Mobil melaju kencang keluar dari Bege Resort. Hal itu diketahui oleh Bryan dan para pengawal yang melihat keanehan pada mobil tersebut. Namun, mereka tak mau salah menerka.
Bryan berjalan paling depan dan diikuti oleh kelima pengawal yang telah ditipu oleh Jenica.
Iris birunya melihat ke segala penjuru berharap segera menemukan orang yang bisa digali informasinya mengenai hilangnya calon pengantin perempuan.
Sementara itu, dua orang pria paruh baya tergesa-gesa keluar dari kamar Kimberly menuju suatu tempat penyedia jasa informasi mengenai seluk beluk resort. Ruang CCTV, tepatnya.
George diikuti Gerald berjalan menuju ruang keamanan dan mengetahui dengan jelas apa saja yang terjadi di dalam resort tersebut beberapa waktu lalu. Tak mau membuat semua tamu undangan merasa cemas, salah satu dari mereka mengatakan penundaan waktu selama beberapa saat.
Kembali lagi pada Bryan yang terlihat begitu marah, ia mengira Kimberly d
Bryan dan Jenica berdiri di samping pilar besar yang berada di ujung resort bagian selatan.Sementara itu, lokasi pernikahan ada di bagian utara. Semua tamu undangan masih bersabar menunggu datangnya pasangan mempelai yang akan mengikat janji suci di dalam sana.Bryan menatap tajam ke arah Jenica. Ia meletakkan kedua tangan di pinggang dengan angkuh. Ia tak pernah sekalut ini. Bagaimana bisa pernikahan yang sudah ada di dalam pikirannya terancam batal?"Jangan buang waktuku, katakan padaku sekarang juga!" desak Bryan pada Jenica. Iris birunya memandang ke segala arah dan sempat bersitatap dengan John, pengawalnya yang berdiri tegap di belakangnya.Jenica merasa terintimidasi. Ia terus menundukkan kepalanya sembari merapalkan doa dalam hati. Jari jemarinya tertaut dengan erat."Kimberly tidak mencintaimu, Tuan!" lirih Jenica terhenti."Aku tahu itu!" sela Bryan yang seketika membuat Jenica mendongakkan kepa
Jenica merasa dirinya dalam posisi terjepit. Sang ayah tak berdiri di garda depan untuk mendukungnya justru menyerang dirinya. Lalu, haruskah ia mengaku? "Bawa dua orang tadi kemari!" titah Gerald yang melihat langsung perdebatan keluarga calon besannya pada salah satu pengawal pribadinya. Kedua manik mata birunya tertuju pada Jenica yang kini menundukkan wajahnya usai mendapat serangan lisan dari Bryan. Bryan turut mengarahkan pandangannya pada dua orang pelayan laki-laki dan perempuan tersebut yang memiliki target berbeda. Ia masih mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi di sini. Indera pendengarannya fokus mendengar semua obrolan serius di sekitarnya saat ini. "Sekarang katakan pada kami, siapa yang menyuruhmu menjebak calon menantuku dan juga anakku?" seru Gerald menunjukkan taring tak kasatmata yang selalu ia tutupi selama ini. Bryan tampak terkejut, ternyata sang ayah bisa bersikap seperti itu demi
"Aku yakin sekali Kimberly juga memiliki perasaan padamu! Meski ini masih berupa pendapatku, tapi entah kenapa aku memiliki feeling, suatu saat nanti kalian pasti akan saling mencintai satu sama lain," yakin Gerald menatap dalam ke arah Bryan seraya menepuk pelan bahu sang anak. Bryan terdiam. Jujur, sebuah gelanyar aneh menjalar ke seluruh tubuh. Ia pun belum bisa mengartikannya. Sungguh, rasanya aneh karena sanggup membuat seluruh aliran darahnya berdesir hebat. Senyuman gadis yang akan ia nikahi terbayang dalam pikirannya. 'Kimberly, kau ada di mana? Apakah kau tetap akan membatalkan pernikahan ini saat kau berada bersama mantan kekasihmu itu?' batin Bryan sembari terus memikirkan Kimberly. ******* Mobil melaju kencang menuju suatu tempat. Bradley mengambil sebuah keputusan berat saat memilih mendukung Nick untuk menculik Kimberly. Mau tak mau Bradley telah menjadi musuh keluarga Bryan, yang tentu saja
Meninggalkan Kimberly sejenak dengan segala perjuangannya melindungi harga diri dari hasrat meledak-ledak Nick padanya.Kini, beralih pada Bryan yang tampak begitu serius mengendarai mobil mewahnya mengejar ke mana Nick membawa calon istrinya. Usai mendengar informasi dari mata-matanya, ia segera bergegas melesat dengan kendaraan mewahnya tersebut menuju suatu tempat."Awas kau anak kecil! Beraninya kau menculik calon istriku! Pantas saja wajahmu terlihat tidak asing, ternyata kau pelayan di restoran waktu itu. Harusnya aku menghajarmu saat itu juga kalau ternyata kau berani berbuat seperti ini padaku! Brengsek!" umpat Bryan sambil memukul stang bundar di hadapannya. Ia geram bukan main.Leon yang masih merasakan efek pusing karena minuman dari pelayan tadi hanya bisa menjadi pendengar setia sang sahabat mengumpat di kursi kemudi.Ia yang tadi terbangun penuh rasa kebingungan di dalam ruangan khusus mempelai laki-laki hanya bisa menyapuk
Nick terperangah. Mengapa gadis itu lebih memilih mengakhiri hidupnya ketimbang kembali padanya? Apakah ia tak layak bersanding dengan gadis pujaannya?Terlalu naif kah dirinya mengharapkan Kimberly kembali merajut kasih bersamanya?"Kim, kenapa kau mengancamku dengan trik sederhana itu? Aku tahu kau pasti sedang bercanda, kan? Kembalilah padaku, Kimberly!" pekik Nick yang berjalan semakin mendekat."Berhenti di sana atau aku akan benar-benar lompat! Aku tidak bercanda, Nick!" teriak Kimberly dengan lantang. Ia tak main-main. Tak ada candaan dalam setiap kalimat yang keluar dari bibirnya.Nick menghentikan langkahnya."Oke, aku berhenti! Tolong jangan lakukan itu! Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu," ucap Nick bernegosiasi sembari menatap dalam ke arah gadis yang berdiri tepat di samping batas pegangan jembatan tua."Tanyakan saja apa yang kau mau!""Kenapa kau rela melakukan ini, Kimbe
Bryan dengan sabar menanti jawaban yang akan keluar dari bibir Kimberly. Gadis itu tampak menggigit bibir bawahnya, berusaha menghilangkan rasa gugup yang menderanya."Jawab Kimmy! Katakan pada putraku yang menyebalkan ini bahwa kau ingin segera menikah dengannya dan sah menjadi menantu Gerald Malik!" sela Gerald santai.Kimberly tersenyum kikuk. Tak urung hal itu membuatnya segera mengangguk malas."Baiklah kalau begitu, hei kalian! Lekas dandani calon menantuku secantik mungkin!" panggil Gerald pada beberapa orang yang ditugaskan untuk melakukan touch up pada Kimberly.Tiga orang wanita matang berusia di atas tiga puluh tahunan segera menyulap penampilan calon mempelai perempuan tersebut dengan kecepatan kilat.Waktu terus berjalan. Lima jam lebih sudah acara tertunda. Pernikahan yang seharusnya berlangsung pukul 09.00 waktu setempat, kini mundur dikarenakan penculikan yang dilakukan Nick pada Kimberly.
Setelah hal konyol terjadi di altar pernikahan, Kimberly mau tak mau menyembunyikan wajah cantiknya dari hadapan para tamu.Jujur, ia sangat malu. Pikirannya sudah terbang entah ke mana. Ternyata, sang pendeta hanya meminta Bryan mengecup keningnya, tapi kembali lagi pada keinginan pasangan pengantin tersebut. Ingin mengecup kening, pipi atau pun bibir, sudah bukan urusan sang pendeta.Akhirnya, Bryan mengecup kening Kimberly dengan penuh kelembutan. Seolah menjaga kening itu agar tak terluka bak mutiara terindah nan langka yang harus dijaga sedemikian rupa.Kecupan itu hanya berlangsung beberapa detik saja. Namun, yang terjadi berikutnya adalah…"Jangan terlalu gugup untuk malam pertama kita nanti! Aku sudah tak sabar menikmatinya!" bisiknya penuh goda dengan gaya sensual di telinga sang istri."Jangan bermimpi!" jawab Kimberly dengan gerak bibir tanpa suara.Keduanya menjadi pusat perhatian. Bryan
Bryan tak menjawab pertanyaan yang diajukan sang istri padanya. Ia terus menyemburkan air dari shower ke tubuh Kimberly.Basah kuyup.Piyama berbahan satin mahal itu memperjelas tonjolan lekuk tubuh Kimberly. Sontak hal itu membuat Bryan kesusahan menelan salivanya. Berharap ia melakukan ini agar perempuan itu bisa melupakan bayang-bayang sang mantan justru membuatnya kalang kabut tak karuan.Bryan tidak bodoh. Ia sangat tahu bahwa perempuan ini belum siap melakukan hubungan yang lebih dari sebatas peluk cium."Mandilah dulu! Lekaslah tidur, aku tak akan menyentuhmu malam ini! Aku hanya akan menyerangmu saat kau siap. Aku tidak mau dianggap memperkosa istri sendiri."DeggKimberly terkejut.Pria itu bisa melakukannya?Bisa menahan hasratnya demi dirinya?Astaga! Apakah ini mimpi?Kimberly mengangguk patuh."Bersihkan tubuhmu dari bekas sentuhan man
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe