AUTHOR POV
Riri tampak mengerjap karena terkejut. Riri benar-benar tidak menyadari kedatangan Haikal yang sekarang sudah bersimpuh di hadapannya. Dan tingkah polos Riri yang seperti orang yang sedang bingung sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, terlihat lucu di mata Haikal. Pria itu terkekeh kecil, lalu menarik hidung Riri gemas. Membuat si empunya memberengut lucu.
"Kamu kapan sampe? Kok aku nggak tau?" tanya Riri bingung.
"Gimana kamu bisa tau? Kamu 'kan lagi asyik ngelamun. Emang lagi ngelamunin apaan, sih?" tanya Haikal kembali karena masih merasa penasaran setelah menjawab pertanyaan Riri yang tampak kebingungan dengan kehadiran Haikal tadi.
"Siapa yang ngelamun?" Riri balas bertanya, berusaha untuk mengelak.
"Kamu," jawab Haikal singkat.
"Aku nggak lagi ngelamun. Tadi itu aku lagi mikir," balas Riri setelah mendapatkan alasan yang tepat.
AUTHOR POVKarena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Riri, Haikal kembali menyibukkan dirinya dengan berkas-berkasnya seperti sebelumnya. Sedangkan Riri memilih untuk kembali duduk di sofa dan mulai mencorat-coret kertas kosong yang tadi dimintanya dari Haikal. Sesekali ia akan melirik pada Haikal yang benar-benar terfokus pada pekerjaannya. Seakan lupa jika di ruangan itu bukan hanya ada dirinya seorang. Melainkan juga ada istrinya.Setelah selesai dengan apa yang dikerjakannya, Riri meneliti sekali lagi hasil pekerjaannya itu. Kemudian ia tersenyum puas dengan hasil karyanya. Diangkatnya kertas yang berada di tangannya dan disejajarkannya dengan wajah Haikal yang masih fokus pada laptop dan berkas-berkasnya hingga terlihat seperti bersisian.Ternyata kertas itu berisi gambar Haikal yang terlihat serius dan sedang sibuk di meja kerjanya. Riri tersenyum sekali lagi melihat lukisan sederhananya i
AUTHOR POVTanpa sepengetahuan Riri, Haikal juga memposting foto Riri. Foto di mana Riri yang tampak sedang serius melukis gambar wajah Haikal, yang juga diambil oleh Haikal tadi secara diam-diam.Sebenarnya tadi Haikal tidak benar-benar terlalu fokus pada pekerjaannya. Sesekali ia juga memperhatikan kegiatan istrinya itu. Ia juga tahu jika Riri sesekali akan melirik ke arahnya. Haikal hanya berpura-pura tidak tahu. Tetapi, ketika Riri mengambil foto dirinya tadi, Haikal memang benar-benar tidak tahu. Dan di saat Riri benar-benar tengah fokus pada kegiatannya, Haikal diam-diam memfoto Riri.Dan juga, sebenarnya sudah banyak foto Riri yang diambil oleh Haikal. Hanya saja, Riri tidak pernah menyadarinya atau mengetahuinya. Ya, tentu saja itu karena Haikal selalu mengambilnya secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, atau di saat Riri sedang tidur. Tetapi, baru kali ini dirinya memposting foto Riri di akun Inst
AUTHOR POV"Aku keluar sebentar. Kamu tunggu aku di sini. Kita bakalan lanjutin," katanya pada Riri kemudian melangkah keluar dengan senyum genitnya yang ditujukannya kepada Riri.Riri hanya memandangi Haikal yang melangkah keluar dari kamar tersebut diiringi dengan senyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.Sementara Haikal terus melangkah menuju pintu ruangan kantornya. Dibukanya pintu yang memisahkan antara ruangannya dan meja sekretarisnya. Begitu Haikal sudah berada di depan meja sekretarisnya, sekretarisnya yang menyadari bahwa atasannya sedang menghampirinya dan berada di depan meja kerjanya, langsung bangkit."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya sekretaris Haikal dengan hormat."Hari ini saya tidak ingin diganggu. Jika ada yang ingin bertemu, katakan jika saya sedang sibuk. Dan jika hal itu adalah hal yang sangat penting, kamu tangani saja dulu. Kamu mengerti?" t
Riri dan Haikal keluar dari ruangan Haikal ketika jam menunjukkan pukul tiga sore. Sudah sangat terlambat dari waktu makan siang yang seharusnya."Ratna, saya ingin pergi keluar. Jika ada berkas penting, kirimkan saja ke e-mail saya. Kemungkinan saya akan langsung pulang," ucap Haikal memberitahukan kepada sekretarisnya."Baik, Pak," jawab Ratna patuh.Setelah mengatakan itu Haikal dan Riri berjalan menuju lift dengan Haikal yang merangkul pinggang Riri mesra. Tangan Haikal masih setia merangkul pinggang Riri selama di dalam lift serta di lobby. Mereka tiba-tiba menjadi bahan tontonan. Haikal sama sekali tidak merasa risih menjadi tontonan para karyawannya. Ia tetap berjalan santai dan bertampang datar.Begitu juga dengan Riri. Ia tampak tidak peduli dengan sekitarnya. Ia terlalu kesal dengan Haikal yang terus menerus menahannya tadi. Menahannya dengan hasrat bercinta Haikal yang besar. Padahal tadi Haikal berjanji kalau hanya akan sebentar saja. Tetapi n
AUTHOR POVSebulan sudah berlalu sejak Haikal dan Riri pergi ke pantai. Usia kandungan Riri kini sudah genap 7 bulan. Dan saat ini Riri, Haikal, Mawarni dan Nisa' sedang berada di Mall yang berada di pusat kota untuk membeli perlengkapan bayi kembar mereka kelak.Sebenarnya Riri dan Haikal ingin pergi berbelanja berdua saja. Namun, karena banyak yang tidak mereka ketahui tentang perlengkapan bayi, akhirnya mereka meminta bantuan Mawarni dan Nisa'. Meskipun Mawarni dan Nisa' lebih sering berdebat untuk menentukan mana yang lebih cocok untuk dibeli dan mana yang tidak. Tapi, Riri selalu bisa untuk menengahi perdebatan itu.Hampir semua perlengkapan bayi yang dibutuhkan untuk menyambut kelahiran sepasang bayi kembar Riri dan Haikal sudah terbeli. Hanya tinggal membeli tempat tidur dan mainan atau hiasan yang akan mereka pasang di kamar yang sudah Haikal siapkan dari jauh-jauh hari. Meskipun kamar itu
AUTHOR POV"Ibu Rifqah mengalami pendarahan dan harus segera dioperasi. Tolong Pak Haikal tanda tangani surat persetujuan operasinya," jelas Dokter Andini yang membuat Haikal, Mawarni dan Nisa' terkejut."Ya, Allah. Riri ...." Nisa' dan Mawarni langsung menangis mendengar penjelasan Dokter Andini.Seorang Perawat menyerahkan sebuah map kepada Haikal yang langsung ia terima. Setelah membaca poin-poin yang tertera di kertas dalam map tersebut, Haikal langsung menandatanganinya. Kemudian ia mengembalikan map tersebut kepada perawat tadi."Silakan Bapak urus admistrasinya terlebih dulu. Kami akan memindahkan Ibu Rifqah ke ruang operasi," ucap Dokter Andini.Haikal segera berlalu dari sana dan menuju meja resepsionis untuk mengurus semua biaya untuk Riri. Usai Haikal mengurus segala biaya administrasi untuk Riri, Haikal segera kembali ke depan ruang UGD. Bersam
AUTHOR POVStill Flashback"Terus, kenapa nggak kamu bawa Riri berobat atau operasi?" tanya Mawarni menuntut."Bukannya Haikal nggak mau bawa Riri berobat atau operasi, Ma. Haikal bahkan udah cari rumah sakit terbaik di luar negeri yang khusus untuk ngobatin penyakit kanker dan Haikal udah dapet. Karena Haikal mau liat Riri sembuh. Makanya, Haikal berencana bawa Riri ke sana. Tapi, waktu itu usia kehamilan Riri masih 6 bulan. Kalau dari keterangan beberapa website yang pernah Haikal baca, usia kehamilan yang bisa nerima dan tahan sama pengobatan kemoterapi itu adalah usia kehamilan di atas 25 minggu. Jadi, Haikal nggak berani bawa Riri berobat atau operasi. Haikal takut terjadi apa-apa sama Riri dan juga calon anak-anak Haikal waktu itu. Jadi, Haikal bertekad mau bawa Riri berobat ke luar negeri sehabis Riri melahirkan. Tapi, kalau ngeliat
Hari demi hari telah berganti. Namun, Riri tampaknya masih nyaman dengan menutup matanya. Belum ada kemajuan yang signifikan selama beberapa hari ini. Haikal sedetik pun enggan untuk meninggalkan rumah sakit.Meskipun Mama, Papa, dan mertuanya selalu membujuknya untuk pulang dan beristirahat di rumah. Tetapi, Haikal selalu menolak dengan alasan, Haikal tidak ingin jika nantinya Riri terbangun dari komanya, dirinya tidak berada di samping Riri. Ia ingin menjadi orang pertama yang akan Riri lihat ketika Riri membuka matanya.Mawarni dan Nisa' yang selalu gencar menyuruh Haikal pulang, akhirnya menyerah dan pasrah pada kekeraskepalaan Haikal. Bahkan Tommy dan Malik pun tidak mampu berbuat banyak untuk membuat Haikal bersedia meninggalkan rumah sakit. Jadi, yang mereka lakukan adalah berganti-gantian menjenguk Riri dan memantau keadaan Haikal. Seperti membawakan pakaian bersih dan makanan untuk Haikal.Kini sudah memasuki ming
Setelah hampir dua tahun kemudian. Riri membuka mata dan menjadi kebingungan karena mendapati dirinya berada di suatu tempat yang asing baginya. Bagaimana tidak? Saat ini dirinya tengah berada di suatu taman bunga yang luas dan indah. Padahal seingatnya, dirinya tadi sedang duduk di kasur Asahy dan tengah memeluk boneka panda kesukaan almarhumah anaknya itu. Tetapi sekarang? Dirinya bahkan tidak tahu sedang berada di mana ia saat ini. Di saat Riri tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba seseorang menghampiri dan memanggilnya. "Mi ...." Riri menoleh dan berbalik. Detik berikutnya matanya terbelalak lebar melihat sosok di hadapannya yang tadi memanggilnya. Matanya memburam karena buliran bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Sosok di hadapan Riri tersenyum manis. "Apa kabar, Mi?" tanyanya pada Riri. Riri tidak langsung menjawab. Ia langsung berjalan cepat dan memeluk soso
Saat Asahy siuman, gadis itu sempat marah pada 'Adnan karena mengingkari janjinya pada gadis itu. "Dek, jujur sama Mami. Kenapa kamu tutupin tentang penyakit kamu ini? Kenapa kamu nggak kasih tau dari awal? Biar kita bisa obatin? Mami, Papi, Kakak-kakak kamu semua bersedia dan dengan senang hati jadi pendonor untuk kamu." Nada suara Riri yang kecewa terdengar jelas oleh Asahy. "Pi, cepet cari Dokter Arya. Minta dia untuk tes darah kita semua. Pasti salah satu dari kita ada yang cocok untuk jadi pendonor," lanjutnya, beralih pada Haikal. "Mi ...," panggil Asahy sambi balas menggenggam jemari Riri yang sedari tadi tidak lepas menggenggam tangannya. Riri menoleh. Air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi. "Nggak perlu lakuin tes. Karena itu percuma. Waktu itu Dokter Arya udah bilang, penyakit Adek ini udah stadium akhir dan termasuk golongan yang lebih berbahaya dan sulit untuk diobatin walaupun udah ngejalani pencangkokan. Jadi, kalau pun Adek ngejalani pencangko
Hari ini adalah hari ulang tahun Asahy yang tidak lain adalah anak bungsu Riri dan Haikal. Sedari pagi Riri sudah menyeret Asahy ke sana kemari untuk berbelanja dan melakukan perawatan tubuh serta wajah. Meskipun Asahy terlihat kesal dan bosan, namun sepertinya gadis itu tidak dapat berbuat apa pun. Ia hanya terpaksa mengikuti keinginan Riri karena ingin menyenangkan hati ibunya itu. Sebab untuk ke depannya, dirinya tidak tahu apakah dirinya masih diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal seperti hari ini lagi.Pada malam harinya, tepat sebelum acara ulang tahunnya dimulai, Asahy meminta Riri dan Haikal berkumpul bersama dengan orang tua dari Arkhai, yang merupakan sahabat Asahy. Mereka sempat merasa bingung mengapa gadis itu meminta mereka berkumpul. Sedangkan para tamu undangan sudah berdatangan dan acara akan segera dimulai.Namun, para orang tua dan juga Arkhai terkejut mendengar penuturan Asahy. Gadis itu menyatakan perasaannya pada A
Setelah kelahiran anak ketiga, semakin hari, Riri dibuat semakin repot dan pusing oleh tingkah anak-anaknya dan juga Haikal. Si kembar dan suaminya itu tidak mau kalah dari si bungsu yang mereka beri nama Asahy Tsurayya' Zahirah Perdana, yang usianya baru beberapa bulan. Mereka merasa cemburu karena Riri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus si bungsu daripada mengurus mereka. Padahal menurut Riri, ia sudah berusaha membagi waktu untuk mereka semua dengan adil. Tetapi tetap saja, si kembar dan Haikal tetap melakukan protes dan mengatakan jika Riri tidak adil membagi waktu untuk mereka. Mereka selalu saja melakukan hal-hal yang membuat Riri marah agar dapat menarik dan mendapatkan perhatian dari Riri. "Haikal! Ayo, bangun!" Riri mengguncang tubuh Haikal dengan sedikit kuat. Kesal melihat Haikal yang masih memejamkan matanya erat dan terlihat nyaman, walaupun Riri sedari tadi sudah membangunkanny
Setelah beberapa bulan kembali dari Amerika, kehidupan Riri-Haikal dan kedua anak kembarnya berjalan penuh dengan kebahagian setiap harinya. Ada saja hal-hal yang membuat hari-hari mereka seakan-akan penuh warna."Devran, Devni! Jangan lari-lari, nanti jatuh!" peringat Riri kepada kedua anaknya yang sedang berkejar-kejaran.Sore ini, Riri sedang duduk santai di halaman belakang rumah. Menikmati suasana sore hari sambil mengawasi Devran dan Devni yang sedang bermain."Mami ...," Devni memanggil Riri dengan sedikit merengek."Kenapa, Sayang?" tanya Riri sembari mengelus pipi putrinya."Liat, Kak Devlan jahat! Dia bikin boneka Devni jadi jolok pake cat!" adu Devni sambil menunjukkan bonekanya yang belepotan cat."Bo'ong, Mi! Bukan Devlan yang bikin!" Devran menyanggah tuduhan adiknya."Devni nggak bo'ong! Kak Devlan yang tadi colet-colet boneka Devni!" Devni
Setelah diwajibkan untuk berpuasa selama sehari, Riri akhirnya dibawa ke ruang operasi untuk menjalani operasi pengangkatan sel kanker di otaknya. Selama beberapa jam Haikal menunggu dengan cemas.Kenapa hanya Haikal yang menunggu Riri ketika proses operasi? Sudah jelas, itu karena Mawarni dan Nisa' harus tinggal di apartemen untuk menjaga Devran dan Devni selama Riri dan Haikal berada di rumah sakit. Ya. Selama Riri berobat di sana, Haikal memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen.Saat proses operasi, keadaan Riri sempat menurun. Namun, jantungnya tidak sampai berhenti berdetak seperti ketika proses operasi caesar waktu itu. Selesai operasi dan dipindahkan ke ruang ICU, Riri dinyatakan koma oleh Dokter Gilbert. Haikal hanya dapat menghembuskan napas pasrah dan menahan rasa sesak di dadanya. Karena lagi-lagi dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa Riri mengalami keadaan koma dan menunggunya terbangun entah sampai berapa
Hari ini Haikal tidak berangkat ke kantor. Ia sedang sibuk berkemas. Riri juga terlihat sibuk berkemas. Ia sibuk mengemasi perlengkapan untuk Devran dan Devni. Dan Haikal membantu Riri agar pekerjaannya cepat selesai. Mereka berencana akan pergi ke Baltimore, Amerika. Haikal yang mengajukan usulan tersebut dengan mengatakan jika ia mengajak Riri, Devran dan Devni, Mawarni dan Nisa' pergi ke Amerika hanya untuk berlibur.Walaupun sebenarnya Riri merasa sedikit ganjil dengan Haikal yang tiba-tiba mengajak mereka berlibur ke Amerika, namun Haikal dapat meyakinkan Riri. Haikal meminta Riri menganggap kepergian mereka ini sebagai bulan madu mereka yang dulu tidak pernah mereka lakukan. Dan Riri hanya mencoba untuk berpikir positif.Riri menghembuskan napas lega ketika ia menyelesaikan acara mengemasnya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setiap bagian tubuhnya benar-benar terasa seperti akan terlepas dari sendi-sendi
Waktu terus bergulir. Hari demi hari pun berlalu. Perkembangan si kembar sungguh membuat Riri dan Haikal kerepotan. Selain perkembangan mereka yang semakin menggemaskan, si kembar juga semakin rewel. Hingga tak jarang mereka meminta bantuan kepada Mawarni dan Nisa' dalam mengurus Devran dan Devni.Seperti pagi ini, Mawarni dan Nisa' sudah berada di kediaman Haikal dan Riri. Haikal dan Riri sengaja meminta mereka datang untuk membantunya menjaga si kembar. Dan seperti biasa, walaupun Mawarni dan Nisa' merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama si kembar, namun tidak jarang juga mereka menggerutu."Kalian ini pandainya cuma bikin anak doang, ya? Giliran jagain anaknya minta bantuan Mama sama Bunda," itulah gerutuan Mawarni setiap kali Haikal memintanya datang untuk membantu Riri mengasuh bayi kembar mereka."Ah, Mama. Namanya kita masih Pakmahmud. Jadi wajar dong, kalau kita minta bantuan," elak Haikal."
Seminggu setelah kepulangan Riri dari rumah sakit, mereka mengadakan acara syukuran Aqiqahan serta pemberian nama untuk si kembar. Semua terlihat sibuk dari dua hari sebelum acara.Halaman sudah dipasang tenda pesta. Tak lupa pula dekorasi tambahan seperti bunga dan poster foto si kembar beserta namanya telah terpajang. Juga ucapan selamat datang telah terpampang dengan indahnya menggunakan rangkaian bunga. Di dalam rumah juga sudah dihias dengan begitu indah.Devran Arlen Rasyad Perdana dan Devni Ranaa Adhwaa' Perdana. Itulah nama yang tertera di poster foto si kembar. Kedua nama itu adalah gabungan dari beberapa ide nama yang diusulkan oleh Riri, Haikal, keluarga, dan para sahabat Riri. Setelah perdebatan yang alot dalam menentukan nama si kembar, akhirnya kedua nama itu yang menjadi keputusan akhir.Acara berlangsung dan berakhir dengan lancar. Tidak ada kendala yang b