun celaka. Apalagi Seruni. Sumpah, Pak!"Gita gemetaran saat diinterogasi secara marathon oleh Juru Periksa kepolisian. Sebagai orang yang menghire EO, ia dimintai keterangan oleh pihak kepolisian sebagai saksi. Namun secara tersirat Antonio kemarin sempat mengancam bahwa status saksi bisa saja berubah menjadi terdakwa, apabila ia tidak bersedia bekerjasama dengan pihak kepolisian. Bagaimana ia tidak gentar karenanya.Keluarga Brata Kesuma secara resmi telah melaporkan peristiwa berdarah yang menimpa Seruni pada pihak yang berwajib. Staff EO di hari kejadian telah lebih dulu diperiksa. Hanya saja pihak kepolisian tidak bisa memeriksa pimpinan EO. Karena sang pimpinan sudah terlebih dahulu melarikan diri. Hanya staff yang bertugas pada hari nahas itu lah yang sempat diamankan. Menurut pengakuan mereka, semua yang mereka lakukan hanya berdasarkan instruksi sa
Seruni kebingungan. Semakin jauh ia berjalan, semakin ia tidak menemukan jalan pulang. Sejauh mata memandang, ia hanya melihat gumpalan-gumpalan kabut putih. Sebenarnya ia berada di mana saat ini? Lelah berjalan, ia menghentikan langkah sejenak. Sesuatu bayangan mengusik rasa ingin taunya.Seruni menyipitkan mata. Memfokuskan pandangan ke depan. Ia seperti melihat bayang-bayang seseorang. Bayang-bayang itu sejenak berhenti dan berpaling ke arahnya. Kedua mata Seruni terbelalak lebar. Ia seperti melihat bayangan almarhum ayahnya. Penasaran, Seruni mempercepat langkah. Namun semakin cepat ia melangkah, bayangan yang menyerupai almarhum ayahnya itu berjalan semakin jauh.Tidak mau kehilangan jejak, Seruni mulai berlari. Seperti tadi, semakin cepat ia berlari, bayangan itu juga semakin cepat mendahuluinya."Jangan mengejar Ayah, Seruni. Waktumu belum sampai, Nak. Kembalilah!"Itu suara ayahnya!
Beberapa menit sebelumnya.Antonio berjalan menuju meja keluarga Haris tanpa semangat. Kedua kakinya seakan-akan enggan bekerjasama dengan tujuannya. Teringat pada Seruni yang ia tinggalkan di meja khusus keluarga, hatinya begitu tidak rela. Tetapi mau bagaimana lagi. Perjuangan mereka masih menemui jalan buntu. Opa dan ayahnya, masih tetap pada rencana mereka semula. Yaitu menjodohkannya dengan Anandita.Satu hal yang ia syukuri adalah ibunya ternyata mendukung hubungannya dengan Seruni. Begitu pula dengan Om Arkan dan Tante Ibell. Mereka juga terang-terangan memberi suara untuk Seruni. Rasa khawatirnya jadi sedikit teredam karenanya.Antonio mempercepat langkah. Ia semakin tidak sabar untuk mengakhiri acara ini. Semakin cepat acara usai, maka semakin cepat pula ia bisa membesarkan hati kekasihnya lagi. Ia toh hanya akan memberikan pidato kata sambutan ala kadarnya. Selebihnya acara akan dilanjutkan dengan sesi h
Begitu menjejakkan kaki ke hotel mewah tempat acara ulah tahun perusahaan diselenggarakan, Seruni sudah merasakan atmosfer yang berbeda. Ia seperti berada di zaman victorian era. Di mulai dari megahnya gedung, tirai-tirai tinggi berwarna emas yang hangat, hingga lampu hias kerlap kerlip yang disebut chandelier oleh Antonio.Seruni sedikit menggigil saat memasuki ballroom. Suhu di ruangan ini ternyata dua kali lipat lebih dingin dari lobby hotel. Sementara pakaian model tarzan yang disebut goddess style oleh Antonio tadi mulai meresahkannya. Bukan apa-apa. Ia merasa pakaian model seperti ini akan membuatnya masuk angin sepulangnya dari acara. Kadang Seruni bingung melihat cara berpakaian orang-orang kota. Model pakaian bagus-bagus malah dilubangi semua. Seperti pakaian yang dikenakan mbak-mbak penerima tamu misalnya. Pakaiannya sudah sangat indah. Gaun lengan panjang dengan rok lebar menjuntai. Tetapi saat si mba
"Galau memikirkan Mas, sebenarnya. Tapi karena tiba-tiba Masnya sekarang sudah muncul, nggak jadi deh galaunya," Seruni nyengir.Ia tau kalau Antonio ini sedang dalam mode cemburu. Jadi tidak diperlukan penjelasan masuk akal untuk meredamnya. Cocoknya, ya dielus saja egonya. Trik ini ia pelajari dari Mayang. Mayang pernah mengatakan bahwa banyak laki-laki yang mencari wanita malam seperti dirinya, sebenarnya bukan melulu karena nafsu. Lebih seringnya karena mereka itu ingin dielus egonya. Bahasa gampangnya mereka ingin dipuji, didamba dan dianggap sebagai makhluk paling hebat sejagat raya. Lebay? Memang. Tapi begitulah kenyataannya. Laki-laki dan ego, tidak dapat dipisahkan.Kalau mereka tidak mendapatkan pengakuan itu dari pasangan, maka mereka akan mencarinya di luar. Apabila ada seseorang yang mampu mengelus ego mereka agar dianggap hebat dan sebagainya, maka biasanya orang tersebut mampu membuat si laki-laki terus merasa keter
Sore yang mendung. Seruni yang tengah berdiri di gerbang kantor,berulang kali memindai jam di pergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul 17.40 WIB. Namun taksi online yang dipesannya belum juga tiba. Supir taksi tadi mengatakan kalau ia terjebak macet. Seruni mengerti, kalau jam-jam seperti ini memang rawan macet. Karena jam para pekerja pulang kantor, seperti dirinya juga.Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dengan cepat Seruni mengangkatnya. Pasti sang supir taksi ingin memberitahu kalau ia telah dekat dengan lokasinya. Namun harapannya sia-sia. Alih-alih dijemput, sang supir taksi malah membatalkan pesanan. Macetnya terlalu panjang alasannya. Dengan apa boleh buat, Seruni kembali membuka aplikasi. Bermaksud mengorder taksi online yang lain.Baru saja Seruni ingin membuka aplikasi, sesuatu menarik perhatiannya. Di sisi jalan, tampak kerumunan yang tidak biasa. Orang-orang merubungi sesuatu. Penasaran, Seruni menghampiri k