Home / Romansa / Boneka Tawanan Sang Penguasa / 20. Penerus Aryasena

Share

20. Penerus Aryasena

Author: AeStar's Ruby
last update Huling Na-update: 2025-03-11 13:00:31

Camila membuka matanya perlahan. Dunia tampak berputar sejenak sebelum akhirnya fokus. Ruangan itu dingin, sunyi, dan asing, tetapi wajah di sampingnya langsung membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

Victor, suaminya, duduk dengan tenang di kursi kayu di dekat tempat tidur, memandangnya dengan mata dingin yang sulit diterjemahkan. Tatapan itu membuat tubuhnya menggigil, bukan karena udara ruangan, melainkan karena dinginnya suasana di antara mereka.

“Kau sudah bangun?” Suara Victor terdengar datar, namun mengandung ketegasan yang sulit diabaikan. “Kenapa kau tidak makan sesuai jadwal?” lanjutnya tanpa basa-basi, membuat Camila sedikit terkejut.

Camila terkekeh pelan, hampir seperti gumaman penuh ironi. "Sekarang kau peduli, Victor? Atau ini hanya basa-basi agar aku bisa hidup lebih lama untuk kau siksa?" jawabnya dengan nada yang tajam, namun tidak meninggalkan sisa-sisa kelemahan di suaranya.

Victor mengangkat alis, bib
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   21. Tanpa Dukungan

    Victor mengerutkan kening, tapi tidak menjawab. Ia tahu Julian tidak main-main. “Sekarang keluar,” perintah Julian. “Aku punya urusan yang lebih penting untuk diselesaikan.” Victor menatap ayahnya beberapa detik lagi sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan ruangan itu. Setelah pintu tertutup, Julian menghela napas panjang, mencengkeram gelas anggurnya dengan erat. Ia berjalan ke jendela, memandang langit malam yang gelap. Dalam pikirannya, ada kekhawatiran besar yang bahkan Victor tidak perlu tahu. Kehamilan Camila memang penting untuk menjaga garis keturunan Aryasena, tetapi itu bukan salah satu bagian dari rencana besar yang sedang ia jalankan. Suara dering telepon membuyarkan lamunan Victor. Victor melihat nama yang tertera di layar ponselnya, nama bawahannya, Raphael. Suara di ujung sana langsung menjawab, terdengar berat dan penuh kehati-hatian. “Keluarga Wibisana sudah setuju?” tanya Victor tanpa bas

    Huling Na-update : 2025-03-11
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   22. Banyak Musuh

    Meja makan keluarga Julian yang biasanya menjadi tempat kehangatan dan canda tawa, kini dipenuhi dengan ketegangan yang tak terucapkan. Malam itu, suasana agak berbeda. Di tengah meja makan yang penuh dengan hidangan, Sophia, tampak duduk dengan sikap yang gelisah, matanya terpaku pada Camila. Camila duduk dengan anggun di sampingnya, namun ada sedikit kerutan di dahinya saat dia merasakan pandangan intens dari Sophia. Hidangan di piring Camila hampir tak tersentuh, sementara Sophia tampak sibuk menyuapkan makanan ke arah Camila, seperti seorang ibu kepada anak kecilnya. “Camila, buka mulutmu. Ayolah, makan ini. Kau pasti lapar, kan?” suara Sophia terdengar penuh semangat, tetapi ada nada yang aneh, seperti memaksa. Di tangannya, sebuah sendok penuh sup ayam mengarah ke mulut Camila. Camila, yang sudah beberapa kali menolak dengan lembut, mencoba tersenyum sambil mengangkat tangannya untuk menghentikan Soph

    Huling Na-update : 2025-03-11
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   23. Penerus dan Pengkhianat

    Camila merasakan jantungnya berdegup lebih kencang mendengar penjelasan Victor. Kekhawatiran itu membuatnya mengerti, meskipun ia belum sepenuhnya memahami dunia keluarga Aryasena yang penuh bahaya. "Victor, kau terlalu berlebihan," balas Julian, suaranya meninggi. "Kita selalu hidup di bawah ancaman. Namun, itu tidak berarti kita harus terus bersembunyi. Menyambut pewaris keluarga adalah tradisi! Kau tidak bisa mengabaikannya begitu saja." "Tidak, Ayah," Victor menjawab, tetap tenang namun tak kalah tegas. "Ini bukan soal tradisi. Ini soal keselamatan Camila dan bayi kami. Aku tidak peduli apa yang dikatakan orang lain. Yang penting sekarang adalah melindungi keluargaku. Aku tidak akan mengambil risiko sekecil apa pun." Julian menghela napas panjang, frustrasi dengan pendirian Victor. Namun, ia tidak bisa menyangkal bahwa putranya memiliki poin yang kuat. Sebagai kepala keluarga Aryasena, Julian tahu betapa kejamnya dunia yang mereka jal

    Huling Na-update : 2025-03-12
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   24. Penawaran dan Rencana

    Angin sore bertiup lembut, mengantarkan daun-daun kering yang beterbangan di halaman depan rumah Victor dan Camila. Di depan pintu, Julian berdiri, sementara tangan memegang lengan istrinya, yang tampak resah dan gelisah. Di sebelah mereka, Camila, dengan senyum yang lembut, berusaha menenangkan ibu mertuanya yang terus-menerus memegangi tangannya. "Aku benar-benar harus pergi kali ini," ujar Julian dengan nada tegas namun penuh kehangatan. "Ini kedua kalinya aku pamit. Camila, kau sedang mengandung, dan aku tidak ingin menambah bebanmu. Sophia sudah cukup merepotkan kalian di sini." "Julian," Sophia menyela dengan suara bergetar. Matanya memerah, dan air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak ingin pergi. Aku ingin tetap di sini dengan Camila." Camila menghela napas panjang, lalu berdiri di hadapan ibu mertuanya, menggenggam kedua tangannya erat. "Ibu, tidak apa-apa. Kita memang harus berpisah untuk sementara, tapi aku janji, aku akan mene

    Huling Na-update : 2025-03-12
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   25. Tidur Bersama

    Gabriel membungkuk sedikit, menatap layar laptop itu dengan penuh perhatian. Setelah beberapa menit membaca, ia mengangguk. Leon tersenyum puas. “Dan sekarang saatnya kita bertindak. Aku ingin kau mempersiapkan semuanya. Pastikan para anak buah kita sudah siap untuk bergerak. Kita akan segera mengirim dana itu ke wilayah utara. Aku tidak ingin ada penundaan.” Gabriel mengangguk tanpa ragu. “Berapa banyak dana yang perlu kita kirim?” “Semua yang sudah kita sepakati. Kau tahu apa yang harus dilakukan.” Gabriel menegakkan tubuhnya, wajahnya serius. “Saya akan mengatur semuanya segera, Tuan. Anak buah kita di utara sudah berada di bawah kendali saya. Dana akan dikirimkan dalam waktu tiga hari.” Leon menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi, merasa lebih tenang. Gabriel memang selalu bisa diandalkan. Ia tahu, dengan Gabriel yang memimpin pengiriman itu, segala sesuatu akan berjalan lancar. “Bagus. Pa

    Huling Na-update : 2025-03-12
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   26. Aku berjanji, Camila

    Camila menatap Victor dengan tatapan penuh kebingungan, bercampur ketakutan dan amarah yang tak mampu ia sembunyikan. Kata-kata Victor barusan seolah menghantamnya dengan keras, membawa kembali kenangan akan luka-luka yang belum sembuh. Pria itu berdiri di hadapannya, dengan wajah yang tampak serius, namun bagi Camila, sikapnya terasa terlalu dibuat-buat. “Aku akan melindungimu, Camila. Dari apa pun. Mulai sekarang,” ujar Victor dengan nada tegas. Matanya menatap langsung ke arah Camila, namun tatapan itu tak lagi mampu membuat wanita itu percaya. Camila mengerutkan kening, suaranya terdengar pelan namun penuh kepahitan. “Kenapa aku harus percaya padamu? Setelah semua yang kau lakukan?” Victor menghela napas panjang. Ada sesuatu dalam dirinya yang tampak gusar, tapi ia berusaha menyembunyikannya. “Aku tahu, aku telah banyak menyakitimu. Tapi sekarang situasinya berbeda. Kau mengandung, Camila. Itu artinya aku harus memasti

    Huling Na-update : 2025-03-13
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   27. Dengan Perasaan

    “Dimengerti, Tuan,” jawab Gabriel. Ia membungkuk sedikit sebelum berbalik untuk pergi. Namun, sebelum ia mencapai pintu, Leon memanggilnya lagi. “Gabriel.” “Ya, Tuan?” “Jika ada tanda-tanda bahaya, segera laporkan padaku. Aku tidak ingin kejadian seperti dulu terulang lagi.” Nada suara Leon merendah, hampir seperti sebuah peringatan yang penuh dengan kenangan pahit. Gabriel menatap Leon sejenak, memahami sepenuhnya apa yang dimaksudkan oleh sang pemimpin. “Saya tidak akan mengecewakan Anda, Tuan.” Setelah Gabriel pergi, Leon kembali duduk sendirian di ruangan itu. Ia memandangi teleponnya lagi, berharap ada pesan atau panggilan dari Camila. Namun, layar itu tetap kosong, seolah-olah menambah kesunyian yang sudah membebani pikirannya. Ia meraih segelas bourbon di meja dan meneguknya dalam-dalam. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah ia terlalu keras terhadap Camila. Mungkin ia harus memberikan ad

    Huling Na-update : 2025-03-13
  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   28. Mencoba Merebut

    Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari layar monitor yang menampilkan gambar konvoi keluarga Wibisana. Di tengah kegelapan, Nathan duduk di kursi kulitnya, senyum tipis menghiasi wajahnya. Senyum yang menyimpan dendam yang mendalam, senyum yang seolah-olah mengejek nasib. Di tangannya, ia memegang sebuah cangkir kopi yang sudah dingin, isinya tak tersentuh. "Victor ... bodoh," gumamnya, suaranya serak dan berat, seperti batu yang digiling oleh waktu. "Harusnya dia mengajakku bekerja sama. Kekuatan kita, digabungkan, akan menghancurkan keluarga Wibisana. Tapi tidak, dia memilih untuk bersekutu dengan ular berbisa itu." Ia menggelengkan kepala, amarah bergelora di dalam dadanya. Pengkhianatan Victor adalah pil pahit yang sulit ditelan. Nathan mengusap layar monitor, jari-jarinya menyentuh gambar Camila yang terlihat samar. Bayangan wanita itu, yang sedang menangis ketakutan, membangkitkan api dendam yang lebih besar. Dia tidak hanya aka

    Huling Na-update : 2025-03-13

Pinakabagong kabanata

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   102. Dicintai

    Camila duduk di sisi ranjang, menatap layar tablet yang memperlihatkan beberapa artikel dan foto tentang Elena—putri dari William, sekutu Victor.Cantik, anggun, berpendidikan tinggi, dan yang paling membuatnya terdiam lama… Elena berasal dari keluarga terpandang, memiliki reputasi mentereng di dunia bisnis dan sosial. Camila menghela napas berat, menutup layar tabletnya perlahan.Pikiran-pikiran gelap mulai mengendap di benaknya. Ia memandang bayangannya di cermin besar di seberang ruangan, mengamati dirinya yang kini tengah hamil, dengan lingkaran gelap di bawah mata karena sering sulit tidur akhir-akhir ini.“Elena memiliki segalanya …,” gumamnya lirih. “Sedangkan aku .…”Ia menggigit ujung jarinya, kebiasaan lamanya saat sedang gelisah. Wajahnya mengerut, hatinya diliputi kecemasan. Bagaimana pun, Elena adalah tawaran menarik dalam dunia Victor. Ia takut jika Victor berpaling. Seperti yang dulu dilakukan Victor pada Selena—meninggalkan seorang perempuan untuk perempuan lain.Camil

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   101. Selir

    Udara sore itu terasa hangat, langit dihiasi semburat jingga yang perlahan memudar ke ungu, menyiratkan senja yang menenangkan. Camila melangkah masuk ke dalam mansion dengan senyum ceria yang tak bisa ia sembunyikan. Pertemuan dengan Selena memberi kelegaan dalam hatinya, seolah satu beban besar telah terangkat. Wajahnya bersinar ketika melihat Victor tengah menunggunya di ruang tengah, seperti biasa dengan tatapan lembut yang hanya diperuntukkan untuknya.Victor berdiri, menghampiri Camila dengan langkah ringan, lalu menyentuh pipinya dengan jemari hangat. “Kau tersenyum,” katanya lirih, penuh makna. “Aku senang melihatmu seperti ini lagi.”Camila menatapnya sambil tersipu, lalu menjawab, “Aku juga lega. Setelah semua yang terjadi … aku merasa ini pertama kalinya aku bisa bernapas tanpa beban.”Victor mengangguk, memandangi istrinya dengan mata yang berbinar. “Kalau begitu … setelah ini, apa yang ingin kau lakukan, hm?”Camila menggenggam tangan Victor dengan manja. “Aku ingin makan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   100. Ambisi yang Menghancurkan

    Udara sore hari membawa semilir angin lembut yang menyusup masuk ke dalam ruang tamu vila kecil di pinggiran kota. Sebuah tempat netral yang dipilih Victor untuk mempertemukan dua perempuan yang pernah—dan masih—menjadi bagian dari kehidupannya.Camila duduk dengan tubuh tegak di sofa, bersebelahan dengan Victor, namun ada jeda kecil di antara mereka. Tangannya bertaut di atas pangkuan, dan tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang duduk di seberang, Selena. Wajah Camila terlihat canggung, dan kepalanya lebih sering tertunduk.Selena menyambut kedatangan mereka dengan senyum merekah. Ia tampak begitu hangat dan ramah, seolah tidak ada beban di antara mereka bertiga. Rambut panjangnya tergerai lembut, dan perutnya yang mulai membuncit terlihat jelas di balik gaun panjang berwarna pastel.“Terima kasih sudah datang, Victor, Camila.” Suara Selena terdengar tenang dan bersahabat.Camila membalas senyuman itu dengan anggukan kecil, berusaha keras menyembunyikan rasa canggungn

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   99. Tak Tergoyahkan

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasena masih terasa lengang. Cahaya matahari menyusup pelan lewat jendela besar, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer. Di ruang tengah yang hening, Victor duduk bersama Camila. Tangannya menggenggam tangan perempuan itu erat, seolah tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.Camila menatapnya dengan tenang, bibirnya membentuk senyum kecil yang lembut. “Victor … kau tidak perlu melakukan semua itu hanya untuk membuatku percaya. Aku sudah percaya padamu. Percaya sepenuh hati.”Victor tidak langsung menjawab. Ia memandangi wajah Camila dalam-dalam, seolah ingin menyimpan tiap detailnya di ingatan. “Aku tahu kau sudah percaya,” katanya akhirnya. “Tapi aku tidak bisa merasa lega jika aku belum membuktikannya langsung di depan matamu. Aku ingin menghapus semua keraguan yang mungkin masih bersisa—meski hanya sedikit.”Camila menghela napas pelan. Ia tahu Victor bukan sekadar berkata—pria itu memang tipe yang akan menyelesaikan semuanya dengan jelas dan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   98. Bayangan Masa Lalu

    Senja semakin meredup saat Camila dan Victor duduk di teras belakang mansion Aryasena. Bayangan pohon-pohon tinggi memanjang, menciptakan kesunyian yang bersahaja. Namun di hati Camila, gelombang ketidakpastian masih bergulung.“Kau benar-benar bisa melupakan Selena?” tanya Camila pelan, hatinya berdegup kencang. “Evelyn mirip sekali dengannya … Aku takut, kau akan teringat lagi padanya.”Victor menatap Camila dengan lembut, merangkul pinggang istrinya. “Haruskah aku membawa Selena ke hadapanmu, lalu bersumpah di depan Tuhan bahwa hubungan kami telah benar‑benar kandas?” ucapnya tenang, suaranya mantap. “Aku menegaskan sekali lagi, yang kusayangi sekarang hanyalah kau, Camila. Tak ada yang lain. Apa itu saja belum cukup setelah semua perjuanganmu?”Camila terdiam, mengerjakan pergumulan di dalam dada. Benar, Victor telah menanggalkan segala kekuasaannya, mempertaruhkan nyawa, bahkan melupakan rasa sakit lamanya hanya demi menyelamatkan dirinya. Air matanya mengalir perlahan saat ia me

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   97. Satu-satunya

    Suasana ruang penghakiman masih menegang ketika vonis terhadap Nathan diumumkan. Desis kebencian dan gumaman setuju membanjiri ruangan, namun belum sempat semua kembali tenang, suara berat dan bergetar terdengar dari sisi kanan ruangan.“Bukankah … hukuman itu terlalu berlebihan?” tanya Lucas Ardhana dengan suara serak yang ditahan oleh amarah sekaligus kepanikan. Tubuhnya berdiri tegak, namun sorot matanya jelas gelisah.Semua kepala keluarga menoleh padanya, termasuk Victor yang berdiri di tengah dengan Camila di sisinya. Victor menatap Lucas tanpa berkedip, lalu melangkah maju dengan langkah lambat dan penuh tekanan.“Berlebihan?” ulang Victor dingin, suaranya memotong udara seperti pisau. “Ibuku mati ditusuk berulang kali. Camila—istriku—hampir kehilangan nyawanya dan anak kami. Dan kau ingin bilang hukuman ini … berlebihan?”Lucas mengepal tangannya. “Tapi kau membuat anakku tak lagi bisa hidup normal! Kau memotong dua tangannya, satu kakinya. Itu sama saja menyuruhnya mati perla

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   96. Kejatuhan Sempurna

    Camila duduk di kursi kayu di sudut ruangan, matanya tak pernah lepas dari tubuh Victor yang kini tengah diperban dan dirawat oleh dokter lain. Biasanya Liam yang akan mengurus semua luka Victor, tapi kondisi Liam yang tengah kritis membuat hal itu mustahil. Kini, seorang dokter tua dengan gerakan cekatan menyeka darah yang masih tersisa dan membalut luka panjang di sisi tubuh Victor dengan hati-hati.Victor menahan nyeri tanpa suara. Hanya napasnya saja yang sesekali terdengar berat. Namun saat matanya bertemu dengan pandangan Camila, senyum kecil ia hadirkan seolah ingin menyampaikan bahwa semuanya baik-baik saja.Camila hanya bisa menggenggam tangannya sendiri erat-erat, menahan semua rasa khawatir yang menggelegak dalam dadanya. Ketika sang dokter akhirnya selesai, ia hanya mengangguk sopan sebelum keluar meninggalkan ruangan tanpa banyak kata.Camila segera bangkit, menghampiri sisi tempat tidur dan duduk di tepinya.“Kau harus beristirahat sekarang,” ucapnya lirih sambil mengelu

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   95. Tempat Pulang

    Sinar matahari pagi menyusup pelan lewat celah jendela kamar yang setengah tertutup tirainya. Udara terasa sunyi, berat oleh duka yang masih menggantung di antara napas-napas yang tertahan. Di depan cermin, Camila berdiri dalam diam, memandang pantulan dirinya yang dibalut gaun hitam sederhana. Warna gelap itu menambah pucat pada wajahnya yang memang sudah kehilangan rona sejak hari-hari penuh luka itu datang bertubi-tubi.Pintu kamar terbuka perlahan. Langkah kaki mendekat pelan di belakangnya. Lalu sepasang lengan kuat memeluknya dari belakang, membawa kehangatan di antara dinginnya suasana berkabung. Victor menyandarkan dagunya di pundak Camila, menghela napas panjang sebelum akhirnya berbisik, “Kau tak perlu ikut, Camila. Seperti yang aku bilang tadi di mobil … kau cukup istirahat.”Camila menatap bayangan Victor di cermin, lalu menggeleng pelan dengan senyum kecil yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. “Aku masih kuat …,” bisiknya lirih. “Aku harus ikut … aku ingin mengantar

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   94. Janji Atas Duka

    Langit malam semakin gelap, ditingkahi angin yang dinginnya menusuk tulang. Bau darah dan asap masih menggantung di udara. Di tengah kekacauan itu, terkapar tubuh seorang pria—penuh luka dan darah mengalir deras dari bahunya yang tertembak. Napasnya tersengal, tersisa dalam hembusan pendek dan berat.Itu adalah Leon Wibisana.Ia tergeletak di antara semak dan batang pohon tumbang, tangan kirinya menggenggam tanah seolah mencoba bertahan lebih lama.Beberapa langkah dari sana, Victor datang sambil memapah Camila yang masih terpukul secara emosional. Namun pandangannya langsung berubah saat matanya menangkap sosok yang terbaring tak berdaya itu.“Kak Leon!” teriak Camila.Tanpa pikir panjang, Camila melepaskan diri dari Victor dan berlari sekuat tenaga ke arah kakaknya. Langkahnya tertatih, tubuhnya masih gemetar, tapi naluri seorang adik yang putus asa mengalahkan segalanya. Ia langsung berlutut di samping Leon, tangannya mengguncang tubuh kakaknya yang penuh luka.“Jangan tinggalin ak

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status