Senja berkata lirih saat melihat Langit yang sedang berdiri sambil menatapnya tajam. Pria itu mendekati Senja dan duduk di sebelah wanita yang sedang memangku Baby La tersebut."Siapa yang meneleponmu?" tanya Langit dengan tatapan penuh selidik. Senja terdiam sambil mengusap lembut kening Baby La yang tampak lahap menyusu. Wanita itu berusaha menghindari tatapan Langit yang mengintimidasi."Senja," panggil Langit tanpa melepaskan pandangannya."Teman," jawab Senja singkat sambil terus mengusap-usap Baby La."Teman? Siapa? Laki-laki? Perempuan?" tanya pria itu kembali dengan curiga."Mas ....""Jawab, atau saya akan mencari tahu sendiri," ucap Langit sambil berusaha mengambil ponsel Senja yang tergeletak di samping wanita itu."Kenapa ingin tahu urusanku? Aku saja tidak pernah ingin tahu urusanmu?" Bukannya menjawab Senja malah balik bertanya sambil mengambil cepat ponselnya dan menggenggamnya erat."Jangan berkilah. Jawab saja. Atau saya akan merebut ponselmu dan menghancurkannya," a
Langit terus memikirkan ucapan orang yang ia tangkap kemarin. Rasanya sulit dipercaya dengan apa yang dikatakan tawanannya tersebut. "Apa benar yang dikatakannya? Tapi bagaimana mungkin dia melakukannya? Saya harus mencari tahu sendiri kebenaran itu. Kalau sampai dia membohongiku untuk menyelamatkan diri, tidak akan saya ampuni." Langit berkata pelan sambil mengepalkan kedua tangannya.Lamunan Langit buyar ketika netranya melirik ke arah Senja yang baru saja keluar dari kamar sambil mendorong kereta bayi. Langit mendekat."Kau mau ke mana, pagi-pagi sudah rapi dan membawa Baby La?" tanya Langit dengan curiga."Apa kau lupa kalau hari ini saya kontrol?" tanya balik Senja dengan raut wajah sedikit kesal."Astagfirullah. Maaf, saya lupa. Saya akan mengantarmu," ucap Langit sambil menepuk keningnya cukup keras."Kalau kau sibuk, saya bisa pergi sendiri." Senja kembali berkata dengan nada lembut. Namun, cukup membuat Langit mengelus dada untuk bersabar."Saya tidak sibuk. Maaf, jika saya
Langit melakukannya cukup lama. Kemudian melepaskan perlahan. Menatap Senja dengan begitu intens. Napasnya bergemuruh menahan rasa yang bergejolak di dalam dadanya. Antara kesal, cemburu, dan takut kehilangan."Saya tidak suka kau berdekatan dengan dokter itu. Saya tidak suka dia menyentuhmu, meski hanya pemeriksaan. Kau istriku dan sampai kapan pun, saya tidak akan melepaskanmu," ucap Langit penuh penekanan.Pria itu kembali mencumbu Senja tanpa memberi kesempatan sang istri berkata-kata. Langit tak hanya mencium bibir Senja, ia juga menghujani kecupan di pipi dan tengkuk wanita di hadapannya dengan begitu lembut."A--apa yang kau inginkan, Ma--Mas?" Senja berkata saat ada kesempatan sambil menahan sentuhan-sentuhan Langit. Napasnya pun bergemuruh. Jantung Senja berdegup dua kali lebih cepat dari normal."Saya menginginkanmu sebagai istriku. Saya ingin menghapus setiap jejak yang ditinggalkan dokter itu di tubuhmu dan menggantikannya denganku," ucap Langit yang semakin menggebu. Rasa
Langit tampak sudah rapi dengan kemeja putih dasi dan jas berwarna hitam. Pria tampan itu tengah bersiap ke kantor. Senja seperti biasa menyiapkan sarapan. Meskipun sudah ada Bi Inah yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di apartemennya. Namun, tetap saja Senja tidak bisa menghilangkan kebiasaannya saat ia masih tinggal bersama Safroni dan Suningsih.Ketika Senja sedang merapikan piring di meja makan, Langit tiba-tiba memeluknya dari belakang. Membuat wanita itu sedikit terperanjat. Kebiasaan Langit yang selalu menggoda sang istri saat sedang serius."Mas, kau mengejutkanku. Sudah siap?" ucap Senja sambil berusaha melepaskan pelukan Langit."Menurutmu?" ucap Langit sambil membalikan tubuh Senja menghadap dirinya.Senja tersenyum. "Ya sudah. Kita sarapan, ya." Senja berkata sambil meraih kedua tangan Langit dan menggenggamnya."Emm, tunggu dulu." Langit berkata menghentikan langkah Senja."Ada apa?" tanya Senja bingung sambil menautkan kedua alisnya."Ada yang kurang," ucap Langit s
Senja menelan ludahnya. "Mas, saya tidak sedang bermimpi, bukan?" tanya Senja tidak percaya."Ini nyata, Senja. Bukankah saya sudah berjanji untuk membahagiakanmu? Saya ingin menebus kesalahan karena membuatmu berhenti kuliah. Tolong kau terima. Saya tulus melakukannya.Senja kembali menelan ludah. Mas, saya ... saya mau. Terima kasih banyak, Mas." Wanita itu berkata sambil meneteskan air mata, ia tidak menyangka jika Langit mewujudkan keinginannya yang sempat terpendam."Jangan menangis, Sayang. Mulai sekarang, kau bisa mewujudkan cita-citamu. Saya akan membantumu jika kesulitan belajar. Kau juga bisa belajar berbisnis denganku. Saya akan membantumu dengan ikhlas," jelas Langit sambil menyeka air mata Senja. Wanita itu bangkit dari kursi dan memeluk Langit erat.Langit tersenyum. Pria itu pun memeluk erat tubuh Senja. Hatinya lega karena Senja menerima tawarannya."Perlahan, tapi pasti. Saya akan terus membuat kau bahagia, Senja," batin Langit sambil terus memeluk sang istri."Ma--ma
Setelah satu pekan, Senja kembali kontrol ke rumah sakit untuk mengecek kondisinya pasca kecelakaan beberapa waktu lalu. Langit setia mengantar Senja, meski harus menahan rasa cemburu saat Senja bertemu dan bicara dengan Dokter Randi, sahabat Senja sekaligus dokter yang merawatnya ketika Senja sakit."Kondisimu semakin membaik. Tulang yang retak pun sudah menyatu. Bekas operasi di kepala dan perutmu juga sudah kering. Semuanya bagus. Tekanan darahmu normal. Kamu sudah bisa beraktifitas seperti biasa kembali. Namun, jika ada keluhan seperti nyeri dan sakit kepala, kamu harus segera periksakan diri ke rumah sakit. Jaga pola makanmu," jelas Dokter Randi panjang lebar mengecek kondisi Senja."Alhamdulillah." Senja mengusap cepat wajahnya. Mengucap syukur atas kondisinya yang semakin membaik."Bagaimana Baby La? Apa dia baik-baik saja?" tanya Randi sambil menatap Senja."Alhamdulillah dia baik-baik saja. Bahkan sekarang sudah mulai berdiri," ucap Senja sambil tersenyum."Alhamdulillah." Ra
Senja mulai kuliah setelah dinyatakan membaik oleh Randi. Hatinya begitu bahagia karena akhirnya, ia bisa mengejar impian sesuai harapan kedua orang tuanya. Langit mengantar Senja di hari pertamanya. Pria itu juga senang melihat sang istri kembali ceria."Mas, saya masuk dulu, ya. Terima kasih sudah mengantar," ucap Senja sambil mengangklek tas dan menenteng beberapa buku."Iya, Sayang. Belajarlah dengan giat agar cita-citamu tercapai. Nanti, kalau sudah selesai telepon. Saya akan menjemputmu," ucap Langit lembut sambil menatap Senja."Kenapa tidak supir saja yang menjemput? Kau kan harus ke kantor," ucap Senja dengan lembut."Kebetulan hari ini tidak banyak pekerjaan. Jadi, saya bisa mengantar dan menjemput. Apa kau tidak menyukainya?" jelas Langit semakin tajam menatap Senja."Bukan begitu. Saya hanya tidak ingin mengganggu pekerjaanmu. Saya ....""Kau tidak menggangguku. Pokoknya, kalau sudah selesai telepon. Saya akan menjemputmu," ulang Langit sambil meraih sebelah tangan Senja d
Langit menghampiri Senja yang tengah merapikan seprai dan menidurkan jagoan kecilnya Laskar. Menyapu kasur dan menyusun bantal serta guling. Langit memeluk Senja dari belakang saat wanita itu menegakkan tubuhnya."Ma--Mas Langit. Kau kebiasaan. Kalau saya sedang sibuk selalu seperti ini," ucap Senja dengan sedikit terperanjat dan kesal."Maaf, Sayang. Kau terlalu sibuk hingga melupakan saya," ucap Langit dengan manja sambil menaruh dagunya pada sebelah pundak Senja."Sebaiknya kau jangan ganggu. Saya sedang merapikan kamar. Lebih baik batu saya biar cepat selesai," pinta Senja sambil menepis pelan dagu Langit dan kembali bekerja."Ada yang ingin saya bicarakan denganmu," ucap Langit sambil meraih kedua tangan Senja dan menghadapkan tubuh wanita itu ke arahnya."Soal apa?" tanya Senja dengan penasaran."Hari ini libur, jadi saya ingin mengajakmu ke rumah ibu. Kau boleh menginap di sana dengan Baby La." Langit berkata dengan wajah serius."Benarkah?" tanya Senja kembali dengan ragu."Ap
Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan