Prasangka itu Melelahkan
"Mas? Apa sesuatu terjadi?"
Yusuf tak menjawab, ia langsung meraih pakaiannya. Seolah itu tak penting untuk dibahas. Tak penting pula menjaga perasaan Hanna.
"Aku akan pergi sekarang," pamit pria yang sudah mengenakan pakaian lengkap.
"Mas a ...." Wanita itu akan bangkit. Namun, ia segera memegangi kepala kala rasa nyeri, seolah tengah melarangnya bergerak.
Ucapan Hanna tertahan. Pria itu bahkan tak mengatakan sepatah kata pun.
Yusuf yang telah siap, menatap Hanna sesaat sembari tersenyum tipis, hingga langkahnya akhirnya menjauh.
Hanna menyipitkan mata heran. Apa yang terjadi? Ini seperti dia dicampakkan setelah melayani sang suami. Kenapa Yusuf yang tadi malam sikapnya begitu manis bersikap demikian?
"Ini aneh. Pasti terjadi sesuatu," gumam Hanna sambil berusaha bangkit lagi. Saat menatap jam dinding yang tampak remang, lantaran pencahayaan di kamar yang redup, jam dinding menunjukkan angka 02.15.
Mandi JenabahMobil terus melaju menuju rumah sakit di mana Adelia dirawat. Di dalam mobil, Zidan lebih banyak bicara, ketimbang Yusuf. Pria itu bukan hanya fokus memperhatikan jalanan, tapi juga merasa tak nyaman banyak bicara pada kakak iparnya."Ini bukannya jalan ke ...." Ucapan Zidan tergantung."Hem?" Yusuf menoleh sebentar ke arah pria itu. Seolah mempertanyakan mengenai ucapannya barusan. Ada tanya dalam benaknya, apa Zidan tahu rumah sakit di mana Adelia dirawat?"Mas pernah ke sana?" tanya Yusuf datar agar tak terkesan menekan."Ah, ya. Ada seseorang yang memintaku ke sana." Zidan tersenyum tipis. Dia tak mau mengatakan bahwa orang itu adalah detektif yang dia sewa. Karena dia sendiri bahkan, meski telah percaya pada Yusuf, tapi belum seratus persen."Oh, begitu. Apa Hanna?" Yusuf asal bertanya, padahal dia sendiri yakin Hanna tak mungkin menghubungi karena dia melarang. Belum lagi malam itu, ponselnya dimatikan agar
Dareen Eksha PrayogaSuara teriakan kesakitan seorang perempuan, melengking dalam bangsal rahasia."Argh!"Hanya itu yang Adelia lalkukan,suara yang disertai erangan dari mulut mungilnya. Menemani setiap rasa sakit yang hadir karena kontraksi. Rasa sakit itu terasa semakin kuat, dan terus berputar karena intensitasnya semakin seringKedua tangannya dipegangi dua perawat sementara seorang bidan sudah melakukan sesuatu di antara kedua kaki perempuan yang mengalami gangguan jiwa tersebut."Bagaimana dengan keluarganya? Semoga kita yang menjaganya tak turut disalahkan atas apa yang menimpanya sekarang," ucap salah seorang perempuan.Zaki yang juga ada di bangsal itu, sontak menoleh pada ucapan dua perawat itu. Ia merasa wajar, atas apa yang disangkakan mereka. Ini soal nyawa. Karena kejadian ini, bisa saja Adelia kehilangan bayinya, atau bahkan nyawanya.Dokter yang turut serta mengurus Adelia itu, merasa gelisah. Belum juga ada kabar dar
Hal yang Menimpa Adelia?Langkahnya berhenti di depan sebuah ruangan. Bangsal di mana Adelia tengah menjalani perawatan. Namun, pria yang tersengal karena berlarian itu, dikejutkan oleh sesuatu. Suara bayi dari dalam ruangan tersebut membuatnya membisu dalam sekejap.Kala pintu di depan terbuka, mata Yusuf membeliak. Ada sosok bayi yang tengah dibersihkan oleh dua orang perawat. Namun, hatinya miris, bayi itu tampak tidak seperti bayi pada umumnya yang pernah dia lihat. Sosok kecil yang ukurannya jauh lebih kecil dari umumnya."Sup, kamu datang?" Zaki yang akan keluar melihat sepupunya berdiri di depan bangsal. Pria itu baru saja menyelesaikan tugasnya bersama bidan yang bertugas, sementara dia di sana untuk membantu, sembari terus mengawasi keadaan Adelia.Yusuf hanya mengangguk. Ia tak bisa berkata apa-apa melihat sosok bayi di depan sana.Zaki yang memahami itu manggut-manggut, lalu membawa Yusuf menjauh. Namun, tubuh Yusuf tak mau bergerak dan
Pertemuan Ibu dan Anak?"Sudahlah, kamu tidak boleh stres. Nanti malah buntu dan sulit cari jalan keluar." Mami Alex kini bangkit dari duduknya. Memperlihatkan betapa dia semangat menjalani rencana-rencana mereka.Sedang Alex masih memperlihatkan betapa dia frustrasi menghadapi situasi ini."Mami sudah memanaskan makanan yang tantemu bawakan. Kamu harus tetap makan agar kuat menghadapi kenyataan," sambung sang Mami, yang menepuk bahu putranya sebentar lalu berjalan pergi meninggalkannya ke dapur."Hah!" Alex bangkit. Tanpa disadari sejak tadi, dia juga lapar. Rasa itu baru muncul setelah sang mami mengatakan makanan telah siap. Apalagi dia tahu sendiri masakan tantenya itu terbilang lezat meski yang dimasak bahan sederhana.Sampai di dapur, Alex mencium aroma makanan yang kuat. Lebih setelah makanan itu dipanaskan sebelum disajikan ke atas meja."Hem. Kenapa aku mencium aroma yang lain di sini, Mi?" ucapnya sambil berjalan ke arah kursi.
Air Mata Seorang Ibu"Jadi niat utama Mami membakar kakiku hari itu karena ingin membuat tanda lahir palsu serupa punya Dareen. Kenapa aku gak tahu Om Eksha kehilangan anaknya saat kecil." Alex mengungkit masa lalunya sambil mengunyah makanan di mulut."Hem. Sekarang kamu tahu, kan? Mami diam bukan tanpa alasan. Bayangkan jika kamu menjadi ahli waris tunggal keluarga Eksha Prayoga." Maya tersenyum masam."Ya, ya." Alex mencebik sambil manggut-manggut. Namun, juga senang."Tapi ... menurut Mami apa itu akan berhasil?" Meski ia memiliki kepercayaan diri, ada sisi lain yang membuatnya ragu."Akan berhasil kalau kita bergerak cepat membuat sample palsu untuk DNA-mu dan mereka." Maya menjelaskan kunci keberhasilan rencana mereka. DNA tak bisa dibantah oleh apa pun juga. "Kalau perlu, karena mereka sudah mencurigai Yusuf sebagai Dareen, buat DNA palsu ketidakcocokan juga untuknya." Lagi, satu sudut wanita itu terangkat."Oh. Begitu? Ya, ya." Alex
Bukan Lelaki yang Mudah"Kamu di mana?" tanya Alex pada orang di ujung telepon. Pria yang sedsng duduk di Kafe itu celingukan, menunggu kedatangan seseorang untuk membawakan hasil lab yang dimintanya."Sudah di parkiran. Bentar." Panggilan pun karena kegelisahannya telah sirna.Sambil menunggu, Alex menyesap kopi yang dipesannya tadi. Setidaknya mendengar temannya sudah ada di parkiran, hal itu membuatnya tenang. Tak perlu lebih lama menunggu, atau berpikir pria itu gagal datang.Sekitar lima menit, pria yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Alex tersenyum senang."Datang juga kamu, Bro!""Heem." Pria itu duduk begitu saja di seberang meja Alex."Minumlah, aku pesan jus kesukaan kamu." Alex menggeser gelas tersebut persis ke hadapan temannya."Gimana?" tanya Alex tak sabar.Pria yang mengenakan kaos berbalut jaket itu segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya."Ini."Satu sudut bibir Alex naik, cepat ia
Jatuh Cinta Kali PertamaHanna mencuci rambutnya dengan hati-hati, tanpa mengenai kulit kepala yang dijahit dan tak lagi ditumbuhi rambut di bagian sisi kanan kepala. Ditelengkan kepala ke kiri dalam waktu lama di depan cermin wastafel. Air jernih yang mengalir, berubah jadi ari berbusa ketika melewati rambut dan jatuh ke pembuangan. Hanna mematikan kran, kala tak ada lagi busa mengalir dari rambut.Selesai dengan itu, ia pun mengambil hairdryer. Lalu, mengeringkan rambut basah tersebut.Wanita itu mendesah. Menaruh benda yang menurutnya cukup membuat tangan pegal di tangan. Kondisi sakit memang mempersulit melakukan segala hal.Namun, hal demikian tak masalah baginya, asal bisa bertemu dan berkumpul dengan Yusuf.Sayang, semua berkebalikan dari apa yang diinginkan sekarang. Pria itu sudah lebih sehari tak ada kabar."Apa cuma aku yang merindukannya."Lagi, Hanna menghela dalam. Dia berjalan keluar, mencari tahu apa yang terjadi. Bara
Mencari Kesembuhan"Ya, udah aku datangin Mas Zidan dulu. Nanti kalau sudah bicara dengan Mas Yusuf baru aku kasih tahu rencana selanjutnya."Indah mengangguk. Merasa sudah cukup bicara, Hanna pun berjalan turun ke lantai satu.Kaki wanita ayu itu menjejak satu anak tangga ke anak tangga lain untuk mencapai keberadaan sang kakak.Baru saja selesai menuruni anak-anak tangga itu sembari mengedarkan pandang, Hanna melihat Zidan tengah berbincang dengan sang mama. Kali ini tak ada sosok Subakhi, lantaran pria itu harus ke kantor mengurus pekerjaan. Sementara Zidan seperti biasa, pekerjaannya yang lebih sering terjun ke lapangan langsung, membuatnya tidak terikat waktu, seperti pekerja lain yang terikat jam kerja kantor."Mas!" panggil Hanna mendekat pada kakaknya itu.Zidan dan sang mama sontak menoleh mendengar suara Hanna."Ya?" Zidan menyahut, kini fokusnya beralih dari ibunya ke adiknya.Tadi, pria itu tengah menjelaskan apa ya
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong