Sambil membopong Sonya di pundaknya, Ace membawanya masuk ke dalam apartemen pribadinya.
Tidak ada siapa-siapa disana, hanya ada seorang asisten rumah tangga yang dipekerjakan Ace sampai jam lima sore, untuk membersihkan apartemen miliknya setiap hari.
Masih dalam keadaan terikat dan mulut yang disumpal, Ace melemparkan tubuh wanita itu ke atas ranjang king size-nya.
Jaket kulit yang dipakai Sonya tersingkap dan memperlihatkan pakaian yang biasa dia kenakan jika sedang bekerja di club malam itu.
Melihatnya Ace kembali naik pitam, masih jelas teringat dalam benaknya bagaimana pria-pria hidung belang di club tadi menatap lapar pada wanita ini.
Menarik dengan kasar lakban yang Ace tempelkan di mulut Sonya, wanita itu berteriak kesakitan.
Belum sempat mengeluarkan kata untuk memaki pria gila di depannya, Ace dengan cepat menyambar bibir tipis Sonya.
Setiap hari ada up yah guys Terima kasih
"Bos, ada kiriman paket untuk Anda…."Adam meletakkan berkas di tangannya dan mengambil paket itu dari anggotanya."Dari siapa?""Dari pemimpin misi yang kemarin menyerang kapal musuh kita, Bos."Adam mengangguk dan membuka paket yang di rekatkan rapat dengan selotip itu. Dua matanya terbelalak saat melihat ada bola mata dan potongan bibir manusia disana."Brengsek!" pekiknya melempar paket tersebut."Apa yang kamu berikan padaku ini, hah?!" sambung Adam menunjuk anggotanya tadi."Ma-maaf Bos, saya tidak tahu kalau itu berisi hal yang menjijikkan, Bos…." sahutnya mulai ketakutan.Adam yang marah dengan pekerjaan anggotanya yang tidak becus, mengambil pistol miliknya di atas meja dan menembak kepala anggotanya tersebut hingga mati."Dasar tidak berguna!" marahn
"Al…!" teriak Rose kaget mendapati pria itu pingsan di lantai ruang kerjanya."Al, bangun Al…." Rose mencoba membangunkannya dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya namun tidak berhasil.Wanita itu pun terpaksa menghubungi Ace yang tengah sibuk bermain panas dengan kekasihnya Sonya."A-ada apa, Rose?" tanya pria itu dengan nafas terengah-engah."Ace, kau kesini sekarang. Allen pingsan, aku tidak bisa membangunkannya sejak tadi. Cepat kesini!" ujarnya panik dan menutup panggilan itu sepihak.Ah, sial! Kenapa juga harus disaat yang tidak tepat seperti ini, gumamnya kesal."Ada apa Ace?" tanya Sonya dengan mata berkabutnya."Bosku katanya pingsan, aku harus ke mansionnya sekarang." sahutnya menarik keluar miliknya dari dalam kelembutan Sonya."Maaf meninggalkanmu sendirian disini, So. Aku janji akan cepa
"Bagaimana perasaanmu, Al?" tanya Liam dokter pribadinya."Aku baik-baik saja…." sahutnya dingin.Pria itu mencabut jarum infus di tangannya dan bergegas bangun dari ranjang."Kamu mau kemana Al?" cegat Rose. "Tubuhmu masih lemah, jangan pergi kemana dulu…," sambungnya khawatir."Aku sudah tidak apa-apa Rose. Tenang saja, aku harus ke markas sekarang.""Untuk apa?""Ada yang harus aku pastikan disana, aku tidak bisa mengantarkanmu pulang!" ujar pria bermanik mata biru itu berlalu dari kamarnya."Ace!" panggil Allen."Siap Bos," sahutnya mengikuti bosnya dari belakang.Rose hanya bisa menatap bingung pria yang sudah membuatnya khawatir sejak semalam.Apa yang terjadi padanya? Rose ingin sekali menanyakan itu pada Allen.
Terhitung sejak tiga hari setelah kejadian Allen pingsan di ruang kerjanya, Rose tidak pernah bertemu lagi dengan pria berjambang itu.Allen tidak pernah menampakkan batang hidungnya di perusahaan bersama Ace. Dua pria itu bertingkah sangat kompak satu sama lain, dengan menghilang dan tidak bisa dihubungi.Rose duduk di sebuah cafe menunggu kedatangan sahabatnya Sonya. Menikmati secangkir cappucino hangat dengan roti tawar, Rose termenung sambil melihat ke arah luar jendela menikmati hujan yang turun cukup lebat sore ini.Dalam pikirannya Rose masih menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi pada Allen, kenapa pria itu bisa tiba-tiba pingsan dan apa yang sedang dia sembunyikan padanya.Rose kecewa, apa Allen tidak menganggapnya selama ini? Dia sadar kalau mereka tidak sedang menjalin hubungan apapun.Allen hanya memerlukannya jika dia sedang ingin memuaskan hasrat lelak
Keesokan harinya Rose menyibukkan diri di toko bunga milik ayahnya, Alex. Sibuk dengan dunianya sendiri bersama Allen, membuat wanita cantik bertubuh seksi itu tidak terlalu memperhatikan keadaan ayahnya yang hari ini sedang sakit."Dad … pergilah tidur, biar aku yang menyelesaikan pesanan kita di toko.""Tidak perlu Rose, Daddy sudah lebih baik. Daddy sudah minum obat tadi…."Pria paruh baya itu tetap bersikeras membantu Rose dan pegawainya mengepak pesanan yang hari ini memang cukup banyak, bahkan bisa dikatakan membludak.Mereka harus mengirim hampir lima puluh pesanan dalam jam yang sama, hingga dua pegawai dengan Rose yang ikut membantu tidak akan cukup waktu untuk mengirimnya pikir Alex.Meski sudah di tegur beberapa kali oleh Rose dan diminta untuk beristirahat, tapi Alex tetap memaksakan dirinya untuk ikut membantu.Hin
Allen melemparkan tubuh Rose kasar ke atas ranjang mereka. Wanita itu terus berontak hingga Allen menarik paksa dua tangannya ke atas."Diam Rose!" ujarnya dengan suara meninggi."Tidak, aku tidak mau! Lepaskan aku!""Jangan terus menguji kesabaranku Rose, aku bisa berbuat kasar padamu!""Aku tidak peduli, kau pikir aku takut dengan ancamanmu?! Lepaskan aku! Aku bukan bonekamu!"Allen semakin meradang mendengar ucapan Rose. Pria itu mulai menciumnya dengan rakus, menggigit bibir bawah Rose hingga berdarah.Allen kesal dengan wanita yang terus berontak di bawah kungkungannya. Rose tidak mau diam hingga semakin membuat dia geram.Mendapatkan kesempatan, Rose menendang area pangkal paha Allen hingga pria itu meringis dan menarik diri dari atas tubuhnya."Dasar laki-laki brengsek!" Rose kembali melayangk
Tidak berhenti sampai disana, setelahmenyemburkan cairan lengket miliknya. Allen mengangkat tubuh Rose, melingkarkan dua kakinya ke pinggang tanpa melepaskan tautan tubuh bawah mereka.Kaki Rose kebas, dia tidak bisa merasakan apapun karena dipaksa berdiri oleh pria berjambang itu selama satu jam pergulatan mereka."Kita masih belum selesai Rose…." bisiknya menggigit ujung telinga wanitanya.Baju Rose sudah compang camping karena dirobek paksa oleh Allen. Pria itu kembali menyentak setelah dia membaringkan Rose ke atas ranjang."Kau harus menerima hukumanmu. Malam ini kita tidak akan tidur sampai pagi!"Rose meringis merasakan benda panjang dan besar Allen kembali mempermainkan tubuh intinya.Allen tidak membiarkan dua gundukan Rose terbebas begitu saja. Pria penuh nafsu itu memilin, memainkan ujung merah muda itu tanpa henti.
"Apa yang kamu rasakan saat ini Rose?""Aku sudah jauh lebih baik Dokter, terima kasih….""Baguslah, aku sangat senang mendengarnya. Lain kali kalau Allen masih bersikap kasar, katakan saja padaku. Aku akan membawamu pergi jauh darinya," sahut Liam setengah berbisik."Coba saja kalau kau berani!" sela Allen mendengar ucapan dokter pribadinya itu."Aku akan menghubungimu Dok, tenang saja," balas Rose sengaja memanas-manasi Allen."Kemanapun kalian lari, aku bisa dengan mudah menemukan kalian!"Rose memutar bola mata malas dan kembali berbicara dengan Liam. Dia masih saja kesal dengan pria itu meski Allen sudah meminta maaf berulang kali."Kalau begitu aku pergi dulu, jangan lupa minum obatmu Rose. Kabari aku kalau ada apa-apa, ok?""Baik Dokter. Terima kasih…." Rose tersenyum seman
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more ❤️By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"Daddy…." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja