Jayden Kingston hanya bisa mematung di tempatnya tatkala melihat Jennifer Dunn, sang artis yang sedang naik daun, tiba-tiba ditembak sebelum menyebutkan nama keluarga yang sudah bisa diduga olehnya. Sudah pasti yang dimaksud adalah keluarga Jepson, mertuanya.Jacob mengamati bagaimana pria itu kini begitu pucat. Apalagi ketika posisi kamera menyorot ke samping dan atas. Mereka bisa melihat siapa pelaku penembakan itu. Seorang pria dengan kemeja putih dan jaket hitam bertuliskan FBI. Seseorang yang sangat mereka tahu.David Foster."Apa-apaan semua ini? Kenapa tayangan seperti ini bisa disiarkan secara live di seluruh saluran TV nasional?" teriak Talia dengan wajah sinis."Diamlah, Nyonya Jepson yang terhormat. Kau takut gadis itu menyebutkan nama keluargamu dan disaksikan oleh seluruh rakyat di negeri ini? Bahkan seluruh dunia bisa melihat siaran live ini dari OurTube," sahut Julia dengan wajah sinis.Mereka awalnya kaget ketika asisten pribadi Jayden mendatangi mereka dengan terburu-
Siaran live mendadak berhenti dan layar berubah menjadi gelap sepenuhnya setelah segerombolan polisi Portland dan karyawan Security Black menghambur ke dalam ruangan. Mereka semua membekuk Alex Harris dan komplotannya, namun tidak tampak David Foster dimanapun.Beberapa detik kemudian, muncul tulisan berwarna putih di layar hitam itu."Kalian telah menyaksikan sisi gelap pemerintahan. Hati-hati dengan produk yang kalian gunakan. Bisa jadi kalian menjadi penyumbang terbesar genosida yang sebentar lagi akan terjadi di sebuah negara. Tunggu dan lihat saja."Setelah itu, layar kembali menghitam. Bersamaan dengan asisten Jayden yang tergesa-gesa menghampiri atasannya dan mengatakan ada panggilan telepon dari presiden.Jacob mengamati wajah Jayden yang semakin pucat dan terlihat begitu tegang ketika meninggalkan mereka bertiga di ruang tamu."Hmm, pertunjukan yang menegangkan. Untuk ukuran seorang perempuan yang suaminya sedang terkena masalah yang begitu pelik, kau benar-benar terlihat san
Sudah lama tidak menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, kini Elena dikejutkan dengan siaran live yang bisa disaksikan oleh seluruh dunia melalui OurTube. Jutaan komentar memenuhi kolom komentar di bawah siaran langsung itu."Anda tidak apa-apa, Nyonya?"Pertanyaan Enver membuatnya kembali ke realita. Ia meneteskan air mata ketika melihat langsung bagaimana nasib Jennifer setelah mengungkapkan fakta mengejutkan sekaligus menggemparkan dunia itu."Aku berharap ini semua hanya rekayasa," jawabnya sambil menyeka air matanya yang ternyata cukup deras."Apakah memang separah itu keadaan di negara anda, Nyonya? Saya pikir sebelumnya anda dan Tuan Jack Reeves hanya melebih-lebihkan saja. Maafkan saya," kata Bum Sik yang berdiri di dekat Enver."Yeah, memang separah itu. Bersyukurlah kau tinggal di negara Asia yang masih menjunjung tinggi kedamaian. Kau tidak akan menemukannya di negaraku. Sejujurnya aku merasa sangat malu karena seluruh dunia tahu bagaimana brutalnya negara kami."Elena ban
Seandainya Jack tidak menyempatkan diri untuk menelponnya karena paksaan dari Bum Sik, maka Elena akan terus merasa sedih. Apalagi setelah tahu kondisi Jennifer yang kini belum sadar di rumah sakit. Hati kecilnya merasa bahwa ia harus menemui wanita itu."Anda ingin kemana hari ini, Nyonya?" tanya bodyguard yang ditugaskan oleh Bum Sik untuk menemani dirinya, Enver, dan Suzy jalan-jalan.Ada satu mobil lagi yang mengikuti mereka dari belakang."Aku ingin memakan sesuatu yang bisa memperbaiki moodku. Kau ada saran?" jawab Elena, lalu menoleh pada Suzy yang terus menatapnya dengan sorot mata kagum.Gadis yang masih kuliah semester lima itu mengangguk-angguk."Kita ke food street saja. Di sana banyak jajanan Korea yang patut untuk kau coba," jawab Suzy antusias.Elena menatap gadis itu heran. Untuk ukuran anak kepala cabang Security Black yang gajinya bahkan bisa untuk membeli mobil mewah secara tunai, Suzy jelas terlihat aneh ketika lebih suka makan street food dibandingkan dengan makan
Elena mengernyitkan alis ketika melihat seorang wanita berkulit putih berambut pirang tiba-tiba menghampirinya dan Enver. Ia merasa tidak mengenal wanita itu sama sekali."Maaf, apa maksudmu? Bukan aku yang membuat kekacauan di tempat ini, tapi mereka sendiri," jawab Elena dengan sopan.Wanita yang usianya mungkin sepantaran dengannya atau bahkan lebih tua itu menatapnya dari kepala sampai kaki, membuatnya merasa tak nyaman. Apalagi kedua tangan wanita itu dilipat di depan dada."Maaf, jangan lancang menatap orang lain dengan pandangan seperti itu. Apa anda tidak tahu sopan santun?" tanya Enver sambil maju dan melindungi Elena.Sebelah alis wanita itu terangkat ketika melihat Enver, lalu mendengkus sinis. "Jadi begini kelakuanmu yang sebenarnya? Membawa laki-laki lain padahal kau sudah menikah dengan Jack?"Elena yang merasa wanita di hadapannya itu mulai bertingkah konyol langsung memasang wajah datar."Justru Jack yang menyuruh dia menjadi pengawalku. Kenapa kau terlihat ingin sekal
"Lewat sini! Dia berlari ke arah sana! Cepat, cepat!" teriak Brad sambil berlari dan memberi kode lewat tangannya.Jack yang juga berlari karena mengejar David yang ternyata langsung kabur ketika polisi dan karyawan Security Black menggerebek aula teater seni, langsung mengikuti Brad tanpa pikir panjang.Ia sempat mendengar Brandon yang berteriak memberikan instruksi pada tim penjinak bom, sebelum ia benar-benar keluar dari teater lewat pintu lainnya."Brengsek!" umpat Brad setelah berhasil melepaskan tembakan yang sayangnya meleset.Jack melihat siluet tubuh David yang belum terlalu jauh dari jendela. Tangannya langsung membidik kaki kanan David dan melepaskan tembakan dua kali. Tepat sasaran. David tumbang, namun kembali bangun meskipun dengan kaki pincang."Ternyata dia memang setangguh itu," gumamnya sebelum melompat keluar dari jendela dan mengejar pria itu. "Jangan lari, dasar pecundang! Kau pikir bisa menghadapiku dengan cara licik seperti itu?"David sempat menoleh dan menodon
Jack tidak akan mengira bahwa ia akan mengalami kejadian ini lagi. Kejadian yang dulu sempat membuatnya trauma setelah hampir saja hancur lebur karena lemparan rudal di negara yang sedang berkonflik.Waktu itu dia hampir saja bunuh diri kalau saja tidak ada Leo yang membawanya ke psikiater. Ketahuan sedang menyamar di sarang teroris dan hampir dihancurkan oleh rudal adalah mimpi buruk bagi setiap laki-laki yang berada di posisinya.Bayangan kematian di depan mata sewaktu-waktu membuatnya terus berdoa dan mengingat Tuhan. Dan pengalaman mengerikan itu terus menghantuinya dalam mimpi selama berbulan-bulan.Lalu sekarang, ia seperti kembali mengadapi mimpi buruk itu lagi. Seperti gerakan lambat dalam sebuah film, Jack melihat wajah-wajah pucat dan tegang dari para penjinak bom ketika mereka menyadari ada yang salah."Sial! Ini bukan bom rakitan dengan timer! Ini dikendalikan dari jarak jauh!" umpat salah satu petugas kepolisian bagian penjinakan bom sambil mundur dengan cepat.Semua lang
"Bibi masak apa? Baunya enak sekali."Suara Brad yang begitu nyaring membuat Jack langsung membuka mata. Ia mengerang karena jantungnya berdebar gara-gara terbangun."Brad sialan!" umpatnya sambil menutupi matanya dengan lengan kiri.Setelah diperbolehkan untuk pulang oleh dokter karena mereka hanya mengalami luka kecil, Brad ikut menginap di mansionnya dengan alasan dia butuh istirahat yang banyak dan mansionnya adalah yang terdekat dengan rumah sakit. Sedangkan Freddy diantar oleh Evan pulang ke apartemen.Kini ia merasa seluruh tubuhnya nyeri. Tekanan dari ledakan itu benar-benar kuat dan benturan antara tubuhnya dan dinding bangunan cukup keras. "Waktunya makan dan minum obat, Tuan." Bibi Mary masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan berisi sepiring macaroni schotel, sosis dan telur, serta segelas air putih."Aku butuh pijatan sebelum terbang ke Seoul," gumamnya sambil bangkit dari tidurnya."Sebaiknya anda beristirahat dulu. Penerbangan ke sana memakan waktu belasan jam. An
"Kau yakin dengan keputusanmu?" Jacob bertanya untuk yang kesekian kalinya.Nathan mengangguk mantap. Tidak ada keraguan dalam hatinya. Ia sudah yakin dengan keputusannya, dan menurutnya itu adalah yang terbaik.Jacob menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi."Apa karena kau masih mencintai menantuku?""Salah satunya. Tapi lebih karena aku tidak mau menghancurkan pernikahan anak anda. Meskipun aku sangat mencintai Elena, tapi aku tidak mau membuat dia menderita."Berita mengenai Elena yang kritis karena kehilangan banyak darah setelah bertengkar dengan Jack membuat Nathan sadar. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Apalagi wanita adalah makhluk yang sensitif. Selalu menggunakan perasaannya."Baiklah. Jika kau memang sudah tidak merasa nyaman terus berada di sini, aku tidak bisa menahanmu. Tapi kau bisa kembali ke sini sewaktu-waktu jika kau mau," kata Jacob akhirnya.Pria itu membubuhkan tandatangan pada surat mutasi untuk Nathan."Kenapa Korea Selatan?
Elena mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Jack ketika melihat bayi itu semakin mendekat dalam gendongan seorang perawat."Bayi kita. Dia bayi kita," ucapnya antusias.Sebenarnya ia terkejut ketika melihat raut kaget dan terpana di wajah Jack. Seolah-olah pria itu juga baru pertama kalinya melihat wajah anak mereka. Tapi ia tidak mau merusak suasana. Mungkin memang benar suaminya sibuk menungguinya, sementara bayi mereka harus dirawat di inkubator.Tiba-tiba bayi itu menangis, membuat Elena bingung sekaligus penasaran. Dia belum pernah menghadapi seorang bayi sebelumnya."Tidak usah panik, Nyonya. Dekap dia dalam pelukan anda. Bayi memerlukan pelukan dari ibunya setelah lahir," kata perawat itu sambil tersenyum.Elena menerima bayinya dengan sedikit kikuk. Takut jika nanti tiba-tiba menjatuhkannya atau membuat tangisan bayi itu kian menjadi-jadi.Di luar dugaannya, bayi itu justru berhenti menangis setelah Elena mendekatkannya pada dadanya. Hatinya terasa begitu penuh. Senyumnya
"Siapa kau?" Elena menatap seorang wanita yang masih muda dan terlihat begitu cantik. Kecantikan khas wanita jaman dulu. Mengingatkannya pada wanita-wanita seperti Putri Diana atau Marilyn Monroe.Tunggu, ia seperti pernah melihat wanita ini sebelumnya. Tapi di mana?"Kau begitu cantik. Bahkan lebih cantik dari Amelia," kata wanita itu sambil tersenyum lembut.Tubuh wanita itu begitu tinggi semampai seperti layaknya model. Seperti tubuh Elena yang tinggi, sehingga orang-orang sering mengira bahwa dirinya adalah seorang model.Sebentar, ada yang aneh di sini. Elena memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Rambut pirang dan bibir agak tebal di bagian bawah. Kulit putih bersih dan mata sebiru langit di siang hari."Tidak mungkin," gumam Elena.Satu kesadaran membuatnya refleks melangkah mundur. Kepalanya menggeleng-geleng."Ini tidak benar. Seharusnya aku tidak bisa bertemu dan berbincang denganmu. Apakah aku sudah mati?" Dia mulai panik dan melihat ke sekitarnya.Hanya ada ham
Suara isak tangis yang menyayat hati memenuhi ruang ICU. Seorang pria menggenggam tangan seorang wanita yang sejak kemarin belum juga sadarkan diri. Padahal sudah berkantong-kantong darah habis, tapi sang wanita belum juga mau bangun."Jack, kau juga harus makan untuk memulihkan tenagamu. Jangan menyiksa diri sendiri." Julia mengusap pipinya yang basah melihat sang putra terus menangis dalam penyesalan."Semua ini karena kebodohanku. Seharusnya aku menjaga perasaannya. Seandainya aku tidak egois, dia tidak akan berbaring di sini," ucap Jack di sela-sela tangisnya.Ya, Jack benar-benar sangat menyesal. Dia melampiaskan kemarahan karena cemburu buta, tapi dia tidak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh lebih besar lagi. Dia benar-benar bisa kehilangan Elena untuk selamanya.Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi Arsen. Ternyata rasanya tidak menyenangkan. Rasanya seperti bertaruh dengan waktu. Tidak ada yang tahu apakah Elena bisa sadar atau malah pergi untuk selamanya."Maafkan ak
Selama hidupnya, Jack tidak pernah lepas kendali. Dia selalu bisa menahan diri. Bahkan meskipun dia tahu bahwa Claire menikah dengan Arsen, dia hanya diam saja. Tapi semua berubah ketika ia bertemu dengan Elena.Sekarang emosinya sering tidak stabil. Sudah dua kali ini dia lepas kendali, dan semuanya karena Elena. Ia tidak bisa biasa saja atau tak acuh jika itu sudah menyangkut tentang Elena.Ada rasa aneh yang tidak bisa dijabarkan. Dia takut jika Elena pergi jauh darinya. Kembali meninggalkannya seperti dulu."Di mana Nathan?" tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas di lobi perusahaan."Umm, kurang tahu, Tuan. Tapi tadi saya sempat melihat dia bersama Tuan Jacob," jawab karyawan itu dengan sopan.Jack berlalu dengan amarah masih menguasai diri. Kedua tangannya bahkan masih terkepal dengan erat dan jantungnya bertalu-talu. Siapapun yang berpapasan dengannya tidak berani menyapa. Kakinya melangkah memasuki lift dan menekan tombol lantai paling atas. Dia benar-benar sangat ma
"Jack belum pulang juga?" tanya Elena dengan hati gelisah.Kemarin malam setelah dinyatakan baik-baik saja oleh dokter dan diperbolehkan untuk pulang, Elena berkali-kali menelpon suaminya. Tapi karena tubuhnya entah kenapa masih terasa lelah, dia pun akhirnya tertidur begitu diantarkan ke kamar oleh Alan."Belum. Aku sudah menghubungi ponselnya, tapi tidak diangkat," jawab Nina. "Lebih baik sarapan dulu. Kau harus memulihkan energi setelah kemarin hampir saja keracunan."Elena menurut saja ketika Nina menuntunnya menuju ke ruang makan. Beruntung Nina mau langsung datang ke mansion untuk menemaninya. Entah kenapa suaminya tidak kunjung pulang."Makanlah yang banyak, Nona. Setelah ini jangan lagi keluar. Sebentar lagi Anda melahirkan, jadi lebih baik di rumah saja. Anda bisa meminta tolong pada pengawal yang biasanya menjaga anda jika menginginkan sesuatu," saran Bibi Mary sambil meletakkan berbagai menu makanan sehat untuk ibu hamil.Mendadak Elena teringat dengan Brad. Di mana laki-la
Nathan menatap tajam orang yang keluar dari tempat yang gelap. Pria seusia Jacob Reeves yang memakai jaket kulit hitam dan celana jeans."Kenapa kau jauh-jauh datang ke sini, ayah? Sudah kubilang untuk jangan dekat-dekat denganku," kata Nathan dengan menggertakkan rahangnya."Supaya wanita pujaanmu itu tidak tahu bahwa kau adalah anak seorang direktur FBI? Memangnya kenapa? Suami wanita itu bahkan berada jauh di bawahku.""Tapi dia jauh lebih kaya darimu. Dia bahkan bisa membeli jabatanmu beserta seluruh aset yang kau punya," sergah Nathan.Pria yang dipanggil ayah itu mendengkus. Menghisap rokoknya dan meniupkan asap ke arah Nathan."Sungguh aneh kau mengaku sudah yatim piatu. Apakah sebegitu inginnya kau terbebas dariku? Bukankah seharusnya kau menerima jabatan yang kuberikan? Kau bahkan bisa berada di atas Jack Reeves."Nathan tidak peduli dengan perkataan ayahnya. Dia langsung beranjak dari tempatnya."Wanita itu membuat pilihan yang bagus. Seandainya dia memilihmu, aku tidak akan
Sudah sebulan lebih Nathan sengaja menghindari segala hal yang berhubungan dengan Elena dan Jack. Bukan hanya wanita saja, pria seperti dirinya pun juga membutuhkan waktu untuk menyendiri agar hatinya tidak semakin terluka."Takdir benar-benar membencimu rupanya," ujar Brad sebelum tertawa girang.Ya, takdir benar-benar mempermainkan hidupnya sekarang. Setelah memohon pada Evan untuk diberikan pekerjaan lainnya dengan alasan yang meyakinkan, lagi-lagi Nathan harus berakhir di tempat yang sama dengan Elena.Di ballroom eMark, tempat di mana ayah Elena mengadakan acara pesta ulang tahun perusahaan sekaligus untuk mengenalkan Elena kepada publik sebagai putri kandungnya.Semua orang terkesiap ketika mengetahui fakta itu. Apalagi ketika mereka tahu bahwa Edward Brown adalah mantan menantu Alexander Pierce. Mereka semua tentu langsung ramai dan saling berbisik."Tidak ada yang benar-benar menjadi temanmu di dunia bisnis," komentar Nathan sambil mengawasi Elena meskipun telinganya mendengar
Nathan membelalakkan mata. Tubuhnya menegang. Bagaimana Alan bisa tahu mengenai asal-usulnya? Padahal dia sudah menutupinya dengan rapat.Bahkan hacker profesional pun tidak akan mampu menembus informasi pribadinya karena sokongannya begitu kuat. Asalkan dia tetap diam dan tidak berbuat ulah."Kau pikir kau bisa menutupi siapa dirimu yang sebenarnya, hah? Jika itu menyangkut adikku, aku akan melakukan apa saja. Termasuk menyelidiki tentang latar belakangmu. Kau membuat malu ayahmu karena mengundurkan diri dari gedung Pentagon, padahal karirmu begitu cemerlang. Kau mencoreng nama ayahmu karena memberontak, tidak mau menuruti perintah Menteri Pertahanan dan Presiden."Nathan tidak bisa berkata-kata. Perkataan Alan membuatnya terlalu shock sampai pikirannya mendadak kosong."Kau semakin membuat malu ayahmu karena memilih untuk menjalani karir sebagai tentara bayaran swasta, dan berakhir sebagai bodyguard anak konglomerat. Kau dilarang untuk membuat skandal lagi, atau ayahmu akan diturunk