enjoy reading ...
Kupikir setelah Pak Chang memutuskan untuk menghentikanku menjadi bodyguardnya, aku akan memiliki bos baru yang tak lain adalah rekan kerjanya dalam satu kantor ini. Tapi ternyata dugaanku salah, beliau memintaku kembali menjadi bodyguardnya. "Alasan Pak Chang minta lo kembali jadi bodyguardnya masih jadi tanda tanya, Do," itu suara Andry. Rekan satu bodyguardku dan kami sudah bekerja sama selama lima tahun untuk Pak Chang. "Gue juga nggak ngerti, Ndry. Karena waktu di Maldives, Pak Chang marah banget karena gue lalai," ucapku dengan menatap ke luar jendela kaca besar kantor. Kumasukkan kedua tangan ke dalam saku celana hitam yang kukenakan pagi ini sambil bersandar di jendela kaca yang bening. Hingga mataku bisa melihat dengan jelas gumpalan awan putih yang bergerombol di langit ibu kota. "Lo lalai karena apa emangnya?" Untuk satu pertanyaan itu, aku tidak yakin jika harus mengatakannya pada Andry. Lalu pandanganku tertunduk ke lantai. "Lo masih nganggep gue orang lain sampai n
“Dimana suamiku?!” Aku berdiri sopan dengan menundukkan kepala di hadapan Nyonya Chang, istri Pak Chang. “Rado, kamu dengar aku ‘kan?!” tanyanya lagi dengan nada menuntut. Mulutku terkatup rapat karena teringat dengan pesan Pak Chang untuk tidak mengatakan pada orang rumah alias istrinya kemana beliau berada malam ini. Tapi herannya, bagaimana bisa Nyonya Chang berada disini? Padahal baik aku maupun Andry tidak mengatakan dimana keberadaan kami sekarang. Apakah beliau mengikuti kami? Atau menyewa mata-mata? “Rado! Jawab!” bentaknya sambil mendorong dadaku. Kakiku mundur selangkah karena ulahnya. “Maaf, Nyonya. Saya … kurang tahu dimana Pak Chang berada,” ucapku sopan dengan pandangan tetap menunduk. “Omong kosong! Kebohonganmu itu terlalu naif! Memangnya kamu bekerja untuk siapa sampai nggak tahu dimana suamiku, heh?! Kamu pikir aku anak baru kemarin yang bisa kamu kibuli, heh?!” tantangnya. “Saya … benar-benar tidak tahu, Nyonya.” Lalu tangan Nyonya Chang menampar pipi kirik
"Kenapa diem aja?" tanya Risty dengan menatapku dari samping. Sedang aku masih fokus menatap minuman kaleng pemberiannya yang masih berada dalam genggaman. "Seenggak pengen tahunyakah lo sama kehidupan gue lima tahun silam, Do? Apa gue udah nggak ada lagi di dalam hidup lo selama ini?" tanyanya dengan sorot sendu. Sebenarnya aku meronta ingin mengatakan isi hati ini. Hanya saja sudah terikat janji untuk menjauhi Risty dan tidak mau membahayakan diri sendiri juga keluarga besarku.Risty mendengus lirih lalu meneguk minumannya sambil menatap ke depan. "Berarti cuma gue yang paling bego disini. Gue pikir, lo masih nyimpen satu rasa buat gue.""Mending kita kembali ke lounge, Ris. Pak Chang pasti nyariin lo." Sepertinya menghentikan pertemuan kami dengan menyarankan Risty kembali ke Pak Chang adalah solusi terbaik. Dari pada aku tidak bisa menghentikan perasaan ini. Ketika aku sudah berbalik badan dan mendapat dua langkah, Risty membuka suara. "Tahun pertama pernikahan gue sama Ric
"Ndry, bisa minta tolong?" Andry yang hendak merebahkan diri di kasur pun urung lalu menatapku. "Tolong apaan malam-malam gini?" "Mutus saluran listrik hotel ini." Kedua alis Andry terangkat tinggi dengan wajah penuh tanya. "Lo sadar sama apa yang lo ucapin kan, Do?" "Sadar." Kemudian aku memakai jaket dan topi hitam yang tergeletak di meja kamar. "Ngapain lo pengen matiin listrik hotel ini?" "Menurut lo?" Andry menaikkan kedua bahunya dengan wajah bingung. "Apa emangnya?" "Sekarang bantuin gue dulu, penjelasannya belakangan." Lalu aku melempar pakaian Andry ke kasurnya. Tapi sahabatku sesama bodyguard itu menatap pakaiannya dan aku bergantian. "Buruan! Gue nggak ada waktu!" Dalam waktu lima belas menit, Andry sudah berada di lantai satu hotel mewah ini. Kebetulan lampu lobby sudah dimatikan sebagian karena hampir mendekati pukul sebelas malam. Dan satpam yang bertugas sedang pergi entah kemana. Kesempatan itu membuat Andry bisa bergerak leluasa. "Lobby sepi. Satp
Setelah mendengar penuturan tentang rasa cintaku yang masih sama besarnya, Risty justru tidak menjawab. Dia menundukkan kepala di tengah keremangan penerangan lampu kamar hotelku. Masih dengan memenjara tubuhnya diantara dinding dan tubuhku. "Ris?" panggilku dengan jarak wajah sedekat ini dengannya. Kepalanya sedikit mendongak kemudian bertemu dengan tatapan mataku. Sorot matanya memancarkan keraguan bercampur kekecewaan yang membuatku khawatir. "Sayang?" Mulutku dengan begitu lancang memanggilnya demikian. Lalu kedua tanganku menangkup wajah cantiknya dengan pandangan cemas. Bagaimana jika Risty benar-benar telah mengubur rasa cintanya untukku. "Gue minta maaf, Ris. Maafin gue. Tapi waktu itu gue nggak ada pilihan selain ninggalin lo. Gue takut nyawa gue dan keluarga melayang." Lalu tiba-tiba kelopak matanya dipenuhi genangan air mata yang membuatku makin iba. "Seengaknya lo bilang, Do. Bukan asal pergi," ucapnya dengan suara serak. Kepalaku mengangguk dengan tangan tetap men
Jemariku membuka kancing kemeja dengan mata menatap tajam aRisty, mantan majikan sekaligus wanita yang masih sangat kucintai. Baru tiga kancing yang terlepas, dia sudah menginterupsi dengan wajah kesal. "Rado, mau apa lo?!" "Bersenang-senang kayak yang lo mau, Ris," ucapku dengan nada tenang.Memangnya, lelaki mana yang tidak suka menghabiskan waktunya di atas ranjang dengan wanita cantik dan menawan seperti Risty? Ditambah aku memiliki perasaan yang lebih padanya. Tangannya bergerak cepat mengambil bantal lalu melemparkannya ke arahku. Lalu ia beranjak ke pojok kamar. "Jangan macem-macem lo! Kancingin baju lo lagi!" ucapnya kesal dengan menunjuk-nunjuk wajahku. Aku tersenyum geli dan mulai membuka kancing keempat dengan perlahan."Lo jangan jual mahal, Ris. Jelas tubuh gue lebih berotot dan kekar dari pada tua bangka itu. Lo pasti senang lah.""Rado, lo berubah!" "Berubah?" Kepalaku kemudian menggeleng, "Gue cuma ikuti apa mau lo, Ris."Usai kancing keempat terbuka, aku kembali
"Ada apa, Rado?" Setelah menghela nafas panjang, aku menatap kedua mata Pak Chang. "Saya akan mengajukan resign." Pak Chang menatapku terkejut dengan menaikkan kedua alisnya. Sedang Andry menoleh dengan wajah sama terkejutnya. "Kenapa kamu .... tiba-tiba mengajukan resign?" "Maaf, saya tidak bisa menjelaskan alasannya, Pak." Aku bukanlah lelaki yang pandai bersilat lidah. Jadi kupikir akan lebih baik berkata jujur jika tidak bisa menjadi bodyguardnya. "Apa ini karena Risty?" Kepalaku menggeleng, "Maaf, saya tidak bisa terus menjadi bodyguard anda, Pak." Pak Chang menghela nafas lalu menyorotku sedikit kesal. "Atau kamu sudah mendapat tawaran menjadi bodyguard orang lain dengan bayaran yang lebih tinggi?" Sepertinya Pak Chang tidak puas jika belum mendengar jawabanku mengapa memutuskan resign menjadi bodyguardnya. Tapi, sekali lagi, aku tidak mau mengatakan pada beliau alasan mengapa mengundurkan diri. "Maaf, Pak. Saya memiliki alasan pribadi yang tidak mungkin untuk di
Setelah menyemprotkan parfum beraroma maskulin sambil berkaca, aku kembali merapikan sisiran rambut. Tidak berantakan hanya saja aku ingin menyisirnya kembali. "Kok gue nerves?" gumamku.Tadi, usai mengatakan pada Mas Kian tentang pertolongan yang kubutuhkan, ia menyanggupinya. Lalu aku pulang ke apartemen untuk berganti baju yang lebih santai tapi tetap rapi. Ting tong!Suara bel unit apartemen sederhanaku berbunyi. "Pasti Mas Kian."Benar saja kakakku itu datang dengan memakai kaos warna biru dongker dan celana jeans belel. Seperti kembali terlihat bujang. Dan tangannya membawa sebuket bunga mawar putih yang masih segar dan wangi."Nih bunganya."Usai menyerahkan buket bunga, Mas Kian masuk ke dalam unit lalu aku menutup pintunya.Kedua mata Mas Kian menatap sekeliling unitku melalui kacamata beningnya dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Mirip bos kecil di perusahaan tempatnya bekerja. "Kamu betah tinggal di sini, Do?" tanyanya lalu membungkuk untuk melihat hiasa