Selamat Malam, Nona!
"Zidan?! Ada apa?!" tanya Alex memegangi pipi yang dijalari rasa nyeri, dengan nada bingung.
Kakak Hanna itu menatap nyalang pada sahabatnya. Gemuruh dalam dadanya membuat pria itu terus memaki Alex dalam hati.
"Dan! Haloo! Kamu kenapa, Bro! Keluar toilet kaya orang kesambet!" tegur Alex yang melihat Zidan terbengong. Sikapnya tampak aneh sejak ke luar dari toilet. Apa tiba-tiba dia mendengar berita buruk?
"Ah, ya!" Zidan terhenyak. Memandangi Alex dengan bingung. Semua hanya bayangan. Dia jadi berpikir yang tidak-tidak saking emosinya.
Dia pikir tadinya akan memukuli Alex sampai babak belur seperti yang dilakukan pada Yusuf minggu lalu. Namun, kontrol dalam diri menahannya. Ia tak boleh gegabah. Ada baiknya, sementara Zidan pura-pura tak tahu, sampai dia tahu persis seperti apa hubungan sahabatnya itu dengan pimpinan Eksha Group yang super kaya itu.
Lalu, ada hubungan apa hingga keduanya kompak memusuhi Yusuf dan terlih
BerbaikanBeberapa detik kemudian, satu orang lain datang menyusul orang pertama."Kalian?!" Mata Yusuf membeliak karena terkejut. Begitu pun Hanna. Namun, melihat bagaimana Yusuf bertanya, dia tahu bahwa suaminya mengenali dia orang yang memaksa masuk ke kamarnya."Mas kenal mereka?""Sebentar." Yusuf menyahut cepat. Lantaran tak mengerti bagaimana menjelaskan ada Hanna dengan cepat tapi tetap bisa dimengerti."Di mana orangnya?" tanya Bean pada Arista yang matanya tajam menyisir sesisi ruangan. Mereka seolah tak peduli pada ekspresi Yusuf yang terkejut atas kehadiran mereka."Stt!" Arista meletakkan telunjuk di mulut. Meminta agar rekannya itu diam.Melihat keributan itu, Mama Hanna dan Zidan yang kebetulan berjaga dan duduk di kursi tunggu di luar lantaran Dokter meminta mereka meninggalkan Hanna, kini ikut mendekat.Mama Hanna yang kaget melihat Yusuf, melebarkan mata dan akan menegurnya karena tak terima. Namun, Zidan yang
Masa Lalu Yusuf"Eksha?" ceplos Zidan. Pria itu memikirkan sesuatu. Karena nama itu disebut berkali-kali, otaknya secara impulsif menyambungkan kejadian demi kejadian.Yusuf mengangguk.Lalu ia ingat di malam menggunakan arloji kesayangannya ke sebuah pesta. Eksha group mengadakan itu untuk merayakan kesepakatan dengan bisnis perusahaan papanya."Kamu kenal dia dekat?" tanya Zidan."Dia Om saya. Em, maksud saya Om angkat saya.""Wah, terlalu banyak kebetulan.""Ya, saya juga merasa kebetulan kenal beliau. Saya baru tahu setelah remaja, ada orang tua angkat yang setiap bulan mengirim uang. Tapi, tidak mau membawa saya ke rumahnya. Mungkin, karena papa tak mau membuat Om Eksha tersiksa setiap hari melihat anak laki-laki di rumahnya sebab dari pria itu kehilangan anaknya saat masih kecil.""Hem. Kamu luar biasa. Hidup tanpa orang tua kandung tapi bisa sesukses sekarang.""Iya, alhamdulillah. Itu karena ada yang menopang say
Pulang ke Rumah Suami Saja!"Eum, aku ingin kamu menyelidiki siapa pria yang selama ini menyokong kehidupan Yusuf saat berada dalam panti." Eksha memberi perintah lanjutan."Baik, Tuan!" Usai mengiyakan kemauan tuannya, pria itu keluar dari ruangan.Saat itulah, Eksha menghubungi anak buahnya yang lain. Ia ingin tahu kemajuan kabar Adelia. Meski, berusaha dari sisi Yusuf, Eksha tak ceroboh dengan mengesampingkan mencari tahu dari sisi lain."Bagaimana? Ada kabar?" tanya Eksha pada orang di ujung telepon."Penjagaan di sini sangat ketat Tuan. Karena mencoba masuk lewat kurir paket gagal, kami sekarang menyiapkan orang untuk masuk lewat truk makanan," jawab orang di ujung telepon."Ehm. Baiklah. Ingat minimalisir melukai orang lain. Aku tak ingin ada korban seperti sebelumnya." Eksha mengingatkan pria yang kini tengah bekerja untuknya tersebut."Baik, Tuan. Saya akan menjaga itu.""Bagus."Eksha meletakkan ponsel. Lalu, me
Pengantin BaruArista tiba-tiba terbayang wajah tampan bosnya saat memarahinya dan Bean tadi."Kalian mau apa?" tanya Yusuf yang tiba-tiba berbalik, kala satu kakinya sudah melewati pintu."Hah?" Arista dan Bean terkejut. Lalu saling pandang. Mereka bertanya-tanya, apa ada yang salah?"Kami akan menjaga Tuan di dalam. Takutnya ...." Bean menjelaskan."Tak perlu! Kalian cukup ada di depan pintu itu dan jangan pernah masuk kecuali ada keperluan mendadak seperti kelaparan atau kehausan yang membuat kalian akan mati!" ketusnya."Hem, kenapa begitu?" Arista keheranan.Bukankah mereka sudah membuktikan bahwa dia dan Bean adalah bodyguard yang bisa dipercaya."Sudahlah, tugas kalian hanya menjagaku saat aku ada di luar rumah." Yusuf menegaskan."Jadi kami tidur di mana, Tuan?" tanya Bean bingung."Terserah, mau di gazebo atau post satpam urusan kalian." Yusuf mendesah sebelum akhirnya menutup pintu dan meninggalkan kedua
Pengganggu ....Yusuf melangkah ke kamar sang istri dengan hati berdebar. Layaknya seseorang yang jatuh cinta, dan kali ini bisa bertemu tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi."Mas?" panggil Hanna begitu pria itu masuk ke kamarnya.Sang mama sontak menoleh melihat dengan sedikit menicing pada menantunya. Lalu setelah padangan beralih ke bawah dan melihat koper kecil Hanna di tentengan, barulah ia sadar untuk apa pria itu mengekornya.Wanita paruh baya itu mendesah. "Apa kamu sudah bicara pada papanya Hanna?""Iya, Ma." Yusuf menyahut singkat.Wanita itu mengangguk, lalu memilih keluar dari kamar Hanna meninggalkan keduanya."Tolong jangan kecewakan dia," ucap Mama Hanna sambil memegangi gagang pintu."Hem?" Yusuf mengangkat kedua alisnya.Mama Hanna tersenyum tipis sambil menepuk bahu pemuda itu pelan. Lalu keluar tanpa menunggu jawaban darinya.Melihat apa yang terjadi di hadapannya, membuat Hanna seketika senang. K
Lupa Pada AdeliaHanna berpikir. Zidan mungkin tipe kakak yang baik dan pengertian, terkadang. Tapi dia juga sangat usil padanya. Dulu saja, pernah suatu waktu, dia yang sudah mepet jam berangkat ke pesantren, malah tasnya disembunyikan, hingga Hanna kalang kabut sebelum pergi."Ah, Mas Zidan ini, kenapa tak pengertian sekali." Hanna mendesah.Tak lama terdengar suara salam pintu diikuti ketukan pelan."Masuk, Mas!" ucapnya.Pikirnya itu adalah Yusuf. Memang siapa lagi?"Aku tahu kamu sedang menungguku," ucap Yusuf sambil menutup pintu, dan tak lupa menguncinya. Kali ini ia memastikan tak akan ada gangguan lagi. Bahkan jika gempa sekali pun, Hanna tak akan ia lepaskan.Wanita itu tersenyum. Apa yang dikatakan Yusuf memang benar."Kamu tahu, tadinya Mas Zidan akan memperpanjang obrolan, tapi aku berhasil meng-cut-nya dengan cepat. Wus, wus!" Di sela langkahnya Yusuf memperagakan tengah memotong sesuatu dengan gunting besar yang
Prasangka itu Melelahkan"Mas? Apa sesuatu terjadi?"Yusuf tak menjawab, ia langsung meraih pakaiannya. Seolah itu tak penting untuk dibahas. Tak penting pula menjaga perasaan Hanna."Aku akan pergi sekarang," pamit pria yang sudah mengenakan pakaian lengkap."Mas a ...." Wanita itu akan bangkit. Namun, ia segera memegangi kepala kala rasa nyeri, seolah tengah melarangnya bergerak.Ucapan Hanna tertahan. Pria itu bahkan tak mengatakan sepatah kata pun.Yusuf yang telah siap, menatap Hanna sesaat sembari tersenyum tipis, hingga langkahnya akhirnya menjauh.Hanna menyipitkan mata heran. Apa yang terjadi? Ini seperti dia dicampakkan setelah melayani sang suami. Kenapa Yusuf yang tadi malam sikapnya begitu manis bersikap demikian?"Ini aneh. Pasti terjadi sesuatu," gumam Hanna sambil berusaha bangkit lagi. Saat menatap jam dinding yang tampak remang, lantaran pencahayaan di kamar yang redup, jam dinding menunjukkan angka 02.15.
Mandi JenabahMobil terus melaju menuju rumah sakit di mana Adelia dirawat. Di dalam mobil, Zidan lebih banyak bicara, ketimbang Yusuf. Pria itu bukan hanya fokus memperhatikan jalanan, tapi juga merasa tak nyaman banyak bicara pada kakak iparnya."Ini bukannya jalan ke ...." Ucapan Zidan tergantung."Hem?" Yusuf menoleh sebentar ke arah pria itu. Seolah mempertanyakan mengenai ucapannya barusan. Ada tanya dalam benaknya, apa Zidan tahu rumah sakit di mana Adelia dirawat?"Mas pernah ke sana?" tanya Yusuf datar agar tak terkesan menekan."Ah, ya. Ada seseorang yang memintaku ke sana." Zidan tersenyum tipis. Dia tak mau mengatakan bahwa orang itu adalah detektif yang dia sewa. Karena dia sendiri bahkan, meski telah percaya pada Yusuf, tapi belum seratus persen."Oh, begitu. Apa Hanna?" Yusuf asal bertanya, padahal dia sendiri yakin Hanna tak mungkin menghubungi karena dia melarang. Belum lagi malam itu, ponselnya dimatikan agar
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong