Tepat pukul enam pagi di tengah embun masih membasahi rumput, Robert bersama dua kakak beradik yang menjadi sekutunya bergerak menyerang markas Blue Fire.
Mata-mata yang Robert kirim untuk memantau pergerakan keponakannya mengatakan, kalau pria berjambang itu sudah berangkat dari tadi malam menuju pulau pribadi dimana Rose di sekap.
Kesempatan ini digunakan olehnya untuk menyerang markas Blue Fire, yang dikenal memiliki tingkat keamanan cukup tinggi di negara mereka.
"Perintahkan anggota kalian untuk menyerang dari sisi barat dan timur. Anggotaku akan menyerang dari sisi utara!" perintah Robert pada Bruno dan West.
"Apa kau yakin Allen sudah pergi meninggalkan markasnya Tuan Robert?" tanya West tidak yakin.
Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak sekarang. Takut jangan sampai mereka justru datang mengantarkan nyawa kesini.
"Mata-mata yang aku kir
Setiap hari ada up yah guys Terima kasih đš
"Ka-kau." Manik mata tua itu membola sempurna melihat Allen berdiri menjulang di depannya."Selamat datang di markasku," sahutnya membuka kedua tangan lebar. "Bagaimana penyambutanku hari ini Paman?" sambung Allen menyeringai licik."Kau tidak pergi?" tanya Robert masih terkejut."Kenapa? Apa kau berharap aku pergi menjemput wanitaku, hm? Mata-mata yang kau kirim sungguh tidak berguna!"Allen tertawa remeh dan memberi perintah pada anggotanya untuk mengikat Robert."A-apa maksudmu Al?""Mata-matamu sudah mati sebelum dia memberikan informasi tidak benar padamu!"Seorang anggota Blue Fire tidak sengaja mendengar laporan mata-mata yang dikirim Robert untuk mengawasi semua gerak gerik Allen kemarin malam, dan melaporkannya pada Ace.Pria itu bergerak cepat dan menyeret mata-mata tersebut kehadapan Allen
"Tuan Adam….""Ada apa?""Ada berita tentang tuan Robert, Tuan." sahut anggota kepercayaannya di kelompok stempel tato kuda."Kenapa dengan Daddy?" tanya Adam masih asik menghisap cerutu di tangan."Tuan Robert ditangkap sepupumu Tuan…." sahutnya menunduk takut."Apa?!" kaget Adam menggebrak meja. "Bagaimana mungkin dia bisa tertangkap? Apa Allen tidak datang ke pulau pribadi kita?""Menurut informasi yang sengaja di sebar oleh Blue Fire, tuan Robert bersama dua orang yang menyerang markas mereka berhasil ditangkap oleh tuan Allen yang ternyata ada disana.""Brengsek!" pekik Adam membuang cerutunya.Pria itu sengaja sudah pergi dari pulau pribadi untuk mengelabui Allen. Dia ikut membawa Rose bersamanya agar Allen tidak bisa mendapatkan apa-apa disana.Tapi siapa san
"Baik Bos, semuanya sudah siap untuk besok. Kita berangkat pukul tujuh pagi dari markas, anggota kita juga sudah siap lebih dulu disana. Kita pasti bisa membawa Rose pulang nanti."Ace mengakhiri panggilan telepon itu setelah Allen memastikan tentang pertukaran tawanan mereka besok pagi bersama sepupunya.Semua sudah siap, Adam sudah mengirimkan dimana tempat pertemuan mereka. Anggota Blue Fire yang lain sudah lebih dulu berangkat untuk mengecek lokasi secara sembunyi-sembunyi.Mereka yakin kalau kelompok stempel tato kuda juga ada disana untuk memastikan kelancaran pertukaran besok hari.Baik Ace maupun Allen sangat yakin kalau besok akan menjadi hari penuh darah, dengan salah satu diantara mereka yang akan kalah.Allen tidak ingin asal dalam merencanakan pertukaran besok, karena walau bagaimanapun juga kelompok milik paman dan sepupunya itu bisa terbilang cukup kuat.
Bertempat di sebuah ujung tebing jauh dari kota Miami, Adam beserta kelompok stempel tato kuda telah menunggu kedatangan Allen bersama ayahnya Robert.Rose diikat dalam mobil yang dijaga ketat oleh kelompoknya bersama Juliet yang ikut berdiri di dekat sana berjaga-jaga.Dia tidak ingin menunjukkan diri pada Allen sekarang, Juliet akan memperhatikan pria yang dia cinta itu dari jauh.Lima mobil mewah berwarna hitam dengan satu mobil box berada di tengah, tiba di sana setelah Adam menunggu hampir setengah jam lamanya.Membuang dan menginjak cerutu yang dia hisap, Adam maju beberapa langkah dengan dua tangan berada di saku celana.Mata tajamnya asik memindai banyaknya anggota Blue Fire yang datang bersama Allen. Tidak mungkin pria yang dikenal punya banyak anggota hanya membawa pasukannya tidak sampai setengah. Adam harus berhati-hati jika pertukaran ini gagal atau terganggu n
"Tapi Bos….""Jangan membantah Ace, Rose tidak punya banyak waktu lagi! Cepat bawa dia ke rumah sakit sekarang!"Allen bersikeras meminta asistennya membawa wanita yang sudah terkapar tidak sadarkan diri di depan mereka. Walau bagaimanapun keadaan Rose lebih penting dibanding dirinya sendiri."Untuk seorang pria kejam, kau ternyata masih punya hati!" sinis Adam dengan nafas yang naik turun.Dua orang itu sudah sama-sama kelelahan karena terus saling menyerang tanpa henti sejak tadi."Itu sebabnya kau butuh dibesarkan oleh seorang wanita dan bukan oleh seorang pria tidak punya hati!" sahut Allen sengaja membuat sepupunya meradang."Brengsek!"Adam kembali maju melayangkan pukulan dan tendangannya ke arah Allen, dia tidak terima dengan ucapan pria berjambang ini.Sejak dulu Adam memang selalu diledek
Hampir lima jam menunggu di depan ruang bedah dimana Rose tengah di operasi oleh tim dokter, Allen duduk dengan gelisah.Entah sudah berapa kali perawat keluar masuk dari ruangan itu sambil membawa kantong darah yang tak terhitung jumlahnya.Tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana, Allen makin khawatir melihat sudah selama ini menunggu dan tidak ada tanda-tanda lampu operasi akan padam."Aku membawakanmu baju ganti Bos." Ace menghampiri Allen sambil membawa tas kecil di tangan"Taruh saja disitu.""Apa Bos tidak akan ganti baju dulu?""Tidak. Aku akan menunggu Liam keluar dulu dari ruang operasi!"Ace mengangguk dan meletakkan tas kecil yang dia bawa ke dekat bosnya. Mengerti dengan perasaan pria itu, dia juga sama khawatirnya dengan Allen. Semoga saja Rose tidak apa-apa, pikirnya."Ap
"Kenapa kau masih disini?!"Alex keluar dari ruang ICU mendapati pria yang menyebabkan anaknya terluka masih ada disana menunggunya."Apa lagi yang kau mau?!" sambung Alex menatap tajam pria berjambang itu.Allen tiba-tiba berlutut di depan Alex dan tertunduk. Ace sampai kaget melihat bosnya bersikap tidak biasa seperti ini."Bos…." panggilnya tidak rela.Selama mengikuti Allen bertahun-tahun, Bos Mafia itu tidak pernah sekalipun merendah ataupun sampai berlutut begini di depan orang lain. Ace sungguh tidak menyangka bosnya akan berbuat sampai sejauh ini."Apa yang kau lakukan? Untuk apa kau berlutut begini padaku?!" sentak Alex tidak suka."Aku ingin meminta maaf Tuan…." sahut Allen dengan wajah tertunduk."Ini semua memang salahku karena sudah membuat Rose terluka. Hukum aku dengan berat jika Tua
"Bos, kita sudah sampai." Ace membangunkan pria yang tertidur di kursi belakang mobil.Allen tidur dengan sangat pulas hingga tidak sadar kalau mereka sudah sampai di markas Blue Fire. Bos mafia itu keluar dari dalam mobil mewahnya, berjalan masuk bersama Ace."Aku sudah meminta chef menyiapkan makanan untukmu Bos."Allen mengangguk, duduk di ruang istirahatnya. "Pergilah, aku ingin istirahat sebentar sebelum menemui dua bedebah itu.""Baik Bos." Ace membungkuk dan keluar menutup pintu dengan pelan.Kurang lebih empat jam Allen tidur setelah mengisi perutnya, pria itu terlihat jauh lebih segar setelah beristirahat."Apa ada kabar dari Liam?""Belum ada Bos."Allen terus berjalan menuju ruang eksekusi dimana Robert dan sepupunya Adam di sekap. Dua orang itu diikat dengan rantai tanpa diberi maka
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more â¤ď¸By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"DaddyâŚ." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja