“Kayshila!”Baru saja turun dari mobil, Niela langsung menghampirinya, jarinya menunjuk hampir menyentuh wajah Kayshila.“Kau jelaskan! Bagaimana caramu membunuh ayahmu sendiri?”“Minggir.”Kayshila meliriknya dengan dingin. “Hari ini adalah hari pemakaman ayah. Aku tidak ingin mengucapkan kata-kata kotor yang akan mengganggunya.”Niela terdiam sejenak, wajahnya berubah kelam.“Beraninya kau berbicara padaku seperti itu?”Heh. Kayshila tersenyum dingin, “Menurutmu, aku berani atau tidak?”Belum selesai bicara, Brian dan Brivan segera mendekat dari kedua sisi, menahan Niela.“Lepaskan! Berani sekali kalian, apa kalian tidak tahu siapa aku?”“Siapa kau?”Kayshila mencemoohnya dan menatapnya dengan dingin.“Seseorang yang dari awal sampai akhir diam-diam berselingkuh di belakang ayahku? Dia tidak akan ingin melihatmu, jadi tolong, jangan melangkah sedikit pun ke ruang persemayamannya. Brian, Brivan!”“Baik, Kakak Ipar, tenang saja!”Dua bersaudara itu menahan Niela dari kiri
“Apakah sudah jelas?”Kayshila mengangkat alisnya dan kemudian berbalik untuk memberi tahu petugas, "Beri aku pena yang lain.""Baik."Setelah menandatangani surat itu, Kayshila berkata dengan tenang, "Silakan mulai.""Baik."Dia melangkah maju beberapa langkah, memandang William dalam-dalam untuk terakhir kalinya. Dengan lembut, ia mengangkat tangannya, memegang wajah ayahnya.Kemudian ia menundukkan kepalanya dan mencium dahi ayahnya dengan lembut.Berbisik, “Ayah, Kayshila datang mengantarmu, Ayah ... selamat jalan. Ketika bertemu Ibu di sana, sampaikanlah maaf padanya.”"Huh!" Tavia mencemooh sinis, "Pura-pura! Munafik!"Kayshila terdiam, berpikir sepertinya satu tamparan saja belum cukup!Dengan cepat, dia mengayunkan lengannya, membalas dengan satu tamparan lagi! 'Plak!' Kali ini lebih keras daripada yang sebelumnya!"Aah ..." Tavia terhuyung-huyung, hampir saja jatuh.Zenith mengerutkan kening, ingin menenanginya, "Kayshila ...""Tavia." Kayshila seolah tak melihatn
“Kayshila.”Zenith menggenggam botol air lebih erat, lalu mengerutkan kening sambil berbisik menjelaskan, “Dia datang sendiri. Di sini, aku satu-satunya teman yang dia punya.”“Hmm, aku tahu.” Kayshila mengangguk, menunjukkan pengertiannya.“Itulah kenapa aku menyuruhmu membawakannya. Dia sudah menangis lama ... bisa dehidrasi, jadi perlu minum air lebih banyak. Berikan semuanya untuknya. Tidak perlu menjagaku, ada yang menjagaku.”Ia menunjuk ke arah Matteo dan Cedric di sampingnya, “Lihat, mereka ini adalah orang-orangku.”Sambil tersenyum, ia mendesaknya, “Cepat pergi.”Zenith menatapnya, diam sejenak, lalu berbalik dan berjalan ke sisi lain.Dia menundukkan kepala, berbicara beberapa patah kata pada Tavia, kemudian membuka tutup botol, dan menyerahkan air padanya ... Kayshila tiba-tiba memalingkan wajah, mengalihkan pandangannya.Setiap gerak-geriknya terlihat oleh Cedric.“Kenapa harus begini?” Cedric mendekat dan berbisik, “Orang yang kamu suka, kenapa harus kamu serah
“Tidak, aku tidak percaya!”Tavia bergegas mendekati Pengacara Waren dengan mata yang hampir melotot.“Tunjukkan wasiat itu padaku! Aku curiga kamu memalsukannya! Pengacara Waren, kamu tahu hukum tapi melanggarnya, ini bisa berakibat sangat serius!”“Nona Bella!” Pengacara Waren tampak marah, “Tolong jangan sembarangan bicara! Aku bisa menuntutmu atas pencemaran nama baik!”“Aku minta kamu tunjukkan wasiat itu padaku!”“Baiklah.” Pengacara Waren mengambil salinan dokumen itu dan memberikannya padanya. “Lihat dengan jelas dan terimalah kenyataannya.”Tavia menerima salinan itu dan membacanya dengan sangat teliti, bahkan tidak melewatkan satu tanda baca pun.Setelah itu, dia tertegun, seolah-olah menjadi batu.“Tavia?” Zenith khawatir dia kenapa-kenapa, dan setelah ragu sejenak, dia mendekatinya. “Kamu baik-baik saja?”“…”Tavia perlahan mengangkat kepalanya dan memandangnya.“Zenith … Ini tidak benar, katakan padaku, ini tidak benar.”Zenith terdiam sejenak, kemudian berka
“Aku antar, biar aku antar!” Zenith menggertakkan giginya, menggenggam pergelangan tangan Tavia dan keluar dari ruang istirahat, langsung menuju tempat parkir.Setelah mereka masuk ke dalam mobil dan sebelum mesin dinyalakan, Zenith menelepon Kayshila.Kayshila menjawab dengan cepat.“Kayshila.” Zenith menggenggam ponselnya, ragu sejenak sebelum berbicara, “Aku harus mengantar Tavia ke rumah sakit. Dia sedang sangat tidak stabil.”Saat mengatakannya, hatinya gelisah, takut kalau Kayshila akan merasa tidak senang ...“Hmm.”Namun, Kayshila tetap tenang, dan berkata dengan datar, “Aku tahu, aku tadi mendengarnya … pergilah, aku tutup teleponnya.”“Kayshila!” Zenith buru-buru mencegahnya.“Ada apa lagi?” Kayshila bingung.Zenith melirik ke kursi belakang melalui kaca spion, melihat Tavia yang sedang memejamkan mata, lalu berkata pelan, “Setelah mengantarnya ke rumah sakit, aku akan segera kembali. Tidak akan lama.”“…”Kayshila terdiam sejenak, lalu berkata, “Temani dia saja.”
“Hati-hati!” Zenith dengan sigap memeluknya, alisnya berkerut dalam. Sekejap kemudian, ia mengangkat Kayshila dalam posisi horizontal. “Tidak bisa, kamu tidak boleh terus berlutut seperti ini!”Ia melirik Cedric dan berkata, “CEO Nadif, selamat jalan, aku tidak mengantarmu ya.”Kemudian ia membalikkan badan, membawa Kayshila masuk ke ruang istirahat.Zenith menaruhnya di sofa, lalu meletakkan kakinya di pangkuannya, mengangkat celana sedikit untuk memeriksa. Ternyata, lututnya sudah merah.Dengan cemas ia berkata, “Aku tahu kamu sangat berbakti, tapi kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu. Kaki sudah bengkak, bagaimana bisa menahan untuk terus berlutut seperti ini? Nanti kamu tidak usah kembali, biar aku saja yang menggantikanmu.”Kayshila menatapnya dengan tenang, sudut bibirnya sedikit melengkung.“Kamu juga pasti sangat lelah, kan?”Berlari-lari di antara dirinya dan Tavia, dia juga manusia biasa, bukan terbuat dari baja.“Aku tidak lelah.” Zenith tanpa ragu menggelengkan
Karena Kayshila, ini adalah pertama kalinya Zenith memanggil almarhum ayah mertuanya dengan sebutan ‘Ayah Mertua’.“Jika arwah Anda masih ada di atas sana, tolong lindungi Kayshila agar selalu selamat ... Apapun itu, biarlah jatuh pada saya. Saya mohon.”Selesai berkata, ia menundukkan kepala dan bersujud....Pagi hari.Zenith kembali ke Jalan Wena, saat masuk ke dalam rumah, ia melangkah dengan hati-hati agar tidak membangunkan Kayshila.Ketika mengganti sepatu, ia melihat koper yang diletakkan di ruang tamu, seketika wajahnya menjadi gelap dan keningnya berkerut.Apakah Kayshila telah mengemasi barang-barangnya? Apakah dia ingin mengusirnya?Langkah kaki yang ringan terdengar. Ternyata Kayshila sudah bangun. "Kamu sudah datang."Zenith mengangkat kepalanya dan melihat ekspresi wajahnya. Kayshila sedikit tertegun, menyadari kesalahpahaman itu, tetapi tidak sepenuhnya salah.Dia berkata, “Di dalam koper ini adalah barang-barangku.”Bukan barang-barangnya? Jadi Kayshila tida
"Tapi ..." Kayshila mendongak, memandangnya, "Aku tidak menerima ini."“Kamu tidak bisa memperlakukanku seperti ini.”Zenith mengerutkan kening, tatapannya tampak agak kelam, "Cedric sakit, kamu juga menjaganya. Kenapa ketika sampai padaku, kamu tidak bisa?"Cedric?Kayshila tetap tenang, malas memusingkan diri untuk menjelaskan.Dia tersenyum samar, "Kamu benar, aku tidak bisa menerima Tavia, dan kamu tidak bisa menerima Cedric. Kita ... memang seharusnya tidak bersama.”“Kayshila!”Tangannya mencengkeram lebih kuat, membuat pergelangan tangan Kayshila terasa sakit. Dia mengerutkan alis, "Perlahan sedikit, sakit."“Sakit?” Zenith tertawa dingin, “Kamu pikir aku tidak merasa sakit?”Saat ini, seluruh tubuhnya terasa seperti akan hancur berkeping-keping!Dengan penuh kemarahan dia berkata, “Apa kamu ingin nyawaku?”Jika dulu, ketika kakek setuju membiarkan mereka bercerai, dan dia tidak merasakan manisnya perasaan saling memahami dengan Kayshila ...Mungkin, perpisahan tidak
Setelah keluar dari rumah sakit, sikap Zenith terhadap Kayshila jadi jauh lebih hati-hati.Awalnya hari ini dia berniat pergi ke kantor, tapi sekarang malah tidak ingin pergi sama sekali."Kayshila, hari ini kamu mau ngapain? Aku temani semuanya, boleh ya?""Boleh." Kayshila paham maksudnya dan tidak menolak.Keduanya berjalan melewati lobi poliklinik, menuju ke luar.Tiba-tiba, Kayshila berhenti melangkah, pandangannya terpaku pada satu arah."Kayshila?" Zenith mengira dia merasa tidak enak badan, "Kenapa?""Oh …" Kayshila melirik padanya, "Lihat seseorang yang aku kenal. Kamu juga kenal.""Oh ya?"Zenith mengikuti arah pandangannya. Di loket pendaftaran mandiri, yang paling akhir dalam antrean adalah seorang perempuan."Siapa?" Zenith menyipitkan mata, berusaha mengingat."Hmm?" Kayshila menatapnya sambil tertawa, "Nggak ingat? Aktingnya sih meyakinkan.""Bukan begitu … aku beneran nggak inget. Siapa sih?""Udah deh, cukup ya."Kayshila melotot manja, "Orang itu pernah ada hubungan s
Dua bulan kemudian.Pagi-pagi sekali, Zenith sudah bangun.Dengan langkah ringan dan hati-hati, ia turun ke bawah, masuk ke ruang makan, dan mulai menyiapkan sarapan untuk Kayshila.Sejak sebulan yang lalu, Kayshila mulai mengalami gejala mual karena kehamilan.Apa pun yang dimakan pasti dimuntahkan, bahkan kadang-kadang hanya minum air pun bisa membuatnya mual.Nafsu makannya menurun drastis. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu, “nggak lapar”.Padahal di rumah ada chef masakan barat dan Indo, ditambah lagi ada Bibi Maya yang ahli masak.Kalau saja dia sedikit saja bilang ingin makan sesuatu, langsung bisa disajikan di depan matanya.Tapi mulutnya sangat pilih-pilih dan hanya mau makan masakan buatan Zenith.Jadinya, setiap kali ada waktu, Zenith pasti turun tangan sendiri.Apalagi soal sarapan, sudah pasti jadi tanggung jawab dia sepenuhnya.Di dapur, Bibi Maya melihat dia masuk, langsung menyapa sambil tersenyum, "Tuan Muda Zenith sudah bangun? Semua bahan sudah saya siapkan.""Ya
Perjalanan ke Toronto kali ini benar-benar penuh dengan kebahagiaan. …Delapan bulan kemudian, Jeanet melahirkan seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit Santa.Bayi besar dengan berat 3,9 kg.Cucu pertama di Keluarga Gaby, dan cucu bungsu di Keluarga Wint. Sejak lahir, ia sudah bagaikan terlahir dengan sendok emas di mulutnya.Karena kondisi tubuhnya, Jeanet tidak memilih melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi caesar.Farnley ikut masuk ke ruang operasi. Awalnya dia menunggu di ruang persiapan, lalu setelah bayinya lahir, barulah ia masuk ke ruang operasi.Ia mengganti pakaian isolasi, mengenakan sarung tangan, lalu menerima gunting dari dokter untuk memotong tali pusar yang menghubungkan anak dan ibunya.Setelah itu, ia menggendong bayinya dan menghampiri Jeanet, memeluk ibu dan anak sekaligus."Jeanet, kamu sudah sangat berjuang."Jeanet tersenyum, "Hmm."Begitu keluar dari ruang operasi, Jeanet dipindahkan ke kamar rawat. Farnley menjaganya sepanjang malam tanpa beranjak
"Apa maksudnya?" Jeanet sempat tertegun.Adriena cemas, "Aku tanya, kamu jawab saja!""Sepertinya ... bulan lalu?" Jeanet mencoba menghitung."Aduh!" Adriena tertawa sambil menangis, "Anak ini! Hubungan kalian begini, sudah sekian lama nggak haid, kamu nggak ada rasa curiga sedikit pun?""Aku ..." Jeanet menggeleng polos, "Sejak sembuh dari sakit, datang bulanku memang nggak teratur.""Tapi nggak sampai se-nggak teratur ini juga!"Adriena melirik Farnley, "Kamu percaya nggak, dia muntah-muntah kayak gitu gara-gara kamu!""Hah?" Jeanet kaget, "Masa sih?""Kenapa nggak?"Adriena tertawa geli, "Kalian anak muda memang kurang pengalaman! Kalau pasangan itu hubungannya dekat banget, ceweknya hamil, cowoknya bisa ikut-ikutan muntah!"Sambil mendorong mereka, dia berkata, "Masih bengong aja? Cepat ke rumah sakit, periksa dulu!""Oh ..."Begitu sampai rumah sakit dan hasilnya keluar, semua pun terdiam."Apa aku bilang?" Adriena membaca laporan medis sambil tersenyum lebar, "Benar kan, kamu ham
Azka yang bertubuh tinggi dengan mudah mengangkat Jannice di atas bahunya, ke mana pun pergi, Jannice tak perlu berjalan sedikit pun.Jannice pun girang dan berteriak, "Aku milik tempat ini! Tempat ini bagaikan surga!"Ucapan itu terdengar oleh para orang dewasa, membuat mereka tak bisa menahan tawa.Seiring berjalannya waktu, para tamu pun datang satu per satu.Pernikahan pun tiba sesuai jadwal.Di taman tua yang klasik, hamparan karpet merah digelar. Azka kembali menggendong Kayshila, mengantarnya menuju pernikahan.Ia menyerahkan sang kakak kepada Zenith, "Kakak ipar, kakakku kuserahkan padamu."Pemuda itu kini berbicara jauh lebih lancar daripada dulu."Tenang saja." Zenith menerima mempelainya, di belakangnya ada Jannice dan Kevin sebagai flower boy dan flower girl, menaburkan kelopak bunga ke udara.Saat sesi lempar bunga, dengan teriakan Kayshila, "Aku lempar ya! Satu, dua, tiga!"Dia melemparkan buket bunga ke belakang.Buket itu terbang di udara, dan di tengah riuh para tamu,
Awalnya, niat Kayshila adalah untuk tidak menggelar pernikahan lagi.Namun, saat urusan ini jatuh ke tangan Adriena, ditambah lagi dengan Ron, pasangan suami istri ini memang merasa sangat bersalah kepada putri mereka. Dengan adanya kesempatan seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin?Dan juga, Ron dan Calista telah resmi bercerai setengah tahun lalu, dan keesokan harinya, Ron langsung mendaftarkan pernikahan dengan Adriena, menjadikan mereka pasangan sah secara hukum.Pertikaian yang telah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun itu akhirnya mencapai sebuah akhir.Setidaknya, bagi mereka, ini adalah akhir yang baik.Pernikahan mereka digelar dengan sangat megah. Para tokoh kalangan elite dari seluruh Kanada yang bisa hadir, datang semua.Ron akhirnya bisa menegakkan kepala, menikahi perempuan yang telah dicintainya sejak muda, dan kini akhirnya ia bisa berdiri di sisinya secara sah.Dalam pernikahan itu, Kayshila dan Zenith mengambil cuti dan da
"Baik, aku mengerti."Setelah menutup telepon, Kayshila berdiri di hadapan Zenith. Mata Zenith sedikit memerah, suaranya tenang namun terdengar datar."Dia sudah pergi."Kayshila memejamkan mata sejenak, tak mengatakan apa pun. Dia hanya melangkah maju dan memeluknya.Dia bisa merasakan tubuh Zenith sedikit gemetar.Di saat seperti ini, hatinya pasti sangat terluka, ya?Kini, tampak jelas bahwa yang paling patut dibenci adalah Gordon dan Morica. Hidup Jeromi bisa dibilang penuh dengan ketidakberuntungan.Akhir hidupnya yang seperti itu seolah-olah membuat seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini menjadi sia-sia.Kayshila menepuk-nepuk punggung Zenith dengan lembut. "Adakan pemakaman yang layak untuknya. Iringi dia ke peristirahatan terakhirnya dengan baik.""Mm." Zenith mengangguk dengan suara serak.Meski berniat menggelar pemakaman yang layak, pada kenyataannya tak banyak orang yang hadir.Selama beberapa tahun terakhir, Jeromi tinggal di Toronto dan tak memiliki banyak teman. Dia me
Jeromi perlahan membuka mulut, menatap langit-langit, "Aku ini hidupnya pendek. Tapi sejujurnya, aku sudah lama merasa cukup dengan hidup ini.""Bagiku, sejak meninggalkan Jakarta, meninggalkan kamu, ibu, dan kakek … setiap hari setelahnya terasa lebih menyiksa daripada mati."Suasana dalam ruangan sunyi senyap.Kayshila diam-diam menggenggam tangan Zenith.Orang bilang, ketika seseorang menjelang ajal, kata-katanya menjadi tulus.Kalau dulu Jeromi mengucapkan kalimat seperti ini, orang mungkin akan curiga, apakah dia hanya sedang berpura-pura.Tapi melihat kondisinya sekarang … apa gunanya berpura-pura lagi?Sudah terlihat jelas, dia benar-benar sedang sangat menderita.Jeromi melanjutkan, "Satu-satunya keinginanku dalam hidup ini adalah kembali ke Jakarta, kembali ke sisi Ibu …"Ia perlahan menoleh ke arah Zenith, "Zenith, kumohon padamu, bawalah aku pulang, bolehkah?"Bibir Zenith menegang, hatinya terasa perih dan sesak.Pria di hadapannya ini dulu adalah saudara kandungnya, tapi j
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."