“Jangan terlalu memikirkan status istri kedua, ya! Kamu, dan Mbak sama kok kedudukannya. Kita berdua adalah istri sahnya Mas Zayn, dan pernikahan kamu pun tidak kami sembunyikan. Jadi, jangan bersedih karena Mas Zayn pasti berlaku adil pada kamu, dia tidak akan menyembunyikan fakta kalau punya istri secantik kamu di hadapan orang,” ucap Alysa.
“Aku tidak peduli dengan ucapan orang-orang padaku, Mbak. Aku takut kalau keberadaanku menjadi luka untuk siapapun. Aku tidak mau jadi penyebab luka bagi siapapun,” tukas Maha.
“Tidak, Maha. Kamu bukan penyebab luka! Kamu adalah bunga yang sedang mekar, dan harus dijaga oleh seseorang yang tepat, kamu itu sangat cantik, Masya Allah. Layaknya seorang bidadari yang turun dari surga,” balas Alysa. “Ah, nanti Mas Zayn datang ke kamar ini, dan sambut lah suamimu dengan cinta. Malam ini adalah malam milik kalian berdua, kamu harus pikirkan saja kalau di dunia ini hanya ada kamu, dan Mas Zayn.&r
***Maha menundukan wajahnya sejak tadi pagi, dia tidak bisa menatap wajah Zayn karena semalam wajah pria itu sangat dekat dengannya. wanita itu tak bisa membayangkan jika pada akhirnya takdir berkata lain, takdir mengantarkannya pada sosok pria yang sudah sangat dia kagumi sejak lama. Meraba rupa takdir ternyata sangat sulit, dan selalu ada kejutan yang tak pernah dia mimpikan sebelumnya. Hal yang tidak Maha inginkan sejak dulu ternyata harus terjadi di kehidupannya, yaitu menjadi istri kedua.Dulu Maha sempat berpikir untuk tetap melajang sampai akhir hidupnya. Potret pernikahan dalam penglihatannya hanyalah memberi luka dan membuat jiwa mati. Perilaku kasar almarhum ayahnya lah yang masih menyisakan luka mendalam. Baginya, dia bisa hidup dan berdiri di atas kaki sendiri tanpa harus bergantung pada pria.Nyatanya, takdir ternyata serumit ini. Dia memang menikah, tapi dia hanya sebagai yang kedua, dibutuhkan untuk melahirkan seorang anak. Miris, tapi dia hanya
“Nanti biar Bu Inah saja yang bikin teh manis, kamu ikut duduk sama kami, ya!” ajak Alysa.“Suka nggak pas gulanya, jadi biar aku yang bikin saja,” balas Maha. “Mbak Alysa mau aku buatkan teh manis?”Alysa menggelengkan kepalanya. “Tadi Mbak sudah minum kopi hitam, Maha. Kamu saja ya yang buat, nanti ikut duduk sama Mbak dan Mas Zayn ya.”“Iya, Mbak.” Maha langsung bergegas menuju dapur, kedua sudut matanya sudah berair, dia tidak mau kalau Alysa sampai melihatnya menangis.“Maha kenapa lemas begitu, ya, Mas?” celetuk Alysa. “Mas, kamu semalam sudah bikin Maha lelah luar biasa, ya?” godanya.Zayn menghela napas pendek. “Kamu nggak cemburu bertanya seperti itu?”“Lho kok Mas malah tanya begitu? Kan Maha istrimu juga, jadi kenapa aku harus cemburu? Pertanyaaanmu sama kayak umma.”“Sayang, semalam Mas gelisah karena kamu tida
Maha tersenyum lirih. “Maha hanya merasa asing, Bu. Maha tidak tahu harus melangkah ke arah mana, jalan di hadapan Maha seperti buntu, dan Maha selalu takut salah langkah.”“Apa yang kamu takutkan?” tanya Nia.“Pernikahan ini. Pernikahan yang awalnya tidak ada cinta, pernikahan yang dijodohkan. Apa bisa untuk Maha menjalaninya? Apa bisa Maha tinggal satu atap dengan Mbak Alysa? Apa nanti tidak ada rasa cemburu di hati kami berdua? Bagaimana pun Maha dan Mbak Alysa itu tetap seorang wanita, wanita yang hatinya mudah rapuh, dan juga cemburunya wanita itu unik, Maha hanya takut hubungan Maha dengan Mbak Alysa jadi berbeda,” balas Maha.“Niat kalian menikah kan karena ibadah, Insya Allah pernikahan kalian akan Allah jaga. Rumah tangga kamu akan tenang dan juga sakinah menyertai langkah kalian bertiga,” tukas Nia. “Nak, hidup ini hanya sementara karena tempat tinggal kita selamanya di akhirat, ja
Aku adalah ranting yang rapuh, kelak akan patah, dan tidak akan ada yang bisa menyelamatkanku.***"Ada apa? Kok melamun?" tanya Alysa. Dia langsung duduk menemani Maha yang sedang duduk di balkon."Sedang menikmati udara pagi di balkon saja, Mbak," balas Maha tersenyum. Dia masih belum menahan keterkejutannya karena Zayn tidak ada di sisinya tadi saat dia terbangun."Semalam pasti kamu terkejut ya karena Mas Zayn tidak ada di sampingmu," ucap Alysa. "Maafkan Mbak ya, Maha. Mbak nggak menyuruh Mas Zayn ke kamar, dia hanya belum terbiasa dan selalu bilang takut Mbak terluka, padahal Mbak tidak cemburu sama sekali karena kamu memang wanita yang Mbak pilihkan untuknya.""Tidak masalah, Mbak. Aku juga paham pasti masih terasa asing bagi Mas Zayn. Aku juga memakluminya, bagi Mas Zayn ini aku masih terasa sebagai orang lain, wanita yang tak pernah dia bayangkan bisa masuk ke kehidupan rumah tangganya. Justru aku masih merasa bersalah karena lanc
***"Aku pikir kamu tidak akan menikah lagi," ucap Hasan."Aku juga berpikir seperti itu, ternyata takdir berkata lain," balas Zayn."Wanita itu, apa Alysa ikhlas memberi restu? Aku terkejut mendengar kamu menikahi wanita lain karena aku tahu dulu Alysa bahkan menolak wanita yang akan jadi adik madunya. Kenapa bisa hati Alysa berubah?""Justru Alysa lah yang bersemangat, dia hanya ridho kalau aku menikah dengan Maha, wanita yang memang sengaja dia pilihkan," balas Zayn."Nama istri keduamu itu Maha ternyata, dan aku merasa nama itu tidak asing," ucap Hasan."Aku dan Alysa memang sudah mengenal baik Maha. Maha itu anaknya Bu Nia," balas Zayn."Apa? Anaknya Bibi Nia? Maharani Permaisuru?" Hasan terkejut.Zayn mengangguk. "Untuk itu Alysa sangat menyetujuinya karena dia dan Maha sangat dekat. Bahkan, Alysa terlalu sayang dengan Maha. Dia sampai sakit saat tahu Maha resign dan ingin pindah rumah.”"Maha itu kerja di ba
“Jadi, waktu kecil dulu aku itu berharga bagi Mas Zayn?” Maha bertanya dengan polosnya.“Sepertinya begitu karena ocehan kamu terngiang terus, dan dulu aku anggap kamu adalah adik yang menggemaskan, dan ternyata takdir berkata lain... aku tidak menyangka bahwa takdir membawamu padaku, dan menjadikanmu sebagai istri kedua,” balas Zayn. “Semoga kamu tidak terbebani, ya...”“Aku juga tak menyangka jika pria dewasa yang dulu sangat aku kagumi ternyata menjadi suamiku. Rasanya masih terasa seperti mimpi karena saat ini aku bisa sedekat ini berbicara denganmu, Mas. Bahkan dulu aku tak berani menatapmu karena aku tak mau perasaan itu tumbuh lagi.”Zayn terkejut, dia langsung menatap Maha yang sedang menatap langit dengan senyuman. “Kamu sudah lama menyukaiku?”Maha mengangguk. “Bahkan pria idealku adalah selalu berkiblat sama kamu, Mas.”“Sejak kapan kamu menyukaiku?”
***“Bagaimana? Ini cantik?” tanya Maha malu-malu. Dia memakai khimar dan gamis berwarna pink muda yang semalam Zayn belikan untuknya, dan membuat dirinya terlihat lebih anggun.“Masya Allah, Maha! Kamu sangat cantik memakai gamis seperti ini. Terlihat anggun dan juga pastinya kecantikanmu terjaga dengan sempurna,” balas Alysa. “Mas, bagaimana? Cantik kan adik satu ini dengan pakaian syar’i-nya?”Zayn mengangguk, dan menatap istri keduanya itu dengan lembut. “Iya, sangat cantik dan alhamdulillah kamu mau menutup aurat dengan sempurna seperti ini, semoga Allah permudah jalan hijrahmu, shalihah.”“Istri siapa dulu dong yang cantiknya itu jadi rebutan para santrinya abi,” tukas Alysa. “Alhamdulillah ya, bidadari jelita ini menikah dengan pria pilihan yang Insya Allah memberi rasa tenang.”Maha malu-malu karena Alysa dan Zayn memujinya. Seb
“Jika memang begitu dan kelak aku meminta menetap di atap yang berbeda. Apa Mas Zayn akan mengizinkannya?”“Alasannya apa? Alysa juga tidak memperlakukanmu dengan buruk, dia pasti senang kalau kamu mau ikut tinggal bersama kami.”Maha terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa karena tidak sanggup bicara dengan jujur pada Zayn. ‘Aku hanya takut jika nanti kita bertiga satu atap, Mas Zayn pasti tidak akan datang ke kamarku, dan jika Mas datang ke kamarku pun setelah aku menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri. Aku ingin sekali kamu tidur terlelap di sisiku sampai kita terbangun. Apa Mas bisa tetap di sisiku sampai kedua mata ini terbangun?’ batinnya dalam hati.***“Kamu mau mengenalkan madumu sama kami? Kamu itu hatinya gimana sih?” tanya Anisa.“Hatiku kenapa?” Alysa bertanya balik.Anisa menghela napas panjang. “Kamu kan dulu nggak mau nih kalau nikah itu ada a