Dena masih tertidur lelap. Aurora dan Axio duduk tenang di pinggir ranjang, memandangi ibunya. Sementara Hendra, tampak sedang sibuk bercakap-cakap dengan seseorang di ruang perpustakaan.Dia, Prana, sahabat Hendra yang penganut Hindu. Telepon Hendra di tengah malam, membuat pria itu mendadak datang ke rumah kontrakan Dena pagi buta itu. "Aku berharap kau bisa menolong Dena," kata Hendra, pada kakak tingkatnya waktu kuliah dulu. Mereka bersahabat dekat. Jelas Prana juga mengenal Dena, karena saat ingin mendekati wanita itu, terlebih dahulu Hendra berdiskusi dengannya."Jangan merusak hubungan orang. Dena punya pacar," nasehat Prana waktu itu.Tetapi Hendra sudah kadung cinta pada primadona kampus itu. Meski dari bisik-bisik yang dia dengar, gadis itu sudah tak lagi perawan, karena tinggal satu kamar kost dengan kekasihnya itu. Bodo amat! Demikianlah prinsip Hendra saat itu, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hati Dena.Sulit awalnya, mengingat Hendra tidak terlalu ta
"Sumpaaah... eike tidak halu! Lemarinya diketok-ketok, sereeem...." Sesco berteriak-teriak ketakutan di butiknya. Para karyawan mulai kebingungan dengan tingkahnya. Pria itu, dikabarkan lari ke hotel dekat rumahnya tengah malam hanya dengan masih memakai piyama bermotif pisang kuning. Sibuk menelpon Leonard agar segera kembali ke Indonesia, khususnya ke apartemen mewah mereka demi ngecek hantu. Pagi buta Sesco sudah menyatroni butik dan membuat kerusuhan besar."Hendra kemanaaaa??? Kok tak bisa dihubungi???""Tadi pagi masih nelpon saya, Madam. Katanya Si Dena kesurupan," sahut Wawan, salah satu staf marketing."Kesurupan? Kok bisaaa... Aduuuh, kenapa pada banyak syaiton dimenong-menong seh? Apa mereka lagi migrasi ke alam dunia apa gimana dimana ceritanya? Bukannya bersyukur yes, udah tinggal di dunia ghoib. Ini masiiiih... aja iseng liburan di sindang. Reportase tuh mahluk halus!""Apa itu reportase, Madam?" Tanya Wawan bingung."Repot!"Wawan tertunduk diam, sementara karyawan la
"Semua pasti berakhir," bisik Hendra di telinga Dena, meski wanita itu masih tampak tertidur. Tak ada yang dipikirkan Hendra, kecuali berusaha keras untuk memaksa Dena pindah dari rumah tua itu. Apalagi saat Prana tadi kembali meneleponnya dengan gusar."Pergilah dari situ, sebelum terlambat! Aku takut tak bisa memperingatkanmu lagi..." "Tapi Mas, sebelum aku kembali... mereka hidup damai di rumah ini. Dena dan anak-anak tampak tidak begitu khawatir. Saya cuma ingin mengusir mahluk halus apapun yang menunggu rumah itu jauh sebelum kami datang," elak Hendra."Hendra, dengar aku! Dena dan anakmu pastinya akan baik-baik saja. Tetapi kau... kau mungkin tidak..."Hendra awalnya tak ingin terpengaruh dengan ucapan itu. Tapi dia tahu, Prana tidak sedang menakutinya. Pikirannya menjadi semakin rancu, ketika dapat telpon dari butik, katanya Madam Sesco diganggu hantu gaun yang dibawa dari rumah sewaan Dena. Malah bosnya itu sibuk stres dan memilih tidak pulang ke rumahnya dimana hantu itu te
Awalnya, Samiran senang saat mengetahui jika Dena menggoda Darren. Dia yakin keduanya telah berhubungan badan. Tindak-tanduk Darren tidak seperti anak remaja yang sedang ketakutan. Justru beberapa kali Samiran memergokinya sering melirik nakal ke arah Dena. Begitupun Dena, tampak menunjukkan bahwa mereka sebenarnya memiliki ketertarikan yang sama.Sebab itu Samiran mengundang mantan suami Denna, Hendra, untuk menjebaknya agar kembali memperbaiki hubungan mereka. Jika mereka sudah baik, sementara Dena ada hubungan dengan Darren, dapat dipastikan cinta segitiga ini bisa berakhir dengan pertumpahan darah. Tanpa perlu repot menunggu wanita itu melahirkan, asalkan sedang mengandung, itu sudah menjadi sebuah syarat yang ideal sebagai korban. Tetapi skenario Samiran, tak semudah saat dulu menjebak anak gadis Van Der Mosch, si Minna dengan Austin. Darren seperti maju mundur, bergairah tapi malas bersaing.Darren ternyata tak lagi berani mendekati Dena, malah Dena kini seakan tak terpisah lag
Dena terbangun jelang malam dengan kondisi lemas, Hendra tergesa memberinya minum. Aurora datang membawa roti, lalu Axio membujuk ibunya untuk makan."Kamu tertidur begitu lama, kita makan ya! Aku masak," bujuk Hendra."Memang ada makanan?" Tanya Dena lesu."Tadi sore ada tukang sayur memanggilmu, dia menawarkan dagangannya. Jadi aku bisa memasakm""Oh, Pak Sanusi.""Iya, dia heran kamu tidak belanja sayur lagi. Oh ya, dia bilang ingin mengatakan sesuatu tentang rumah ini. Sebab katanya dulu kamu pernah bertanya tentang... tentang Tumini apa Jumini, gitu!"Dena merenung sebentar, lalu mengangguk "Ya, dulu di rumah ini katanya ada pembantu yang pernah kerja dengan Pak Moksa. Tumini namanya. Kata Bu Maria, itu ibunya Pak Samiran. Tapi kata Pak Samiran bukan.""Ada apa dengan Tumini itu?""Dia ada hubungannya dengan Pak Moksa. Mereka berselingkuh, konon dia mati dibunuh Bu Gayatri.""Alangkah banyak kematian di rumah ini. Ayolah sayang, tinggalkan saja rumah ini. Kita tinggal di rumah pe
Moksa hanya tahu, Darso membalsem mayat istrinya dalam diam, lalu menyimpannya pada sebuah peti panjang di salah satu kamar yang terkunci. Kamar yang pintunya selalu diketuk dan ditangisi Moksa kecil dengan sedih. Selanjutnya, adalah awalan yang buruk bagi pengalaman seksual Moksa kecil. Karena Darso kemudian selalu membawa banyak pelacur ke rumah, berhubungan seks secara bebas demi melupakan Mintje. Perilaku binal dan goyangan erotis nan sensual kemudian menjadi tontonan menggairahkan bagi Moksa. Membuatnya mendadak cepat melakukan onani sebelum waktunya. Sampai suatu kali, Darso menemukan anaknya yang belum genap 10 tahun itu, melakukan hubungan seks dengan pelacur-pelacur yang dibawanya. Sudah terlambat untuk berhenti, sebab kemudian, Moksa kecil sudah terlanjur ketagihan. Demi mengobati Moksa, Darso pindah ke pinggiran Batavia yang kemudian beralih nama menjadi Jakarta, membawa anaknya itu dan peti mayat Mintje. Membangun rumah besar, di area tanah kosong nan luas dengan hanya
Pria botak itu berusia hampir 50 tahun. Berdarah Belanda, tapi neneknya ada keturunan Perancis, namun kini dia tinggal di Paris. Dia seorang musisi awalnya, namun karirnya ternyata tidak cemerlang. Saat iseng berlibur ke Bali, dia malah bertemu Sesco yang centil dan manja, sekaligus kaya raya. Sejak itu, Leonard menjadi "suami" pria gemulai itu, sekaligus membantu impiannya untuk go public melalui kawasan pusat mode dunia.Hubungan mereka berdua terbilang manis, tak pernah ada masalah yang berarti. Baru kali ini, Leonard nyaris jantungan dibuat Sesco. Jeritan-jeritannya saat video call, membuat pria itu memutuskan untuk segera kembali ke Indonesia. "Leonard....fantômes, fantômes!""Belle.... Sesco....que veux-tu dire?"Tapi Sesco malah semakin terus berteriak histeris. Baru saat Leonard menelepon asisten Sesco, Sofia, semua menjadi jelas. Katanya, Sesco diganggu hantu gaun di apartemen mereka. What?! Hantu gaun? Selama puluhan tahun berkarya sebagai desainer gaun mewah, belum pernah
Prana mulai gusar dengan masalah hidup Hendra dan Dena. Hendra sibuk minta tolong, tetapi tak juga sudi mendengar sarannya. Sudah dua malam ini, Prana terus bermimpi buruk, tentang Hendra yang berlumuran darah. Mata bathin Prana, bisa melihat jelas siapa yang menguasai rumah tua itu. Sepasang iblis yang berpura-pura menjelma menjadi Dewa. Menyesatkan manusia, agar terus keliru di jalan kehidupannya. Hanya saja, Prana belum bisa menerawang jelas soal jalan kehidupan dari awal hingga akhir rumah itu. Dia masih melihat samar-samar.Sesuatu yang terlihat jelas mengikutinya, adalah kakek tua berpakaian hitam-hitam yang diusirnya saat masuk mobil. Prana melihat aura negatif dari sosok yang terlihat berusaha untuk berkomunikasi dengannya itu."Jangan terlalu memikirkan masalah hidup orang lain, Mas. Ingat kau punya keluarga dan usaha yang harus terus kau urusi...." kata Astari, sambil memijat pundak suaminya dengan lembut.Prana menarik tangan kanan istrinya itu, lalu mengecupnya dengan le
Astari, melihat mobil Syahreza yang ke luar dari pintu gerbang rumahnya. Dia lalu kembali duduk, dan Nunung meneruskan tugas untuk menyisir rambut majikannya. "Mas Prana itu..." Suara Astari tercekat. "Sebenarnya yang duluan naksir Dena, Nung. Waktu zaman kuliah. Cuma duluan diserobot Hendra. Kau tahu, Nung? Mas Prana itu selalu memuji Dena. Dia bilang wanita itu cantik sekali, seperti bunga kaca piring yang disinari cahaya matahari. Katanya kelak ingin punya anak perempuan secantik itu. Kau tahu rasanya mendengar itu, Nung? Mas Prana bahkan tak pernah memujiku sama sekali..."Nunung tak menjawab, dia terus menyisir rambut majikannya sambil menatap wajah Astari di cermin."Ketika dia berusaha menolong wanita itu, aku mencoba berdamai dengan hatiku. Sebab makin kularang, dia ternyata makin berusaha untuk selalu berada di samping wanita itu. Mengirimmu bersama Yusuf, sebenarnya hanya upaya menjaga keyakinanku jika mereka tidak berselingkuh..."Nunung terlihat menunduk, sambil melepas h
Bagaimana mungkin ada ponsel yang bisa aman disembunyikan dalam sebuah gaun? Namun Sesco mengatakan, dia memang sempat mendesain korset pada gaun yang bisa menempel dengan ketat."Jangankan ponsel, pistol juga bisa nyelip itu. Eike terinspirasi dengan Mbah-Mbah zaman dulu yang suka menyelipkan barang berharga di bagian kutang atau stagennya..." kata Sesco, sambil memamerkan gaun hijau brokat besar, dengan korset hitam yang hampir menyentuh bagian dada."Gaun ini jadi bau dan lembab, seperti pernah disiram air. Ada banyak helaian rambut pirang!"Syahreza terdiam memandang ponsel Iphone 6 Plus itu. Sudah ketinggalan zaman untuk era Iphone jenis terbaru. Tapi dia ingat, itu jelas ponsel milik Julianna. Dia tak melupakan casing warna pink. Julianna beberapa kali mengeluarkan barang itu dari tas coklatnya. Lalu, di mana tasnya?"Kita cas dulu itu ponsel, jika benar itu milik Julianna. Oh, eike sedikit terkejut dengan penemuan ini. Tetapi Pak Syahreza, bisakah kita merahasiakan ini? Soalnya
Syahreza membuka lemari yang penuh gaun tua, dia sempat menahan diri untuk menggesernya, karena beberapa waktu lalu sempat berusaha menutupi lempeng besi yang menuju ruangan bawah tanah. Namun dia berpikir, kapan lagi bisa ke tempat itu? Sebab Prana sudah tidak lagi berkenan untuk membongkar misteri masa lampau itu. Tapi dia sudah sedikit membongkar beragam arsip dan catatan lampau yang masih terhimpun rapat di perpustakaan nasional. Terutama tentang misteri dari data-data "yang konon kabarnya", mitos sekian abad yang sulit diterima nalar, sehingga tak ada satupun ahli yang berminat untuk mengungkapnya, namun catatan tentang legenda tersebut kadang tercantum pada batu-batu, serat kayu dan kulit hewan peninggalan abad silam."Kita akan ke bawah lagi."Zulfan tak menjawab, hanya bantu menggeser lemari dan membuka lempeng besi. Dia sudah semakin paham soal misteri lain dari rumah ini, setiap bertemu Syahreza, mereka kadang mengulas tentang kasus pembunuhan, juga soal ruangan misterius y
Masuk!Itulah keputusan Syahreza dan Zulfan saat mulai menuruni tangga. Sepi pastinya, juga menyeramkan. Mereka mulai mengarahkan senter melewati lorong panjang, sebelum menemukan tangga yang menuju pintu di bawah ranjang tempat dulu kamar Dena berada. Pintu-pintu jendela rumah itu terbuka, membuat cahaya matahari bebas masuk. Syahreza mengelilingi setiap kamar, sebelum memasuki ruang perpustakaan. Sementara Zulfan berdiri mematung menatap 2 lukisan: Dewa dan Dewi."Apa itu, Pak?" Tanyanya bingung.Satu lukisan dewa itu bertangan empat, bermata tiga, lehernya berkalung ular kobra. Ini seperti wujud lukisan Dewa Siwa, Sang Dewa Pelebur, versi keyakinan orang India. Siwa, merupakan satu dari tiga dewa utama dari satu kesatuan Trimurti dalam keyakinan agama Hindu, selain Brahma dan Wisnu. Sementara penganut Hindu Bali, memuja Dewa Siwa atau Btara Guru di Pura Dalem, sebagai dewa yang diyakini mampumengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsur asalnya, yakni Panca Mahabhuta,
Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza: Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya. Dia menuju Hotel Prince de Galles, tempatnya menginap, sebelum tergesa-gesa membawa tasnya seperti hendak pergi. Seorang pria tampan, berwajah khas Amerika Latin tampak menjemputnya di lobby, mereka berciuman bibir. Kemudian mereka naik taksi menuju suatu tempat. Aku terus mengikuti mereka dengan taksi juga, sampai mereka berhen
Tapi niat baik itu, justru ditanggapi Leonard dengan sangat emosional. Pria yang sedang mempersiapkan kepulangannya ke Paris bersama Zeta itu, malah mengamuk tidak karuan. Pribadinya yang selama ini terkesan lembut dan sopan, malah mendadak berubah mengerikan."Salope!" Leonard meneriaki Sesco dengan kasar, hingga tega menyebutnya: JALANG. Belum puas, segala barang dia lempar ke arah Sesco yang cuma bisa pasrah itu."Aku masih di sini, mencoba untuk berdamai dengan Si Pemerasmu. Tapi kau malah mengembalikan gaun-gaun itu! Apa... apa kau tidak berpikir soal Paris Fashion Week? Soal masa depan Rumah Mode Sesco Paris? Aku masih di sini, Sesco. Tapi kau malah mengambil keputusan sepihak!""No... Leonard, baby... yey tidak mengerti. Ini situasi darurat. Kita harus...""Harus apa?! Kita sudah menyusun rencana yang luar biasa, lalu kau seenaknya menghentikannya di tengah jalan?""No! Bukan begitu. Yey tidak mengerti. Lupakan soal gaun itu. Eike masih bisa ngetop dengan karya eike sendiri. S
Prana sudah bisa membuka mata, namun dia tampak lemah dan enggan bicara. Terbaring lemah di ranjang bersprei putih, membuatnya malah seperti pasien yang sedang menunggu mati. Astari ada di sampingnya, tapi seakan tidak membuatnya bersemangat untuk sekedar tersenyum. "Semuanya sudah diketemukan menjadi mayat, kecuali Austin. Jadi sejauh ini, tersangkanya mengarah pada dia. Apalagi polisi mendapat laporan dari Pak RT wilayah rumah Pak Samiran, katanya lagi heboh ada hantu pria bule di rumah almarhum. Diperkirakan itu Austin. Cuma ketika diperiksa, rumah itu kosong... " kata Syahreza, sambil memandangi Prana.Perlahan, Prana menoleh. Dia mencoba menghela nafasnya, namun yang terdengar seperti sesuatu yang berat tercekik. "Mengerikan, semuanya mati. Jadi..apakah Austin bekerja sama dengan Garneta dan Yusuf?" Tanya Astari.Syahreza mengangkat bahu,"Kita belum tahu ujung tragedi ini. Yusuf mengatakan dia bekerja sama dengan Garneta untuk membunuh, tapi nyatanya Garneta juga mati. Jadi si
Doza Fahmi sepakat bertemu dengan bule itu, di Hotel Forma de Myorne. Tempat itu dipilih Doza, karena merupakan hotel baru yang berbintang lima. Sekalian ingin jajal pelayanan, juga sekaligus mengetes kemampuan finansial seseorang yang nekat ingin menemuinya."Anda sangat berani, tapi jangan coba-coba bawa polisi. Saat saya menuju penjara, maka seluruh dunia langsung bisa mengakses aib Sesco dengan sekali klik! Ingat, saya tak mungkin bekerja sendiri untuk bisnis 10 miliar..." ancam Doza, sebelum pria itu datang.Dan Leonard memang berani datang sendirian. Dadanya yang bidang tampak terlihat jelas dari kemeja ketat berwarna biru, membuat Doza mulai berpikiran lain. Mendadak gairahnya membanjir, dari memikirkan besaran nominal uang, sampai mengkhayalkan hal kotor bersama pria tampan tersebut."Mengapa anda sampai terpikir untuk memeras seorang Sesco?" Tanya Leonard, sambil duduk di kursi dengan tenang."Jangan anda, panggil saja Ocha," sahut Doza Fahmi genit.Leonard tersenyum,"Baik, O
Syahreza lalu perlahan mengangguk, dan itulah yang membuat mereka melangkah menjauh mencari rimbunan pohon untuk berteduh, sambil duduk di atas tanah yang sudah mengering. Hujan sempat deras, tapi Kawasan Hitam ini malah mirip padang gurun tandus. Jejak hujan seperti tak bersisa. Lalu, bagaimana dengan jejak kejahatan?Zeta menghapus sudut matanya dengan tisu, seakan tak kuasa untuk melanjutkan cerita Syahreza yang detil sejak awal. Inilah yang paling ditakutkannya: kehilangan. Melihat begitu mayat yang terus ditemukan, Zeta mulai bersiap mental jika kelak akan betul-betul melihat mayat adiknya. Jiwanya seakan hancur. Serasa tak ada tempat untuk berlindung. Suaminya tidak mengomentari pesannya tentang Julianna, dia sedang berlibur dengan selingkuhannya di benua tropis, meninggalkan musim salju yang beku atas catatan cinta mereka yang makin kelabu. Kedua anaknya juga cuma mengucapkan kalimat basa-basi. Sedikitpun tidak terdengar nada yang bersifat kesedihan dan kekhawatiran. "Jadi ya