AUTHOR POV
Sebulan sudah berlalu sejak Haikal dan Riri pergi ke pantai. Usia kandungan Riri kini sudah genap 7 bulan. Dan saat ini Riri, Haikal, Mawarni dan Nisa' sedang berada di Mall yang berada di pusat kota untuk membeli perlengkapan bayi kembar mereka kelak.
Sebenarnya Riri dan Haikal ingin pergi berbelanja berdua saja. Namun, karena banyak yang tidak mereka ketahui tentang perlengkapan bayi, akhirnya mereka meminta bantuan Mawarni dan Nisa'. Meskipun Mawarni dan Nisa' lebih sering berdebat untuk menentukan mana yang lebih cocok untuk dibeli dan mana yang tidak. Tapi, Riri selalu bisa untuk menengahi perdebatan itu.
Hampir semua perlengkapan bayi yang dibutuhkan untuk menyambut kelahiran sepasang bayi kembar Riri dan Haikal sudah terbeli. Hanya tinggal membeli tempat tidur dan mainan atau hiasan yang akan mereka pasang di kamar yang sudah Haikal siapkan dari jauh-jauh hari. Meskipun kamar itu
AUTHOR POV"Ibu Rifqah mengalami pendarahan dan harus segera dioperasi. Tolong Pak Haikal tanda tangani surat persetujuan operasinya," jelas Dokter Andini yang membuat Haikal, Mawarni dan Nisa' terkejut."Ya, Allah. Riri ...." Nisa' dan Mawarni langsung menangis mendengar penjelasan Dokter Andini.Seorang Perawat menyerahkan sebuah map kepada Haikal yang langsung ia terima. Setelah membaca poin-poin yang tertera di kertas dalam map tersebut, Haikal langsung menandatanganinya. Kemudian ia mengembalikan map tersebut kepada perawat tadi."Silakan Bapak urus admistrasinya terlebih dulu. Kami akan memindahkan Ibu Rifqah ke ruang operasi," ucap Dokter Andini.Haikal segera berlalu dari sana dan menuju meja resepsionis untuk mengurus semua biaya untuk Riri. Usai Haikal mengurus segala biaya administrasi untuk Riri, Haikal segera kembali ke depan ruang UGD. Bersam
AUTHOR POVStill Flashback"Terus, kenapa nggak kamu bawa Riri berobat atau operasi?" tanya Mawarni menuntut."Bukannya Haikal nggak mau bawa Riri berobat atau operasi, Ma. Haikal bahkan udah cari rumah sakit terbaik di luar negeri yang khusus untuk ngobatin penyakit kanker dan Haikal udah dapet. Karena Haikal mau liat Riri sembuh. Makanya, Haikal berencana bawa Riri ke sana. Tapi, waktu itu usia kehamilan Riri masih 6 bulan. Kalau dari keterangan beberapa website yang pernah Haikal baca, usia kehamilan yang bisa nerima dan tahan sama pengobatan kemoterapi itu adalah usia kehamilan di atas 25 minggu. Jadi, Haikal nggak berani bawa Riri berobat atau operasi. Haikal takut terjadi apa-apa sama Riri dan juga calon anak-anak Haikal waktu itu. Jadi, Haikal bertekad mau bawa Riri berobat ke luar negeri sehabis Riri melahirkan. Tapi, kalau ngeliat
Hari demi hari telah berganti. Namun, Riri tampaknya masih nyaman dengan menutup matanya. Belum ada kemajuan yang signifikan selama beberapa hari ini. Haikal sedetik pun enggan untuk meninggalkan rumah sakit.Meskipun Mama, Papa, dan mertuanya selalu membujuknya untuk pulang dan beristirahat di rumah. Tetapi, Haikal selalu menolak dengan alasan, Haikal tidak ingin jika nantinya Riri terbangun dari komanya, dirinya tidak berada di samping Riri. Ia ingin menjadi orang pertama yang akan Riri lihat ketika Riri membuka matanya.Mawarni dan Nisa' yang selalu gencar menyuruh Haikal pulang, akhirnya menyerah dan pasrah pada kekeraskepalaan Haikal. Bahkan Tommy dan Malik pun tidak mampu berbuat banyak untuk membuat Haikal bersedia meninggalkan rumah sakit. Jadi, yang mereka lakukan adalah berganti-gantian menjenguk Riri dan memantau keadaan Haikal. Seperti membawakan pakaian bersih dan makanan untuk Haikal.Kini sudah memasuki ming
"Gimana kondisi Riri sekarang, Dok? Apa yang terjadi pada Riri? Saya tidak berhalusinasi tadi, 'kan?" cecar Haikal tidak sabar.Dokter Andini tidak langsung menjawab. Ia hanya memberikan senyumannya kembali. Membuat Haikal, Mawarni, dan Nisa' semakin penasaran dan tidak sabar."Kenapa Anda diam aja, Dok? Cepat kasih tau saya, apa yang terjadi sama anak saya?" Nisa' yang sudah tidak sabar bertanya dengan cemas."Kalian semua tidak perlu khawatir. Kondisi Ibu Rifqah tidak mengalami penurunan. Malah, kondisi Ibu Rifqah mengalami peningkatan. Mungkin, tidak lama lagi Ibu Rifqah akan segera sadar," ujar Dokter Andini yang membuat Haikal, Mawarni, dan Nisa' menghembuskan napas lega."Syukurlah .... Terima kasih, Dok," ucap Nisa' sebelum Dokter Andini dan seorang dokter pria yang tadi bersamanya keluar dari ruang perawatan Riri."Alhamdulillah .... Akhirnya Riri ada kemajuan juga," Mawarni juga m
Sudah lebih dari sebulan Riri dirawat di rumah sakit setelah terbangun dari komanya. Luka jahitan akibat operasi caesar-nya pun telah menutup. Hanya tinggal menunggu tahap pemulihan sepenuhnya saja. Dan hari ini, Riri diperbolehkan untuk pulang. Begitu juga dengan si kembar. Mereka juga sudah diperbolehkan untuk dibawa pulang.Pagi ini, semua orang sudah berkumpul didalam ruang perawatan Riri. Ada Mawarni, Nisa', Tommy, Malik, Dewi, Rani, Fikri, dan Akhdan. Mereka semua datang untuk menjemput Riri dan si kembar ketika mereka mengetahui jika Riri dan si kembar akan pulang pagi ini.Berbicara tentang Rani, Dewi, dan Fikri, mereka telah mengetahui jika Riri selama ini mengidap penyakit kanker otak stadium lanjut. Mereka mengetahuinya ketika Riri sedang koma waktu itu. Nisa' yang memberitahukan kepada mereka. Fikri yang memang sudah pernah mencari tahu lebih dulu bersama Haikal, tidak terlalu terkejut saat mendengar kabar itu.
Seminggu setelah kepulangan Riri dari rumah sakit, mereka mengadakan acara syukuran Aqiqahan serta pemberian nama untuk si kembar. Semua terlihat sibuk dari dua hari sebelum acara.Halaman sudah dipasang tenda pesta. Tak lupa pula dekorasi tambahan seperti bunga dan poster foto si kembar beserta namanya telah terpajang. Juga ucapan selamat datang telah terpampang dengan indahnya menggunakan rangkaian bunga. Di dalam rumah juga sudah dihias dengan begitu indah.Devran Arlen Rasyad Perdana dan Devni Ranaa Adhwaa' Perdana. Itulah nama yang tertera di poster foto si kembar. Kedua nama itu adalah gabungan dari beberapa ide nama yang diusulkan oleh Riri, Haikal, keluarga, dan para sahabat Riri. Setelah perdebatan yang alot dalam menentukan nama si kembar, akhirnya kedua nama itu yang menjadi keputusan akhir.Acara berlangsung dan berakhir dengan lancar. Tidak ada kendala yang b
Waktu terus bergulir. Hari demi hari pun berlalu. Perkembangan si kembar sungguh membuat Riri dan Haikal kerepotan. Selain perkembangan mereka yang semakin menggemaskan, si kembar juga semakin rewel. Hingga tak jarang mereka meminta bantuan kepada Mawarni dan Nisa' dalam mengurus Devran dan Devni.Seperti pagi ini, Mawarni dan Nisa' sudah berada di kediaman Haikal dan Riri. Haikal dan Riri sengaja meminta mereka datang untuk membantunya menjaga si kembar. Dan seperti biasa, walaupun Mawarni dan Nisa' merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama si kembar, namun tidak jarang juga mereka menggerutu."Kalian ini pandainya cuma bikin anak doang, ya? Giliran jagain anaknya minta bantuan Mama sama Bunda," itulah gerutuan Mawarni setiap kali Haikal memintanya datang untuk membantu Riri mengasuh bayi kembar mereka."Ah, Mama. Namanya kita masih Pakmahmud. Jadi wajar dong, kalau kita minta bantuan," elak Haikal."
Hari ini Haikal tidak berangkat ke kantor. Ia sedang sibuk berkemas. Riri juga terlihat sibuk berkemas. Ia sibuk mengemasi perlengkapan untuk Devran dan Devni. Dan Haikal membantu Riri agar pekerjaannya cepat selesai. Mereka berencana akan pergi ke Baltimore, Amerika. Haikal yang mengajukan usulan tersebut dengan mengatakan jika ia mengajak Riri, Devran dan Devni, Mawarni dan Nisa' pergi ke Amerika hanya untuk berlibur.Walaupun sebenarnya Riri merasa sedikit ganjil dengan Haikal yang tiba-tiba mengajak mereka berlibur ke Amerika, namun Haikal dapat meyakinkan Riri. Haikal meminta Riri menganggap kepergian mereka ini sebagai bulan madu mereka yang dulu tidak pernah mereka lakukan. Dan Riri hanya mencoba untuk berpikir positif.Riri menghembuskan napas lega ketika ia menyelesaikan acara mengemasnya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setiap bagian tubuhnya benar-benar terasa seperti akan terlepas dari sendi-sendi