Hilya meletakkan nampan yang dia bawa di lantai dan kemudian masuk ke dalam kamar.Air matanya terus mengalir.Sembari mengusap-usap dadanya hilang duduk di tepi ranjangnya."Sayang aku bisa jelaskan semuanya!"Satya tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan berlutut di kaki Hilya. Dengan rambut dan pakaian yang masih acak-acakan."Sayang! Aku.... Aku benar-benar tidak mengingat apa pun!" kata Satya dengan masih berlutut di kaki Hilya."Sayang! Tolong percaya padaku! Semalam aku tidak sedang bersama Clarissa. Aku.... Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi," ucap Satya lagi."Sayang! Aku...."Satya mendongakkan kepala melihat Hilya yang hanya bergeming dengan air mata yang semakin menganak sungai."Sayang! Maafkan aku! Aku mabuk semalam, dan aku lupa dengan semuanya!" kata Satya dengan mencium tangan Hilya.Berlahan Hilya menepis tangan Satya. Dia mendorong laki-laki yang berlutut di kakinya itu.Hilya bangkit dari tempat duduknya tanpa berkata apa-apa."Sayang! Percayalah padaku! Aku b
Di rumah keluarga Agung Wijaya, Clarissa mulai merajuk diperlukan Ibu Diana.Dia terisak tangis saat mengungkapkan isi hatinya."Bagaimana Ma, jika aku hamil? Satya tidak mau bertanggung jawab," kata Clarissa dengan memeluk Ibu Diana saat mereka berada di ruang keluarga."Sudah-sudah! Kamu tidak perlu khawatirkan hal itu! Mama pastikan, Satya akan secepatnya menikahi kamu," ujar Ibu Diana dengan membelai lembut rambut mantan tunangan putranya itu.*****Beberapa menit kemudian Ibu Diana dan Clarissa sudah berada di meja makan. Ibu Diana meminta Bibi Rum memanggil Hilya yang saat itu masih berada di dalam kamar.Sesaat kemudian. Hilya pun sudah duduk di hadapan Ibu Diana dan Clarissa."Kamu harus mengijinkan Satya menikah lagi dengan Clarissa!"Ibu Diana mengatakan hal itu dengan menatap Hilya."Satya harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan pada Clarissa. Terlebih kalau Clarissa sampai hamil," tambah Ibu Diana.Hilya yang semula menunduk, mulai menegakkan kepala."Aku..
Pagi telah menjelang, Hilya dan Satya saat ini telah berada di meja makan."Clarissa sudah keluar dari rumah ini," kata Ibu Diana yang baru saja menuju meja makan."Bagus," sahut Satya dengan menoleh ke arah mamanya.Ibu Diana menghela napas sembari duduk di hadapan Satya.Wajah ibu Diana tampak muram.Terlihat handphone yang Ibu Diana letakkan di mejanya bergetar.Berlahan Ibu Diana mengangkatnya."Apa?.... Iya, iya, aku akan segera ke sana," kata Ibu Diana di dalam telepon.Setelah menutup teleponnya, Ibu Diana melihat ke arah Satya."Satya! Clarissa mau melakukan percobaan bunuh diri," kata Ibu Diana.Satya hanya bergeming."Tante Erika yang menelepon mama," terang Ibu Diana dengan menyebutkan nama orang tua Clarissa."Hmmmh!"Satya tersenyum kecut sembari terus mengabaikan kabar yang diberikan mamanya."Dari semalam dia duduk di balkon lantai dua puluh kantor kamu," kata Ibu Diana lagi.Satya yang semula mengacuhkan perkataan mamanya berlahan mendongakkan kepala."Satya, sampai sa
Tiba-tiba mobil Dirga berhenti di halaman rumah Satya.Sopir Dirga keluar, dan memasukkan barang-barang Hilya ke dalam mobil.Hilya pun bergegas ikut masuk ke dalam mobil itu."Apa ini maksudnya?" tanya Satya heran."Saat ini aku pengacara istrimu," sahut Dirga dengan menghalangi langkah Satya yang ingin menarik lengan Hilya agar tidak masuk ke dalam mobil."Kamu menghianati aku?" tanya Satya dengan menatap mata Dirga kecewa."Kalian butuh waktu untuk sendiri, sendiri, okey!"Dirga mengatakan dengan menepuk lengan Satya. Kemudian masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan halaman rumah mewah itu."Aaaaaaagh!!"Satya terlihat marah saat melihat mobil itu pergi. Dia mengepalkan tangannya kemudian memukulkannya ke dinding rumahnya."Auuuuuw!" Pekiknya saat merasakan rasa sakit yang sangat di tangannya.*****Waktu terus berjalan. Hari telah berganti. Dengan bantuan Dirga, kini Hilya telah sampai di rumahnya."Kenapa nggak diantar suamimu?" tanya Hajjah Halimah saat Hilya mulai memasu
Kini pagi telah tiba. Satya sudah berada di ruang kerjanya berjibaku dengan laptop dan berkas-berkas yang berserakan di meja.Seorang laki-laki tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja Satya."Bagaimana kabarmu?" tanya laki-laki yang tidak lain adalah pengacara Satya tersebut.Satya melirik laki-laki itu tanpa menjawab pertanyaannya, seraya kemudian melanjutkan mengetik sesuatu di laptopnya."O, iya. Bagaiman kabar Clarissa? Kapan kalian menikah?" tanya pengacara itu kemudian sembari duduk di hadapan Satya."Clarissa sudah pergi. Dia memutuskan untuk kembali ke Jepang setelah kejadian kemarin," sahut Satya dengan masih mengerjakan sesuatu di laptopnya."Oooh.... Pantas, kamu terlihat frustrasi sekali. Ternya, dua orang wanita yang sangat mencintaimu, kompak meninggalkan kamu secara bersamaan," ejek Dirga dengan terkekeh."Hmmmh!"Satya membuang napas keras sembari melirik Dirga dengan wajah kesal."Kapan rencana kamu menyusul Clarissa ke Jepang?" tanya Dirga lagi."Siapa bilang aku mau me
Pukul dua puluh satu malam, Satya baru sampai di rumahnya. Laki-laki itu bergegas masuk ke dalam kamar, mengganti pakaiannya dan membersihkan diri.Setelah itu dia tampak membuka laci, mengambil sebuah buku kecil tuntutan salat yang pernah diberikan oleh istrinya.Dia membaringkan tubuhnya di atas ranjang, dengan membaca buku tersebut."Aaaaagh!" desahnya."Hmmmh!" kemudian dia membuang napas keras, dan meraih handphone yang ada di meja lampu tidurnya.Dia menyentuh layar handphone tersebut. Terlihat gambar Hilya, wanita yang pernah dinikahinya di layar utama handphone tersebut.Gambar wanita cantik itu, tampak tersenyum manis ke arahnya.Satya tersebut kecil. Entah apa yang laki-laki kaya itu pikirkan, mungkin rasa rindu, karena sudah hampir satu Minggu mereka tidak bertemu.Namun tiba-tiba senyum di bibir Satya menghilang, berganti dengan wajah kesal."Wanita macam apa kamu? Keluar dari rumah tanpa izin. Kamu pikir, aku akan meneleponmu? Tidak akan pernah!"Satya tampak berbicara de
Siang itu setelah menyelesaikan pekerjaannya, Dirga bergegas menuju kantor Satya."Aku lupa, kita hampir saja terlambat. Hari ini kamu ada jadwal kencan dengan Lily Harland. Putri pengungusa Cokro Harland. Dia baru saja menyelesaikan sekolah bisnisnya di Eropa, dan saat ini, menjabat sebagai direktur di anak perusahaan ayahnya," terang Dirga."Ayo cepat!" kata Dirga kemudian seraya keluar dari ruang kerja Satya.Satya pun bergegas mengikuti langkah Dirga dengan merapikan kancing jasnya.Pengusaha kaya itu, terlihat sangat tampan saat mengenakan setelan jas dengan warna apa pun.Dua puluh menit kemudian mobil yang dinaiki Satya sudah berhenti di halaman parkir hotel bintang lima.Ternyata Dirga mengatur pertemuan Satya dengan putri pengusaha kaya itu, di sebuah restoran mewah yang ada di dalam hotel ini.Saat ini Satya telah duduk di restoran, menunggu wanita cantik yang akan dia temui."Dia masih di jalan," bisik Dirga saat Satya berkali-kali melihat arloji di tangannya.Beberapa men
Pagi telah menjelang. Seperti biasa Satya kembali disibukkan dengan pekerjaannya, dan jadwal kencannya.Terlihat handphone di mejanya bergetar. Satya bergegas mengangkat handphone tersebut sembari terus berkonsentrasi dengan laptop dan file-file yang ada di hadapannya."Jam satu nanti kamu ada jadwal makan siang dengan Syakila, dia model, dan seorang hijabers," terang Dirga, seorang sahabat yang menelepon Satya."Hari, hari aku sibuk, jadi aku tidak bisa menemanimu," tambahnya."Kalau begitu tunda saja pertemuannya. Jika waktumu sudah senggang, baru kita temui wanita itu," jawab Satya sembari terus mengetik sesuatu di laptopnya."Ce'k!" Dirga mendesis. "Ayolah teman! Aku benar-benar sibuk beberapa hari ini. Aku sudah atur jadwal pertemuanmu. Asisten dan sopirmu juga sudah aku beri tahu, jadi untuk sementara mereka semua yang akan menemanimu."Tanpa membalas penjelasan Dirga, Satya mematikan handphonenya, dan kemudian meletakkan benda berbentuk pipih tersebut di sebelah laptopnya.Hand