"Satu ... dua ... tiga! Ayo, mulai!" Tepat di saat lagu milik Cita Citata-Sakitnya Tuh Di Sini diputar, aku dan Pak Leo mulai berjoget dengan balon yang terletak di dahi kami. Tujuan dari games ini adalah menyelamatkan balon agar tidak pecah sampai ke garis finish dan pasangan yang sampai lebih dulu dialah pemenangnya. Sebaliknya, 2 pasangan yang balonnya meletus atau jatuh lebih dulu maka dia akan dihukum. Oalah! Repot sumpah repot. Jika aku bisa mangkir dari games ini, sudah pasti kulakukan sejak tadi sayangnya Pak Leo bersikeras meminta kami ikut. Padahal dengan posisi begini, sudah dipastikan wajah kami akan dapat melihat satu sama lain dalam jarak kurang dari tujuh sentimeter. Mungkin bagi yang tidak ada perasaan atau sebatas teman kerja, games ini akan sangat mengasyikan tapi bagiku ini sangat ... MERESAHKAN. "Ayo, semangat Tari! Kamu jangan stres gitu dong, enjoy!"Pria di depanku tak henti-hentinya tersenyum. Wajahnya terlihat bahagia seakan belum pernah lomba model beg
"Raka farhandi." Nama yang diucapkan Pak Leo terus menggema di telingaku. It feels like a drama, entah kenapa semua aktivitas yang ada di depanku seperti berubah dalam bentuk slow motion. Mulai dari saat Raka berjalan dari arah pintu dan menatapku dengan tatapan terkejut, sampai kemudian Pak Leo menghampiri Raka dan memeluknya erat. Sementara, bak orang bego aku hanya bisa menatap mereka berdua sampai nyaris tak berkedip. Aku baru sadar ternyata penampilan Raka tak banyak yang berbeda hanya rambutnya saja yang menggondrong.Over all dia tetap slengean dan pria tukang ghosting yang meninggalkanku tanpa kepastian. Sekarang, setelah menipuku dengan statusnya dia kembali bagaikan angin ribut yang membumi hanguskan hatiku yang semula tenang.OH MY GOD.Aku nge-freeze. Napasku tercekat, asam lambungku sepertinya sudah sampai tenggorokan. Ini sangat membahayakan. Aku merasa butuh pegangan apalagi ketika kulihat Pak Leo membawa Raka ke hadapanku. "Han, kenalin ini Tari," ujar Pak Leo sambil
Pov Author"Kamu beneran mau menikahi anak saya?"Leo yang semula menunduk seketika mengangkat kepala ketika suara Pak Zaldi bertanya. Seumur-umur baru kali ini Leo merasa tak percaya diri, sebelumnya malah dia yang bikin orang jantungan. Duduk berhadapan dengan calon mertua ternyata sangat menegangkan.Apa ini karma?Apalagi, usut punya usut katanya si calon mertua ini sangat tegas, makin tiaraplah nyali seorang Leo. Mungkin di kantor Lea bisa dibilang bagai singa untuk bawahannya tapi kalau di depan Pak Zaldi--bapanya Tari yang kumisnya baplang bak Pak Raden, Leo merasa tak berkutik."Iya,Pak saya serius dengan permintaan saya untuk menikahi Tari, anak Bapak," kata Leo dengan nada bulat. Meski lututnya gemetar sebisa mungkin dia terlihat tegar."Lalu apa kamu tahu siapa saya?""Tahu Pak. Bapaknya Tari. kan?" tanya Leo sambil menunjuk menggunakan jempol dengan sedikit membungkuk. Sopan.Sebenarnya, dia tidak paham arah pertanyaan Pak Zaldi tapi dia sok tahu saja karena gugup.Untung,
Dalam kamus seorang Tari, ada berbagai alasan yang bisa aku gunakan untuk menghindari Pak Leo, salah satunya yaitu karena aku telah menolak lamarannya. Namun, sayang tugasku sebagai sekretaris Pak Leo tidak mengijinkan itu dan sekarang aku malah terjebak bertemu dengannya di lift selepas dari rapat. Mana cuman berduaan lagi, pada ke mana sih orang-orang? "Kamu beneran gak bisa lembur?" Pak Leo bertanya datar ketika kami berdiri bersampingan sambil menghadap pintu lift yang membiaskan bayangan kami. "Iya Pak," jawabku singkat sambil melarikan tatapanku ke hal lain. Ada debar yang membabi buta di dalam sini saat tak sengaja bersitatap lewat pintu lift yang terbuat dari kaca tersebut. "Oh begitu," sahut Pak Leo singkat. Lift pun menjadi hening seperti sebelumnya, tak ada obrolan lagi di antara kami. Sepi bak kuburan baru. WAAAA! Stres!Lama-lama aku bisa gila berlama-lama terperangkap di sini dengan Pak Leo. Aku tahu kemarin sikapku sudah keterlaluan, tak seharusnya aku menolak Pak
Aku menatap Bang Erul dengan tegang. Kenapa aura Bang Erul yang biasa konyol berubah menjadi aura penjaga Azkaban di depan Pak Leo? Hanya karena bosku salah sangka bukan berarti dia bisa jadi jutek begini dong. "Jadi lo yang buat adik gue nangis?" Bang Erul melipat tangannya di depan dada. Garis rahang yang disembunyikan oleh jambang halus yang ada di wajah Bang Erul mengetat seiring tatapan tajamnya pada Pak Leo. "Nangis? Tari nangis kenapa? Bukannya Tari yang nolak saya lebih dulu?" Pak Leo meliirik ke arahku yang sedang menahan napas. Oh My God. Kenapa jadi panjang begini sih urusannya? Harusnya aku tak membiarkan Bang Erul datang tadi. Kalau sudah begini, bisa dipastikan cepat atau lambat Pak Leo akan tahu alasan aku menolaknya. "Nolak lo lebih dulu gimana? Jelas-jelas keluarga lo yang nolak!""Bang Erul! Stop! Kayaknya itu gak usah dibahas. Bang Erul bukannya mau ada kerjaan ya? Kenapa gak berangkat? Takut telat loh," potongku cepat mencoba mengalihkan pembahasan. Kudorong-
"Tari ... ini udah jam berapa? Kenapa kamu belum berangkat?" Suara Mamah yang sudah beberapa kali meneriakiku kembali terdengar. Sejak kemarin, Mamah yang biasanya jarang nengok akhirnya muncul lagi di apartemen dengan alasan 'kangen'."Tariii!"Teriakan Mamah yang membahana lebih dari sebelumnya membuatku tersadar kalau aku sudah melamun cukup lama di depan kaca. "Iya, Mah bentar," jawabku sambil kembali menatap sosok perempuan berkulit kuning langsat dengan rambut sebahu di dalam cermin. Siapa lagi kalau bukan aku. Fiuuh! Aku tidak tahu berapa kali aku sudah menghembuskan napas pagi ini karena hatiku terlampau berat untuk menjalaninya. Menyadari kalau aku bukan sekretaris Pak Leo lagi membuat semangatku tiarap.AAAAK! Kenapa juga aku harus jadi sekretaris si Raka Farhandi? Kenapa bukan Yayuk atau Evi saja yang sempat ngeceng tuh anak pas belum tahu dia mantanku. "Tari, kamu kenapa sih? Mau dipecat? Kok belum berangkat?"Mamah yang sepertinya penasaran, terlihat mengintip dari pi
Aku mondar-mandir sambil menggigit kuku tak jauh dari kamar Pak Leo. Di dalam sana Pak Leo sedang mendapat tindakan dari dokter kulit pribadinya. Berapa ratus kali pun aku menyalahkan diri tampaknya itu tak akan mengembalikan keadaan. Bodoh. Bodoh. Bodoh. Entah berapa kali aku merutuki diriku yang ceroboh. "Kenapa aku bisa jatuh? Kenapa?"Kuhempaskan bokongku di kursi yang ada di sana dengan frustasi. Ingin rasanya menangis karena kecemasan yang membuatku tak bisa menahan diri. "Maaf, apakah kamu yang bernama Tari?" tanya dokter yang baru saja keluar kamar Pak Leo."Iya Dok, saya. Gimana kabar Pak Leo? Apa mukanya Pak Leo gak kenapa-napa?" berondongku tak sabar. Aku sontak berdiri, menatap cemas ke arah pintu kamar yang tertutup. Dokter yang kutanya tersenyum ramah. "Tenang Tari, untungnya tadi Deni sudah memberikan pertolongan pertama dengan tepat. Jadi luka bakar Leo lebih dini bisa diobati sebelum saya periksa.Alhamdullilah, kulit Leo tak sampai melepuh tapi memang memerah,
SYOK. Itulah satu kata yang dapat melukiskan perasaaan hatiku sekarang. Aku tidak tahu harus tertawa atau menangis. Kurasa bertemu dengan Pak Leo merupakan takdir teraneh yang pernah kuhadapi. Sebab mau dipikir berapa kali pun, semalaikat-malaikatnya Pak Leo dia tetap saja diktator ulung dan negosiator nomor satu se-planet Mars raya. Coba bayangkan!Dengan sekali pertemuan dengan Mamah dan Bapak, Pak Leo berhasil membujuk orang tuaku untuk menyetujui rencananya untuk menikah secara agama dulu karena mendesak demi kesembuhan. Lagian nikah agama itu tidak rumit kata ustadz tinggal syarat sahnya terpenuhi ya jadi.Nah, barulah setelah itu kurang lebih sebulan kemudian kami mengadakan nikah secara sipil dan resepsi karena itulah yang diinginkan Pak Leo, katanya agar lebih matang."Gila! Cepet banget!" Begitulah pendapat Bang Erul saat kuberitahukan rencana bosku."Is he crazy?"Yes, of course.Dia adalah lelaki tergila yang pernah aku temui. Saking gilanya dia bahkan membuat Bu Pram be
Beberapa bulan kemudian. Pagi-pagi sekali aku sudah menangis sambil menatap wajahku yang jelek di cermin.Huwaaa! Kali ini kami gagal lagi. Walau sudah telat seminggu dari jadwal haidku tapi hasil tespek tetap garis satu.Padahal waktu yang diberikan Bu mertua sudah batasnya. Bagaimana ini?Aku menatap hampa ke arah kebun yang ada di belakang rumah. Usai beres-beres dan mengerjakan kewajibanku sebagai istri aku memutuskan untuk merenungi dan memikirkan cara menghadapi Bu mertua.Sudah kuduga, bulan ini pun sama seperti bulan sebelumnya yaitu hasilnya negatif. Bisa jadi terlambat haid ini bukan karena positif tapi hormon dan ah ... entah. Yang pastinya mungkin Allah belum percaya untuk saat ini dan kami masih harus berjuang.Sebenarnya, aku tidak masalah karena selain kami pasti banyak di luar sana yang mengharapkan baby. Namun, terlepas dari itu semua aku teringat syarat mertuaku.Bagaimana pun sampai bulan yang ditentukan, dia memenuhi janjinya untuk tak mengganggu kami. Tapi, kami-l
Sambil duduk bersandar ke kursi kantin yang ada di dalam rumah sakit, aku mengetuk-ngetukan ponsel ke meja.Hamil? Dalam tiga bulan?Buset. Bu mertua kira bayi bisa dibikin dari terigu?Ampun. Ampun!Aku kembali menggelengkan kepala ketika teringat apa yang kudengar tadi saat menguping di samping ruang rawat ibunya suamiku.Seharusnya, ketika mendengar permintaan Bu mertua itu aku masuk saja dan secara dramatis menolak."Tidak! Aku tidak setuju! Emangnya anak kita yang bikin? Allah Bu, Allah!"Ceileh ... andai aku bisa begitu. Nyatanya? Nyaliku ciut bahkan tiarap.Hati ini terlampau sakit ketika mendengar Bu Pram menghina bapakku.Nasib oh, nasib. Apa salah menjadi anak mantan napi? Apa itu aib?"Ah, sial. Dasar bod--""Bod? Bod apa?"Sebuah suara yang berasal dari depan meja membuat kepalaku terangkat. Lelaki yang telah lama aku nanti akhirnya datang juga. Sayangnya, aku bingung berekspresi ketika dia menangkap basah aku yang sedang mengumpat."Tari ... kok malah bengong? Bod apa?" M
Semenjak diinfokan oleh Mas Leo kalau dia resign pikiranku langsung terasa buntu dan kakiku serasa tak menapak ke tanah.Untuk ukuran seorang Leo yang memiliki jabatan tinggi, hal ini tentu saja sangat mengejutkan.Namun, yang masih menjadi misteri sampai sekarang yaitu satu.Apa alasan dia resign? Kenapa setelah rapat itu dia jadi berubah? Ini sangat membingungkan."Kenapa Mas keluar? Apa alasannya Mas?" tanyaku setelah lama diam dalam keterkejutan. "Apa karena Mas diminta meninggalkan aku, ya?"Aku menatap ragu Mas Leo yang terhenyak. Saat ini kami masih tetap berada di ruangannya. Saling bertatapan dengan posisi duduk berhadapan.Diam-diam, aku teringat kembali obrolan Bu Pram--mertuaku dan ayahnya Sandra di ruang meeting sebelum ini.Entahlah, firasatku mengatakan keluarnya Mas Leo ada hubungannya dengan itu semua.Setengah bulan lagi kami akan resepsi. Kenapa harus ini yang terjadi?"Enggak gitu Tari, saya memang sudah berencana untuk keluar." Mas Leo kini beranjak dari tempatnya
"Jadi Bos sama Tari beneran udah nikah, ya?" tanya Evi tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar syok. Usai kami dipergoki dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan bisa dibilang ... memalukan. Akhirnya Pak Leo meminta kami berbicara di ruangannya. Awalnya bertiga tapi si Evi minta Igor dilibatkan karena bagaimana pun Evi sama Igor bagaikan pinang dibelah kampak, jadilah kami berempat."Bukannya Pak Leo katanya ada affair sama Bu Sandra?" lanjut Igor. Alisnya naik-turun gak terima. Aku hanya menghela napas seraya memandang Mas Leo yang menatap datar dari balik meja kerjanya. Entahlah harus bagaimana kami menjelaskan pada mereka.Jujur, aku masih nggak nyangka bisa ketahuan secepat ini. Tapi, anehnya Mas Leo terlalu santai tidak seperti aku yang berulang kali menggigit bibir.Diam-diam aku merutuki diri yang terlena dan mau dicium begitu saja di pantry sama suamiku.Ini kantor Bosque! Kantor!"Tarii! Jawab! Kok lo malah diem aja?" tuding Evi lagi gemas. Sahabatku menatap aku dan Mas
Dia mendekat? Lelaki yang bertitel bapaknya Sandra itu mendekat? Ya Allah! Selamatkan aku ....Drrrt. Aku menahan napas ketika langkah itu terhenti di samping meja tempatku bersembunyi. Beruntung kali ini doaku makbul karena tiba-tiba saja getaran ponsel si bapak yang bersekutu dengan mertuaku itu bergetar berulang kali tanda ada panggilan masuk. Itu berarti ... alhamdullilah i am save. Selamat ... selamat!"Halo? Siapa ini? Halo?""Apa? Siapa kamu?"Terdengar hardikan dari mulut pria paruh baya tersebut hingga membuat tubuhku bergetar. Namun, semesta seakan berpihak padaku setelah mendengar panggilan tersebut langkah si bapak perlahan menjauh hingga kudengar pintu ditutup. Aku tidak tahu siapa yang menelepon tapi aku sangat berterima kasih. Pokoknya bagiku dia bagaikan Spiderman yang tengah menyelamatkan Gwen Stacy dari serangan monster kadal.Tak membuang waktu, setelah tidak terdengar lagi kasak-kusuk di ruangan, aku bergerak mengintip. Jaga-jaga kalau tuh bapak menyebalkan bal
Jantungku berhenti berdetak, kali ini kurasakan kepalaku mulai memberat dan otakku terasa buntu. Rasanya ini masih seperti mimpi, tapi kenapa napasku seolah tersendat dan kelopak mataku bahkan tak berkedip melihat banyaknya gosip fitnahan yang tersebar di grup kantor.[Pak Leo ngehamilin sekretarisnya gaes.] Evi membuka chat obrolan gang kutukupret pagi ini dengan gambar poster yang disebarkan oleh orang yang kuduga merupakan anteknya Elvira. [Gue sih udah nyangka, dia ada main itu pasti! Ganteng-ganteng bener-bener srigala ya Beb] Samber Yayuk yang membuat dadaku terasa panas seketika. Ganteng-ganteng srigala pale lo! Suami gue emang ganteng kali tapi bukan srigala![Tari, untung lo pindah jadi sekretaris Raka. Coba kalau nggak, lo kena juga kali] Kini giliran Igor yang bersuara. [Lah, iya bisa-bisa si Tari hamil juga. Hahahaha][Eh, si Tari ke mana nih? Biasanya dia yang paling heboh ngehina si Bos kalau si devil ada kesalahan? Ke mana dia? Tari woy! Munculah!][Paling dia tel
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
POV Leo.Aku paham Ibu masih tidak bisa menerima Tari sepenuhnya. Dia bahkan mendatangkan asistennya untuk mengganggu malam pertamaku.Rencana yang sangat ... mengada-ngada. Bisakah aku menyebutnya mengada-ngada? Tentu bisa. Karena sebenarnya rencanaku pun tak jauh beda, hanya tujuanku satu, aku ingin melindungi Tari sementara Ibu, beliau hanya terlalu obsesi untuk mendapat menantu sesuai impiannya.Sebenarnya, sebelum kedatangan Mbok Nah aku pernah berpikir bahwa Ibu akan melakukan apa saja demi memisahkan kami. Dan ternyata tebakanku benar, dia mengajukan syarat kalau kami harus tinggal dengan Mbok Nah.Aku tahu Ibu sengaja berbuat ini agar aku dan Tari merasa terganggu lalu menggagalkan rencana pernikahan ini sebelum diresmikan.Semua itu dikarenakan Raka Farhandi--adikku.Pemuda itu mempengaruhi ibu untuk tak menerima Tari sebagai menantu karena dia tak setuju atas pernikahan kami.Oh, shit!Kenapa coba Raka berbuat sejauh ini? Apa dia berpikir aku tidak tahu dia mengejar kembali