Share

Chapter 3

Penulis: Nursindahliana
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-14 16:22:54

Seminggu telah berlalu. Hari ini setelah pulang dari kantor, Haikal langsung pergi ke Bar untuk minum-minum. Pria itu merasa sangat frustrasi karena kekasihnya belum ada kabar sama sekali.

Waktu itu, begitu kekasihnya tahu jika Haikal dijodohkan dengan anak sahabat Ayahnya dan tak bisa menolak, kekasihnya sangat marah dan memutuskan pergi dari Haikal. Haikal sudah puas mencari dan selalu menghubunginya. Namun, kekasihnya itu bagai hilang ditelan bumi dan tak bisa ditemukan. Dirinya putus asa dan sangat frustrasi.

Untuk mengurangi rasa frustrasinya, maka ia memilih pergi ke Bar dan minum-minum. Dan di sinilah ia sekarang. Di sebuah Bar ternama di kota ini. Sudah dua botol minuman keras yang diminumnya. Dan dirinya pun sudah mabuk berat. Bartender sudah menegurnya dan menyuruhnya pulang. Namun, karena ia sudah tak bisa berjalan dengan baik, maka pihak Bar menyuruh bodyguard mencarikan taksi untuk Haikal agar mengantarkannya pulang.

Ting Tong! Ting Tong!

Bel pintu ditekannya berulang-ulang. Namun pintu masih belum terbuka. Kesal karena pintu tak kunjung dibuka, Haikal pun menggedor-gedor pintu apartemen. Tak lama kemudian pintu dibuka oleh Riri dan terkejut melihat Haikal yang pulang dalam keadaan mabuk berat.

"Ya ampun, Mas Haikal! Kenapa kamu begini? Kenapa kamu minum-minum? Apa yang terjadi sama kamu, Mas? Ayo, aku antarkan ke kamar," ucap Riri sambil memapah Haikal ke kamarnya.

"Clara ..., kamu di mana, Clara ...?! Aku cinta sama kamu. Kenapa kamu ninggalin aku? Tolong jangan tinggalin aku, Clara. Aku sangat mencintaimu, Clara ...," racau Haikal.

"Clara??! Jadi kamu mabuk-mabukan gini gara-gara Clara?" tanya Riri prihatin dengan keadaan Haikal saat ini. Dengan susah payah Riri memapah Haikal, yang terus meracau memanggil nama Clara, ke kamarnya.

"Kamu istirahat, ya? Aku pergi dulu," ucap Riri setelah membawa Haikal ke kamar dan merebahkannya di kasur.

Riri hendak meninggalkan Haikal yang telah direbahkan di kasur. Namun tertahan oleh cekalan tangan Haikal.

"Kamu mau ke mana, Clara? Jangan tinggalin aku lagi. Tetaplah di sisiku," ucap Haikal tanpa melepaskan cekalan tangannya.

"Mas Haikal?! Kamu apa-apaan, Mas? Aku bukan Clara, aku Riri. Tolong lepasin tanganku,  Mas. Kamu lagi mabuk sekarang. Tolong biarin aku pergi," mohon Riri seraya mencoba melepaskan tangannya dari cekalan Haikal. Ia mulai merasa takut melihat Haikal sekarang.

Bukannya melepaskan tangan Riri, Haikal justru menarik Riri dengan kuat. Hingga tubuh Riri jatuh di atas tubuh Haikal. Riri mencoba bangkit, namun Haikal tidak membiarkannya. Haikal langsung memeluk Riri dengan erat.

"Jangan tinggalin aku, Clara. Aku mencintaimu dan aku sangat merindukanmu. Tolong jangan tinggalin aku lagi. Aku mohon, Clara," racau Haikal lagi.

"Mas Haikal! Tolong sadar!! Ini aku, Riri! Aku bukan Clara. Tolong sadar, Mas. Lepasin aku ...," ucap Riri mulai menangis namun tetap mencoba melepaskan diri.

Sekali lagi, bukannya melepaskan Riri, Haikal justru membalikkan tubuhnya sehingga kini posisinya berada di atas tubuh Riri. Riri makin terisak karena sangat ketakutan.

"Mas Haikal .... Aku mohon sama kamu, tolong lepasin aku. Biarin aku pergi. Kamu harus sadar, Mas. Aku bukan Clara, sadarlah," Riri masih mencoba memohon.

"Ssstt ...!! Kenapa kamu nangis, Clara? Aku nggak akan nyakitin kamu. Aku sangat mencintaimu," ucap Haikal sambil menghapus air mata Riri.

"Tapi aku ... mmpphh ...." Haikal langsung mencium bibir Riri dan melumatnya dengan penuh nafsu. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh Riri dan meremasnya yang membuat Riri memekik.

Riri tidak tinggal diam. Ia memukul dan menjambak rambut Haikal agar Haikal melepaskannya. Namun, usahanya sia-sia. Haikal bagaikan tak merasakan pukulannya. Bahkan Haikal semakin bernafsu.

Haikal mulai melucuti pakaian Riri dan pakaiannya sendiri. Setelah itu dia kembali melumat bibir Riri. Lalu turun ke leher dan kemudian ke payudara Riri. Melumatnya dan meninggalkan kissmark di sana.

"Mas Haikal .... Tolong lepasin aku. Jangan begini, Mas ...." Riri terus mencoba membujuk Haikal dan memberontak.

Permohonan Riri tetap tak digubris oleh Haikal. Kemudian pria itu mulai menyatukan miliknya ke dalam milik Riri. Riri merasakan sakit saat milik Haikal mencoba memasuki miliknya. Ia mencoba mendorong tubuh Haikal, namun Haikal malah menangkap tangan Riri, merentangkan tangan Riri ke sisi kanan dan kiri dan menahannya.

Riri sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, yang bisa dilakukannya saat ini adalah menangis.

"Aaaaaaarrrggghhhh ...!!!" jerit Riri saat Haikal memasukkan miliknya lebih dalam dan ia merasakan ada sesuatu yang robek pada miliknya lalu ia tak sadarkan diri. Sedangkan Haikal merasa lega karena ia berhasil menyatukan miliknya dengan milik Riri yang ia pikir adalah Clara, kekasihnya.

Setelah menuntaskan nafsunya, ia langsung roboh di atas tubuh Riri.

******

Seminggu semenjak peristiwa malam itu, malam dimana Haikal pulang dalam keadaan mabuk. Mereka berkunjung ke rumah orang tua Haikal atas permintaan dari Mawarni. Mereka makan malam bersama. Selama makan malam tidak ada yang angkat bicara hingga mereka selesai makan.

"Kamu dan Haikal baik-baik aja 'kan, Ri?! Nggak ada masalah, 'kan?!" tanya Mawarni saat membereskan meja makan.

"Kami baik-baik aja kok, Ma. Nggak ada masalah sama sekali," ucap Riri lembut.

"Beneran kalian baik-baik aja? Tapi Mama rasa kok ada yang janggal, ya?" selidik Mawarni lagi.

"Hah?! Kok Mama bisa kepikiran kayak gitu, Ma?" Riri mulai gugup. "Mungkin karena kami masih belum terbiasa sama keadaan yang baru kami jalani aja, Ma. Nanti juga bakal biasa-biasa aja kalau kami udah terbiasa," lanjutnya meyakinkan mama mertuanya.

Setelah selesai membersihkan meja makan dan mencuci piring, Riri dan Mawarni bergabung dengan Tommy dan Haikal di ruang keluarga.

"Oh ya, Riri, Haikal, kalian nggak akan menunda-nunda untuk ngasih kami cucu, 'kan?!" tanya Tommy to the point.

"Bener, tuh! Kalian nggak bakal nunda, 'kan?!" Mawarni menimpali ucapan Tommy.

"C-cucu?" tanya Riri dengan terbata. Tommy dan Mawarni mengangguk menjawab pertanyaan Riri. Riri menelan ludahnya. Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering ketika mendengar pertanyaan kedua mertuanya itu. "Kayaknya Riri nggak mungkin bisa ngasih Mama sama Papa cucu dalam waktu dekat, deh. 'Kan Riri masih kuliah, rasanya sayang kalau harus berhenti di tengah jalan." ucap Riri meminta pengertian.

"Bener itu, Pa, Ma. Jangan terlalu terburu-buru gitu, dong. Nanti juga ada saatnya kita ngasih Mama dan Papa cucu," Haikal menimpali. Riri bersyukur Haikal membantunya. Namun di dalam hati, wanita itu merasa heran dan aneh.

Tumben nih orang ngebela aku? pikirnya.

"Iya, Papa tau Riri masih kuliah. Tapi rasanya Papa udah nggak sabar untuk punya cucu," ucap Tommy dan diangguki oleh Mawarni.

"Sabar aja ya, Ma, Pa? Ntar juga bakalan Riri turutin keinginan Papa sama Mama untuk punya cucu," ucap Riri. Meskipun ia tidak yakin, kapan dirinya dapat mewujudkan keinginan mertuanya itu.

"Yahh, mau gimana lagi?" Mawarni mengedikkan bahunya pasrah. Riri tersenyum senang karena mertuanya mengerti akan dirinya dan tidak terus mendesaknya.

Mereka pun menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang hingga tak terasa waktu telah beranjak larut malam. Riri dan Haikal memutuskan kembali ke apartemen.

Sesampainya di apartemen, Haikal memutuskan untuk masuk ke ruang kerjanya. Sedangkan Riri masuk ke kamar, mengganti pakaiannya dan tidur. Namun sebenarnya dia belum bisa tidur, ia sedang menahan rasa sakit di kepalanya yang akhir-akhir ini kerap kali tiba-tiba menyerangnya. Karena rasa sakit itu sudah tidak bisa lagi ditahannya, ia memutuskan untuk mencari obat sakit kepala di dapur. Riri berjalan sempoyongan seraya memegangi kepalanya yang sakit teramat sangat.

Ia meraih kotak obat yang berada di atas lemari es, membuka kotak itu dan mengambil obat sakit kepala. Kemudian ia mengambil segelas air dan berusaha meminum obatnya. Tapi belum sempat ia meminum obatnya, pandangannya sudah mengabur. Gelas ditangannya terlepas dan ia pun tak sadarkan diri.

Haikal yang mendengar suara kegaduhan di dapur, segera menuju ke arah suara dan mendapati Riri yang pingsan di dapur serta di beberapa bagian tubuhnya berdarah akibat terkena pecahan kaca.

"Ri, Riri? Hei! Bangun! Ada apa sama kamu? Hei, Riri! Bangun!" Haikal mencoba membangunkan Riri sambil menepuk-nepuk pipinya. "Ish, nyusahin aja nih orang!" gerutu Haikal, namun tak urung ia mengangkat dan menggendongnya ke kamar serta membaringkannya di kasur.

Ia melihat luka di tubuh Riri yang mengeluarkan darah. Ia kembali ke dapur dan mengambil kotak P3K. Tak sengaja ia melihat obat yang hendak diminum oleh Riri tadi dan langsung mengernyit heran.

"Dia sering banget minum obat ini? Apa sakitnya parah banget sampai-sampai dia pingsan gitu? Kalau gue ingat-ingat, waktu tunangan dulu dia juga pingsan. Apa karena sakit ini juga? Obat apa sih ini? Obat sakit kepala?! Separah itukah?" Haikal bertanya-tanya sendiri. Karena merasa tak menemukan jawabannya, ia kembali ke niat awalnya yang ingin mengobati luka Riri.

Setelah selesai mengobati luka-luka di tubuh Riri, ia kembali ke ruang kerjanya dan berkutat di sana hingga menjelang pagi yang membuatnya kelelahan dan akhirnya tertidur di sofa ruang kerjanya.

******

Sinar mentari pagi membangunkan Riri dari lelapnya. Ia sedikit heran karena terbangun di atas kasur.

Kenapa aku bisa tidur di sini? Seingatku, aku tadi malem mau minum obat sakit kepala di dapur. Tapi, kenapa sekarang aku ada di sini? Apa aku pingsan lagi? Oh, ya ampun!! Kenapa ini harus terjadi lagi, sih?? Kenapa aku bikin dia repot lagi? batin Riri bertanya-tanya dan juga merasa tak enak karena terus saja merepotkan Haikal.

"Udah bangun? ...."

Bab terkait

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 4

    Dua bulan sudah Riri dan Haikal menikah. Keadaan tetap sama. Tidak ada yang berubah dengan hubungan antara Riri dan Haikal. Mereka masih belum banyak bicara setelah pembicaraan mereka terakhir kali. Mereka hanya bicara jika diperlukan."Ri, gimana hubungan kamu sama suamimu?" tanya sahabat Riri yang bernama Dewi Agustina."Iya, Ri. Udah ada kemajuan belum?" tanya sahabat Riri yang lain, Rani Widiastuti."Masih sama, Dew, Ran. Aku udah nggak tau mau ngapain lagi biar bisa bikin dia bersikap biasa aja ke aku," ucap Riri lesu.Bahkan aku rela ngelupain kejadian malem itu supaya hubungan kami nggak canggung terus. Tapi, kayaknya emang sama sekali nggak ada harapan sama hubungan kami, sambung Riri di dalam hati."Kamu yang sabar aja, ya? Mudah-mudahan sikap suami kamu bisa berubah jadi lebih baik ke kamu nantinya," harap Dewi."Ya ..., semoga aja," Riri berkata lirih.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 5

    "Tante, apa kata Dokter? Riri sakit apa?" tanya Dewi begitu Nisa' dan Haikal memasuki ruang rawat Riri."Iya, Tante. Riri sakit apa? Kenapa dia bisa sampe pingsan gitu?" tanya Rani juga."Riri baik-baik aja. Kata dokter, itu karena Riri nggak makan dengan bener. Tapi, kalau Riri terus-terusan nggak makan dengan bener, itu bakalan ngebahayain bayi yang ada di dalam kandungannya," jelas Nisa'."Bayi? Riri hamil, Tante?" tanya Rani, dengan tampang yang terkejut."Bener, Ran, Riri hamil. Baru sekitar 6 minggu," jawab Nisa'."Oh! Pantes aja," Rani berucap dengan keras yang membuat Nisa', Haikal dan Dewi terkejut."Apaan sih, Ran? Bikin kaget, tau!" sungut Dewi kesal."Iya, tadi 'kan Riri sempet cerita ke kita. Dia bilang kalau dia udah nggak nafsu makan dari beberapa minggu terakhir. Tapi yang paling parah beberapa hari belakangan ini. Pasti itu gara-gara dia h

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 6

    Sepulang orang tua dan mertuanya, Haikal kembali ke dalam ruang perawatan Riri. Ia duduk di samping ranjang Riri yang saat ini sedang tertidur. Dengan setia ia menjaga Riri hingga ia ikut tertidur dalam posisi duduk. Sedangkan kepalanya direbahkan di sisi tangan Riri.Pagi harinya, Haikal terbangun dengan tidak mendapati Riri di ranjang. Ia celingukan mencari keberadaan Riri. Suara orang yang sedang muntah-muntah membuatnya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.Begitu ia membuka pintu kamar mandi, tampaklah olehnya Riri yang sedang muntah-muntah di wastafel. Haikal masuk dan memijat tengkuk Riri.Ketika rasa mual Riri mulai berkurang, Riri membasuh mukanya agar terlihat lebih segar. Tetapi, saat Riri menegakkan tubuhnya, kakinya tiba-tiba menjadi lemas dan penglihatannya berkunang-kunang. Hampir saja ia terjatuh andai Haikal tidak sigap menangkapnya. Haikal segera menggendong Riri

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 7

    Sudah 3 hari Riri dirawat di rumah sakit. Hari ini wanita itu sudah diperbolehkan pulang. Tetapi, ia tidak pulang ke apartemen Haikal. Nisa' meminta Riri dan Haikal untuk sementara waktu tinggal di rumahnya.Meskipun sempat terjadi perdebatan kecil antara Nisa' dan Mawarni, namun akhirnya terjadi satu kesepakatan. Yaitu, Riri dan Haikal akan tinggal bersama Nisa' selama seminggu. Kemudian seminggu berikutnya di rumah Mawarni.Haikal dan Riri tidak bisa menolak kesepakatan itu. Keduanya pasrah menuruti kemauan Nisa' dan Mawarni. Bahkan Haikal-lah yang mengusulkan kesepakatan itu agar Mawarni dan Nisa' tidak berdebat terlalu lama.Sore ini Riri sedang duduk di teras rumahnya. Dielusnya perutnya yang masih datar itu sambil tersenyum."Selamat sore, Sayang. Sedang apa kamu? Kamu baik-baik ya, di situ? Jangan bikin Mami mual terus, ya? Kamu nggak mau 'kan kalau Mami masuk rumah sakit lagi?" Riri berbicara pada

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 8

    "Kamu harus nyuapin aku makan tiap hari. Bacain dongeng untukku tiap malam sebelum tidur. Dan nemenin aku cek up kandungan tiap bulan. Gimana? Sanggup, nggak?" Riri mengatakan persyaratan yang harus Haikal lakukan agar mau mempercayai ucapan suaminya itu."Kalau untuk bacain dongeng tiap malam sebelum kamu tidur dan nemenin kamu cek up kandungan tiap bulan sih, nggak masalah. Masih bisa aku usahain. Tapi kalau nyuapin kamu tiap hari ...? Nggak bisa diganti sama syarat yang lain ya, Ri? Kalau sarapan sama makan malam sih, aku masih bisa nyuapin kamu. Tapi kalau makan siang? Kamu 'kan tau aku itu kalau siang sibuk banget di kantor. Gimana aku bisa nyuapin kamu kalau makan siang?" Haikal mencoba untuk sedikit bernegosiasi dengan Riri."Kalau makan siang, aku yang bakalan dateng ke kantor kamu. Gimana?" jawab Riri lalu meminta pendapat."Apa nggak bakal bikin kamu kecapekan kalau tiap makan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 9

    RIRI POVSinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela kamar membangunkan aku dari lelapku. Perlahan kubuka mataku dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Mengerjap-ngerjapkan mataku sebentar lalu menggeliatkan badanku.Aku merasakan ada sesuatu yang menimpa perutku. Langsung saja kuarahkan pandangan mataku ke perut. Ternyata tangan Haikal berada di atas perutku.Apa dia semalam tidur sambil meluk aku? aku bertanya-tanya di dalam hati.Segera kuelakkan tangan Haikal dari perutku. Namun ia justru mengeratkan pelukannya. "Haikal, awasin tangan kamu. Aku nggak bisa bangun," ucapku sambil terus menyingkirkan tangannya."Sebentar lagi ya, Sayang. Aku masih ngantuk," racaunya. Sepertinya dia sedang mengigau."Kamu ngomong 'sayang'nya untuk siapa? Untuk aku, anak kamu, atau Clara?" tanyaku ketus dan menaikkan nada bicaraku. Itu berhasil membu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 10

    Bugh! Bugh! Bugh!Riri yang geram dengan Haikal karena Haikal sudah mengerjainya, langsung memukul Haikal menggunakan bantal berulang-ulang."Dasar nyebelin, ngeselin! Enak banget kamu bilang kalau kamu ngerjain aku. Kamu nggak tau apa, kalau jantungku tadi hampir meledak gara-gara kelakuanmu itu?" gerutu Riri sambil terus memukul Haikal."Aduh, aduh! Ampun, Ri, ampun. Udah, udah! Aku ngaku salah. Sorry, sorry!" ucap Haikal namun masih tertawa."Kamu bilang 'sorry' tapi masih ngetawain aku. Seneng banget ya, bisa ngetawain orang?" Riri kembali memukuli Haikal karena Haikal tak kunjung menghentikan tawanya."Oke, oke. Aku berenti ketawa." sekuat tenaga Haikal berusaha menghentikan tawanya. "Maaf," ucapnya ambigu setelah benar-benar berhasil menghentikan tawanya. Sedangkan Riri hanya menanggapi dengan menaikkan satu alisnya pertanda dirinya bingung Haikal

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-07
  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 11

    RIRI POV"Jadi intinya, Anda mengidap suatu penyakit. Anda mengidap penyakit kanker otak stadium lanjut. Dan ini sudah dalam tahap yang berbahaya. Saya sarankan agar Anda dikemoterapi untuk membunuh sel kanker serta meminimalisir terjadinya penyebaran sel kankernya," jelas sang Dokter yang aku ketahui bernama Arya.Jedderrr!!!Aku mematung mendengar pernyataan Dokter Arya. Tubuhku terasa lemas dan bergetar menahan tangis yang hendak pecah. Rasanya seperti ada petir di siang hari yang cerah yang sedang menyambarku saat itu. Tapi, dengan cepat aku menetralkan kembali rasa keterkejutanku."Tapi, saya sedang hamil, Dok. Apa tidak berbahaya bagi kandungan saya? Dan kalau saya dikemoterapi, otomatis keluarga saya akan tau tentang keadaan saya. Saya tidak mau membuat mereka bersedih. Apa tidak ada cara lain, Dok?" tanyaku kemudian setelah memberikan alasan.Kulihat wajah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08

Bab terbaru

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Extra Part 5

    Setelah hampir dua tahun kemudian. Riri membuka mata dan menjadi kebingungan karena mendapati dirinya berada di suatu tempat yang asing baginya. Bagaimana tidak? Saat ini dirinya tengah berada di suatu taman bunga yang luas dan indah. Padahal seingatnya, dirinya tadi sedang duduk di kasur Asahy dan tengah memeluk boneka panda kesukaan almarhumah anaknya itu. Tetapi sekarang? Dirinya bahkan tidak tahu sedang berada di mana ia saat ini. Di saat Riri tengah sibuk memperhatikan sekelilingnya, tiba-tiba seseorang menghampiri dan memanggilnya. "Mi ...." Riri menoleh dan berbalik. Detik berikutnya matanya terbelalak lebar melihat sosok di hadapannya yang tadi memanggilnya. Matanya memburam karena buliran bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Sosok di hadapan Riri tersenyum manis. "Apa kabar, Mi?" tanyanya pada Riri. Riri tidak langsung menjawab. Ia langsung berjalan cepat dan memeluk soso

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Extra Part 4

    Saat Asahy siuman, gadis itu sempat marah pada 'Adnan karena mengingkari janjinya pada gadis itu. "Dek, jujur sama Mami. Kenapa kamu tutupin tentang penyakit kamu ini? Kenapa kamu nggak kasih tau dari awal? Biar kita bisa obatin? Mami, Papi, Kakak-kakak kamu semua bersedia dan dengan senang hati jadi pendonor untuk kamu." Nada suara Riri yang kecewa terdengar jelas oleh Asahy. "Pi, cepet cari Dokter Arya. Minta dia untuk tes darah kita semua. Pasti salah satu dari kita ada yang cocok untuk jadi pendonor," lanjutnya, beralih pada Haikal. "Mi ...," panggil Asahy sambi balas menggenggam jemari Riri yang sedari tadi tidak lepas menggenggam tangannya. Riri menoleh. Air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi. "Nggak perlu lakuin tes. Karena itu percuma. Waktu itu Dokter Arya udah bilang, penyakit Adek ini udah stadium akhir dan termasuk golongan yang lebih berbahaya dan sulit untuk diobatin walaupun udah ngejalani pencangkokan. Jadi, kalau pun Adek ngejalani pencangko

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Extra Part 3

    Hari ini adalah hari ulang tahun Asahy yang tidak lain adalah anak bungsu Riri dan Haikal. Sedari pagi Riri sudah menyeret Asahy ke sana kemari untuk berbelanja dan melakukan perawatan tubuh serta wajah. Meskipun Asahy terlihat kesal dan bosan, namun sepertinya gadis itu tidak dapat berbuat apa pun. Ia hanya terpaksa mengikuti keinginan Riri karena ingin menyenangkan hati ibunya itu. Sebab untuk ke depannya, dirinya tidak tahu apakah dirinya masih diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal seperti hari ini lagi.Pada malam harinya, tepat sebelum acara ulang tahunnya dimulai, Asahy meminta Riri dan Haikal berkumpul bersama dengan orang tua dari Arkhai, yang merupakan sahabat Asahy. Mereka sempat merasa bingung mengapa gadis itu meminta mereka berkumpul. Sedangkan para tamu undangan sudah berdatangan dan acara akan segera dimulai.Namun, para orang tua dan juga Arkhai terkejut mendengar penuturan Asahy. Gadis itu menyatakan perasaannya pada A

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Extra Part 2

    Setelah kelahiran anak ketiga, semakin hari, Riri dibuat semakin repot dan pusing oleh tingkah anak-anaknya dan juga Haikal. Si kembar dan suaminya itu tidak mau kalah dari si bungsu yang mereka beri nama Asahy Tsurayya' Zahirah Perdana, yang usianya baru beberapa bulan. Mereka merasa cemburu karena Riri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus si bungsu daripada mengurus mereka. Padahal menurut Riri, ia sudah berusaha membagi waktu untuk mereka semua dengan adil. Tetapi tetap saja, si kembar dan Haikal tetap melakukan protes dan mengatakan jika Riri tidak adil membagi waktu untuk mereka. Mereka selalu saja melakukan hal-hal yang membuat Riri marah agar dapat menarik dan mendapatkan perhatian dari Riri. "Haikal! Ayo, bangun!" Riri mengguncang tubuh Haikal dengan sedikit kuat. Kesal melihat Haikal yang masih memejamkan matanya erat dan terlihat nyaman, walaupun Riri sedari tadi sudah membangunkanny

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Extra Part 1

    Setelah beberapa bulan kembali dari Amerika, kehidupan Riri-Haikal dan kedua anak kembarnya berjalan penuh dengan kebahagian setiap harinya. Ada saja hal-hal yang membuat hari-hari mereka seakan-akan penuh warna."Devran, Devni! Jangan lari-lari, nanti jatuh!" peringat Riri kepada kedua anaknya yang sedang berkejar-kejaran.Sore ini, Riri sedang duduk santai di halaman belakang rumah. Menikmati suasana sore hari sambil mengawasi Devran dan Devni yang sedang bermain."Mami ...," Devni memanggil Riri dengan sedikit merengek."Kenapa, Sayang?" tanya Riri sembari mengelus pipi putrinya."Liat, Kak Devlan jahat! Dia bikin boneka Devni jadi jolok pake cat!" adu Devni sambil menunjukkan bonekanya yang belepotan cat."Bo'ong, Mi! Bukan Devlan yang bikin!" Devran menyanggah tuduhan adiknya."Devni nggak bo'ong! Kak Devlan yang tadi colet-colet boneka Devni!" Devni

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 62

    Setelah diwajibkan untuk berpuasa selama sehari, Riri akhirnya dibawa ke ruang operasi untuk menjalani operasi pengangkatan sel kanker di otaknya. Selama beberapa jam Haikal menunggu dengan cemas.Kenapa hanya Haikal yang menunggu Riri ketika proses operasi? Sudah jelas, itu karena Mawarni dan Nisa' harus tinggal di apartemen untuk menjaga Devran dan Devni selama Riri dan Haikal berada di rumah sakit. Ya. Selama Riri berobat di sana, Haikal memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen.Saat proses operasi, keadaan Riri sempat menurun. Namun, jantungnya tidak sampai berhenti berdetak seperti ketika proses operasi caesar waktu itu. Selesai operasi dan dipindahkan ke ruang ICU, Riri dinyatakan koma oleh Dokter Gilbert. Haikal hanya dapat menghembuskan napas pasrah dan menahan rasa sesak di dadanya. Karena lagi-lagi dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa Riri mengalami keadaan koma dan menunggunya terbangun entah sampai berapa

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 61

    Hari ini Haikal tidak berangkat ke kantor. Ia sedang sibuk berkemas. Riri juga terlihat sibuk berkemas. Ia sibuk mengemasi perlengkapan untuk Devran dan Devni. Dan Haikal membantu Riri agar pekerjaannya cepat selesai. Mereka berencana akan pergi ke Baltimore, Amerika. Haikal yang mengajukan usulan tersebut dengan mengatakan jika ia mengajak Riri, Devran dan Devni, Mawarni dan Nisa' pergi ke Amerika hanya untuk berlibur.Walaupun sebenarnya Riri merasa sedikit ganjil dengan Haikal yang tiba-tiba mengajak mereka berlibur ke Amerika, namun Haikal dapat meyakinkan Riri. Haikal meminta Riri menganggap kepergian mereka ini sebagai bulan madu mereka yang dulu tidak pernah mereka lakukan. Dan Riri hanya mencoba untuk berpikir positif.Riri menghembuskan napas lega ketika ia menyelesaikan acara mengemasnya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Setiap bagian tubuhnya benar-benar terasa seperti akan terlepas dari sendi-sendi

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 60

    Waktu terus bergulir. Hari demi hari pun berlalu. Perkembangan si kembar sungguh membuat Riri dan Haikal kerepotan. Selain perkembangan mereka yang semakin menggemaskan, si kembar juga semakin rewel. Hingga tak jarang mereka meminta bantuan kepada Mawarni dan Nisa' dalam mengurus Devran dan Devni.Seperti pagi ini, Mawarni dan Nisa' sudah berada di kediaman Haikal dan Riri. Haikal dan Riri sengaja meminta mereka datang untuk membantunya menjaga si kembar. Dan seperti biasa, walaupun Mawarni dan Nisa' merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama si kembar, namun tidak jarang juga mereka menggerutu."Kalian ini pandainya cuma bikin anak doang, ya? Giliran jagain anaknya minta bantuan Mama sama Bunda," itulah gerutuan Mawarni setiap kali Haikal memintanya datang untuk membantu Riri mengasuh bayi kembar mereka."Ah, Mama. Namanya kita masih Pakmahmud. Jadi wajar dong, kalau kita minta bantuan," elak Haikal."

  • Biarkan Aku Bahagia Meski Sekejap   Chapter 59

    Seminggu setelah kepulangan Riri dari rumah sakit, mereka mengadakan acara syukuran Aqiqahan serta pemberian nama untuk si kembar. Semua terlihat sibuk dari dua hari sebelum acara.Halaman sudah dipasang tenda pesta. Tak lupa pula dekorasi tambahan seperti bunga dan poster foto si kembar beserta namanya telah terpajang. Juga ucapan selamat datang telah terpampang dengan indahnya menggunakan rangkaian bunga. Di dalam rumah juga sudah dihias dengan begitu indah.Devran Arlen Rasyad Perdana dan Devni Ranaa Adhwaa' Perdana. Itulah nama yang tertera di poster foto si kembar. Kedua nama itu adalah gabungan dari beberapa ide nama yang diusulkan oleh Riri, Haikal, keluarga, dan para sahabat Riri. Setelah perdebatan yang alot dalam menentukan nama si kembar, akhirnya kedua nama itu yang menjadi keputusan akhir.Acara berlangsung dan berakhir dengan lancar. Tidak ada kendala yang b

DMCA.com Protection Status