Aufan berjalan santai setelah memarkirkan mobilnya di halaman rumah mewah di bilangan Jakarta. Saat masuk ke dalam rumah besar itu, suara bocah laki-laki menyambutnya dengan antusias.
"Halo jagoan!" sambut Aufan dan menggendong bocah yang memakai baju spiderman.
"Daddy, Ray beli mainan baru," bisik bocah bernama Rayyan.
Tangan Rayyan melingkar sempurna pada leher Aufan. Mulutnya yang sedikit berlumuran coklat mendekat ke arah telinga untuk membisikkan sesuatu kembali.
"Keren banget, Dad."
"Wah, Daddy boleh liat?"
Rayyan mengangguk cepat saat Aufan menanggapinya sembari tertawa kecil dengan kaki yang terus berjalan ke arah ruang tamu.
"Mas, kapan sampai?" Wanita dengan tubuh bak model keluar dari arah pantri, menyambut Aufan dengan apron yang baru saja dilepaskan.
Aufan duduk di salah satu sofa dalam ruang tamu bersama Rayyan yang ikut duduk di atas pangkuannnya.
"Baru aja, Zidan belum pulang?"
Aura, adik perempuannya hanya menggeleng. Ikut mendaratkan bokong di atas sofa setelah memerintah salah satu pekerja untuk membawakan secangkir kopi kesukaan Aufan.
"Katanya hotel di Batam lagi masalah, Mas. Jadi Mas Zidan enggak bisa pulang."
Mengangguk menanggapi ucapan adiknya. Aufan mengernyit saat bocah dalam pangkuannya turun dan membuka stoples camilan yang baru saja disediakan asisten rumah tangga bersama secangkr kopi.
"Tumben, Mas Auf ke sini? Ada masalah?" Aura bertanya sembari mencabut beberapa lembar tisu untuk membersihkan tangan dan mulut Rayyan dari coklat.
"Mas mau numpang istirahat, capek banget layanin investor asing yang cerewet," ujar Aufan setengah kesal.
Sebenarnya, bukan hanya itu yang membuat Aufan kesal! Kunjungan ke rumah Tata juga harus terganggu setelah asistennya mengatakan jika investor dari Cina datang mendadak ke kantornya. Mau tidak mau, Aufan terpaksa meninggalkan wanita yang saat ini masih saja mengganggu pikirannya.
"Ah, sial!" batin Aufan.
"Oh, ya udah. Istirahat di kamar yang biasa Mas pakai aja." Aura mendapat anggukan kepala dari pria yang saat ini beranjak dari sofa sembari membuka jas dan mengendurkan dasinya.
"Daddy istirahat dulu, ya. Jangan banyak-banyak makan coklatnya nanti sakit gigi lagi." Aufan mengacak gemas rambut bocah yang asyik memakan kukis seraya membawa cangkir kopi menuju kamar tamu.
Jika ada seseorang yang baru melihat hal itu, mungkin Rayyan akan disangka anak Aufan karena bocah itu begitu dekat dengan pamannya. Begitu juga Aufan yang begitu menunujukkan sifat kebapakaannya jika bersama bocah laki-laki itu.
***
Di saat yang sama, Aufan tidak tahu jika Tata masih diam setelah pria itu pergi buru-buru dari rumahnya. Dia sampai beberapa kali terkejut saat Azira memanggilnya dengan suara memekik karena begitu girang dengan mainan barunya.
"Bunda, lihat ini. Ternyata, dia punya rambut palsu warna-warni!" pekik bocah yang masih sibuk dengan beberapa bungkus mainan yang belum dibuka semua.
Tata menoleh, masih merasa bingung kenapa pria itu menyambangi rumahnya hanya untuk memberikan mainan pada putrinya. Sebelum Aufan pergi, ia sempat mengantar kepergian pria itu sampai ambang pintu sambil bertanya ragu dan jawabannya tetap sama.
Dengan santainya, pria itu berbicara, "Sudah saya bilang, kan. Saya kecanduan tubuh kamu. Hari ini masih belum sempat. Lain kali, kita ngobrol di kamar lagi."
Aufan memakai kaca matanya dan tersenyum sembari menatap wajah gugup di depannya. "Cuma berdua," bisiknya lalu pergi meninggalkan Tata yang hampir hilang keseimbangan tubuhnya karena bisikkan sensual Aufan.
"Zira, nanti kalau Om yang tadi dateng lagi dan bawa mainan. Azira tolak, ya." Tata berkata lembut, tetapi tetap terdengar tegas di telinga gadis yang saat ini menatap kebingungan.
"Kenapa, Bun? Om tinggi tadi jahat, ya?"
Meringis mendengar tanya sang putri, Tata beralih pada rambut boneka berwarna ungu yang sedang dipegang Azira. "Bunda enggak tahu. Tapi, alangkah baiknya kalau kita lebih waspada sama orang asing, Zira ngerti maksud bunda, kan?"
Lensa karamel milik bocah perempuan itu mengedip bingung meski pada akhirnya ia mengangguk tipis. Dari yang ia tangkap, perintah sang ibu adalah--untuk jangan banyak berkomunikasi dengan orang asing.
Azira kembali tersenyum lebar saat tak sadar kalau sang ibu sudah selesai memasang rambut palsu boneka barunya. Matanya melebar saat tampilan boneka itu terlihat begitu cantik.
"Wah, cantik banget, Bun."
Tata tersenyum sembari membereskan bungkus mainan di atas meja, lalu memasukkannya ke dalam totebag yang diberikan Aufan. Dia kembali mengingat kedatangan pria itu dan berharap kalau tak ada masalah baru setelah ia kedatangan pria yang pernah membeli tubuhnya.
***
"Pagi, Pak." Sapaan dari seorang wanita cantik itu hanya dibalas senyum tipis oleh Aufan yang berlalu masuk ke dalam ruang kerjanya.
Tak lama, pintu ruangannya diketuk dan setelahnya menampilkan sekertaris yang tadi menyapanya lembut. Rosa berdiri dengan sebuah berkas dalam pelukan sebelum menyerukan jadwal bosnya yang saat ini sedang membuka jas dan menggantungnya pada tempat biasa.
Tampilan sekretaris itu terlihat menggoda. Dia juga menatap Aufan dengan hasrat. Pria itu memang terlihat menarik dengan pakaian kantornya.
Sayangnya, Aufan tidak mengindahkan keberadaan perempuan itu. Dia justru duduk di kursinya dan membuka laptop, seraya mengecek situasi terkini tentang resortnya yang sedang dipegang kendali oleh sepupunya, Azie.
"Ada jadwal apa aja hari ini, Cha?" tanya Aufan.Rosa berjalan mendekati Aufan dan meletakan berkas yang ia bawa. "Ada dua meeting hari ini, Pak. Pertama, tentang launching barang baru. Yang kedua, tentang penundaan desain pertama kitchen set yang bulan kemarin Bapak bahas."
Aufan mengangguk dengan tatapan yang masih berkelana di layar laptop.
"Dan ini berkas yang harus Bapak tanda tangan. Isinya, surat jalan sama surat dari tim logistik yang merangkum kekurangan bahan produksi."
Aufan kini mendongak. Dia mulai menyadari sekretaris cantiknya yang hari ini mengenakan rok span hitam sebatas lutut dengan paduan kemeja merah muda dan blazer hitam. Wanita dengan rambut blonde itu tak lelah memasang senyum manis ke arahnya.
Tangannya meraih berkas dan membuka beberapa halaman yang harus ia bubuhi tanda tangan sebelum memberikannya pada wanita yang berdiri tegak di depan mejanya.
"Oke, ini aja, kan?"
Rosa mengangguk cepat.
"Kalau begitu kamu bisa kembali ke tempat kamu lagi, Cha." Aufan menyodorkan kembali berkas yang tadi diberikan Rosa yang langsung disambut oleh jemari lentik nan gemulai.
Wanita itu mengangguk dengan senyum yang tak meluntur sedikit pun saat meninggalkan ruangan Aufan. Sayangnya, pria tampan itu tidak memperhatikan dirinya sama sekali karena sibuk memikirkan Tata.
Tata bekerja di salah satu kafe yang terletak tak jauh dari kediamannya. Hari ini ia menitipkan Azira pada Mela, sepupunya yang tinggal bersama orang tua angkat. Ia sebenarnya malu hanya saja tidak ada pilihan karena selepas operasi Azira benar-benar harus diperhatikan."Ta, biasa, nih." Danto-pria berusia berucap pada karyawannya.Mendengar itu membuat Tata menoleh, ia tahu apa yang maksud atasannya. Bukasn hanya menjadi pelayan saja, tetapi Tata juga kerap kali mengisi acara musik yang di adakan kafe setiap malam minggu meski sebenarnya ada uang tambahan dari menyumbangkan suara hanya saja mengingat anaknya yang baru selesai operasi membuat ia ingin cepat pulang."Iya, Bos. Tapi nggak sampe malem kan, gue nggak bisa kalau--""Tidak, paling jam sepuluh selesai. Sebelum lu tampil ada Band baru yang mau nyumbang, lumayan promo sambil hiburan."Tata mengangguk dan kembali fokus pada mesin kasir. Ya, mau bagaimana lagi nasib orang kecil sepertinya yang sangat butuh uang dan meminta izin
"Ta, lo dipanggil Mr. Zaccth. Hari ini lo gue kasih jam istirahat tambahan. Cepet temuin dia, gih!"Tata bahkan belum sempat menjawab namun pria dengan kemeja abu itu sudah pergi meninggalkannya. Ia membuang tatapannya pada pria yang terus menatap dengan senyum yang menyeramkan, menurutnya. Tata tentu saja tak bodoh, mungkin pria itu tahu kalau ia bukan pelacur yang harusnya datang malam itu, lalu bagaimana jika ia suruh ganti rugi atau bahkan dilaporkan ke polisi karena tindakan penipuan. Oh, astaga bahkan Tata rasanya ingin bersembunyi di laci kasir agar tak terlihat pria tinggi besar itu lagi.Berjalan ragu akhirnya Tata sampai pada meja pojok yang terdapat pria dengan wajah angkuhnya, ia tak buru-buru duduk dan sesekali memilin tangannya yang terlihat basah karena keringat gugup."A-ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Tata terbata-bata.Aufan tertawa kecil. Sekarang ia merasa seperti Serigala yang dipersembahkan kelinci kecil setelah dua minggu tak makan apa pun. Sungguh, bahka
Memakai kemeja putih dengan celana bahan hitam yang warnanya sedikit pudar. Tata menatap kagum pada gedung tinggi di hadapannya.Jantungnya berdegub kencang saat langkahnya perlahan memasuki area gedung itu dan kini bak bocah sekolah yang sedang tersesat, Tata melengok ke kiri dan kanan saat para karyawan perusahaan itu berlalu lalang memasuki gedung.Rasanya ia ingin kembali keluar jika saja tak terbebani oleh ancaman pria yang memiliki seringai mesum itu.'Kantor polisi atas tindakan penipuan atau kerja sama saya.'Aufan begitu yakin kalau ancamannya sangat ampuh pada wanita yang saat itu terlihat ketakutan dan ya, duga
Meski enggan, Tata tetap melangkah bersama pria tinggi itu. Memasuki gedung raksasa yang pasti menyimpan ratusan pekerja di dalamnya. Senyum sapa bahkan tundukan kepala orang-orang yang dilewati Aufan, membuat Tata begitu risih meski ia tahu kalau hal itu mungkin biasa bagi Aufan. Hanya saja, berjalan di belakang Aufan dengan ditatap para karyawana membuat Tata benar-benar tak nyaman. Apalagi tatapan para karyawan wanita yang seperti menelanjanginya.Sampai pada pintu lift, Aufan menoleh pada wanita yang terlihat begitu kecil di belakangnya. Ia tersenyum, kali ini bukan seringai mesum tapi senyum tipis yang jarang sekali ia tunjukan.Pintu besi itu terbuka, mereka bedua masuk karena lift yang digunakan
Aufan berdiri gusar didekat jendela besar dalam kantornya. Ia merasa bodoh karena horny hanya dengan berdekatan dengan wanita mungil itu. Bagaimana mungkin efeknya bisa seperti ini."Pak?"Suara itu membuat Aufan kembali menarik nafas pelan dan menoleh pada Tata yang tampak kebingungan di atas sofanya.Tentu saja Tata sekarang memasang wajah bingung. Pasalnya, setelah ia meneriaki nama pria itu dan menepuk bahu tegapnya, Aufan malah terbengong cukup lama hingga membuat Tata harus lebih keras memukul lengan berotot itu.Tanpa menjawab panggilan Tata, Aufan kini menghubungi salah satu pekerjanya untuk mengantar Tat
Bapak panggil saya?"Seorang wanita muncul dari balik pintu dan melirik sebentar ke arah Tata yang sedikit tertunduk.Abigele Rasimh, kepala divisi pemasaran yang bekerja bersama Aufan sejak Aura--sang adik-- masih memimpin. Wanita dengan paras cantik dan raut wajah dingin itu adalah anak dari bibinya Aufan.Setelah menormalkan detak jantung yang tak karuan karena aksi pria tinggi itu. Kini Tata mulai melihat wanita yang beberapa detik memasuki ruangan. Ia harus berterimakasih karena wanita itu menyelamatkannya dan kiniatanya menelisik penampilan formal yang begitu elegan membungkus tubuh ramping itu.Kemeja navy dengan r
Hai, saya Renata Windari. Kalian bisa panggil Tata atau Windi," ujar Tata sedikit malu saat para pria di sana begitu terang-terangan menatapnya dengan lekat."Gue Kaino, panggil aja Mas Ino," timbrung Ino sambil tersenyum manis ke arah Tata yang hanya mengangguk ragu."Dah, kerja kerja! Matanya dijaga, jangan sampe gue kasih kacamata kuda!" balas Giel ketus sambil membawa Tata untuk duduk di tim Devano."Suseh yeh, betina. Dideketin ngamuk, lirik yang lain ngamuk juga," sindir Ino yang dihadiahi lemparan pulpen dari gadis yang baru saja ia sindir. Untung saja Ino sudah terbiasa menghadapi serangan dadakan itu hingga tak ada rasa kejut selain kekehan geli.
Iya Bos, tadi sebelum ke kafe gue sempet lewatin rumahnya. Tapi masih sepi jadi gue langsung otw ke kafe dan ternyata nggak ada orangnya," jelas Joni sambil menenggak minumannya. "Jadi sekarang dia kerja di perusahaan lu. Terus anaknya sama siapa? Soalnya kalau di kafe setiap jam makan siang dia pulang buat makan bareng sama anaknya," lanjutnya.Aufan semakin mengernyit saat Joni kembali berucap, "anaknya kemarin balik ke rumah sakit buat buka perban kayaknya. Tapi gue nggak selidikin keadaannya.""Oke, Jon, gue tutup dulu teleponnya," balas Aufan dan mematikan ponselnya lalu langsung menghubungi Giel.***Setelah selesai memberitahu Mala kalau ia mulai bekerja hari ini dan tak bisa makan siang bersama Zhira, Tata keluar dari pantri dan menghampiri Giel yang mengisyaratkannya untuk datang."Win, kamu pulang aja. Besok mulai kerjanya, hari ini cuma perkenalan," terang
Seminggu berlalu dengan rutinitas baru bagi Tata yang saat ini berlari buru-buru setelah mengantarkan Zira ke rumah Mela.Tangannya merogoh dompet dalam tas dan melihat sisa uang yang bahkan ia rasa tak akan cukup jika memesan ojek online. Terpaksa, wanita dengan setelan formal itu berdiri di atas trotaor, menatap ujung jalan sebelah kiri, berharap semoga Tuhan memberi kemudahan untuknya dengan menghadirkan angkutan umum yang biasanya muncul di jam-jam saat ini.Sayangnya, lima belas menit berlalu ia masih berdiri dengan wajah yang harap-harap cemas. Keterlambatannya berawal dari Zira yang entah kenapa merengek memintanya untuk tak bekerja, jika sedang sakit mungkin Tata akan menyetujui permintaan gadis kecilnya. Hanya saja saat ditanya, Zira beralasan ingin ditemani makan siang oleh dirinya. Memang sudah satu minggu sejak ia bekerja di perusahaan raksasa itu, kegiatan makan siang bersama sudah tak bisa ia jalani.Sedangkan Tata yang berusaha selalu bertanggung jawab atas apa yang seda
Kembali menarik nafas dengan sedikit rasa tak nyaman karena pakaian yang semalam diberikan Mala untuknya, Tata menyapa dengan senyum pada pria paruh baya yang berjaga di pos masuk sedang dirinya terus berjalan ragu memasuki bangunan raksasa itu.Zaccth Company Group, perusahaan yang berdiri dari tahun 1960 adalah perusahaan besar yang berada di Jakarta. Bergerak di bidang properti, Adimara Nufandra Zaccth berhasil membawa nama perusahaannya terkenal ke mancanegara kini pria yang usianya sudah memasuki angka 65 itu tengah menikmati masa pensiunnya bersama sang istri dan memilih membeli hunian di pantai kuta, Bali.Memiliki dua anak yang terpaut usia 5 tahun, Adimara mewariskan semua aset perusahaannya untuk anak pertamanya, Aufan Nufandra Zaccth, atau lebih dikenal Aufan Zaccth. Sedang putri semata wayangnya tak kalah fantastis dalam menerima warisan, yaitu sebidang tanah yang hampir memiliki harga jual 200 Miliar.
Sumi, wanita belasteran Inggris dan Indonesia itu memang begitu lengket dengan Tata. Kebetulan saat hari terakhir Tata bekerja wanita itu sedang mengambil jatah liburnya."Maaf-maaf, gue belum pamit sama yang lain juga. Baru sama bos doang," jawab Tata sambil berjalan bersama Sumi dan Mala dengan Zira yang sudah diambil alih oleh wanita tinggi itu."Kok, dadakan banget sih. Perasaan lo nggak ada ngomong mau pindah kerja, deh?"Mereka duduk di meja pelanggan dekat dengan kasir dan Tata sedikit meringis atas pertanyaan itu. Jangankan rencana bahkan berpikir untuk pindah kerja pun tidak pernah. Pikir Tata."Iya, dadakan banget panggilan interviewnya," balas Tata. "Zira mau pesen apa, Sayang?" Kini matanya menatap bocah yang sedang anteng duduk dipangkuan sahabatnya."Apa aja, Nda," sahut si bocah."Kalian pesen aja, Mala pesen makan juga boleh gue y
Jadi Nda kerjanya jauh? Nggak bisa makan siang sama Zira lagi?"Bocah dalam pangkuan Tata terus saja berceloteh gemas saat sang ibu pulang. Sekarang mereka sedang berada di rumah Mala karena Azira terpaksa harus dititipkan di sana.Saat Tata bekerja di kafe, sebenarnya gadis kecil itu terbiasa sendiri. Jika sekolah pun Zira selalu pulang ke rumah dan setelah itu menunggu sang ibu untuk makan siang bersama atau terkadang menyusul sang ibu bekerja karena memang jarak antara kafe dan rumah hanya butuh lima menit jika berjalan kaki. Namun kali ini Tata tak bisa memantau anaknya dan memilih orang tua angkat Mala yang ia repotkan meski kedua orang tua itu selalu antusias jika Azira datang."Iya, nggak apa-apa
Iya Bos, tadi sebelum ke kafe gue sempet lewatin rumahnya. Tapi masih sepi jadi gue langsung otw ke kafe dan ternyata nggak ada orangnya," jelas Joni sambil menenggak minumannya. "Jadi sekarang dia kerja di perusahaan lu. Terus anaknya sama siapa? Soalnya kalau di kafe setiap jam makan siang dia pulang buat makan bareng sama anaknya," lanjutnya.Aufan semakin mengernyit saat Joni kembali berucap, "anaknya kemarin balik ke rumah sakit buat buka perban kayaknya. Tapi gue nggak selidikin keadaannya.""Oke, Jon, gue tutup dulu teleponnya," balas Aufan dan mematikan ponselnya lalu langsung menghubungi Giel.***Setelah selesai memberitahu Mala kalau ia mulai bekerja hari ini dan tak bisa makan siang bersama Zhira, Tata keluar dari pantri dan menghampiri Giel yang mengisyaratkannya untuk datang."Win, kamu pulang aja. Besok mulai kerjanya, hari ini cuma perkenalan," terang
Hai, saya Renata Windari. Kalian bisa panggil Tata atau Windi," ujar Tata sedikit malu saat para pria di sana begitu terang-terangan menatapnya dengan lekat."Gue Kaino, panggil aja Mas Ino," timbrung Ino sambil tersenyum manis ke arah Tata yang hanya mengangguk ragu."Dah, kerja kerja! Matanya dijaga, jangan sampe gue kasih kacamata kuda!" balas Giel ketus sambil membawa Tata untuk duduk di tim Devano."Suseh yeh, betina. Dideketin ngamuk, lirik yang lain ngamuk juga," sindir Ino yang dihadiahi lemparan pulpen dari gadis yang baru saja ia sindir. Untung saja Ino sudah terbiasa menghadapi serangan dadakan itu hingga tak ada rasa kejut selain kekehan geli.
Bapak panggil saya?"Seorang wanita muncul dari balik pintu dan melirik sebentar ke arah Tata yang sedikit tertunduk.Abigele Rasimh, kepala divisi pemasaran yang bekerja bersama Aufan sejak Aura--sang adik-- masih memimpin. Wanita dengan paras cantik dan raut wajah dingin itu adalah anak dari bibinya Aufan.Setelah menormalkan detak jantung yang tak karuan karena aksi pria tinggi itu. Kini Tata mulai melihat wanita yang beberapa detik memasuki ruangan. Ia harus berterimakasih karena wanita itu menyelamatkannya dan kiniatanya menelisik penampilan formal yang begitu elegan membungkus tubuh ramping itu.Kemeja navy dengan r
Aufan berdiri gusar didekat jendela besar dalam kantornya. Ia merasa bodoh karena horny hanya dengan berdekatan dengan wanita mungil itu. Bagaimana mungkin efeknya bisa seperti ini."Pak?"Suara itu membuat Aufan kembali menarik nafas pelan dan menoleh pada Tata yang tampak kebingungan di atas sofanya.Tentu saja Tata sekarang memasang wajah bingung. Pasalnya, setelah ia meneriaki nama pria itu dan menepuk bahu tegapnya, Aufan malah terbengong cukup lama hingga membuat Tata harus lebih keras memukul lengan berotot itu.Tanpa menjawab panggilan Tata, Aufan kini menghubungi salah satu pekerjanya untuk mengantar Tat
Meski enggan, Tata tetap melangkah bersama pria tinggi itu. Memasuki gedung raksasa yang pasti menyimpan ratusan pekerja di dalamnya. Senyum sapa bahkan tundukan kepala orang-orang yang dilewati Aufan, membuat Tata begitu risih meski ia tahu kalau hal itu mungkin biasa bagi Aufan. Hanya saja, berjalan di belakang Aufan dengan ditatap para karyawana membuat Tata benar-benar tak nyaman. Apalagi tatapan para karyawan wanita yang seperti menelanjanginya.Sampai pada pintu lift, Aufan menoleh pada wanita yang terlihat begitu kecil di belakangnya. Ia tersenyum, kali ini bukan seringai mesum tapi senyum tipis yang jarang sekali ia tunjukan.Pintu besi itu terbuka, mereka bedua masuk karena lift yang digunakan