"Hah?" Ezekiel membelalakkan matanya mendengar jawaban Lila. "Kamar apa?" tanyanya.
"Ya apa kek, kamar hotel, kamar kontrakan, kamar kos," kikik Lila.Ezekiel menggeleng pelan. Lila yanb masih menempel padanya dia dorong masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman hotel."Oke, aku antar kamu ke kamar. Alamat kamu di mana?" tanya Ezekiel begitu dia duduk di belakang kemudi."Alamat apa ya, Pak?" Lila masih terkekeh-kekeh tak jelas sambil berusaha memeluk Ezekiel.Ezekiel menghela napas dalam-dalam. Cewek kalau sudah mabok memang sangat merepotkan. "Kamu duduk diem di situ!" perintahnya sambil mendorong Lila ke kursinya, dan mengikatkan sabuk pengaman kencang-kencang. "Cepet bilang alamat kamu di mana?""Mmm ... oh, maksud bapak alamat kosku?" kikik Lila."Ya terserah lah yang penting alamat kamu tinggal.""Oh, di ... mmm ... sebentar aku inget-inget dulu." Lila menggaruk kepala. "Jalan Cempaka daerah__," Lila menyebutkan nama daerah tempat dia tinggal.Ezekiel membuka map di ponsel lalu mengemudikan mobilnya sesuai petunjuk arah. Sepanjang prjalanan, mulut Lila tak berhenti menyerocos kata-kata random yang membuat Ezekiel hanya bisa geleng-geleng kepala.Tiba-tiba dia iseng mengabadikan moment itu beberapa detik dengan ponselnya tanpa disadari oleh Lila."Stop, stop, Pak!" seru Lila tiba-tiba. Ezekiel menepikan mobilnya di depan pintu gerbang sebuah bangunan bertingkat. Lila membuka pintu mobil dan melangkah keluar, tapi sepertinya dia terlalu mabuk untuk bisa berdiri hingga dia ambruk ke tanah.Ezekiel buru-buru keluar dan membantu Lila berdiri. "Kamu itu merepotkan, ya, Lila!" ujarnya seraya memapah Lila masuk ke halaman rumah kos."Susah jalan nih, Pak. Pusing. Bisa gendong, nggak?" tanya Lila seraya mengalungkan lengannya pada leher Ezekiel."Kamu emang modus ya ingin dekat-dekat saya?"Lila meringis. "Pak Ezekiel ganteng sih," ujarnya seraya mencupit pipi Ezekiel.Sungguh, kalau saja bukan karena mabuk, hal yang dilakukan Lila itu bisa mengancam karirnya. Berani sekali dia memperlakukan bosnya seperti itu. Namun, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ezekiel mengangkat tubuh ramping Lila dan menggendongnya a la bridal."Kamar kamu di mana?" tanyanya."Di lantai dua, Pak." Lila menghirup wangi parfum mahal Ezekiel yang menenangkan. Rasanya ingin dia ciumi terus leher kokoh bosnya itu. Ada gelenyar aneh dalam hati Lila saat menatap wajah tampan nan angkuh itu dari dekat."Eh, eh!" Seorang wanita paruh baya berdaster tiba-tiba menghadang langkah Ezekiel saat akan menuruni tangga. "Apa-apaan ini? Ini kos khusus perempuan, tamu laki-laki ndak boleh masuk kamar. Terus apa ini pakai digendong-gendong segala?" Si ibu kos berkacak pinggang seraya mengangkat wajah.Lila berbisik pada Ezekiel, "kasih duit aja, Pak. Pasti boleh masuk."Ezekiel menurunkan Lila dan merogoh saku untuk mengambil dompet. Bisa-bisanya Lila merepotkannya seperti ini dan dia menurut saja. Ezekiel mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada si ibu kos.Mata si ibu kos langsung membulat dan bibirnya yang tadi sinis kini mengulas senyum. Dia masukkan lembaran uang itu ke balik BH-nya dan wajahnya terlihat begitu ramah."Duh, makasih loh ini, Cah Bagus. Silahkah masuk, loh, santai saja, anggap saja kos sendiri," ucap si ibu kos sambil ngeloyor pergi.Lila terkikik. "Pak Ezekiel baik banget, sih?" ucapnya manja."Kamu bisa jalan sendiri kan ke kamar kamu?" tanya Ezekiel."Nggak bisa, Pak. Gendong lagi, Pak. Please, please.""Kamu berani banget ya nyuruh-nyuruh saya?""Ish! Jangan galak-galak sih, Pak. Nanti gantengnya ilang loh."Percumah sekali meladeni perempuan mabuk. Ezekiel kembali menggendong Lila dan menaiki tangga. Di lantai dua, Lila menunjuk pintu kamarnya. Tangannya meraba-raba tas selempangnya untuk mengambil kunci kamar."Ini kuncinya, Pak. Tolong bukain, Pak. Aku pusing banget, nih," pinta Lila.Lagi-lagi Ezekiel menurut saja disuruh-suruh oleh Lila. Begitu masuk ke dalam kamar kos Lila yang culup luas dan nyaman, dia membaringkan gadis itu ke atas kasur lantai."Tunggu, Pak!" seru Lila seraya menggenggam lengan Ezekiel saat dia hendak beranjak pergi."Mau apa lagi? Kamu itu mabok berat. Tidur sekarang!" perintah Ezekiel."Temenin, Pak," rengek Lila."Heh! Kamu jangan kurang ajar ya, Lila? Kamu masih ingat kan saya siapa?" ucap Ezekiel berang."Inget, dong. Pak Ezekiel itu bosku yang galak, bosku yang kampret, tapi ganteng.""Hah?!" Ezekiel membulatkan mata mendengar ucapan Lila yang tanpa filter itu."Kamu bilang apa? Aku galak? Aku kampret?"Lila meringis. "Tapi ganteng, Pak."Ezekiel mendesis. "Nggak ada gunanya meladeni kamu. Saya mau pergi sekarang."Lila bangkit dari posisi berbaringnya dan tiba-tiba menubruk Ezekiel hingga bosnya itu rebah ke atas kasur. Bagai guling, Lila memeluk Ezekiel yang syok erat-erat."Hei, Lila! Lil!" panggil Ezekiel seraya mencoba untuk mendorong tubuh Lila yang meninpa sebagian tubuhnya. Namun, Lila tak bergeming. Sepertinya gadis itu sudah sangat pusing untuk sekedar membuka mata."Sini aja, Pak," ucap Lila lirih.Ezekiel berusaha melepaskan diri tapi sia-sia. Dengkuran halus Lila justru terdengar. Tangan Lila masih memeluknya erat sedang dadanya dijadikan bantal untuk kepala gadis itu.Sungguh momen yang membuat Ezekiel canggung. Bagaimanapun dia laki-laki normal. Dipeluk gadis cantik seperti ini tentunya membuat naluri kelelakiannya tergelitik. Apalagi, lutut Lila menimpa pusakanya di bawah sana. ***Cahaya matahari masuk ke dalam kamar kos Lila, membuat gadis itu membuka matanya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar. Semalam sepertinya dia mabuk berat dan ingatannya masih samar tentang semalam. Lila mendapati dirinya berada di dalam selimut dengan gaun yang dia pakai semalam masih melekat di tubunya."Kok aku bisa ada di kamar, sih? Aku balik sama siapa semalem, ya?" gumamnya sambil menggaruk-garuk kepala. Anehnya, dia mencium wangi parfum yang dia kenal. Bau parfum bos kampretnya, Ezekiel.Matanya menangkap sebuah dompet kulit coklat tergeletak di samping kasur. "Dompet siapa?" tanyanya seraya meraih benda itu. Dia membuka dompet dan melihat beberapa lembar uang seratus ribuan. Tapi, saat melihat kartu identitas yang terselip diantara kartu ATM yang jumlahnya ada beberapa, matanya membulat."Dompet Pak Ezekiel?" tanyanya pada diri sendiri. Lila memegangi kepala berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Dia mencoba merunutnya dari auditorium hotel saat dia menghabiskan bergelas-gelas wine, kemudian ketemu dengan om-om genit yang berpikir dia gadis panggilan, kemudian Ezekiel datang menghampiri, mengajaknya pergi keluar auditorium, mengantarnya dengan mobil ke kos, dan ...."Ya, Tuhaaan!" pekik Lila. Ingatannya sudah kembali. Dari dia turun mobil hingga masuk ke kamarnya ini, dia ingat semuanya. Badannya seketika panas dingin. Lila membenamkan wajahnya ke atas bantal sambil memukul-mukul ke atas kasur. Rasanya saat ini dia berharap dunia kiamat saja.Hari senen adalah mimpi buruk bagi Lila, sebab dia harus masuk kantor dan bertemu dengan Ezekiel. Mau ditaruh di mana mukanya. Parah sekali apa yang dilakukannya pada Ezekiel. Lebih parahnya lagi, Lila benar-benar memepermalukan dirinya sendiri. "Lil, kenapa sih? Mukanya kaya orang pingin berak gitu?" ucap Yolanda. "Pak Ezekiel di ruangannya nggak, ya?" tanya Lila harap-harap cemas. Dia sungguh berharap hari ini Ezekiel tidak datang ke kantor, jadi Lila punya waktu untuk menyiapkan mentalnya. Ada dua hal yang harus dia lakukan pada bosnya itu. Pertama, mengembalikan dompet, kedua, meminta maaf atas perbuatan tidak senonohnya malam itu. "Kayaknya tadi aku lihat dia udah berangkat, deh.""Aduh, mampus aku!" Lila memegangi kepalanya frustrasi. "Kenapa sih, Lil? Kamu bikin masalah lagi sama Pak Ezekiel?" "Lebih parah dari itu." Seketika Lila ingin berubah menjadi kertas-kertas di atas meja saat mengingat peristiwa memalukan malam itu. "Coba cerita," pinta Yolanda penasaran. Dan saa
Ezekiel membaringkan tubuh Lika ke atas kasur. Gadis itu masih bicara tak jelas sambil berusaha untuk menyentuh pipi, dada dan kepala Ezekiel. Diraihnya kedua tangan Lila dan dia tahan dengan satu tangan. Sementara tangan yang lain menarik selimut untuk menutupi tubuh Lila. "Pak Ezekiel, bapak ganteng banget, sih," kekeh Lila. "Kamu mabok berat. Sebaiknya kamu tidur," perintahnya seraya beranjak dari duduknya. Namun lengannya tiba-tiba dicekal oleh Lila. Gadis itu menariknya cukup kuat sehingga dia rebah ke atas kasur. Ezekiel terkesiap saat Lila menimpa sebagian badannya dari samping. "Sini aja, Pak. Temenin aku," rengek Lila seraya memeluknya erat. Bahkan bagian dada gadis itu terasa kenyal menyentuh lengan bagian atas. Sedang lutut Lila menimpa area pribadinya di bawah sana. Parahnya lagi, gadis itu menggesek-gesekkan lututnya di sana. Laki-laki mana yang tidak tergelitik nalurinya saat diperlakukan semacam itu oleh seorang perempuan cantik dan cukup seksi."Lila, hei!" Ezekiel
"Nggak salah lihat, nih?" ujar Yolanda saat Lila baru tiba di kantor pagi itu. Lila memakai pakaian yang cukup tertutup. Tidak seperti biasanya yang selalu mengenakan rok pendek setinggi di atas lutut, blazer dengan daleman yang agak sedikit menurun di bagian dada, kini Lila mengenakan celana panjang dipadu blazer yang melapisi kemeja berkerah tinggi."Kenapa, sih?" tanya Lila seraya menarik kursinya. "Nggak pake hijab sekalian, Lil?" Kikik Yolanda. "Belum dapet hidayah," timpal Lila asal. "Aku tahu nih kenapa kamu pake pakaian tertutup kaya gini. Pasti ....""Hush! Diem kamu, Yol!" Yolanda malah meloloskan tawa. "Percumah pake baju ketutup gitu, Lil. Ingatan Pak Ezekiel pasti masih fresh malam itu," godanyanya. "Nyebelin!" gerutu Lila seraya menyalakan laptop. "Gila, ini kita nyiapin berkas buat rapat direksi sebanyak ini?" tanyanya seraya menatap layar."Iya, kan dapet tender gede. Kata Bu Ana harus selesai jam sepuluh pagi, tadi dia nelpon."Lila melirik jam di lengannya. "Hah
"Saya tunggu di mobil sekarang"Pesan yang muncul di layar ponsel membuat Lila terkejut. Pesan dari Ezekiel yang membuat Lila buru-buru menghabiskan mangkuk baksonya. "Kenapa sih, Lil? Makan kaya orang kesetanan gitu?" tanya Yolanda keheranan."Ini nih, aku udah ditunggu Pak Ezekiel," jawab Lila dengan mulut penuh."Ditunggu? Mau ke mana? Cieh! Kencan, ya?" "Kencan gundulmu! Nemenin dia ngecek proyek.""Wah, modus itu, Lil. Dia cuma mau deket sama kamu." Lila memutar kedua bola mata jengah. "Udah deh, Yol. Nggak usah mulai!" Lila menyambar tas jinjingnya dan meninggalkan Yolanda makan sendiri di kantin. Buru-buru dia masuk ke lift untuk turun ke lobby. Setelah itu dia berlarian keluar kantor lalu mencari-cari mobil Ezekiel. Setelah melihat mobil sedan mewah milik bosnya itu, dia berlarian mendekat. Tepat saat dia hendak membuka pintu belakang, pintu itu sudah dibuka dari dalam. Ezekiel sudah duduk manis di kursi sebelah. Sopir juga sudah siap melajukan mobil. "Lama banget? Kamu s
"Kamu pegang saja kadonya. Nanti kamu yang ngasih." Lagi-lagi Lila dibuat kebingungan dengan permintaan Ezekiel. "Bentar, Pak," cegah Lila saat hendak keluar dari mobil. Mereka berada di parkiran sebuah restauran mewah. "Apa lagi?" "Pak, ini kan mau ngasih kado ke pacarnya bapak, bukan? Kok malah saya yang harus ngasih? Gimana ceritanya ini?" Ezekiel terkekeh. Sumpah ini baru pertama kalinya Lila melihat Ezekiel tersenyum dari dekat. Gantengnya maksimal, membuat Lila tiba-tiba merasa gugup. "Yang akan kita temui itu mamaku," ucap Ezekiel."Oh," sahut Lila. Entah kenapa dia merasa lega. Perasaan macam apa ini. Lila buru-buru menepis rasa aneh dalam hatinya. "Nanti waktu ketemu, kamu pura-pura jadi pacarku.""Hah? Serius ini, Pak?" tanya Lila kaget."Serius lah, apa aku kelihatan bercanda?" Ezekiel menatap Lila tajam membuat gadis itu merinding. Tak kuat dia menantang tatapan elang itu, seketika dia menundukkan kepala."Baik, Pak." "Nanti jangan panggil aku pak.""Terus panggil a
Weekend tiba, Yolanda mengajak Lila untuk menghilangkat penat sejenak di club. Ya hitung-hitung bersenang-senang setelah seminggu masuk kerja. Minum-minum sedikit sambil menikmati musik tak ada salahnya. Jam delapan malam Yolanda sudah menjemput Lila dengan taksi. Penampilannya anak club sekali dengan mini dress dan sepatu boot. Lila pun begitu. Keduanya memang janjian memakai pakaian yang serupa. Naik taksi selama tiga puluh menit, mereka pun sampai di club. Suasana cukup ramai karena ada penampilan live dari band ibu kota yang cukup terkenal. "Duduk situ aja lah," ujar Lila seraya menarik tangan Yolanda menerobos beberapa orang yang sedang berjoget. Lila mengambil meja yang berada dekat bar. "Enak nih kalau ada yang bayarin minum," kata Yolanda berhayal setelah memesan minuman yang cukup menguras kantong meskipun mereka sudah patungan. "Kita nih jomblo, Yol, jomblooo. Siapa yang mau bayarin?" ujar Lila. "Tenang ... nanti kalau mau nambah minum, aku yang bayarin. Aku baru dapat
"Nih lihat baik-baik. Kamu nelpon Pak Ezekiel. E-ze-ki-el!" seru Yolanda sambil menunjuk layar ponsel Lila."Astaga, mampus aku!" Lila menepuk jidatnya. "Ih, mataku kok bisa siwer gini sih, Yol. Mana katanya aku disuruh jangan ke mana-mana. Dia mau nyusul." Mata Yolanda membulat. Mulutnya menganga. "Serius? Waaah ... asyik, dong. Ada yang bayarin nih minuman kita."Wajah Lila sudah pucat-pasi. "Tapi dia kaya marah-marah gitu, Yol." "Eh, Pak Ezekiel, tuh!" pekik Yolanda kegirangan. "Pak Bos! Pak! Sini!" Yolanda melompat-lompat sambil melambai ke arah pria tampan yang baru saja melangkah masuk ke club. "Aduhhh!" Lila menutup wajahnya berharap Ezekiel tidak melihatnya. Namun, tentu saja itu adalah usaha yang sia-sia. Karena saat ini, Ezekiel sedang berjalan menuju ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" tanya Ezekiel dengan tatapan dingin. Lebih ke tatapan kesal saat memandang ke arah Lila. "Iya, Pak. Tapi sekarang bapak udah gabung ya jadi bertiga, dong," sahut Yolanda sambil tersenyum l
"Pak Ezekiel," desah Lila seraya menahan dada Ezekiel, berusaha menjauhkan pagutan bibir bosnya itu pada bibirnya. Mendadak sepertinya pengaruh alkohol menghilang dari dalam tubuhnya. Wajah Lila memerah menahan gugup, malu dan entah perasaan macam apa yang tengah melandanya kini. "Lila ....""Antar saya pulang, Pak," ucap Lila seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Tanpa membantah, Ezekiel melajukan mobilnya pelan menuju kos Lila. Sepanjang perjalanan Lila terdiam, begitupun Ezekiel. Hingga mobil berhenti di depan gerbang kos Lila."Makasih, Pak," ucap Lila seraya membuka pintu dan melangkah keluar. Mobil Ezekiel berlalu begitu saja dari hadapan Lila. "Huh!" gerutu Lila. "Udah cium-cium nggak ngomong apa-apa lagi," gerutunya seraya memutar badan dan masuk ke halaman rumah. Naik ke tangga menuju kamarnya, Lila pun merebahkan badan di atas kasur. Pikirannya melayang ke adegan ciuman panas dengan Ezekiel. "Tadi aku sadar nggak sih abis ngapain sama si bos kampret?" gumamnya pada
Ezekiel memasuki rumahnya dengan wajah kusut. Suasana hatinya sedang tidak bagus. Bahkan Rebecca yang beberapa kali menelepon pun dia acuhkan. Ngomong-ngomong tentang Rebecca, jujur saja dalam hati Ezekiel merasa senang dengan kemunculan mantan kekasihnya itu setelah menghilang selama bertahun-tahun. Masih ada sedikit rasa yang tersisa di dalam hatinya untuk Rebecca. Namun, dia tidak tahu kenapa justru perempuan yang membuat suasana hatinya kacau adalah Lila. Ezekiel merasa begitu marah saat melihat Lila pulang dengan Ezra. Ezekiel tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan kesalnya pada Lila, sehingga dia justru malah melontarkan kata-kata pedas pada gadis itu. "El, baru pulang? Sini, mama mau ngomong!" panggil Miranda yang sedang duduk di ruang tengah. "Apa, Ma?" Ezekiel mendekati wanita itu dan duduk di seberang meja. "Mama mau tanya, kamu sama Lila sudah jalan berapa tahun?" Ezekiel terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu. Inilah yang dia takutkan. Ibunya benar-benar mengang
Lila benar-benar bingung saat mendapat telepon dari Miranda kalau dirinya harus datang hari ini ke rumahnya. Apa yang akan dikatakan Ezekiel kalau dia bertemu dengan bosnya itu di sana. Pasti Ezekiel akan berpikir kalau dia mengejar-ngejar pria itu. Tapi, jika tak datang, Miranda pasti akan kecewa. Pasalnya wanita itu tadi sepertinya sangat ingin dirinya datang. Setelah bergelut dengan perasaannya sendiri, Lila pun akhirnya memutuskan untuk datang ke alamat yang sudah diberikan oleh Miranda. Dia mengenakan pakaian sesopan mungkin agar kesan Miranda tidak buruk padanya. Tapi, kenapa juga dia memikirkan kesan Miranda padanya. Taksi yang membawanya ke rumah Miranda berhenti di depan gerbang tinggi menjulang bercat putih. Setelah membayar ongkos taksi, Lila menghambur keluar dan pelan mendorong pintu gerbang yang tak terkunci. Dengan hati berdebar-debar Lila melangkah memasuki halaman luas dengan taman yang indah. Apes. Dia melihat mobil Ezekiel terparkir di depan garasi. Artinya pria
"Nyonya, ada tamu nyari Den Ezekiel. Tadi saya sudah ketuk-ketuk pintu kamarnya tapi ndak dijawab." Miranda yang sedang bersantai di kursi goyang sambil menikmati secangkir teh sore hari di teras belakang rumah menoleh ke arah asisten rumah tangga yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa, Mbok?" tanyanya pada wanita paruh baya dengan rambut digelung yang hampir semuanya telah memutih itu. "Ndak tahu, Nyonya. Cewek." Miranda menarik sudut bibirnya. Pasti Lila si calon mantu. Hatinya girang dan beranjak dari duduknya. "Biar saya saja yang temui. Nanti saya panggil Ezekiel," ujarnya seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Dia berjalan menuju ruang tamu dan sosok cantik yang dilihatnya sedang duduk di sofa membuat alisnya mengerut."Rebecca?" "Hallo, Tante Miranda," sahut Rebecca sambil berdiri dan menghampiri Miranda. "Apa kabar, Tante, lama ya kita nggak ketemu." Perempuan itu meraih tangan Miranda dan menciumnya. Masih keheranan kenapa perempuan yang pernah dekat dengan putranya itu
Entah kenapa seharian ini Lila merasa begitu gelisah. Pikirannya tak bisa lepas dari pertanyaan siapa perempuan bernama Rebecca yang mengaku sebagai teman lama Ezekiel. Yang begitu mengganggu pikirannya adalah Rebecca saat ini masih berada di ruangan Ezekiel. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam ruangan itu selama berjam-jam. "Lil, makan yuk, laper nih." Suara Yolanda membuat Lila terkesiap. Dia baru sadar kalau perutnya sudah keroncongan dari tadi minta diisi. Lila pun mengiyakan ajakan Yolanda dan keduanya pergi ke cafetaria khusus petinggi perusahaan yang masih berada satu lantai dengan ruangan mereka. "Pak Ezekiel tuh," celetuk Yolanda. Lila otomatis menoleh ke arah mata Yolanda menatap. Ezekiel memasuki cafetaria dengan perempuan itu. Keduanya tampak akrab dan Lila seketika terpaku meliat gerak-gerik Rebecca yang tampak manja pada Ezekiel. Sesekali perempuan itu menyentuh lengan Ezekiel dan mengelusnya. Lila buru-buru memalingkan wajahnya. Apa-apaan itu. Hatinya dipenuhi pe
"Pak Ezekiel," desah Lila seraya menahan dada Ezekiel, berusaha menjauhkan pagutan bibir bosnya itu pada bibirnya. Mendadak sepertinya pengaruh alkohol menghilang dari dalam tubuhnya. Wajah Lila memerah menahan gugup, malu dan entah perasaan macam apa yang tengah melandanya kini. "Lila ....""Antar saya pulang, Pak," ucap Lila seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Tanpa membantah, Ezekiel melajukan mobilnya pelan menuju kos Lila. Sepanjang perjalanan Lila terdiam, begitupun Ezekiel. Hingga mobil berhenti di depan gerbang kos Lila."Makasih, Pak," ucap Lila seraya membuka pintu dan melangkah keluar. Mobil Ezekiel berlalu begitu saja dari hadapan Lila. "Huh!" gerutu Lila. "Udah cium-cium nggak ngomong apa-apa lagi," gerutunya seraya memutar badan dan masuk ke halaman rumah. Naik ke tangga menuju kamarnya, Lila pun merebahkan badan di atas kasur. Pikirannya melayang ke adegan ciuman panas dengan Ezekiel. "Tadi aku sadar nggak sih abis ngapain sama si bos kampret?" gumamnya pada
"Nih lihat baik-baik. Kamu nelpon Pak Ezekiel. E-ze-ki-el!" seru Yolanda sambil menunjuk layar ponsel Lila."Astaga, mampus aku!" Lila menepuk jidatnya. "Ih, mataku kok bisa siwer gini sih, Yol. Mana katanya aku disuruh jangan ke mana-mana. Dia mau nyusul." Mata Yolanda membulat. Mulutnya menganga. "Serius? Waaah ... asyik, dong. Ada yang bayarin nih minuman kita."Wajah Lila sudah pucat-pasi. "Tapi dia kaya marah-marah gitu, Yol." "Eh, Pak Ezekiel, tuh!" pekik Yolanda kegirangan. "Pak Bos! Pak! Sini!" Yolanda melompat-lompat sambil melambai ke arah pria tampan yang baru saja melangkah masuk ke club. "Aduhhh!" Lila menutup wajahnya berharap Ezekiel tidak melihatnya. Namun, tentu saja itu adalah usaha yang sia-sia. Karena saat ini, Ezekiel sedang berjalan menuju ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" tanya Ezekiel dengan tatapan dingin. Lebih ke tatapan kesal saat memandang ke arah Lila. "Iya, Pak. Tapi sekarang bapak udah gabung ya jadi bertiga, dong," sahut Yolanda sambil tersenyum l
Weekend tiba, Yolanda mengajak Lila untuk menghilangkat penat sejenak di club. Ya hitung-hitung bersenang-senang setelah seminggu masuk kerja. Minum-minum sedikit sambil menikmati musik tak ada salahnya. Jam delapan malam Yolanda sudah menjemput Lila dengan taksi. Penampilannya anak club sekali dengan mini dress dan sepatu boot. Lila pun begitu. Keduanya memang janjian memakai pakaian yang serupa. Naik taksi selama tiga puluh menit, mereka pun sampai di club. Suasana cukup ramai karena ada penampilan live dari band ibu kota yang cukup terkenal. "Duduk situ aja lah," ujar Lila seraya menarik tangan Yolanda menerobos beberapa orang yang sedang berjoget. Lila mengambil meja yang berada dekat bar. "Enak nih kalau ada yang bayarin minum," kata Yolanda berhayal setelah memesan minuman yang cukup menguras kantong meskipun mereka sudah patungan. "Kita nih jomblo, Yol, jomblooo. Siapa yang mau bayarin?" ujar Lila. "Tenang ... nanti kalau mau nambah minum, aku yang bayarin. Aku baru dapat
"Kamu pegang saja kadonya. Nanti kamu yang ngasih." Lagi-lagi Lila dibuat kebingungan dengan permintaan Ezekiel. "Bentar, Pak," cegah Lila saat hendak keluar dari mobil. Mereka berada di parkiran sebuah restauran mewah. "Apa lagi?" "Pak, ini kan mau ngasih kado ke pacarnya bapak, bukan? Kok malah saya yang harus ngasih? Gimana ceritanya ini?" Ezekiel terkekeh. Sumpah ini baru pertama kalinya Lila melihat Ezekiel tersenyum dari dekat. Gantengnya maksimal, membuat Lila tiba-tiba merasa gugup. "Yang akan kita temui itu mamaku," ucap Ezekiel."Oh," sahut Lila. Entah kenapa dia merasa lega. Perasaan macam apa ini. Lila buru-buru menepis rasa aneh dalam hatinya. "Nanti waktu ketemu, kamu pura-pura jadi pacarku.""Hah? Serius ini, Pak?" tanya Lila kaget."Serius lah, apa aku kelihatan bercanda?" Ezekiel menatap Lila tajam membuat gadis itu merinding. Tak kuat dia menantang tatapan elang itu, seketika dia menundukkan kepala."Baik, Pak." "Nanti jangan panggil aku pak.""Terus panggil a
"Saya tunggu di mobil sekarang"Pesan yang muncul di layar ponsel membuat Lila terkejut. Pesan dari Ezekiel yang membuat Lila buru-buru menghabiskan mangkuk baksonya. "Kenapa sih, Lil? Makan kaya orang kesetanan gitu?" tanya Yolanda keheranan."Ini nih, aku udah ditunggu Pak Ezekiel," jawab Lila dengan mulut penuh."Ditunggu? Mau ke mana? Cieh! Kencan, ya?" "Kencan gundulmu! Nemenin dia ngecek proyek.""Wah, modus itu, Lil. Dia cuma mau deket sama kamu." Lila memutar kedua bola mata jengah. "Udah deh, Yol. Nggak usah mulai!" Lila menyambar tas jinjingnya dan meninggalkan Yolanda makan sendiri di kantin. Buru-buru dia masuk ke lift untuk turun ke lobby. Setelah itu dia berlarian keluar kantor lalu mencari-cari mobil Ezekiel. Setelah melihat mobil sedan mewah milik bosnya itu, dia berlarian mendekat. Tepat saat dia hendak membuka pintu belakang, pintu itu sudah dibuka dari dalam. Ezekiel sudah duduk manis di kursi sebelah. Sopir juga sudah siap melajukan mobil. "Lama banget? Kamu s